1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 104
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
PENDAHULUAN
Saat ini, era perkembangan tekonologi pendekatan linear dapat kurang tepat bagi
tidak dapat dibendung lagi. Anak-anak dan mereka. Kemajuan teknologi internet dan
remaja yang notabene masih berstatus media, menjadikan anak sekarang dipenuhi
sebagai siswa telah terampil dalam dengan berbagai informasi dari seluruh
menggunakan teknologi. Anak-anak dan penjuru dunia. Mereka dipenuhi dengan
remaja yang demikian disebut dengan berbagai informasi baik yang sesuai dengan
generasi Z. Generasi Z sendiri adalah anak- moral kita atau tidak. Jelas di tengah
anak yang lahir pada sekitar tahun 1995 kekacauan infomasi dan nilai ini mereka
sampai dengan tahun 2010. Dalam Saragih dituntut mempunyai ketrampilan
(2012) dijelaskan bahwa generasi Z yaitu menganalisis secara kritis, memilih secara
anak yang sangat melek teknologi atau net bijak, serta mengambil keputusan bagi
generation. Mereka lebih menyenangi hidupnya.
berinteraksi dengan komputer dan Sebenarnya anak-anak Indonesia
berkomunikasi dengan sistem online zaman ini menghadapi norma budaya ganda.
sehingga mereka punya kecenderungan Di satu sisi realitas hidup menuntut mereka
untuk tidak bertemu dengan teman- untuk mandiri, mampu berkompetisi,
temannya. mampu membuat pilihan atas aneka hal
Generazi ini memiliki ciri khas dimana yang ditawarkan, tetapi di sisi lain
internet telah berkembang pesat seiring masyarakat masih belum memberikan bekal
dengan perkembangan media elektronik dan yang memadai bagi anak-anak untuk
digital. Anak-anak dapat dengan mengakses mampu hidup secara mandiri. Proses
informasi dengan cepat dan mudah. Hal pendidikan anak masih menekankan
tersebut menyebabkan anak-anak tidak sabar pentingnya kontrol eksternal, bersifat
untuk menunggu proses. Anak-anak selalu dogmatis, dan indoktrinasi. Baik orangtua
mengandalkan jawaban dari setiap maupun sekolah pada umumnya belum
pertanyaan dan tantangan hidup dari sepenuhnya mengajarkan anak untuk
informasi-informasi yang ada di internet. mampu berpikir secara mandiri, menguji,
Mereka tidak mengetahui bahwa tidak dan mengevaluasi diri, serta
semua persoalan hidup bisa diatasi dengan mengembangkan pribadi yang otonom
teknologi. Beberapa persoalan hidup yang (Susana, 2012).
harus dipecahkan melalui proses yang Selain itu, adanya globasisasi,
panjang oleh dirinya sendiri, melalui modernisasi, MEA dan perkembangan ipteks
perenungan, usaha fisik, usaha psikis, dan menuntut generasi Z agar dapat menjalani
juga memerlukan bantuan orang lain secara kehidupan yang lebih kompleks, lebih rumit
nyata, bukan maya. dan lebih cepat. Di era MEA, situasi
Anak-anak yang termasuk generasi Z kehidupan semakin kompleks, penuh
sudah terbiasa berkomunikasi menggunakan peluang dan tantangan. Masyarakat dunia
internet, BB, facebook, dan twitter. Mereka dituntut untuk memiliki kompetensi agar
hidup dalam budaya yang serba cepat, dapat berkembang secara dinamis, produktif
sehingga tidak tahan dengan hal-hal yang dan mandiri (Irvan & Nindiya, 2016: 157).
lambat. Mereka adalah anak-anak dari Oleh karena, baik keluarga maupun sekolah
budaya instan yang serba ingin berhasil harus dilakukan upaya untuk penyiapan
dalam waktu cepat dan kalau bisa tanpa SDM generasi Z yang bermutu, yaitu yang
usaha keras. Anak-anak ini sering mampu hidup secara mandiri pada era
mengerjakan berbagai persoalan dalam satu digital.
waktu. Kalau mereka mengerjakan PR, Pemenuhan tuntutan ini tidak terlepas
mereka sekaligus juga membuka web lain, dari peran pendidikan. SDM yang bermutu
sambil masih bicara dengan teman lewat HP, dapat tercapai melalui pendidikan yang
dan ceting dengan teman lain lagi lewat bermutu (Caraka & Nindiya, 2015: 55). Hal
facebook. Perhatiannya biasa terpecah dalam ini sejalan dengan pernyataan Juntika (2011)
berbagai hal. Dalam mempelajari suatu bahwa pendidikan yang bermutu adalah
bahan mereka tidak mau urut, kadang dari pendidikan yang mampu mengantarkan
belakang, kadang dari tengah, kadang dari peserta didik memenuhi kebutuhannya, baik
muka, dll. Ini berarti bahwa model saat ini maupun di masa yang akan datang.
