Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
2022
A. Aliran Filsafat Pendidikan
a. Progresivisme
a) Pengertian dan sejarah aliran filsafat progresivisme
Progresivisme secara bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat cepat. Dalam konteks filsafat
pendidikan, progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa
pendidikan bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan
kepada subjek didik , tetapi hendaklah berisi berbagai aktivitas yang
mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir mereka secara menyeluruh,
sehingga mereka dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah
seperti penyediaan ragam data empiris dan informasi teoritis, memberikan
analisis, pertimbangan dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan
alternatif yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang tengah
dihadapi. Dengan kemampuan berpikir yang baik, subjek didik akan
menghasilkan keputusan-keputusan terbaik pula untuk dirinya dan
masyarakat serta mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Secara historis, progresivisme telah muncul pada abad ke-19, namun baru
berkembang secara pesat pada abad ke-20, terutama di negara Amerika
Serikat. Bahkan pemikiran yang dikembangkan aliran ini pun sesungguhnya
memiliki benang merah yang secara tegas dapat dilihat sejak zaman Yunani
Kuno, seperti Heraklitos (±544-450 SM) , Protagoras (±480-410), Socrates
(±469-391) dan Aristoteles (±384-322SM). Sebagai sebuah aliran filsafat
pendidikan, progresivisme lahir sebagai protes terhadap kebijakan-kebijakan
2
pendidikan konvensional yang bersifat formalis tradisionalis yang telah
diwariskan oelh filsafat abad ke-19 yang dianggap kurang kondusif dalam
melahirkan manusia-manusia sejati. Aliran ini memndang bahwwa
metodologi pendidikan konvensional yang menekankan pelaksanaan
pendidikan melalui mental dicipline, passive learning yang telah menjadi
karakteristik pendidikan selama ini tidak sesuai dengan watak humanitas
manusia yang sebenarnya .
3
b) Landasan Filosofis Progresivisme
Progresivisme beranggapan bahwa kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
oleh manusia tidak lain adalah karena kemampuan manusia dalam
mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan tata logis dan
sistematisasi berpikir ilmiah. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah
melatih kemampuan-kemampuan subjek didiknya dalam memecahkan
berbagai masalah kehidupan yang mengarah pada pengembangan ilmu
pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya dalam masyarakat.
Aliran ini bersikap anti pada sikap otoritarianisme dan absolutisme dalam
segala bentuknya. Hal ini mengingat bahwa baginya sikap ini sangat tidak
menghargai kemampuan dasar manusia secara natural akan selalu mampu
menghadapi dan memecahkan berbagai kesulitan hidup. Progresivisme
berpendapat bahwa akal manusia bersifat aktif dan selalu ingin mencari tahu
dan meneliti, sehingga ia tidak mudah menerima begitu saja suatu pandangan
atau pendapat sebelum ia benar-benar membuktikan kebenarannya secara
empiris. Ilmu pengetahuan lahir berdasarkan pada pembuktian-pembuktian
eksperimentasi di dunia empris.
4
Inti proses pendidikan bagi aliran ini terdapat pada anak didik, karena anak
didik dalam konsepnya adalah manusia yang memiliki potensi rasio dan
intelektual yang akan berkembang melalui pengkondisian pendidikan.
Kendatipun demikian, anak didik mesti menentukan sendiri proses belajarnya.
Eksistensinya memerlukam bimbingan dan pengarahan dari para pendidik.
Pendidikan adalah proses sosialisasi, yaitu proses pertumbuhan dan
pengembangan potensi intelektual anak melalui berbagai pengalaman yang
ada di lingkungan sekitarnya. Proses ini berlangsung terus menerus
sepanjang hayat.
b. Perenialisme
a) Pengertian dan sejarah aliran filsafat perenialisme
Perenialisme dengan kata dasarnya parenial, yang berarti continuing
troughout the whole year atau lasting for a very long time, yakni kekal yang
terus ada sampai akhir . Dalam pengertian yang lebih umum dapat di
katakana bahwa tradisi di pandang juga sebagai prinsip-prinsip yang abadi
dan terus mengalir sepanjang sejarah manusia, kare ia adalah anugerah
tuhan pada semua manusia dan memang merupakan ihakikat insaniah
manusia.
