Anda di halaman 1dari 25

 

BAB II

PEMBAHASAN

1. 1.      Problematika Pendidikan

Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau
teka-teki. Juga berarti problematik, yaitu ketidak tentuan.

Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang
mendefinisikan bahwa, pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang
dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman
yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan
mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih khusus ialah suatu proses pertumbuhan di
dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya,
kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu
usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan
pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek
ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.

Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau


permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia.
[1]

1. 2.      Masalah-Masalah Pokok Pendidikan di Indonesia

Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan
hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia
jauh lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih ketinggallan
jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar bangsa kita tidak menjadi
tamu terasing  di Negri sendiri terutama karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari
diatas irama gendang irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya
saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang
relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah
internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah
yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya
kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat
berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang
dihadapi, antara lain sebagai berikut.
1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik
yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA),
matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut
merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang
sudah ditentukan.
4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi
pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung
terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga
terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh
pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat
modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja
jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan
kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi
landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta
didik sejak dini

Seperti telah dikemukakan diatas, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok
pendidikan yang telah menjadi kesempatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya. Masalah yang dimaksud adalah:

1. 1.      Masalah Pemerataan Pendidikan

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan
nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.

Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan.

1. 2.      Masalah Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang
diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai
produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran
tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen
tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi
calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan pendidikan
nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem pendidikan
menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang sosial yang bertanggung
jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan
yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut
adalah nurturant effect. Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu
tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa
cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Dan pada umumnya hanya dengan
mengasosiasikan dengan hasil belajar yang sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.

1. 3.      Masalah Efisiensi Pendidikan

Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam
pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.

Efesiensi artinya dengan menggunakan tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil
yang sebesar-besarnya. Jadi, sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang
terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Oleh sebab itu,
keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak diantara semua unsur dan unit, baik antar
sekolah negeri maupun swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan
unit jajaran depertemen pendidikan dan kebudayaan.

1. 4.      Masalah Relevansi Pendidikan

Maslah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan
pembangunan nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam
jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.

Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu,
perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan
nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan
kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri ketenagaan
yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah lingkungan tertentu.[9] 

1. 3.      Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia


2. 1.      Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan

Banyak macam  pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk 
meningkatkan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah
ditempuh melalui cara konvesional dan cara inovatif.

Cara konvesional antara lain:

a)      Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.

b)      Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat yang kurang mampu agar mau
menyekolahkan anaknya. 

1. 2.      Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan

Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan,
namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas
komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada
gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar
peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan. 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di


hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih
menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih
menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera
diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya.

Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita
dewasa ini, yaitui:

1. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.


2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang
mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.

Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi,
dan juga efisiensi pendidikan.

1. 1.      Masalah Pemerataan Pendidikan

Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak
warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau
lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.

1. 2.      Masalah mutu pendidikan

Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan
pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen
pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran,
dan juga masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan
mutu.

1. 3.      Masalah Efisiensi Pendidikan

Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam
pemanfaatan dana dan sumber daya manusia. Dan sistem pendidikan yang efesien ialah dengan
tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien.
Masalah efisiensipendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya
hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Masalah ini meliputi pengangkatan,
penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan.

1. 4.      Masalah Relevansi Pendidikan

Masalah relevansi pendidikan mencakup  sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan
luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang
digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.

 https://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/

BAB III

PEMABAHASAN

A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia

pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini

disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi
dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan

manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia

robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan

kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara

belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi

cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir.

Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai

macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan

sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai

sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering

digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap

pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan

persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak

bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri.

Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil

bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya

justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau

menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah

pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta

didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi
mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang

diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai

safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-

waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja

yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini

tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam

pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka

yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai

pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan

ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap

zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena

yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari

akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat

bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh

karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”,

sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam

bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau

hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat

kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan

lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan
tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan

menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna

pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :

– Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional,

Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal

ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa

selalu terjaga dengan baik.

– Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon

pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari

pendidikan.

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.

Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang

gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan

tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi

tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki
gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan

sebagainya.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki

profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam

pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan

penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan

tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin

kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang

menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi

oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas

pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa

melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les

pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang

pulsa ponsel, dan sebagainya.

