Idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan atau ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia ide. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah ide. Dunia ide inilah yang dianggap oleh Plato sebagai realitas asli dari seluruh benda. Jadi, idealisme merupakan aliran yang berpandangan bahwa ide, gagasan, atau jiwa adalah hal yang paling tinggi kedudukannya. Menurut Plato dalam kehidupan Ide bertugas sebagai pemimpin bagi budi pekerti manusia untuk menjadi contoh bagi setiap pengalaman kehidupan. Siapapun yang telah menguasai ide maka, ia akan dapat dengan mudah menentukan jalan yang pasti sehingga, akan dapat dijadikan alat ukur untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang ia lakukan di kehidupan sehari-hari. Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Idealisme juga memiliki tujuan pendidikan yaitu merubah pribadi untuk menuju Tuhan, bersikap benar dan lebih baik. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya. Menurut Plato tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga menjadi seorang warga negara yang baik, masyarakat dan harmonis, yang melaksankan tugas-tugasnya secara efisien sebagai seseorang dalam anggota masyarakat. Tidak cukup mengajarkan siswa tentang bagaimana berfikir, tapi sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berpikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah- masalah moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia. Di dalam pembelajaran peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya. Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam. Disini guru adalah panutan bagi peserta didik yang harus berkompeten dalam suatu ilmu pengetahuan lebih dari peserta didiknya, menguasai teknik mengajar dengan baik, menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh peserta didik, menjadi pribadi yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik dan harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan peserta didik. Menurut plato metode terbaik untuk belajar adalah dialektika. Pada dasarnya, plato percaya bahwa kita dapat mengembangkan ide-ide kita dengan cara mencapai sintesis dan konsep-konsep universal, dimana metode dialektika mencoba untuk mengintegrasikan berbagai proses belajar ke pada proses belajar yang mengandung makna (meaningful), Aliran idealisme, dapat diterapkan pada Pendidikan Luar Sekolah (PLS) seperti lembaga kursus yang ada di indonesia. Metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis. Tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial.
2. Filsafat Esensial menurut William C
Secara etimologi, esensialisme berasal dari bahasa inggris, yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham, Dengan demikian, essensialisme dapat diartikan paham/aliran yang memiliki karakteristik mendasar, yang perlu, mengenai hakikatnya sebagai manusia. Bahwa yang dimaksud dengan sifat mendasar manusia adalah fitrah manusia itu sendiri.Aliran ini memihak dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak zaman awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji olehzaman, kondisi dan sejarah kebudayaan. Dalam ajaran Esensialisme menurut William C, menginginkan manusia kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama yang telah terbukti kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan manusia. Dimana nilai tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur melalui konvensi atau kebiasaan, adat istiadat di dalam masyarakat. Esensialisme percaya bahwa dalam kehidupan perlu adanya penerapan nilai- nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Dengan demikian, kehidupan manusia menjadi tenang dan bahagia karena sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman hidup yang kuat. Tujuan pendidikan dalam pandangan esensialisme adalah untuk meneruskan warisan nila-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia dan sejarah yang ada melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan-keterampilan, sikap- sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Esensialisme berusaha untuk mengajarkan siswa pengetahuan peradaban dalam disiplin akademis tradisional. Esensialis biasanya dalam kegiatan pembelajaran akan mengajarkan beberapa mata pelajaran seperti membaca, menulis, sastra, bahasa asing, sejarah, matematika, sains, seni, dan musik. Peran guru adalah untuk menanamkan rasa hormat terhadap otoritas, ketekunan, tugas, pertimbangan, dan kepraktisan. Peranan guru di sekolah bagi peserta didik adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi mellenial atau peserta didik. Seperti mewariskan budaya disiplin yaitu guru harus jadi panutan misalnya guru datang tidak terlambat, berpakaian yang rapi dan sopan. Pada esensialime penguatan nilai melalui pendidikan karakter harus ditanamkan untuk membentuk manusia yang siap dalam segala kondisi dan tantangan yang melekat padanya. Dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang berorientasi pada pendidikan karakter juga dilihat dari dasar-dasar filsafat pendidikan yang diintegrasikan. Penguatan karakter tersebut juga tercemin pada profil pelajar Pancasila yang sekarang ini ditanamkan pada kurikulum Merdeka yang sesuai dengan konsep dimana : 1) pendidikan berakar pada budaya bangsa, kehidupan masa kini dan membangun landasan kehidupan masa depan; (2) pendidikan adalah proses pewarisan dan pengembang budaya; (3) pendidikan memberikan dasar bagi peserta didik untuk berpartisipasi dalam membangun kehidupan masa kini.