Perenialisme, sesuai dengan namanya yang berarti segala sesuatu yang ada
sepanjang sejarah manusia, melihat bahwa tradisi perkembangan intelektual
yang pada zaman yunani kuno dan abad pertengahan yang telah terbukti
dapat memberikan solusi bagi berbagai problem kehidupan masyarakat perlu
digunakan dan di terapkan dalam menghadapi alam modern yang sarat
dengan problem kehidupan.
5
Kondisi dunia yang yang terganggu oleh budaya yang tak menentu yang
berada dakam kebingungan dan kekacauan seperti di ungkap di atas
memerlukan usaha yang serius untuk menyelamatkan manusia dari kondisi
yang mencekam denga mencari dan menemukan orientasi dan tujuan yang
jelas, ini adalah tugas utama filsafat pendidikan. Perinialis dalam hal ini
mengambil jalan regersif dengan mengambil arahnya seperti yang menjadi
prinsip dasar perilaku yang di anut pada masa kuno dan abad pertengahan.
Hal yang senanda juga di ungkap kan oleh Aristoteles dengan mengatakan
bahwa kebahagiaan hidup sebagai tujuan pendidikan itu sendiri dapat
terealisasi jika ketiga komponen potensi dasarnta terdidik dan berkembang
secara seimbang. Harmonisasi fungsionalitas tiga potensi dasar manusia
6
dalam kehidupan nya. Oleh karena itu, pengisian pendidikan pada ketiga
aspek tersebut merupakan keniscayaan. Pendidik bertugas memberikan
bantuan kepada subjek-subjek didik nya untuk mewujudkan potensi-potensi
yang ada padanya agar menjadi aktif., nyata dan actual memalui latihan
berfikir secara baik dan benar.
7
c) Pandangan perenialisme terhadap pendidikan
Pendidikan menurut aliran ini bukan lah semacam imitasi kehidupan, tetapi
tidak lain adalah suatu upaya mempersiapkan suatu kehidupan. Sekolah
menurut kelompok ini tidak akan pernah menjadi situasi kehidupan yang
riil. Tugasnya adalah bagaimana merealisasikan nilai-nilai ynag di wariskan
kepadanya dan jika memungkinkan meningkatkaan dan menambah
presentasi-presentasi melalui usaha sendiri.
8
memiliki kemampuan intelektual dan soiritual yang memadain untik
menghadapi problema kehidupan. Pada tingkat perguruan tinggi alira
inimenekankan bahwa materi pembelajaran mestilah bersendikan filsafat,
karena filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari tuhan. Dan
hanya dengan cara demikian, dunia akademi di topang oleh sendi-sendi
yang kuat dalam menghadapi realitas kehidupannya dalam masyarakat.
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran ini memiliki cirri utamanya yang
menekankan, bahwa pendidikan mesti dibangun di atas nilai-nilai yang
kukuh,, tetap stabil. Kemunculan nya adalah reaksi atas kecenderungan
kehidupan manusia pada yang serba duniawi, ilmiah, pluralistic, dan
materialistik, akibat dari prinsip pendidikan yang fleksible, terbuka untuk
segala perubahan. Kondisi dunia yang telah merusak tatanan humanitas
menjadi perhatian kelompok esensialime.
9
Aliran ini berpendapat, bahwa sumber segala pengetahuan manusia terletak
pada keteraturan lingkungan hidupnya. Dalam bidang aksiologi, nilai bagi
aliran ini, seperti kebenaran, berekar dalam dan berasal dari sumber yang
objektif. Sumber ini merupakan perpaduan dari idealism dan realisme.
Pemahaman objektif atas fakta dan peristiwa dalam kehiduapan juga
menjadi pertimbangan proposional dalam ekspresi keinginan, rasa suka,
kagum, tidak suka ada penolakan yang akhirnya melahirkan predikat baik
dan buruk terhadap sesuatu.
Pendidikan yang bersifat fleksible dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan
tidak berhubungan dengan doktrin dan norma yang universal menjadikan
eksistensinya mudah goyah dan tidak memiliki arah yang jelas. Oleh karena
itu,pendidikan mesti di dasarkan pada pada asaz yang kukuh yang secara
nyata telah teruji kebenarannya dan ketangguhannya dalam perjalanan
sejarah
10
mengutamakan factor lingkungan dalam mengupayakan penyesuaian
manusia pada hal yang natural dan supranatural.
Tujuan utama dan tertinggi hanya melalui kerja sama semua bangsa.
Penganut aliran ini percaya telah tumbuh keinginan yang sama dari bangsa-
bangsa yang tersimpul dalam ide rekontruksiolisme. Rekontruksiolisme di
barat bercita-cita melaksanakan dan mewujudkan perpaduan antara ajaran
agama dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern
11
dalam suatu kebudayaan yang di bina bersama oleh seluruh kedaulatan
bangsa-bangsa dunia. Rekontruksionalisme mencita-citakan terwujudya
suatu dunia baru dari satu kedaulatan dunia dalam mengontrol umat
manusia.
Hal ini sama seperti yang di ungkapka John dewey yaitu bahwa idea atau
gagasan mesti lah sesuatu yang dapat di terapkan dalam bentuk tindakan
yang berguna bagi pemecahan berbagai problema yang muncul dalam
masyarakat. Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat
di buktikan dengan self-evidence, yakni bukti yang ada pada dirinya sendiri,
realitas dan eksistensinya. Ajaran yang di jadikan pedoman berasal dari
Aristoteles yang membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran atau rasio dan
bukti atau evidence dengan jalan pemikiran yang silogisme. Silogisme
menunjukkan hubungan yang logis antara premis mayor, premis minor dan
kesimpulan dengan cara mengambil kesimpulan yang deduktif dan induktif.
12
c) Pandangan aliran Rekontruksionisme Tentang Pendidikan
Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab social.
Hal ini mengingatk eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realitasnya di
arahkan untuk pengembangan atau perubahan masyarakat. Para
rekontriksionisme menginginkan, bahwa pendidikan dapat memunculkan
kesadaran para peserta didik untik senantia memperhatikan pesoalan social.,
ekonomi dan politik. Tujuan aliran ini tidak lain adalah jawaban atas
keinginan untuk membangun masyarakaat baru, yakni suatu masyarakat
global yang memiliki hubungan interdependensi.
13
adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia
unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai
fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan
membiarkan berbagai bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui.
Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis
menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara utuh,
bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu,
kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk
dipilih siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan
siswa melakukan ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film,
dan drama. Semua itu merupakan alat untuk memungkinkan siswa
‘berfilsafat’ ihwal makna dari pengalaman hidup, cinta dan kematian.
14
adalah merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan
umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan
dihadapinya. Sebagai aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat
eksistensi. Paham Eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia
pada dirinya sendiri, sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar
sebagai arti katanya, yaitu: “filsafat yang menempatkan cara wujud manusia
sebagai tema sentral.”
Siswa diharapkan untuk belajar peran-peran ini dan berperan dengan baik
pula. Dalam keadaan yang demikian, kesempatan bagi pilihan untuk
merealisasikan diri secara asli dan autentik menjadi hilang atau sangat
berkurang. Keautentikan menjadi begitu beresiko karena tidak dapat
membawa pada kesuksesan sebagaimana didefinisikan oleh orang lain Di
antara kecenderungan masa kini yang begitu menyebar cepat tetapi sangat
sulit dipisahkan adalah mengikisnya kemungkinan keautentikan manusia
karena adanya tirani dari yang rata-rata (tyranny of the average). Tirani dari
aturan yang diktatorial dan otoriter, rejim dan institusi adalah bentuk nyata
dari penindasan dan paksaan. Tirani dari yang rata-rata tampak seolah
demokratis tetapi dalam kenyataannya adalah gejala penyakit pikiran massa
dan pilihan-pilihan nilainya.
15
Dalam masyarakat yang berorientasi konsumsi, produk barang dan jasa
dibuat dan dipasarkan untuk membentuk kelompok konsumen terbesar.
Media massa, seni dan hiburan juga dirancang sebagai produk yang akan
menarik lebih banyak audiens. Agen-agen ini yang disebut sebagai agen
pendidikan informal merefleksikan dan menciptakan selera populer. Dalam
masayarakat yang seperti ini, penyimpangan dari yang rata-rata atau
kebanyakan orang tidak akan diterima baik. Keunikan menjadi begitu mahal
sehingga hanya dapat dinikmati oleh orang-orang istimewa, yaitu kaum elit,
atau oleh orang-orang yang tidak populer disebut masyarakat marjinal
(Gutek,1988:123-124)
16
17
Referensi
18