4. Rendahnya Prestasi Siswa


Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan

kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai

misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional

sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004),

siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi

matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini

prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga

yang terdekat.

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan

ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan

penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan

soal pilihan ganda.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data

Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen

Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD

pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk

kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8%

(9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.

Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan

sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan
strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan

tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS

(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka

yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT

sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup

tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.

Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus

sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah

ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan

kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional

terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya

biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.

Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi

(PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.

Orang miskin tidak boleh sekolah.


Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp

1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa

mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah

atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah

sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan

dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan

tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal

keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.

C. Solusi Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya

kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua

solusi yaitu:

– Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan

sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem

ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam

konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain

meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk

pendanaan pendidikan.
– Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan

pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi

siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk

meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping

diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan

untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan

meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan

sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit

dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM

tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-

faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,

mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya

relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun


sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem

pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia

yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan

zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama

antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di

Indonesia.

https://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-pendidikan-di-indonesia/

 Pendidikan Bagi Perekonomian Indonesia


Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan
ekonomi.  Salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik padat
ataran individual hingga tataran global.  Fungsi teknis –ekonomis merujuk pada kontribusi
pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi
dalam ekonomi yang kompetitif. Semakin berpendidikan seseorang maka, tingkat pendapatannya
semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang  berpendidikan lebih produktif bila
dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan
dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu
tujuan  yang  harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah
sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education
yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di tahun 1992 sama struktur pendapatan yang
terjadi di Indonesia rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan
universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta
rupiah.
Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan
pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat individual  pendidikan
membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara mengajar. Orang yang
berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning),
selalu merasa ketinggalan informasi,  ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong
untuk maju dan terus belajar.

Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan
maka, makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap orang yang
berpendidikan lebih baik daripada yang kurang berpendidikan. Orang yang  berpendidikan
diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang  berorientasi pada kepentingan
jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi
materi atau uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri. Perkembangan ekonomi akan tercapai
apabila sumberdaya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur,
serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indicator hasil pendidikan
yang baik.  Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah
ssstem pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan
juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-
fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan
fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak
bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategi suntuk perkembangan ekonomi
dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang yang  harus
menjadi pilihan utama.
http://panduvarian.blogspot.com/2013/05/pendidikan-bagi-perekonomian-indonesia.html

BAB II

PEMBAHASAN

B.     Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Dibawah ini akan diuraikan tentang beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia secara umum, yaitu:

1. Efektifitas Pendidikan di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat
belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat
meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan


penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan
pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan
peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah
terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan
tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

2. Efisiensi Pengajaran di Indonesia


Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih
‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk
memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang
kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya
bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu
yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar dan banyak hal lain yang menyebabkan
kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan
sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita.
Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan
negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap
pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan
rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidikan.

3. Standardisasi Pendidikan di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang
standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan
standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus
berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi.
Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah
memenuhi standar.

C.    Pengaruh Rendahnya Kualitas Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang. Dengan memiliki jumlah penduduk
yang banyak, yang memiliki pengaruh besar terhadap komposisi jumlah penduduk di dunia.
Jumlah penduduk yang tinggi adalah masalah serius yang dapat menjadi penghambat
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, dari setiap perkembangan zaman, yang menjadi faktor utama
kemajuan Negara Indonesia adalah faktor ekonomi, karena faktor ekonomi yang mendominasi
segala aspek dalam perkembangan Indonesia. Maka dari itu, berbagai aspek tersebut harus
mendukung segala bentuk tindakan yang mempengaruhi perkembangan perekonomian yang ada.

Salah satu aspek yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah aspek
pendidikan. Karena pendidikan merupakan faktor utama kemajuan sumber daya manusia (SDM)
di Indonesia. Menurut Dody Heriawan Priatmoko, dengan mengutip pernyataan Schuts dan
Solow, menegaskan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Apalagi saat ini Indonesia, sudah menjadi
bagian dari penduduk dunia dan menjadi bagian kompetisi masyarakat dunia, khususnya dalam
meraih pasar dan peluang kesempatan kerja yang tidak dibatasi oleh garis wilayah kenegaraan.
Untuk itu, perlu diadakannya peningkatan sumber daya manusia.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan kualitas
pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi,
dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan.

