Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, tak lupa pula shalawat
serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Ucapan
terima kasih kepada dosen pengampu Matakuliah yang berkenan membimbing
kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu.
Makalah ini mengupas “Permasalahan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pendidikan Nasional”, melalui makalah ini kami mencoba
menguak berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia, serta menggali
bagaimana solusi untuk mengatasinya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi isi, bentuk, maupun pemaparannya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan
penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat seluas-
luasnya terutama bagi mahasiswa dan calon pendidik khususnya.

Tembilahan, 03 Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan
baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai
konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru.
Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat
sasarannya yaitu manusia sebagai makhluk misteri, kedua karena usaha
pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak segenap seginya
terjangkau oleh daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu adanya rumusan-
rumusan masalah-masalah pokok yang dapat dijadikan pendidik dalam
mengemban tugasnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja permasalahan pokok pendidikan ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi permasalahan sistem pendidikan ?
3. Apa saja permasalahan pendidikan di Indonesia dan upaya pemecahan
masalah ?
Bab II
PEMBAHASAN

A. Mengidentifikasi Permasalahan dalam Sistem Pendidikan Nasional


Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dan kehidupan
sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem
pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan
nasional. Kaitan erat yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan
sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana sistem pendidikan
menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan
intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah diluar
sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah
tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di
sekitarnya, darimana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak
lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu
hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah
pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan
banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia
pendidikan di Indonesia dewasa ini, yaitu :
a. Bagaimana semua warga negara dan menikmati kesempatan pendidikan
b. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah
kehidupan bermasyarakat.

Seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, pada bagian ini akan
dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan
nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimaksud
yaitu :
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh
warga negara untuk memperoleh pendidikan. Sehingga pendidikan itu menjadi
wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang
pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga
negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem
aatau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab
jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD. Maka
mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca menulis, dan
berhitung. Sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui
berbagai media masa dan sumber belajar yang tesedia, baik, mereka nantinya
berperan sebagai produser dan konsumen. Dengan demikian merka tidak
terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan
Tujuan yang terkandung dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut
yaitu, menyiapkan masyarakat untuk dapat berfartisipasi dalam pembangunan
Khususnya pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang
berjenjang, dan tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun
kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang di atur
dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi
yang selalu di tentukan froyeksinya secara terus menerus dengan seksama, pada
jenjeang pendidikan dasar, kebijakan pengertian memperoleh kes4empatan
pendidikan di dasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif. Karna pada seluruh
warga negara perlu di berikan bekal dasar yang sama sedangkan pendidikan
meneganh dan terutama pada jenjang perguruan tinggi. Kebijakan pemerataan di
dasarkan atas pertimbangan kualitatif dan relevsi, yaitu minat dan kemampuan
anak, keperluan tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat,
kebudayaan dan ilmu teknologi.
Khusus melalui jalur pendidikan di luar sekolah usaha pemerintahan
pendidikan mengalami perkembangan pesat ada dua faktor yang menunjang yaitu
perkemabngan IPTEK yang menawarkan berbagai macam alternatif
perkembangan IPTEK, menawarkan beraneka ragam alternative model
pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar

Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan


Banyak macam pemecahan yang telah dan sedang dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah yang ditempuh melalui cara-
cara konvensional dan cara inovatif :
Cara konvensional antara lain :
a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi
dan sore)
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk
pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat /
keluarga yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya.
Cara inovatif antara lain :
a. Sistem Pamong (Pendidikan Oleh Masyarakat, Orang Tua dan Guru) atau
Inpact Sistem (Instructional Management by Parent, Community and
Teacher). Sistem ini dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa
provinsi)
b. SD kecil pada daerah terpencil
c. Sistem Guru Kunjung
d. SMP Terbuka (ISOSA – In School Out off School Approach)
e. Kejar paket A dan B
f. Belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka
2. Masalah Mutu Pendidikan
Jika hasil pendidikan belum tercapai, taraf seperti yang di harapkan
penetapan mutu hasil pendidikan pertama di lakukan oleh lembaga penghasil
pertama di lakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga kerja
terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi, selanjutnya jika luaran tersebut
terjun ke lapangan karja penilaian di lakukan oleh lembaga pemakai sebagai
konsumen tenaga dengan system tes untuk kerja (performance test) hasil belajar
yang bermutu jika proses belajar tidak optimal sangat sulit di harakan terjadinya
hasil belajar yang bermutu . jika terjadi belajar yang tidak optimal menghasilkan
skor hasil ujian yang baik , maka hampir dapat di pastikan bahwa hasil belajar
tersebut adlah semu.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu.
kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air menunjukan bahwa di daerah
pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah dari pada di daerah perkotaan,
acuan usaha pemerataan mutu pendidikan barmaksud agar system pendidikan
khususnya system persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh
pelosok tanah air (kota atau desa ) mengalami peningkatan mutu pendidikan
sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.

Pemecahan masalah mutu pendidikan


Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya
meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan
manajemen sebagai berikut :
a. Menyeleksi lebih rasional terhadap masukan mentah untuk SLTA dan PT
b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut
c. Penyempurnaan kurikulum
d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram
untuk belajar
e. Penyempurnaan sarana belajar
f. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai
anggaran
g. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan – kegiatan :
1) Laporan-laporan penyelengaraan pendidikan oleh semua lembaga
pendidikan
2) Supervisi dan monitoring pendidikan oleh pemilik dan pengawas
3) Sistem pendidikan nasional atau negara seperti EBTANAS,
Sipenmaru atau UMPTN
4) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status
suatu lembaga

3. Masalah Efisiensi Pendidikan


Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisisennya
tinggi. Jika terjadi sebaliknya efisiensinya berarti rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah :
a. Bagaimana tenaga pendidikan difungsikan
b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang
tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan
studi sering mengalai kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan.
b) Masalah efisiensi dalam penggunaan prasarana dan sarana.
Penggunaan persarana dan sarana pendidikan yang tidak efisiensien bisa
terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga
karena perubahan kurikulum.
Gejala lain tentang tidak adanya efisiensi dalam penggunaan sarana
pendidikan yaitu diadakannya dan didistribusikannya sarana pembelajaran tanpa
dibarengi dengan pembekalan kemampuan sikap dan keterampilan calon pemakai
ataupun tanpa dilandasi oleh konsep yang jelas.
4. Masalah Relevansi Pendidikan
Tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia. Untuk
pembangunan relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan
dapat menghasilkan luaran yang sesuai, dengan kebutuhan pembangunan.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan
yang beraneka ragam seperti sektor produksi sektor jasa, dll. Relevansi
merupakan masalah berat untuk dipecahkan, utamanya masalah-masalah relevansi
kualitas.

Dari keempat macam pendidikan tersebut dikatakan teratasi jika pendidikan :


1. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga
negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam satuan pendidikan.
2. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya, perencanaan pemrosesan
pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3. Dapat terlaksana secara efisien artinya pemerosesan pendidikan sesuai
dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan dan tujuan yang
ditulis dalam rancangan.
4. Produk yang bermutu tersebut relevan, artinya hasil pendidikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa
pendidikan yang bermutu belum dapat di usahakan pada saat demikian.
1. Gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan
pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan peghimpunan dan pengarahan
dana dan daya.
2. Posisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya
peningkatan mutu karena, jumlah murid dalam kelas terlalu banyak,
pengarahan, tenaga kerja pendidik yang tidak memadai dan seterusnya.

5. Keterkaitan Permasalahan Pendidikan


Pada kenyataannya pelaksanaan pendidikan dilapangan, ada keterkaitan
diantara masalah-masalah pokok pendidikan. Bahkan mungkin muncul
kepermukaan dengan bobot yang tidak sama.
Pada dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan
tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Ada
dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang
bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan
kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan
pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit
upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak,
pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum
mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidikan tidak dapat diabaikan karena
upaya tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun
mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan
yaitu memberikan bekal dasar kepada warga Negara agar dapat menerima
informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga
dapat berpartisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat
dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah
efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan
sendirinya pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses pembelajaran
berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan belum dapat diharapkan relevan
dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.

B. Kedudukan Sekolah dalam Sistem Pendidikan Nasional


Sekolah dalam sistem pendidikan nasional berperan sebagai tempat atau
wadah terjadinya proses pendidikan. Sekolah juga berpengaruh terhadap
pembentukan karakter manusia. Proses pembelajaran di sekolah diatur oleh
kurikulum sehingga materinya berjalan secara sistematis dan terorganisir.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan dalam Sistem Pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan pada butir
B dan C di atas merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah
yang berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut
berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar system
pendidikan, sehingga juga harus diperhatikan di dalam memecahkan masalah
mikro pendidikan. Masalah makro ini berupa antara lain masalah perkembangan
internasoinal, masalah demografi, masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya,
serta masalah perkembangan regional.
Uraian selanjutnya akan mengemukakan masalah-masalah makro yang merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu :
1. Perkembangan iptek dan seni
2. Laju pertumbuhan penduduk
3. Aspirasi masyarakat
4. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan

1. Perkembangan iptek dan seni


a. Perkembangan iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara
sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi, adalah penerapan
yang direncanankan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat.
Sebagai contoh betapa eratnya hubungan antara pendidikan dengan iptek
itu, misalnya seiring suatu teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses
produksi menimbulkan kondisi ekonomi social baru lantaran perubahan
persyaratan kerja, dan mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam
kerja, kebutuhanbahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai kepada
berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersuebut minimal dapat mempengaruhi
perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru
tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana juga sarana penunjangnya seperti
searana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu membawa
masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya. Hal ini
disinggung dalam butir 3 masalah efisiensi pendidikan tentang perubahan
kurikulum.
Contoh di atas memberikan gambaran pengaruh tidak langsung iptek
terhadap sistem pendidikan. Di samping pengaruh tidak langsung, juga banyak
pengaruh yang langsung terhadap sistem pendidikan dalam bentuk berbagai
macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi tujuan yang bermacam-macam
pula. Ada yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan gurudan gedung sekolah
seperti system pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru relatif cepat seperti
dengan program diploma, pengadaan guru dan perlindungan terhadap profesi guru
seperti program akta mengajar. Selain itu diadakan juga program menghemat
waktu belajar (RIT: Reduce Instructional Time), memperluas jangkauan peserta
didik denga biaya relatif murah seperti sistem belajar jarak jauh (BIJ), efektifitas
proses belajar dan kualitas hasil seperti CBSA dengan pemanfaatan tenaga non-
guru antara lain konselor, teknisi sumber belajar,dan lain-lain.
Hampir setiap inovasi mengundang masalah. Pertama, karena belum ada
jaminan bahwa inovasi itu pasti membawa hasil. Kita sudah banyak mendapatkan
pengalamandalam hal ini. Kedua, orang merasa ragu dan gusar jika menghadapi
hal baru. Umumnya lebih suka mengerjakan hal-hal yang sudah menjadi
kebiasaan rutin dan ragu menerima hal baru yang belum dikenal.
Masalahnya adalah bagaimana cara memperkenalkan suartu inovasi agar
orang menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek
konsepsional (memuat ide, cita-cita, dan prinsip-prinsip) dan aspek struktur
operasional (teknik pelaksanaannya). Kepada masyarakat sasaran perlu
diperkenalkan aspek konsepsionalnya sehingga memahami tujuan dan manfaatnya
serta motif yang mendasarinya.
Lazimnya suatu inovasi baru disebarluaskan setelah lebih dahulu
diujicobakan dalam ruang lingkup terbatas. Masalah pertama muncul pada tahap
uji coba, karena biasanya memerlukan biaya (contoh PPSP: Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan pada 8 IKIP sekitar tahun 80-an).
Selanjutnya masalah muncul pada tahap penyebarluasan pelaksanaan hasil
uji coba (diseminasi). Pada tahap ini masalah mencakup banyak hal. Seperti dana,
