Jumlah uang (rupiah) yang beredar tergantung pada dua faktor tambahan, yaitu
posisi dari Neraca Perdagangan dan besar kecilnya aliran modal dari dan ke luar
negeri. Secara umun, kita bisa merumuskan jumlah uang yang beredar dengan
Ms = Ms + n.h (X - M + K)
Dimana Ms = uang yang beredar dalam perekonomian tertutup
n = money multiplier
h = bagian dari perubahan cadangan yang di rupiahkan
K = aliran netto modal ke dalam luar negeri
Dalam teori makro yang sederhana, K di anggap terdiri dari dua unsur:
a. unsur yang tidak terpengaruh oleh faktor – factor ekonomis
b. unsur yang dipengaruhi oleh faktor ekonomis, khususnya oleh perbedaan antara tingkat bunga di
luar negeri dan tingkat bunga di dalam negeri.
Jadi, K = K + K (rF,r)
Dimana K = aliran modal yang autonomous
Secara gafik, kalau kita anggap bahwa neraca perdagangan tidak surplus ataupun
defisit, pengaruh di bukanya perekonomian terhadap Ms adalah berikut
Gambar VII.2
3. Harga
Dalam model perekonomian terbuka, kita tidak lagi hanya mempunyai satu
tingkat harga umum P, tetapi paling tidak ada dua tingkat umum, yaitu tingkat harga
umum yang berlaku di dalam negeri (P) dan tingkat harga umum yang berlaku di luar
negeri atau P$f . P$f adalah harga barang – barang yang di jual atau dibeli di pasar luar
negeri, yang dinyatakan dalam mata uang asing .
Harga jual ekspor kita dan harga beli impor di tentukan oleh P . Tetapi yang lebih
penting bagi warga masyarakat di dalam negeri adalah berapa harga barang – barang
tersebut kalau dinyatakan dalam satuan uang dalam negeri. Antara P dan P , yaitu
harga ekuivalensinya dalam satuan uang dalam negeri, di hubungkan oleh kurs
devisa, E
P =E.P
E merupakan harga dari setiap $ dinyatakan dalam rupiah (misalnya, E = Rp 650 per
US $)
Jadi kita lihat bagaimana perubahan E dan P bisa mempengaruhi secara luas
dalam negeri, yaitu melalui perubahan nilai X dan M yang mengikutinya. Dalam
model pereonomian terbuka, baik X maupun M dipengaruhi oleh harga luar negeri
relatif terhadap harga dalam negeri. Perumusan fungsi ekspor impor menjadi :
X = X (P . E / P) M = M (Y, Pf . / P)
Terlihat disini bahwa yang relevan bagi para pelaku ekonomi dalam negeri adalah
harga relatif antara harga luar negeri yang dinyatakan dalam satuan uang dalam negeri
dengan harga dalam negeri. Jadi meskipun seandainya P tidak berubah, kalau E
berubah maka P berubah, dan ini selanjutnya mempunyai pengaruh terhadap
perekonomian dalam negeri.
Gambar VII.3
Kita sebutkan diatas bahwa dalam model perekonomian terbuka impor ditentukan
oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat harga luar negeri relatif terhadap tingkat
harga dalam negeri :
M = M (Y, P .E / P)
Sedangkan ekspor dipengaruhi oleh tingkat harga luar negeri relatif terhadap tingkat
harga dalam negeri :
X = X (P .E / P)
Sekarang dengan nilai keseimbangan Y dan P, kita bisa menggambarkan posisi
Makro di pasar luar negeri sebagai berikut
Gambar VII.4
Dengan tingkat pendapatan nasional Y dan tingkat harga dalam negeri P, kita
berada pada posisi P .E/P pada sumbu horizontal. Kalau ditarik garis keatas, maka
akan diperoleh posisi C dan A yang berkaitan dengan tingkat ekspor Xo dan tingkat
impor Mo. Jadi akan ada deficit dalam neraca pembayaran sebesar (Mo – Xo). Jadi
dengan adanya keseimbangan intern Y, P, keseimbangan ekstern tidak tercapai. Tetapi
seandainya dengan nilai keseimbangan Y posisi fungsi impor adalah M(y), maka
tercapainya keseimbangan intern dibarengi dengan tercapainya keseimbangan ekstern,
karena pada posisi B neraca pembayaran seimbang. Yang perlu ditekankan disini
adalah bahwa posisi yang ideal seperti titik B hanya tercapai:
a. secara kebetulan
b. dengan dilaksanakannya kombinasi kebijaksanaan makro yang tepat
Posisi tersebut tidak akan tercapai secara otomatis. Inilah inti dari apa yang kita sebut
sebagai masalah ketidakserasian antara keseimbangan intern dan keseimbangan
ekstern.