PEMBAHASAN
Tujuan Negara yang diuraikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (UUD
1945) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkaitan dengan tujuan Negara ini, maka
Negara bertanggung jawab atas setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan memadai (Pasal
31). Dalam proses pendidikan, individu dipersiapkan untuk memiliki sumber daya manusia yang
siap mengabdi bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab dalam
mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan mampu untuk bersaing
menghadapi tantangan global yang semakin besar. Perkembangan zaman dari tahun ke tahun
selalu memunculkan masalah-masalah baru yang menjadi tantangan bagi dunia pendidikan ke
depan, sehingga menuntut pemikiran yang baik untuk mengatasi dan menimalisir setiap
persoalan yang muncul di dalam masyarakat.
Pendidikan mendapat perhatian pemerintah yang cukup besar, karena salah satu indikator
kemajuan suatu bangsa adalah kualitas pendidikan yang baik. Namun masalah pendidikan akan
selalu ada dan dapat tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang menuntut perubahan
secara terus menerus. Masalah tersebut dapat berupa: kualitas pendidikan masih rendah,
kompetensi pendidik yang kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan
Undang Undang pendidikan masih belum baik. Namun kadang-kadang kondisi lapangan tidaklah
semudah diatas kertas, seperti kata Charles Dicknes “ ini adalah masa paling baik dan seklaigus
paling buruk”
Dengan uraian di atas , dapat diperoleh hasil dan pembahasan mengenai masalah dan
tantangan Pendidikan Nasional, serta memberikan solusi dalam menghadapi masalah pendidikan
berdasarkan penelitian dan studi pustaka yang peneliti telah lakukan
Pemerintah berupaya untuk melakukan pemerataan pendidikan secara terus menerus dari
tahun ke tahun, bahkan munculnya amandemen IV UUD 1945 (pasal 31 ayat 1 dan 2),
menegaskan tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan khususnya
pendidikan dasar, maka sektor pendidikan menjadi tanggungjawab Pemerintah untuk
memperbaiki dan meningkatkan ketersediaan lembaga pendidikan yang berkualitas di berbagai
daerah. Menurut Nurhuda (2022), permasalahan pemerataan terjadi karena koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak terkoordinir dengan baik, dan hal ini terjadi
sampai daerah-daerah terpelosok. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara
pemerintah pusat dengan daerah, kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan
proses pendidikan dan kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak
menjangkau daerah-daerah terpencil.
Upaya Pemerintah untuk meningkatkan tingkat pendidikan peserta didik, dapat dilihat
sejak tahun 1984, dengan pemerataan pendidikan formal Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan
Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1994, kemudian saat ini ditambah menjadi 12 tahun,
sedangkan bantuan pemerintah berupa beasiswa, yakni Gerakan Orang Tua Asuh dan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakmerataan pendidikan.
a. Membangun gedung atau ruang belajar untuk siswa di setiap daerah yang memadai dan
nyaman.
b. Melakukan kerjasama dengan warga untuk merawat dan menjaga fasilitas sekolah yang
telah diberikan.
Kualitas pendidikan di Indonesia pada tahun 2018-2022 menunjukkan angka berada pada
kategori rendah bila dibandingkan dengan negara lain di dunia. Hasil survey mengenai sistem
pendidikan menengah di dunia yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International
Student Assesment) pada tahun 2019 lalu, Indonesia menempati posisi yang rendah yakni urutan
ke-74 dari 79 negara atau berada di posisi ke-6 terendah. Sedangkan data yang dilaporkan oleh
The World Economic Forum Swedia tahun 2018, Indonesia memiiki daya saing yang rendah,
yaitu menduduki urutan 37 dari 57 negara yang disurvei dunia.
Ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu:
b. Faktor Eksternal, meliputi dimensi ekonomi, sosial, politik, budaya, dan global. Dimensi
global meliputi permasalahan globalisasi yamg muncul seiring dengan perkembangan
teknologi, permasalahan perubahan sosial, perkembangan teknologi.
a. Kurangnya kompetensi para pendidik dalam menggali potensi peserta didik. Para
pendidik kurang memberi perhatian tentang apa yang menjadi kebutuhan utama dari
peserta didik, minat serta bakat peserta didik dalam belajar. Pendidik cenderung
memaksakan gaya atau cara belajar mereka kepada peserta didik, dimana pendidik
seharusnya memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan utama dari peserta didik dan
tidak memaksakan metode belajar yang membuat peserta didik kurang nyaman dalam
belajar. Proses pendidikan yang baik adalah memberikan kesempatan pada anak untuk
lebih aktif, kreatif dan inovatif
b. Masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Keadaaan ini tergambar dari
minimnya sarana belajar, guru masih banyak yang belum sejahtera, rendahnya prestasi
siswa, pendidikan yang tidak merata dan mahalnya biaya pendidikan
c. Kurikulum yang cenderung bersifat sentralistik sehingga membuat potret pendidikan
semakin suram. Kurikulum umumnya dibuat pada daerah tertentu yang karakteristik
lokasi dan peserta didik berbeda, sehingga cenderung menjadi kebutuhan pemerintah saja
tanpa memperhatikan kebutuhan pada peserta didik dimasa depan. Meskipun saat ini
Pemerintah telah mulai menerapkan kurikulum merdeka pada beberapa sekolah
penggerak, tetapi hasilnya akan dievaluasi pada tahun 2024.
Kualitas pendidikan tidak boleh hanya berdasarkan nilai hasil ujian karena jika demikian
kualitas pendidikan tersebut bersifat semu. Artinya kualitas pendidikan lebih terletak pada
masalah proses belajar bukan pada hasil akhir ujian. Proses belajar harus ditunjang oleh
komponen pendidikan lainnya yakni tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi, metode
belajar yang sesuai dengan karakteristik belajar siswa, sarana dan prasarana belajar peserta didik.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi Masalah Kualitas Pendidikan:
b. Meningkatkan sarana dan prasarana yang ada wilayah Republik Indonesia. Ketersediaan
sarana internet yang memadai sampai kepelosot daerah terpencil menjadi kebutuhan
mutlak di jaman teknologi dan informasi saat ini.
c. Penerapan kurikulum yang tepat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Di Indonesia
sering sekali terjadi pergantian kurikulum, seiring dengan pergantian pemerintahan. Hal
ini menyebabkan guru dan siswa mengalami kesulitan dalam menyesuaikan setiap
perubahan baru dari kurikulum tersebut. Perkembangan teknologi membuat proses
pendidikan juga harus berubah, seiring dengan perubahan kurikulum, namun sering tidak
disadari bahwa setiap daerah memiliki karakteristik peserta didik serta kebutuhan yang
berbeda pula. Penerapan kurikulum merdeka bagi sekolahsekolah penggerak di tahun ini,
sangat baik karena berbasis proyek dan proses pembelajaran, namun dalam penerapan di
sekolah khusus bagi sekolah yang memiliki keterbatasan dalam penyediaan sarana dan
prasarana akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.
d. Pemanfaatan tenaga kerja yang sesuai dengan rasio, seperti rasio guru harus seimbang
dengan rasio peserta didik.
Efisiensi Pendidikan memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan baik, mudah, dan
menyenangkan, untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan
Saat ini gambaran umum yang nampak dari relevansi pendidikan yang ada di Indonesia yaitu:
a. Status lembaga dan kualitas pendidikan sangat berbeda antara lembaga pendidikan
c. Tidak adanya data yang akurat tentang kebutuhan dunia kerja pada masa yang akan
datang dengan output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi Masalah Relevansi Pendidikan
a. Penyediaan pemerataan kesempatan belajar bagi peserta didik, artinya semua warga
negara yang membutuhkan pendidikan, baik yang ada di perkotaan maupun dipedesaan
dapat menikmati fasilitas yang sama dan memadai, sesuai kebutuhan peserta didik.
b. Berlangsungnya proses pendidikan yang berkualitas dengan sasaran pencapaian tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan dalam pembukaan UUD1945.
c. Sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan relevan dengan kebutuhan
pasar, sehingga penyerapan tenaga kerja setelah peserta didik menyelesaikan proses
pendidikan menjadi tinggi
Pengaruh langsung dalam sistem pendidikan berupa inovasi dan pembaruan dengan
model dan variasi teknologi yang beraneka ragam. Perkembangan teknologi ini berupaya untuk
mengatasi kekurangan guru dan kekurangan sarana sekolah sehingga efisiensi dan relevansi
pendidikan dapat tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perkembangan teknologi memberi
manfaat yang besar dalam proses pendidikan, namun juga memberi tantangan bagi bangsa
Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Secara kuantitatif pendidikan di Indonesia
telah mengalami kemajuan. Indikator ini terlihat dari pencapaiannya kemampuan baca tulis
masyarakat yang mencapai 67,24% (Afifah, 2017). Hal ini disebabkan oleh program pemerataan
pendidikan, terutama melalui Sekolah Dasar Inpres yang dibangun oleh masa Orde Baru. Namun
demikian, kemajuan secara kuantitatif tidak diikuti oleh kemajuan kualitas pendidikan dimana
Indonesia hanya berada pada peringkat ke 55 pada tahun 2020 dan peringkat ke 54 tahun 2021
secara global. Lulusan sekolah tingkat atas atau sekolah menengah kejuruan dan perguruan
tinggi, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di sektor formal karena belum tercukupinya
keahlian mereka.
Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan tidak dikuti dengan penambahan sarana/
prasarana pendidikan memberi tantangan tersendiri dalam pendidikan nasional. Jumlah
penduduk yang besar, disatu sisi menjadi kekuatan bagi sebuah bangsa dalam pembangunan,
namun juga memberi beban pembangunan secara nasional, dimana Negara bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan memadai bagi setiap warga negaranya.
Kepadatan jumlah penduduk terdapat di kota-kota besar, sedangkan di daerah-daerah pedalaman
dan terpencil sebaran penduduknya tidak merata. Sebaran inipun menimbulkan kesulitan pada
terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Contohnya Pemerataan pembangunan gedung
Sekolah Dasar di daerah terpencil dalam memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Jika rasio
pembangunan tidak seimbang antara guru dengan siswa tidak seimbang maka efisiensi anggaran
tidak maksimal. Demikian juga dengan kualitas pendidikan, harus didukung dengan sarana dan
prasarana sekolah serta kompetensi dari tenaga pengajar.
Letak geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan tersebar sepanjang
nusantara yang luas, menyebabkan sulitnya beberapa wilayah dijangkau. Bagi wilayah yang
letak georgrafisnya cukup terpencil dari ibu kota, berakibat pada keterbatasan sarana dan
prasarana pendidikan. Letak geografis suatu daerah, mempengaruhi kepadatan sebuah
masyarakat khususnya di daerah terpencil. Faktor kekurangan masyarakat secara ekonomipun
menjadi kendala untuk menggunakan teknologi yang sedang berkembang saat ini. Jadi
permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan ekonomi masyarakat dan menyiapkan sarana/
prasarana pendidikan yang murah serta mudah dijangkau bagi masyarakat di daerah terpelosok.
Sehingga sistem pendidikan yang layak dapat dinikmati dan dirasakan masyarakat di daerah
terpelosok sekalipun, dengan demikian pemerataan pembangunan dari segi pendidikan dapat
berlangsung dengan baik.
b. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi
dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat
modern-industrial dan informasi- 2 komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi
peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
c. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran,
penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang IPTEK, yang
menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
B. Pemahaman Multikultural
Adapun paradigma pendidikan multikultural yang ditawarkan Zamroni (2011) adalah sebagai
berikut:
Menurut Yudi Hartono (2003; 420) pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang menghargai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi
sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan
keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk
dilestarikan. Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural
(Musa Asy’arie: 2004:15
Ada tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar (2004:12), antara lain
sebagai berikut:
c. Prinsip globalisasi tidak perlu ditakuti bangsa ini terhadap arah serta nilai- nilai baik
buruk yang dibawanya
Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia upaya pengajaran, pelatihan, proses,
perbuatan dan cara-cara mendidikyang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara
humanistik. Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di
Indonesia, yaitu:
Agama secara actual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang
Indonesia sebagai suatu bangsa.hal ini akan dapat menjadi perusak apabila digunakan
sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompokekonomi.
b. Kepercayaan
c. Toleransi
Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda
maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat (multikultural).
Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama dengan perbedaan letak geografis
suatu daerah.
Pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural dilakukan dengan
penitikberatan agar dikalangan mereka terjadi perubahan kultural
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan
pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global,
termasuk kebudayaan. Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan
kompleks. Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret.
Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab
atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah
dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah,
diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat
ini. Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah
kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.
b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai
aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup
nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi
muda.
c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan
bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan
antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa
untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya
yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman
tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi
antar kebudayaan satu sama lain. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara
lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan- ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya
komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.
C. Multikulturalisme
1. . Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat
manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan
serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini
harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang
multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam
memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara
lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti,
dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Multikulturalisme berkaitan erat pula dengan epistemologi. Berbeda dengan epistimologi
filsafat yang memberi arti kepada asal-usul ilmu pengetahuan. Demikian pula epistimologi di
dalam sosiologi yang melihat perkembangan ilmu pengetahuan di dalam kaitannya dengan
kehidupan sosial. Multikulturalisme dalam epistimologi sosial mempunyai makna yang lain.
Dalam epistimologi sosial, tidak ada kebenaran mutlak. Hal itu berarti ilmu pengetahuan selalu
mengandung arti nilai. Di dalam suatu masyarakat, yang benar adalah yang baik bagi masyarakat
itu (Tilaar, 2004: 83).
Jenis Multikulturalisme
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik
multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh
(1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian
Parekh):
Multikulturali, mengacu pada masyarakat di mana berbagai kelompok kultural
menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama
lain.
Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang
membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas.
Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan
yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk
mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum
minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara
Eropa.
Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kutural
utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan
kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-
pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang
sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana kelompok-
kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi
lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif
distingtif mereka.
Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali
untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya
tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan
sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Unsur Multikulturalisme
1. Suku Bangsa; suku bangsa di Indonesia sangatlah beragam, mulai dari Sabang sampai
Merauke.
2. Ras; ras di Indonesia muncul karena adanya pengelompokan besar manusia yang
memiliki ciri biologis, seperti warna rambut, warna kulit, ukuran tubuh, dan lain
sebagainya.
3. Agama dan Keyakinan; agama dan keyakinan di Indonesia cukup beraneka ragam,
mulai dari agama islam, kristen, katolik, hindu, budha, hingga kong hu cu.
4. Ideologi; ideologi memiliki pengaruh yang kuat terhadap tingkah laku.
5. Politik; politik merupakan usaha untuk menegakkan ketertiban sosial.
6. Tata Krama; tata krama merupakan segala tindakan, perilaku, adat istiadat, sopan
santun, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai dengan kaidah maupun norma tertentu.
7. Kesenjangan Sosial; adanya penggolongan manusia berdasarkan kasta.
8. Kesenjangan Ekonomi; adanya penghasilan yang berbeda antar manusia.
Ciri Multikulturalisme
2. Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang
sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah
mayarakat multikultural. Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan
terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan
kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai
multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang
kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang
penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme dapat juga dipahammi sebagai pandangan dunia yang kemudian
diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum
mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan
penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis
orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa
inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu
kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi
geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh
sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah
sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada
keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam. Dalam konsep
multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan
bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi
bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang
menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.