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 105
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Menurut Tilaar dalam Juntika (2011), untuk edukatif berupa layanan bimbingan dan
mencapai hasil pendidikan yang bermutu, konseling.
diperlukan proses pendidikan yang bermutu. Bimbingan dan konseling sendiri
Kemampuan yang diberikan melalui proses seharusnya juga tidak hanya berfokus pada
pendidikan bermutu tidak hanya perkembangan siswa tetapi juga
menyangkut aspek akademis saja, tetapi juga memperhatikan keadaan lingkungan sekitar
menyangkut berbagai aspek kehidupan yang siswa. Dengan demikian, bimbingan dan
komprehensif yakni perkembangan pribadi, konseling perkembangan nampaknya
sosial, kematangan individu, dan sistem menjadi strategi alternatif dalam
nilai. menyelesaikan masalah ini. Fajar Santoadi
Pendidikan merupan sebuah sistem (2010) mengungkapkan bahwa secara
dengan beberapa bagian yang saling implisit bimbingan dan konseling saat ini
terintegrasi. Bimbingan dan konseling sudah berorientasi perkembangan. Semenjak
sebagai bagian integral proses pendidikan tahun 1970-an, terutama di negara-negara
memiliki kontribusi dalam penyiapan SDM maju (misalnya negara-negara bagian
generasi Z yang bermutu. Dalam perspektif Amerika) mulai berkembang model program
bimbingan dan konseling, peserta didik bimbingan dan konseling komprehensif.
merupakan individu sedang berada dalam Dede Rahmat Hidayat (2013: 128)
proses berkembang atau menjadi (becoming), mengungkapkan bahwa model bimbingan
yaitu berkembang ke arah kematangan atau dan konseling komprehensif dirancang
kemandirian. Menurut Caraka & Nindiya untuk merespons berbagai persoalan yang
(2015: 55), untuk mencapai kematangan, dihadapi oleh konselor sekolah. Model ini
individu memerlukan bimbingan, karena dikembangkan berdasarkan berbagai hasil
masih kurang memahami kemampuan kajian teori, dan hasil penelitian yang telah
dirinya, lingkungannya dan pengalaman dilaksanankan oleh ASCA tentang program
untuk mencapai kehidupan yang baik bimbingan dan konseling dan profesi
(menjadi SDM bermutu). konselor sekolah. Model ini merupakan
Untuk mencapai kematangan, alternatif model bimbingan dan konseling
peserta didik sebagai generasi Z tidak yang memberikan kesempatan bagi
terlepas dari pengaruh lingkungan fisik, akademisi dan praktisi konseling untuk
psikis maupun sosial (Caraka, 2015: 93). meningkatkan layanan bimbingan dan
Lingkungan yang sarat dengan teknologi konseling di sekolah.
dapat dengan mudah mempengaruhi gaya Kaitannya dengan bimbingan dan
hidup, sifat, perilaku bahkan mindset konseling komprehensif, permerintah
seseorang. Iklim perkembangan teknologi Indoensia mengeluarkan Permendikbud
sering berlangsung kurang sehat. Iklim Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan
lingkungan yang kurang sehat ternyata dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan
mempengaruhi perkembangan pola perilaku Pendidikan Menengah. Substansi dari
atau gaya peserta didik (remaja) yang permendikbud ini meliputi komponen
cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah program, bidang layanan, struktur program
moral, seperti pelanggaran tata tertib layanan, serta kegiatan dan alokasi waktu.
sekolah, tawuran, meminum minuman keras, Permendikbud tidak secara eksplisit
penyalangunaan obat-obat terlarang, membahas tentang bimbingan dan konseling
kriminalitas, dan pergaulan bebas. komprehensif, tetapi dilihat dari
Perkembangan generasi Z sangat substansinya ini menunjukkan versi model
kompleks. Sementara para pendidiknya yang bimbingan dan konseling komprehensif.
lahir pada era sebelumnya masih belum Dari sini, dapat dilihat bahwa
terbiasa dengan hal itu sehingga seringkali bimbingan dan kosneling perkembangan
pendidik mengaku ”gaptek” (gagap akan sangat berperan dalam menghadapi
teknologi). Untuk menyikapi hal tersebut dan mempersiapkan generasi Z yang
perlu ada inovasi baru dalam proses belajar bermutu. Oleh karena itu, perlu adanya
mengajar sehingga sesuai dengan karakter kajian tentang bagaimana peran bimbingan
tersebut (Purnomo, 2016). Proses ini tidak dan konseling untuk menghadapi generasi Z
semata-mata melalui kegiatan pembelajaran dalam perspektif bimbingan dan konseling
tetapi juga memerlukan layanan psiko- komprehensif.
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 106
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 107
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 108
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 109
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 110
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 111
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 112
Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2017)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X
Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 113