3. Aliran Filsafat Progresivisme Menurut John Dewey
Secara bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak maju. Progresivisme juga dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Progresivisme sering dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya, progresivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menghendaki suatu kemajuan yang akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa progresivisme adalah sebuah aliran yang menginginkan perubahan-perubahan secara cepat. John Dewy menekankan bahwa manusia adalah mahkluk berakhal yang bebas, merdeka, kreatif dan dinamis. Dengan sifat manusia yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kuilitas hidup yang semakin terus maju dan selalu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman, sekaligus menolong manusia menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk memasuki zaman modern (progresif Filsafat progresivisme memiliki prinsip dalam pendidikan bahwa peserta didik sebagai subyek seharusnya di-didik untuk menjadi manusia yang dapat memahami kehidupan di masa mendatang. Untuk itu, peserta didik hendaknya dibiarkan untuk bebas, aktif, berkreativitas, dan berdinamisasi mengembangkan pendidikan karakter dalam cara berpikirnya, sehingga dapat meningkatkan kualitas keterampilan, pengetahuan dan sikap siswa sesuai dengan konteks kehidupannya. John Dewey menekankan dalam kegiatan pembelajaran lebih baik peserta didik terlibat secara aktif dimana memiliki tujuan memudahkan siswa untuk mencari pengalaman melalui eksplorasi. Sedangkan guru sebagai media atau fasilitator untuk mendampingi siswa dalam berkreativitas dan berdiskusi dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapi di masa yang akan datang dan mengalami perubahan (kemajuan) yang lebih baik. Prinsip Belajar John Dewey adalah sumber dari konsep Merdeka Belajar, karena menekankan bahwa guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar namun peserta didik diberi kebebasan untuk terlibat pembelajaran secara aktif. konsep “merdeka belajar” yang dicanangkan bertujuan untuk menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dan semakin maju dan berkualitas. Selain itu, konsep “merdeka belajar” memiliki arah dan tujuan yang sama dengan konsep aliran filsafat pendidikan progresivisme John Dewey. Keduanya sama-sama menawarkan kemerdekaan dan keleluasaan kepada lembaga pendidikan untuk mengekplorasi potensi peserta didiknya secara maksimal dengan menyesuaikan minat, bakat serta kecendrungan masing-masing peserta didik. Dengan kemerdekaan dan kebebasan ini, diharapkan pendidikan di Indonesia menjadi semakin maju dan berkualitas, yang ke depannya mampu memberikan dampak positif secara langsung terhadap kemajuan bangsa dan negara
4. Filsafat Rekonstruktivisme menurut Caroline Pratt
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam Filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Tujuan utama dari aliran filsafat rekonsionisme dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Aliran ini dalam berkehidupan mengutamakan demokrasi. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut pemikiran Caroline Pratt bahwa nilai terbesar suatu pembelajaran di sekolah harus menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Pada kegiatan pembelajaran di sekolah diharapkan menghasilkan manusia-manusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif, yang saat bersamaan dapat membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan sekarang ini untuk hidup didalamnya. Filsafat rekonstruksionisme juga memandang kurikulum harus memuat nilai- nilai yang memiliki keterampilan atau sifat yang dibutuhkan oleh industri atau di lapangan kerja yang berkembang dalam masyarakat. Maka beberapa tahun di Indonesia terkadang mengalami beberapa perubahan kurikulum dengan tujuan merombak kurikulum lama menjadi kurikulum yang mnyesuaikan perkembangan jaman. Dimana dalam kurikulum saat ini terdapat ketrampilan 4 C untuk menghadapi era revolusi industry 4.0 di Indonesia.