penyediaan prasarana dan sarana, ketenagaan, kurikulum beserta perangkat
penunjangnya, dan seterusnya yang merupakan faktor –faktor yang dapat
menimbulkan masalah. Bahkan jika seandainya suatu inovasi berhasil, mungkin
saja menimbulkan masalah baru, misalnya antara lajn kurang cermatnya
rancangan yang dibuat. Contoh program diploma yang berhasil dan dapat
memproduksi tenaga baru yang diharapkan, tetapi berakibat alumni S1 tidak
terangkat karena ketiadaan jatah.
b. Perkembangan seni
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual
ataupun kelompok yang mengahasilkan sesuatu yang indah.
Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia. Melalui kesenian manusia
dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan
tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Seni
membutuhkan pengembangan.
Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya,
aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena dapat mengisi
pengembangan dominan afektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif
serta keterampilan di samping kognitif yang sudah digarap melalui
program/bidang studi yang lain.
Dilihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap
cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat
dalam kehidupan masyarakat.
Dengan memperhatikan alasan-alasan di atas maka sudah seyogianya jika
dunia seni dikembangkan melalui sistem pendidikan secara terstruktur dan
terprogram. Pengembangan kualitas seni secara terprogram menuntut tersedianya
sarana pendidikan tersendiri di samping program-program yang lain dalam sistem
pendidikan. Di sinilah timbulnya masalah pendidikan kesenian yang mempunyai
fungsi begitu penting tetapi di sekolah-sekolah saat ini menduduki kelas dua.
Pendidikan kesenian baru terlayani setelah program studi yang lain terpenuhi
pelayanannya. Itulah sebabnya mengapa kesenian tidak termasuk Ebtsnas, di
samping juga sulit menyediaakan tenaga pendidiknya. Lagipula sarana penunjang
umumnya tidak tersedia secara memadai karena mahal.
2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu :
a. Petambahan penduduk
Menurut Emil Salim (Conny R. Semiawan, 1991: 18) gambaran
pertambahan penduduk adalah sebagai berikut:
Dari sekarang hingga abad XXI, terus menerus bahan pendudukan akan
terjadi pertambahan jumlah penduduk meskipun gerakan KB berhasil. Sebabnya
karena tingkat kematian menurun lebih cepat yaitu sebesar 4,5% dari turunnya
tingkat kelahiran, yaitu sebesar 3,5%. Hal tersebut juga mengakibatkan
berubahnya susunan umur penduduk. Tentang pertumbuhan penduduk itu Bank
Dunia memperkirakan gambaran seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, maka penyedian prasarana dan
sarana pendidikan beserta komponen penunjang pembangunan nasional menjadi
bertambah.
Pertambahan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-
rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya struktur
kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan
proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja, dan penduduk usia tua
meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan kesehatan. Dengan demikian terjadi
pergeseran permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan
cenderung lebih meningkat dibanding dengan permintaaan akan fasilitas sekolah
dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk lanjut ke perguruan tinggi juga
meningkat, khusus untuk penduduk usia tua yang yang jumlahnya meningkat
perlu disediakan pendidikan nonformal.
b. Penyebaran penduduk
Penyebaran penduduk di seluruh pelosok tanah air tidak merata. Ada
daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan daerah yang
penduduknya jarang yaitu di daerah pedalaman khususnya di daerah terpencil
yang berlokasi di pegunungan dan di pulau-pulau. Sebaran penduduk seperti
digambarkan itu menimbulkan kesultan dalam penyediaan sarana pendidikan.
Sebagai contoh adalah dibangunnya SD kecil untuk melayani kebutuhan
akanpendidikan di daerah terpencil pada pelita V, di samping SD regular. Belum
lagi kesulitan dalam hal penyediaan dan penempatan guru. Disamping sebaran
penduduk seperti digambarkan itu denganpola yang statis (di kota padat, di desa
jarang) juga perlu diperhitungkan adanya arus perpindahan penduduk dari desa ke
kota (urbanisasi) yang terus menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang
dinamis dan labil yang lebih menyulitkan perncanaan penyediaan sarana
pendidikan. Pola yang labil ini juga merusak pola pasaran kerja yang seharusnya
menjadi acuan dalam pengadaan tenaga kerja.

3. Aspirasi masyarakat
Dalam dua darsa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat dalam banyak hal
meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi
terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap
pendidikan. Orang mulai melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan
sehat harus ada pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan
untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan dianggap
memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga social.
Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan maka orang tua
mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak-anaknya memperoleh
pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya sendiri. Dorongan yang kuat ini
juga terdapat pada anak-anak sendiri.
Mereka (orang tua dan anak-anak) merasa susah jika mendapat rintangan
dalam bersekolah dan melanjutkan studi. Mungkin ini dapat dipandang sebagai
indicator tentang betapa besarnya aspirasi orang tua dan anak terhadap pendidikan
itu.
Apa akibat yang timbul dari perubahan social tersebut? Gejala yang timbul
ialah membanjirnya pelamar pada sekolah-sekolah. Arus pelajar menjadi
meningkat. Di kota-kota, di samping pendidikan formal mulai bermunculan
beraneka ragam pendidikan nonformal.
Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan
siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah
murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah
membengkak, diadakannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan
penguranganjam belajar, kekurangan sarana belajar, kekurangan guru, dan
seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung dari kondisi sebagaimana
digambarkan itu ialah terjadinya penurunan kadar efektifitas. Dengan kata lain,
massalisasi pendidikan menghambat upaya pemecahan masalah mutu pendidikan.
Massalisasi pendidikan ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani
tiga macam ukuran (large, medium, small). Kebutuhan individual yang khusus
tidak terlayani.
Namun demikian tidaklah berarti bahwa aspirasi terhadap pendidikan
harus diredam, justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan dan ditingkatkan,
utamanya pada masyarakat yang belum maju dan masyarakat di daerah terpencil,
sebab aspirasi menjadi motor penggerak roda kemajuan.

4. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan


Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh
sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada
masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung budaya,
kebudayaanya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Terlepas
dari kenyataan apakah kebudayaannya tersebut tradisional atau sudah ketinggalan
zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat luar ini dianggap subjektif.
Semestinya masyarakat luar itu bukan harus menilainya melainkan hanya melihat
bagaimana kesesuaian kebudayaan tersebut dengan tuntutan zaman. Jika sesuai
dikatakan maju dan jika tidak sesuai lalu dikatakan terbelakang.
Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis, apalagi
mandeg, tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya
berubah. Berubahnya unsur-unsur kebudayaan tersebut tidak selalu bersamaan
satu dengan yang lain. Ada unsur yang lebih cepat dan ada yang lambat laun
brubah, namu yang jelas terjadinya perubahan tidak pernah terhenti sepanjang
masa, bahkan meskipun perubahan yang baru itu kea rah negative.apalagi pada
abad ke-20 ini, dimana perkembangan iptek demikian pesat dan merambah ke
seluruh bidang kehidupan.
Khususnya dengan munculnya penemuan-penemuan baru di bidang
telekomunikasi/televise dan transportasi yang menimbulkan revolusi informasi
yang menembus batas-batas antarnegara dan bangsa danmembuat bumi menjadi
terasa kecil yang dikenal dengan era globalisasi, maka mudah terjadi pertukaran
kebudayaan antarbangsa. Jika terjadi pertautan antara unsur kebudayaan baru dari
luar dengan unsur kebudayaan lama yang lambat berubah maka terjadilah apa
yang disebut kesenjangan kebudayaan (cultural lag).
Perubahan kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari luar
maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri. Kebudayaan baru itu baik
bersifat material seperti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi,
telekomunikasi, dan yang bersifat nonmaterial seperti paham atau konsep baru
tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu, dan
lain-lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena:
 Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misalnya terpencil).
 Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsure budaya baru karena
tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat.
 Ketidakampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur
kebudayaan tersebut.

Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya


umumnya dialami oleh:
 Masyaakat daerah terpencil.
 Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
 Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang
kebudayaanya tidak ikut berperan serta dalam pembangunan, sebab mereka
kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti permasalahannya ialah
menyadarkan mereka akan ketertinggalannya, dan bagaimana cara menyediakan
sarana kehidupan, dan bagaimana sistem pendidikan dapat melibatkan mereka.
Bukankah pendidikan mempunyai misi sebagai transformasi budaya (dalam hal
ini adalah kebudayaan nasional). Sebab system pendidikan yang tangguh adalah
yang bertumpu pada kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional selalu
berkembang dengan bertumpu pada intinya sehingga tidak pernah ketinggalan
zaman. Jika sistem pendidikan dapat menggapai masyarakat terbelakang
kebudayaannya berarti melibatkan mereka untuk berperan serta dalam
pembangunan.

D. Pemecahan masalah
1. Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan yang pada saat
ini kita hadapi perlu ditanggulangi secepatnya. Permasalahan aktual pendidikan
meliputi masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru,
pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual dibagi menjadi dua, yaitu mengenai konsep dan mengenai
pelaksanaannya. Misalnya, munculnya kurikulum baru merupakan masalah
konsep. Maksudnya, apakah kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis dan
secara psikologis ataukah tidak. Jika tidak, timbulah masalah pelaksanaan atau
masalah operasional.
Berikut masalah aktual pendidikan yang ada di Indonesia :
a. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian
dipertegas secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b, tentang arah dan tujuan
pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh itu adalah manusia yang
sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan secara vertikal
(dengan Tuhan Yang Maha Esa), horizontal (dengan lingkungan masyarakat), dan
konsentris (dengan diri sendiri) yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi. Jadi
konsepnya sudah cukup baik. Tetapi didalam pelaksanaannya pendidikan afektif
belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan
pengembangan aspek kognitif.
Hambatan yang dihadapi dalam sistem pendidikan nasional, yaitu
diantaranya :
 Beban kurikulum sudah terlalu sarat
 Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap
menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang keterlaksanaannya
sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.
 Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga
memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik.
 Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah.

b. Masalah Kurikulum
Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya.
Yang menjadi sumber masalah ini ialah bagaimana sistem pendidikan dapat
membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi yang tidak
melanjutkan sekolah) dan memberi bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan
tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut). Kedua macam bekal tersebut harus sudah
ditanam dan diberikan sejak masa prasekolah dan SD, kemudian dasar-dasarnya
sudah diperkuat pada SD. Sampai dengan akhir pendidikan dasar kedua macam
bekal dasar tersebut (bekal dasar keilmuan dan bekal kerja) sudah harus
dikantongi baik bagi mereka yang akan belajar lanjut maupun yang langsung akan
terjun ke masyarakat.
Saat ini sisitem pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan kurikulum
1984 (SK No. 0209/U/1984) yang didesain sebagai penyempuraan kurikulum
1975/1976. Pada kurikulum 1984 lebih peduli pada kualitas proses pembelajaran.
Untuk itu kurikulum 1984 memberi perhatian yang besar pada CBSA dan
keterampilan proses, juga pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler dengan
memperhitungkan hasilnya sebagai bahan untuk nilai akhir.
Kelebihan konsep kurikulum 1984, antara lain :
 Disediakannya aneka program belajar untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi dan untuk memasuki lapangan kerja.
 Adanya program inti yang sifatnya nasional untuk persatuan nasional.
Memuat pengetahuan minimal dan program khusus yang dapat dipilih
sesuai dengan kemampuan dan minat siswa.
 Adanya program pusat dan program daerah (muatan lokal).
Masalah yang muncul dari keadaan tersebut ialah tanpa sengaja kurikulum
1984 menggiring peserta didik untuk beramai-ramai (karena desakan keadaan)
memasuki perguruan tinggi, tanpa melihat secara potensial mampu atau tidak.
Selain itu, ada pula masalah pada program muatan lokal, misalnya :
 Pemilihan meteri muatan lokal yang tepat
 Penyusunan program
 Koordinasi pelaksanaan
 Penyediaan sarana, fasilitas dan biaya.
Semua itu menuntut keterampilan dari para pelaksana dan pembina pendidikan
dilapangan yang harus bergerak sebagai tim dengan ditunjang kemauan yang
besar sebagai tekad bersama.

c. Masalah Peranan Guru


Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang pesat dan realisasinya dipandu
oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka guru sebagai suatu komponen
sistem pendidikan juga harus berubah. Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak
mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu proses pembelajaran murid
ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan,
laboran, dan teknisi sumber belajar.
Seorang guru diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai
manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor), mengorganisasikan
kegiatan pembelajaran (koordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai
sumber belajar ( komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-
kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan belajar (stimulator).
d. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga
negara untuk mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar,
dan Pasal 13 menyatakan tujuan pendidikan dasar. Kemudian PP Nomor 28
Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan
dasar merupakan pendidikan 9 tahun, terdiri atas program pendidikan 6 tahun di
SD dan program pendidikan 3 tahun di SLTP, Pasal 3 memuat tujuan pendidikan
dasar yaitu memberikan bekal kemampuan dasar pada peserta didik untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
negara dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan menengah.
Ketetapan-ketetapan tersebut merupakan realisasi GBHN 1993 tentang
arah pendidikan nasional butir 26 antara lain mengatakan perlunya peningkatan
kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama peningkatan kualitas pendidikan
dasar.
Dilihat dari segi lamanya waktu belajar pada pendidikan dassar yaitu 9
tahun, kita sudah mengalami langkah maju dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya yang menetapkan wajib belajar hanya 6 tahun. Secara konseptual dan
acuan yang diberikan oleh ketetapan-ketetapan resmi tersebut sudah sejalan
dengan kebutuhan pembangunan.
Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, antara
lain :
 Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No. 28 Tahun 1989
masih harus dicarikan titik temunya dengan PP No. 65 Tahun 1951 yang
mengatur sekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP
tersebut belum dicabut.
 Kurikulum yang belum siap
 Pada masa transisi para pelaksana pendidikan dilapangan perlu disiapkan
melalui bimbingan-bimbingan, penyuluhan, penataran, dan lain-lain.

2. Upaya Penanggulangan Permasalahan Aktual Pendidikan di


Indonesia
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-
masalah aktual pendidikan, antara lain :
a) Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup
berlangsung hanya secara insidental.
b) Pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan
dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun
kelulusan. Untuk itu perlu dikaitkan dengan pemberian insentif pada guru.
c) Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke
perguruan tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat merupakan hal
yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial
mampu belajar di perguruan tinggi.
d) Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu
diberi perhatian khusus. Karena tenaga kependidikan khususnya guru
menjadi penyebab utama lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas
untuk pemmbangunan.
e) Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi jika dikaitkan
dengan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara meluas
pada masyarakat untuk menemukan faktor penunjang dan utamanya faktor
penghambatnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Misi Pendidikan adalah menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan, karena itu pendidikan selalu menghadapi masalah. Itulah sebabnya,
karena pembangunan sendiri selalu mengikuti tuntutan zaman yang selalu
berubah. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan sangat luas dan kompleks.
Pertama, karena sifat sasarannya yaitu manusia, merupakan makhluk misteri yang
banyak teka-teki. Kedua, karena pendidikan harus mengantisipasi hari depan yang
juga mengundang banyak pertanyaan. Padahal pemahaman terhadap hari depan
itu penting karena menjadi acuan dari segenap perubahan yang terjadi saat ini.
Oleh karena itu agar masalah-masalah pendidikan dapat dipecahkan, maka
diperlukan rumusan tentang masalah-masalah pendidikan yang bersifat pokok
yang dapat dijadikan acuan bagi pemecahan masalah-masalah praktis yang timbul
dilapangan. Dengan dikemukakan masalah-masalah pokok pendidikan, kaitan
masalah-masalah pokok tersebut satu sama lain, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangannya, dll. Diharapkan para pendidik memahami lebih baik masalah
pendidikan yang dihadapi dilapangan, merumuskannya serta mencari alternatif
pemecahannya.

B. Saran
Sebagai mahasiswa, kita harus menyadari dan memahami berbagai macam
permasalahan pendidikan yang terjadi dilapangan sehingga dapat merumuskannya
serta mencari alternatif pemecahannya. Jadilah, Mahasiswa sekaligus Calon
Pendidik yang peka terhadap berbagai permasalahan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Abudulhak, Ishak. 2012 .enelitian Tindakan Dalam Pendidikan Non


Formal Jakarta: Raja Grafindo Persada
Arifin, Anwar. 2005 Paradigma Baru Pendidikan Nasional Jakarta: Balai Pustaka
Mulyasana,Dedy.2011.Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing.Bandung:Remaja
Rosdakarya Offset
Santoso,Rachmat.2014.Perbedaan Pendidikan Formal,Pendidikan Non Formal
dan Pendidikan Informal

Anda mungkin juga menyukai