Rendahnya kualitas pendidikan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Karena
dengan rendahnya kualitas pendidikan otomatis akan menyebabkan sumber daya manusia yang rendah
pula.

Padahal sumber daya manusia yang berkualitas akan menopang kemajuan suatu negara, sehingga
negara yang mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas akan memiliki keunggulan dalam segala
bidang, terutama dalam bidang ekonomi.

B.     Saran

Untuk mengatasi  masalah diatas, hendaknya pemerintah Indonesia harus benar-benar memikirkan
mutu peningkatan pendidikan di negara ini. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat dilakukan
penyelesaian dengan perbaikan mendasar yakni kurikulum bahan ajar dan guru sebagai pengajar.
Selain dari pemerintah, masyarakat Indonesia sebagai pelakunya juga harus membantu dan bersedia
untuk bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan indonesia yang hampir terpuruk.

http://duatiga-dunia.blogspot.com/2011/11/makalah-rendahnya-kualitas-pendidikan.html

Kasus Di Desa Wates


1. Karakteristik Pendidikan Di Desa Wates
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 mengamanatkan bahwa salah satu arah kebijakan
pembangunan pendidikan adalah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun potret pendidikan di desa terpencil/pelosok yang salah satu diantaranya yaitu Desa Wates,
dapat kita ketahui bahwa perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dapat
dikatakan masih sulit didapatkan disbanding dengan desa-desa yang lain dalam satu kecamatan.Fasilitas
pendidikan yang ada sampai saat ini di Desa Wates yaitu SD Inpres yang menyediakan 3 kelas. Namun
sayang, fasilitas ini dapat dikatakan jauh dari kelayakan.Selain bangunan yang mulai rapuh, juga
kekurangan tenaga pengajar, sebelumnya ada 2 tenaga pengajar yakni Bapak Kliwon dan Bapak Saman,
namun setelah bapak Saman meninggal, semua kelas di ampu oleh bapak Kliwon. Beberapa kali ada
pengiriman tenaga pengajar ke desa terpencil itu namun karena akses jalan yang sulit di jangkau terlebih
saat musim penghujan, hanya bapak Kliwon yang masih bertahan sampai saat ini. Sedangkan untuk
Ujian Akhir Nasional (UAN) sekolah ini mengikutsertakan murid-muridnya pada sekolah lain. Masih
terdapat penduduk di sana yang tidak dapat mengenal aksara dengan baik. Desa Wates Kacamatan
Pulokulon Kabupaten Grobogan adalah satu dari sekian banyak tempat yang terancam sulit memperoleh
pendidikan di Indonesia. Tempat terisolir (sulitnya jalan untuk diakses), minat untuk belajar kurang,
penghasilan rendah, adalah persoalan yang krusial dihadapi Direktorat Pendidikan Masyarakat dalam
mengentaskan buta aksara di Indonesia.

https://adeyuniati1006.wordpress.com/2013/06/24/pendidikan-untuk-penduduk-di-desa-terpencil/

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan diungkapkan dalam
paper ini adalah :
1.      Pengertian pemerataan pendidikan ?
2.      Bagaimana kondisi pemerataan pendidikan di Indonesia?
3.      Bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di
Indonesia?
4. Apakah upaya-upaya yang dilakukan pemerintah telah berhasil ?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemerataan Pendidikan


Pemerataan pendidikan telah mendapat perhatian sejak lama terutama di negara-negara
berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan
merupakan peran penting dalam pembangunan bangsa.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu persamaan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dan keadilan dalam memperoleh pendidikan yang sama dalam
masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah
memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika
antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.
Menurut UUD 1945 pemerintah berkewajiban memenuhi hak warganegara dalam
memperoleh pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa. Ini berati pemerintah harus
bisa memberikan pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia bukan hanya untuk rakyat tertentu
yang mampu sedangkan untuk rakyat yang kurang mampu tidak memperoleh pendidikan.
Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan
kesejahteraan umum. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan
bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global
yang sarat dengan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian,
pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan
bagi suatu bangsa untuk bias memenangi kompetisi global.

2.2 Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia

Saat ini kondisi pendidikan di Indonesia masih belum merata. Misalnya saja di kota-kota
besar disana sarana dan prasarana pendidikan disana sudah sangat maju. Sedangkan di desa-desa
hanya mengandalkan sarana dan prasarana seadanya. Bukan hanya masyarakat di desa saja yang
masih tertinggal pendidikannya. Daerah-daerah di Indonesia timur bukan hanya sarana dan
prasarana yang kurang tapi juga kurangnya tenaga pengajar sehingga sekolah-sekolah disana
masih membutuhkan guru-guru dari daerah-daerah lain. Walaupun ada warganegara Indonesia
yang tinggal di kota-kota besar tapi karena mereka termasuk ke dalam warganegara yang kurang
mampu sehingga mereka tidak bisa merasakan pendidikan. Banyak anak-anak yang masih di
bawah umur sudah bekerja untuk membantu orang tua mereka dalam mempertahankan hidupnya.
Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan
pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin dan masyarakat terpencil yang
berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk Indonesia. Sejak tahun 1984,
pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar,
dilanjutkan dengan wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini
nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan (dimensi
equality of access). Di samping itu pada tahapan
selanjutnya pemberian program beasiswa (dimensi equality of survival) menjadi upaya yang
cukup mendapat perhatian dengan mendorong keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional
Orang Tua Asuh. Program beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan
dewasa ini dengan Program BOS untuk Pendidikan dasar. Hal ini menunjukan bahwa
pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya berkaitan dengan
penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap bertahan mengikuti pendidikan di
sekolah.
2.3 Upaya Pemerintah Dalam Melakukan Pemerataan Pendidikan

Seperti yang sudah dijelaskan tadi pemerintah sebenarnya sudah mengupayakan


pemerataan pendidikan sejak tahun 1984. Seperti mulai dari pemerataan pendidikan sekolah
dasar, selanjutnya diikuti dengan wajib belajar 9 tahun sejak 2 Mei tahun 1994. Wajib belajar 9
tahun direncanakan tuntas pada tahun 2008 tapi sampai tahun 2006 masih banyak rakyat
Indonesia yang belum dapat menyelesaikan sekolah dasar.
Masih banyak lagi upaya-upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan
salah satunya yaitu :
1.      Pendidikan dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) tidak dipungut
biaya. Ini diharapkan semua anak yang akan masuk SD dan SMP di seluruh Indonesia dapat
bersekolah.
2.      Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di seluruh sekolah dengan subsidi dari APBN.
3.      Melaksanakan revitalisasi serta penggabungan (regrouping) sekolah-sekolah terutama SD, agar
tercapai efisiensi dan efektivitas sekolah yang didukung dengan fasilitas yang memadai.
4.      Membangun sarana dan prasarana yang memadai termasuk sarana olahraga untuk setiap sekolah
baik yang di perkotaan maupun pedesaan sesuai kebutuhanya.
5.      Memberikan kepada siswa yang berprestasi dan/atau dari keluarga yang tidak mampu. Agar
siswa dapat terus menuntut ilmu tanpa mempermasalahkan biaya pendidikan
6.      Untuk di Perguruan Tinggi harus meningkatkan kapasitas tampung, terutama untuk bidang-
bidang yang menunjang kemajuan ekonomi, penguasaan sains dan teknologi, serta meningkatkan
kualitas kehidupan.
7.      Mendorong peningkatan peran swasta melalui perguruan tinggi swasta. Ini agar kalau ada
mahasiswa yang tidak mendapat perguruan tinggi bisa melanjutkan pendidikannya di perguruan
tinggi swasta, tentu saja dengan mutu dan kualitas perguruan tinggi swasta harus bisa sesuai
standar pemerintah.
8.      Menyebarkan kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk mendukung pembangunan
daerah serta memberi kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah
termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelenggarakan pembinaan
perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta menyelenggarakan pembinaan
program unggul di wilayah kedudukan perguruan tinggi.
9.      Menyebar lulusan guru-guru ke daerah-daerah yang masih minim tenaga pengajarnya. Agar
tidak terjadi penumpukan lulusan guru di suatu daerah sehingga banyak lulusan guru yang
bekerja di bukan keahliannya. Sedangkan di daerah lain masih kekurangan tenaga guru.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia memang masih kurang merata. Banyak daerah di Indonesia yang
masih belum mendapat pendidikan yang memadai. Selain itu masyarakat Indonesia yang kurang
mampu juga belum bisa mendapat pendidikan dengan mudah. Pendidikan hanya dirasakan oleh
masyarakat yang mampu dan berada di kota-kota besar. Ini tentu saja bertentangan dengan yang
diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap
warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa
Indonesia.
Memang sejak tahun 1984 pemeritah telah melakukan upaya-upaya agar pendidikan di
Indonesia bisa dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Bahkan sejak tahun 1994 pemerintah telah
mencanangkan wajib belajar sembilan tahun. Selain itu pemerintah juga telah melakukan upaya-
upaya yang lain agar pendidikan di Indonesia bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia. Upaya-upaya
itu seperti :
1.      Pendidikan dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) tidak dipungut
biaya.
2.      Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di seluruh sekolah dengan subsidi dari APBN.
3.      Melaksanakan revitalisasi serta penggabungan (regrouping) sekolah-sekolah.
4.      Membangun sarana dan prasarana yang memadai termasuk sarana olahraga untuk setiap sekolah
baik yang di perkotaan maupun pedesaan sesuai kebutuhanya.
5.      Memberikan kepada siswa yang berprestasi dan/atau dari keluarga yang tidak mampu.
6.      Untuk di Perguruan Tinggi harus meningkatkan kapasitas tampung, terutama untuk bidang-
bidang yang menunjang kemajuan ekonomi, penguasaan sains dan teknologi, serta meningkatkan
kualitas kehidupan.
7.      Mendorong peningkatan peran swasta melalui perguruan tinggi swasta.
8.      Menyebarkan kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk mendukung pembangunan
daerah serta memberi kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah
termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelenggarakan pembinaan
perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta menyelenggarakan pembinaan
program unggul di wilayah kedudukan perguruan tinggi.
9.      Menyebar lulusan guru-guru ke daerah-daerah yang masih minim tenaga pengajarnya.
Meskipun pemerintah telah berupaya keras agar pendidikan bisa merata dirasakan oleh
semua penduduk Indonesia tapi upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah ternyata masih
belum berhasil secara maksimal. Masih banyak kendala-kendala yang menyebabkan upaya-
upaya pemerintah masih belum maksimal. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat harus ikut
membantu pemerintah misalnya seperti mengawasi penyaluran dana yang diberikan pemerintah
ke daerah-daerah, menjaga dan merawat bangunan-bangunan sekolah agar dapat bertahan lama.

3.2 Saran-Saran
Pemeritah perlu meningkatkan lagi upaya-upaya pemerataan pendidikan yang masih
belum maksimal dan terus mengembangkan upaya-upaya yang telah berhasil. Masyarakat juga
harus lebih aktif dalam mengawasi pendanaan dari pemerintah dan menjaga fasilitas yang sudah
ada agar bisa dipakai lebih lama.

http://tisna-dj.blogspot.com/2012/11/makalah-kurangnya-pemerataan-pendidikan.html

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini.
Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak
dapat menolak efek dari penerapan pendidikan. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana
untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan diharapkan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh
pendidikan. Di Indonesia, tidaklah menjadi hal yang tabu bahwa pada bidang pendidikan
mengalami banyak permasalahan. Permasalahan Pendidikan Indonesia adalah segala macam
bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program pendidikan di negara Indonesia, seperti
masalah pemerataan pendidikan yang tidak merata.
Pengertian dari masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan
dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguan sumber
daya manusia untuk menunjang pembangunan. Pemerataan pendidikan telah mendapat perhatian
sejak lama terutama di negara-negara berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya
kesadaran bahwa pendidikan merupakan peran penting dalam pembangunan bangsa.

Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak
usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena
kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia. Saat ini kondisi pendidikan di Indonesia masih
belum merata. Misalnya saja di kota-kota besar sarana dan prasarana pendidikan disana sudah
sangat maju. Sedangkan di desa-desa hanya mengandalkan sarana dan prasarana seadanya.
Bukan hanya masyarakat di desa saja yang masih tertinggal pendidikannya. Daerah-daerah di
Indonesia timur bukan hanya sarana dan prasarana yang kurang tapi juga kurangnya tenaga
pengajar sehingga sekolah-sekolah disana masih membutuhkan guru-guru dari daerah-daerah
lain. Walaupun ada warga negara Indonesia yang tinggal di kota-kota besar tapi karena mereka
termasuk ke dalam warga negara yang kurang mampu sehingga mereka tidak bisa merasakan
pendidikan. Banyak anak-anak yang masih di bawah umur sudah bekerja untuk membantu orang
tua mereka dalam mempertahankan hidupnya.