5. Behaviorisme Menurut Edward L Thorndike
Behaviorisme berasal dari bahasa Inggris yaitu behaviour yang artinya: tingkah laku, reaksi total, motor dan kelenjar yang diberikan suatu organisme kepada suatu situasi yang dihadapinya, kemudian diberikan akhiran isme menjadi behaviorisme yang berarti aliran dalam psikologi yang mempunyai objek penelitiannya sesuatu yang nampak di indera yaitu berupa perilaku yang tampak, yang di observasi. Teori tersebut menekankan pada hubungan antara stimulus dan respon yang dapat diamati lewat panca indera. Hakikat manusia menurut pendekatan behavioristik adalah pasif dan mekanistik, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Manusia merespon lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministik dan memiliki peran aktif dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Dalam pandangan behavioristik, kepribadian manusia merupakan perilaku yang terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang diperoleh dan interaksi seseorang dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik sedang lingkungan yang jelek an memnghasilkan perilaku yang jelek pula. Dalam praktik dunia Pendidikan aliran ini menjelaskan bahwa Pendidikan merupakan sebuah proses dari rekayasa tingkah laku dan menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan peranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya, mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan. Edward L. Thorndike berpendapat bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus merupakan segala sesuatu yang merangsang terjadinya pembelajaran, seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap oleh alat indra. Sedangkan repson merupakan reaksi yang dimunculkan ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau tindakan. Selain itu, Thorndike menyatakan pandangan bahwa tipe pembelajaran yang paling fundamental adalah pembentukan asosiasi-asosiasi (koneksi-koneksi) antara pengalaman inderawi (persepsi terhadap stimulus atau peristiwa) dan implus-implus saraf (respons-respons) yang memberikan manifestasinya dalam bentuk perilaku. Thorndike percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian eksperimen trial and error. Dalam serangkaian eksperimen tersebut dihasilkan hukum yang mendasari proses pembelajaran agar siswa aktif terlibat dalam pembelajaran, yaitu Hukum Kesiapan (law of readiness), Hukum Latihan (law of exercise), Hukum Akibat (Law of Effect), Hukum Sikap (Law of Attitude). Keempat hukum tersebut dalam diterapkan pada pembelajaran berbasis Inquiry.
6. Humanistik menurut Carl Rogers
Teori belajar humanistik memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Belajar dalam teori humanistik dikatakan berhasil jika peserta didik bisa memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Maslow percaya bahwa manusia begerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin Maslow menjelaskan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut bertingkat dari yang paling rendah (bersifat dasar/ fisiologi) sampai dengan yang tertinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut : 1)Kebutuhan fisiologi / dasar seperti makan dan minum2)Kebutuhan akan rasa aman nyaman dan tentram seperti terhindar dari kriminalitas, binatang buas, diejek direndahkan dll3)Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi seperti bagaimana rasannya dianggap dikomunitas sosialnya4)Kebutuhan untuk dihargai seperti rasa bagaimana dibutuhkan untuk kepercayaan dan tanggung jawab dari orang lain 5)Kebutuhan aktualisasi diri untuk membuktikan dan menunjukkan dirinya terhadap orang lain. Dalam soal Pendidikan Maslow lebih mengedepankan pendidikan berbasis manusiawi dimana diperlukan adanya perlakuan pendidik yang secara arif dan bijaksana terhadap anak didiknya, karena anak didik yang sehat secara mental dan psikologis, diyakini memiliki kecenderungan untuk mendapatkan perhatian psikologis sesuai dengan human motivation. Adapun implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran yaitu pemenuhan kebutuhan dasar peserta didik harus di utamakan karena kebutuhan ini sangat mendesak dan hendaknya guru memberikan kesempatan atau bantuan kepada siswa untuk memenuhinya. Kebutuhan akan keamanan di kelas menjadi tanggung jawab guru. Tugas guru ialah menetapkan peraturan dan jaminan atas keselamatan siswa serta kenyamanan kelas. Terkait dengan kebutuhan sosial siswa, guru hendaknya memberikan perhatian supaya siswa mampu berinteraksi dengan baik dan mempunyai rasa saling memiliki terhadap teman-temannya serta lingkungan sekelilingnya. Kebutuhan ego termasuk juga keinginan untuk mendapatkan prestasi. Memberikan sebuah penghargaan pada peserta didik mampu memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Setelah kebutuhan akan penghargaan diri dirasa terpenuhi, kebutuhan aktualisasi akan muncul. Aktualisasi adalah kebutuhan untuk memaksimalkan potensi siswa. Di dunia pendidikan indonesia lima kebutuhan yang diajarkan Abraham Maslow sudah dapat diterapkan pada beberapa sekolah sebagai contoh dapat dipaparkan sebagai berikut, kebutuhan fisiologi berupa anti kekerasan fisik pada siswa, kebutuhan rasa aman berupa anti pembulyan atau perundungan, kebutuhan sosial berupa hubungan dan pergaulan dengan teman dan guru yang ramah anak, kebutuhan penghargaan diri berupa penghargaan pada siswa yang ikut berpartipasi dalam pembelajaran maupun dalam ajang perlombaan, dan kebutuhan aktualisasi diri berupa adanya ekstrakulikuler yang mewadahi minat dan bakat siswa untuk pengembangan diri . DAFTAR PUSTAKA
Ersanda, Privera Ajeng. "Eksistensi Pemikiran John Dewey Dalam Pendidikan Di
Indonesia." Sindang: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah 4.2 (2022): 134-140. Faiz, Aiman, and Imas Kurniawaty. "Konsep Merdeka Belajar Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Filsafat Progresivisme." Konstruktivisme: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 12.2 (2020): 155-164. Fatoni, M. "Idealisme Pendidikan Plato." (2010). Fauzi, Ihwan. "Pembelajaran Perspektif Psikologi Sufistik Imam Al-Ghazali Dan Psikologi Humanistik Abraham Maslow Dalam Pembentukan Kepribadian." Journal of Teaching dan Learning Research 1.2 (2019): 77-100. Hanafi, Imam. "Paradigma Pembelajaran Rekontruksionisme." Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman 5.1 (2017): 30-43. Ariesta,Freddy Widya.2021.Implementasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pandangan Edward Thorndike, Artikel Online Https://pgsd.binus.ac.id/2021/07/07/implementasi-teori-belajar-behaviorisme-dalam- pandangan-Edward-thorndike (diakses pada,04 oktober 2022 ,pukul 14.33 wib ) Helaluddin, Helaluddin. "Restrukturisasi pendidikan berbasis budaya: penerapan teori esensialisme di indonesia." Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran 6.2 (2018): 74-82. Hermansyah, Hermansyah. "Analisis Teori Behavioristik (Edward Thordinke) dan Implementasinya dalam Pembelajaran SD/MI." Modeling: Jurnal Program Studi PGMI 7.1 (2020): 15-25. Hermawan, Sigit. "Aplikasi dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow pada Manajemen Bisnis, Humanisme, dan Pembelajaran." Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis, Dan Sektor Pblik (JAMBSP) 5.2 (2009): 226-234. Insani, Farah Dina, Teori Belajar Humanistik Abraham Maslow Dan Carl Rogers. As-Salam I Jurnal, Vol VIII. No. 2, Desember 2019. Kapoyos, Richard, and Laura Megawaty Manalu. "Filsafat Esensialisme Sebagai Pendukung Ideologi Pendidikan Seni Di Indonesia." Clef: Jurnal Musik dan Pendidikan Musik 3.1 (2022): 1-11. Laily, Irene Mardiatul. "Makalah-Filsafat-A1-Esensialisme." Filsafat Pendidikan Islam (2020). Muslim, Ahmad. "Telaah Filsafat Pendidikan Esensialisme Dalam Pendidikan Karakter." Jurnal Visionary: Penelitian dan Pengembangan dibidang Administrasi Pendidikan 8.2 (2020). Mustaghfiroh, Siti. "Konsep “merdeka belajar” perspektif aliran progresivisme John Dewey." Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran 3.1 (2020): 141-147. Musyafa’Fathoni, A. B. "Idealisme pendidikan Plato." Tadris STAIN Pamekasan 5 (2010). Purwati, Ipung, and Endang Fauziati. "Pendidikan Karakter Religius Sekolah Dasar dalam Perspektif Filsafat Idealisme." Elementa: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar 4.1 (2022). Rohmat, Rohmat. "KURIKULUM DALAM TINJAUAN FILSAFAT REKONSTRUKSIANISME." INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan 24.2 (2019): 247-261. Rusdi, Rusdi. "Filsafat Idealisme: Implikasinya dalam Pendidikan." Dinamika Ilmu (2013). Saputri, Sela. Pentingnya Menerapkan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Jenjang Sekolah Dasar. Journal of Basic Education. Vol 3 No 2 (2022) Shodik, Ahmad. "MERDEKA BELAJAR: MENURUT PERSPEKTIF JOHN DEWEY." SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan 8.02 (2021): 206-217. Sodikin, Ali. Kurikulum Dalam Perspektif Mazhab Behaviorisme.Jurnal Miyah (2019): vol 15- 02 Sokip. Konstribusi Teori BehavioristikDalam Pembelajaran. Jurnal TA’ALLUM 2019;vol 07 – 01 The Liang Gie, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, liberty, Yogyakarta Tambunan, Sihol Farida. "Kebebasan Individu Manusia Abad Dua Puluh: Filsafat Eksistensialisme Sartre." Jurnal Masyarakat dan Budaya 18.2 (2016): 59-76.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita