PERMASALAHAN PENDIDIKAN
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan
jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakhir ini jatah pengangkatan
setiap tahunnya hanya sekitar 20% dari kebutuhan tenaga di lapangan. Sedangkan
persediaan tenaga yang siap diangkat (untuk sebagian besar jenis bidang studi, sebab ada
bidang studi tertentu yang belum tersedia tenaganya) lebih besar daripada kebutuhan di
lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia tidak segera
difungsikan. Ini berarti pemubaziran terselubung, karena biaya investasi pengadaan tenaga
tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian (belum terjadi rate of return). Sebab
tenaga kependidikan khususnya guru tidak dipersiapkan untuk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami
kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima
guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru
bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan
sehingga pada sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap
mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya, misalnya guru bahasa harus mengajar
IPA. Gejala tersebut membawa ketidakefisienan dalam memfungsikan tenaga guru, juga
pada SD, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi
kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat
diangkat dan sulitnya menjaring tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil,
karena tidak ada insentif yang menarik, demikian pula sulitnya menempatkan guru wanita.
3. Aspirasi Masyarakat
Dalam dua dasa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat dalam banyak hal meningkat,
khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan,
kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai
melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan tetap yang
menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan
menetap itu. Pendidikan dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan
pendakian ditangga sosial. Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan
maka orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak- anaknya
memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya sendiri. Dorongan yang kuat
ini juga terdapat pada anak-anak sendiri. Mereka (orang tua dan anak-anak) merasa susah jika
mendapat rintangan dalam bersekolah dan melanjutkan studi. Mungkin ini dapat dipandang
sebagai indikator tentang betapa besarnya aspirasi orang tua dan anak terhadap pendidikan
itu.
Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada
berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa
perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak, diadakannya
kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan jam belajar, kekurangan
sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung dari
kondisi sebagaimana digambarkan itu ialah terjadinya penurunan kadar efektifitas. Dengan
kata lain, massalisasi pendidikan menghambat upaya pemecahan masalah mutu pendidikan.
Massalisasi pendidikan ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani tiga macam
ukuran (large, medium, dan, small). Kebutuhan individual yang khusus tidak terlayani.
Namun demikian tidaklah berarti bahwa aspirasi terhadap pendidikan harus diredam,
justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan dan ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang
belum maju dan masyarakat di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak roda
kemajuan.