Padahal, bagi anak-anak di bawah umur sangatlah membutuhkan pendidikan minimal sekali
adalah sekolah dasar, sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada
SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan
sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun
konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.

Tentunya, untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan pemerintah telah mengupayakan


berbagai cara agar pendidikan di Indonesia merata sejak tahun 1984. Seperti mulai dari
pemerataan pendidikan sekolah dasar, selanjutnya diikuti dengan wajib belajar 9 tahun sejak 2
Mei tahun 1994. Wajib belajar 9 tahun direncanakan tuntas pada tahun 2008, serta menyebar
lulusan guru-guru ke daerah-daerah yang masih minim tenaga pengajarnya dan banyak lagi
program-program yang pemerintah lakukan.

Sudah banyak dari program-program pemerintah tersebut yang berhasil, namun upaya-upaya
yang dilakukan pemerintah tidak semuanya berhasil. Masih banyak upaya pemerintah yang
kurang berhasil bahkan bisa juga disebut gagal dalam pelaksanaannya.

Menurut saya masalah ini dapat sedikit diatasi dengan cara pada desa-desa terpencil yang sarana
dan prasarana pendidikannya belum memadai itu lebih difokuskan, diadakan SD kecil pada
daerah terpencil, Sistem guru kunjung, SMP terbuka, Kejar paket A dan b, Belajar jarak jauh,
seperti di universitas terbuka, selain itu semua pihak harus turun tangan langsung, selain
pengiriman guru-guru dan barang-barang untuk menunjang pendidikan, tetapi harus ada pihak
yang memberikan arahan kepada masyarakat baik orang tua dan anak-anak betapa pentingnya
memperoleh pendidikan. Karena tidak semua masyarakat menyadari arti dari pendidikan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum tercapai, selain
sarana dan prasarana yang belum memadai diberbagai daerah-daerah juga kesadaran masyarakat
Indonesia tentang pendidikan masih kurang.  Padahal,  pemerataan pendidikan di Indonesia itu
sangatlah penting. Padahal telah banyak cara yang ditempuh agar pendidikan merata di setiap
daerah. Tentunya, kita semua berharap bahwa Indonesia menjadi negara yang memiliki SDM
berkualitas, berpendidikan serta berpotensi. Karena bangsa yang kuat adalah bangsa yang
memiliki generasi yang cerdas dan berpotensi.

http://edukasi.kompasiana.com/2014/08/19/kurangnya-pemerataan-pendidikan-indonesia-
669344.html

Ada 250 juta pekerja anak yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Untuk Indonesia, data terbaru versi
Survei Kesejahteraan Nasional (Susenas) tahun 2003 menunjukkan 1.502.600 anak berusia 10--14
tahun bekerja dan tidak bersekolah, 1.621.400 anak usia 10--14 tahun lainnya tidak bersekolah dan
membantu di rumah atau melakukan hal-hal lain.

Tanpa kita sadari, masalah anak putus sekolah telah menimbulkan berbagai macam permasalahan
seperti pekerja anak, anak jalanan dan pengangguran. Masalah ini merupakan efek domino yang
menimbulkan masalah lain seperti meningkatnya kriminalitas, terganggunya perekonomian di
Indonesia dan rusaknya moral anak-anak bangsa.
Pekerja anak merupakan bentuk pelanggaran HAM. Pada usia sekolah sudah sepantasnya anak
tersebut menuntut ilmu di sekolah. Selain itu, menjadi pekerja di saat dini pastinya akan
mempengaruhi perkembangan psikologis anak secara buruk. Perkembangan psikologis yang buruk
tentunya akan berpengaruh buruk pula pada moral sang anak.
Timbulnya pengangguran pun akan merugikan masyarakat karena jumlah pengangguran di Indonesia
sudah sangat banyak. Pengangguran akan menimbulkan kriminalitas dan tidak adanya rasa aman di
masyarakat. Selain itu pengangguran juga semakin meningkatkan angka kemisikinan di Indonesia
sehingga perekonomian negara jadi terganggu.

Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:

1. Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari
negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia
besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat diperlukan
dalam pembangunan.
2. Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal
yang baru. Hal ini nampak dengan ketidakmampuan masyarakat merawat hasil
pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena
ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini apabila
terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah
mengambil beberapa kebijakan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai