INTISARI BUKU
BAB 1
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
1.1 Pendahuluan
Objek pendidikan adalah manusia. Tujuan pendidikan adalah untuk membantu peserta didik
mengembangkan potensi kemanusiaannya. Potensi manusia adalah benih dari kemungkinan
menjadi manusia. Ibarat biji mangga, tapi sepertinya jika ditanam dengan benar pasti akan
tumbuh menjadi pohon mangga, bukan pohon jambu.
Tugas pendidikan dapat dilaksanakan dengan benar dan dengan tujuan yang tepat hanya bila
para pendidik mempunyai gambaran yang jelas tentang siapa sebenarnya seseorang itu.
Manusia memiliki karakteristik yang berbeda terutama dari hewan. Ciri-ciri manusia yang
membedakannya dengan binatang terdiri dari apa yang disebut hakikat manusia secara ke-
seluruhan. Disebut sifat manusia karena sifat ini pada hakekatnya hanya ada pada manusia dan
tidak terdapat pada hewan. pemahaman guru tentang sifat manusia membentuk peta
karakteristik manusia. Peta ini menjadi dasar dan memberikan referensi dalam perilaku, dalam
pengembangan strategi, metode dan teknik, serta dalam pemilihan pendekatan dan tren dalam
desain dan implementasi komunikasi transaksional dalam komunikasi pendidikan. Dengan kata
lain, dengan menggunakan peta sebagai referensi, guru tidak mudah terjebak dalam bentuk
transaksi siswa yang patologis dan berbahaya.
Alasan lain mengapa pendidik harus memiliki gambaran yang benar dan jelas tentang manusia
adalah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat saat ini, terutama di
masa depan. Memang, itu bisa sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Namun di sisi
lain, tidak dapat dihindarkan munculnya efek negatif yang terkadang tanpa disadari sangat
merugikan bahkan dapat mengancam keutuhan eksistensi manusia, seperti penemuan bom
kimia dan bakteri, rekayasa genetika dan lain-lain yang digunakan. tidak bertanggung jawab
Oleh karena itu, sangat strategis pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan paling
depan dalam semua kajian pendidikan dengan harapan dapat menjadi titik tolak penjelasan
lebih lanjut.
1.2 Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia merupakan bidang kajian dalam filsafat, khususnya filsafat antropologi.
Hal ini diperlukan karena pelatihan bukan sekedar latihan, tetapi latihan yang beralasan dan
memiliki tujuan. Memang benar bahwa dasar dan tujuan pendidikan itu sendiri bersifat
normatif-filosofis.
Sifatnya bersifat filosofis, karena untuk memperoleh dasar yang kuat diperlukan suatu studi
mendasar, sistematis dan universal tentang sifat-sifat esensial manusia. Normatif karena
pendidikan mempunyai tugas mengembangkan karakter fitrah manusia sebagai nilai luhur dan
itu perlu. Uraian berikut berkaitan dengan konsep hakikat manusia. Uraiannya yang jelas dan
tepat memberi guru arah yang tepat untuk membawa siswanya.
1.2.1 Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia didefinisikan sebagai kualitas yang secara fundamental membedakan
manusia dari hewan. Meskipun ada banyak kesamaan antara manusia dan hewan, terutama dari
segi biologi.
Wujud (seperti orangutan) memiliki tulang punggung mirip manusia, berjalan tegak dengan
kedua kaki, melahirkan dan mengasuh anak, makan apa saja, dan memiliki metabolisme yang
sama dengan manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menyebut orang Zoo Politico
(binatang sosial), Max Schelier menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (binatang
sakit) (Drijarkara, 1962: 138) yang selalu gelisah.
Fakta dan pernyataan ini dapat memberikan kesan yang salah jika kita menganggap bahwa
hewan dan manusia berbeda satu sama lain hanya secara bertahap, yaitu. perbedaan yang dapat
dibawa ke keadaan yang sama dengan teknologi, misalnya air berubah menjadi es akibat suhu.
Seolah-olah pendidikan orang hutan bisa dimanusiakan dengan keterampilan teknik.
Ditemukan dalam upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan bahwa hewan tidak identik
dengan manusia. Charles Darwin (dengan teori evolusinya) mencoba menetapkan bahwa
manusia adalah keturunan primata atau kera besar, namun gagal. Ada sebuah misteri yang
dianggap sebagai jembatan dalam proses transformasi primata menjadi manusia yang tidak
dapat dijelaskan dan disebut dengan missing link, yaitu mata rantai yang terputus. Ada proses
perantara yang tidak bisa dijelaskan. Tampaknya tidak ada bukti bahwa manusia berevolusi
sebagai primata atau kera yang dimodifikasi melalui proses evolusi bertahap.
1.2.2 Wujud Sifat Hakikat Manusia
Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan)
yang dikemukakan paham oleh eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam
membenahi konsep pendidikan, yaitu:
a. Kemampuan menyadari diri
Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia
menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khasa atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan
manusia dapat membedakan dirinya dengan orang lain dan dengan lingkungan fisik di
sekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak
(distansi) dengan lingkungan nya, baik yang berupa pribadi (orsng lain) maupun nonpribadi
(benda seperti pohon,batu,cuaca dan sebagainya).
b. Kemampuan bereksistensi
Manusia dapat menembus dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan
menembus ini bukan hanya berkaitan dengan ruang, melainkan juga dengan waktu.
Kemampuan menempatkan diri dan menembus inilah yang disebut kemampuan bereksistensi.
Karena kemampuan inilah manusia memiliki unsur kebebasan.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar
dari pengalamannya, belajar mengantisipasi sesuatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat
prospek masa depan dari sesuatu, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa
kanak-kanak.
c. Pemilikan kata hati (conscience of Man)
Sering disebut dengan istilah hati Nurani, suara hati dan sebagainya. Kemampuan ini adalah
kemampuan untuk membuat suatu keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah
bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral, kata hati merupakan “petunjuk
bagi moral”. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam
disebut pendidikan kata hati. Realisasinya dapat ditempuh dengan akal kecerdasan dan
kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian untuk berbuat yang didasari oleh
kata hati yang tajam.
d. Moral
Moral adalah perbuatan yang direalisasi dari kata hati. Tetapi masih ada jarak antara kata hati
dengan moral, karenanya kita perlu menjembatani jarak keduanya dengan kemauan. Sese-
orang dikatakan bermoral tinggi karena ia menyatukan diri dengan nilai-nilai yang tinggi, serta
segenap perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang tinggi tersebut.
e. Kemampuan bertanggung jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan
pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab bermacam-
macam. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya
dalam bentuk muhasabah diri. Tanggung jawab kepada masyaratakat berarti menanggung
tuntutan nirma-norma sosial. Bentuk tuntutannya berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan
masyarakat, hukuman masyarakat, dan lain-lain. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti
menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa.
Manusia memiliki keberanian untuk mnentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga
sanksi apa pun yang dituntutkan (oleh kata hati, masyarakat dan norma-norma agaman),
diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
f. Rasa kebebasan (kemerdekaan)
Merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat
manusia. Kemerdekaan dalam arti sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan.
Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Merdeka
tidak sama dengan berbuat bebas tanpa ikatan. Perbuatan bebas membabi buta tanpa
memperhatikan petunjuk hati, sebenarnya hanya merupakan kebebasan semu. Sebab hanya
kelihatannya bebas, tetapi sebenarnya justru tidak bebas, karena perbuatan seperti itu segera
disusul dengan sanksi-sanksinya.
Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral. Seseorang mengalami rasa merdeka
apabila segenap perbuatannya (moralnya) sesuai denga napa yang dikatakan oleh kata hatinya
(sesuai tuntutan kodrat manusia) karena perbuatan seperti itu tidak sulit atau siap sedia untuk
dipertanggungjawabkan dan tidak akan sedikitpun menimbulkan kekhawatiran (rasa ketidak-
bebasan).
g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
Kewajiban dan hak merupakan dua jenis gejala yang muncul sebagai manifestasi manusia
sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya karena yang lain. Tidak ada hak tanpa ke-
wajiban. Jika seseorang memiliki hak untuk menuntut sesuatu, maka tentu ada pihak lain yang
berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum terpenuhi). Sebaliknya,
kewajiban ada karena ada pihak lain yang haknya harus dipenuhi. Hak pada dasarnya adalah
sesuatu yang masih kosong. Artinya, meskipun ada hak atas sesuatu, tidak ada jaminan bahwa
seseorang akan mengetahuinya. Dan kalaupun diketahui, belum tentu orang mau
menggunakannya (misalnya hak cuti berbayar). Namun terlepas dari apakah hak itu diketahui
atau tidak, digunakan atau tidak, tetap saja ada pihak-pihak di baliknya yang harus siap
melaksanakannya.
Kenyataannya, hidup adalah sesuatu yang menyenangkan, sedangkan tanggung jawab di-
pandang sebagai beban. Benarkah tanggung jawab menjadi beban bagi seseorang? Ternyata ini
bukan beban, tapi kebutuhan (Drijarkara, 1979. 24-27). Selama seseorang menyebut diri- nya
manusia dan ingin dilihat sebagai manusia, tugas ini menjadi penting baginya. Karena
menghindarinya berarti mengingkari kemanusiaan (yaitu realitas makhluk sosial). Karena siapa
yang semakin mengikat kewajiban dan nilai, maka semakin tinggi martabat kemanusia- annya
di mata masyarakat. Dengan kata lain, melakukan "tugas" adalah kemuliaan. Betapa mulianya
seorang guru yang menunaikan tugas mengajarnya dengan sebaik-baiknya (tanpa pamrih).
Mulianya pemenuhan kewajiban ini menjadi lebih nyata bila dibandingkan dengan keadaan
sebaliknya, yaitu ingkar janji, melalaikan kewajiban, perampasan hak orang lain, dsb.
Tentu saja penerapan hak dan kewajiban dalam praktek bersifat relatif, disesuaikan dengan
situasi dan keadaan. Pemenuhan hak dan pemenuhan kewajiban erat kaitannya dengan ke-
adilan. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa keadilan dapat terwujud manakala hak-hak
selaras dengan kewajiban. Karena realisasi hak dan pemenuhan kewajiban dibatasi oleh
keadaan.
h. Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan adalah konsep yang lahir dari kehidupan manusia. Pengalaman hidup yang
disebut "bahagia" ini tidak mudah untuk digambarkan, tetapi juga tidak sulit untuk di-rasakan.
Bisa dibilang hampir semua orang pernah mengalami perasaan bahagia. Kebahagiaan bisa
lebih dipupuk. Ada dua hal yang dapat dikembangkan, yaitu: kemampuan mencoba dan
kemampuan menilai hasil usaha dalam hubungannya dengan takdir. Dengan demikian,
pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana kebahagiaan, yaitu sebagai wahana
untuk mengantar peserta didik dengan jalan membantu mereka meningkatkan kualitas
hubungan dengan dirinya, lingkungannya dan Tuhannya.
Kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas hubungannya sebagai
makhluk yang memiliki kondisi serba terhubung dan dengan memahami kelebihan dan
kekurangan-kekurangan dir sendiri. Kelebihannya ditingkatkan dan memperbaiki kekurangan.
Sedangkan dengan lingkungan alam manusia daopat memanfaatkannya sembari peduli
terhadap pelestarian dan pengembangannya. Terhadap tuhan manusia harus memamhami
ajaran-Nya serta mengamalkannya.
BAB II
PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
2.1 Pengertian Pendidikan
Seorang calon pendidik hanya dapat melakukan pekerjaannya dengan baik jika dia
menerima jawaban yang jelas dan benar tentang apa arti pendidikan yang sebenarnya. Jawaban
yang tepat tentang pendidikan berasal dari pemahaman unsur-unsurnya, konsep-konsep dasar
yang melatarbelakanginya, dan bagaimana pendidikan diselenggarakan sebagai suatu sistem.
b. Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan,
dimana pendidik menggerakkan seluruh komponen pendidikan. Bagaimana proses pelatihan
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kualitas proses pendidikan dicirikan oleh dua aspek, yaitu kualitas komponen dan kualitas
pengelolaan, yang saling bergantung satu sama lain. Padahal komponennya cukup bagus.
seperti tersedianya sarana dan prasarana serta biaya yang memadai, maka pencapaian tujuan
tidak akan tercapai secara optimal jika tidak didukung oleh manajemen yang handal. Demikian
juga, manajemen yang baik tetapi buruk mengarah pada hasil yang kurang optimal.
Pengelolaan proses pelatihan meliputi makro, meso dan mikro.
Pengelolaan proses dalam lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang
lazimnya dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, serta dokumen-
dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain.
Pengelolaan dalam ruang lingkup meso merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional
ke dalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup wilayah di bawah tanggung jawab
Kakanwil Depdikbud.
Pengelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan
pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar-sanggar
belajar, dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat. Dalam ruang lingkup ini
kepala sekolah, guru, tutor, dan tenaga-tenaga pendidikan lainnya memegang peranan penting
di dalam pengelolaan pendidikan untuk menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil
pendidikan.
Yang menjadi tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar
dan pengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah laku peserta didik
sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman belajar yang optimal itu.
Di sini jelas bahwa pendayagunaan teknologi pendidikan memegang peranan penting
Pengelolaan proses pendidikan harus memperhitungkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Karena itu setiap guru wajib mengikuti dengan saksama inovasi-inovasi pendidikan
terutama yang diseminasikan secara meluas oleh pemerintah seperti PPSI, belajar tuntas
(mastery learning), pendekatan CBSA dan keterampilan proses. muatan lokal dalam
kurikulum, dan lain-lainnya agar dapat mengambil manfaatnya.
2.2.2 Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan, yaitu
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, Latihan dan
masyarakat/organisasi.
Hal terpenting yang harus dimiliki seorang pendidik ialah kewibawaan dan menghindari
penggunaan kekuasaan yang berwewenang dengan unsur jabatan. Kewibawaan merupakan
sesuatu pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui,
menerima dan menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan tersebut.
Kewibawaan mendidik hanya dimiliki oleh mereka yang sudah dewasa, dewasa disini
ialah kedewasaan rohani yang ditopang kedewasaan jasmani. Kedewasaan rohani tercapai bila
individu telah memiliki cita-cita hidup dan pandangan hidup, sedangkan kedewasaan jasmani
tercapai bila individu telah mencapai puncak perkembangan jasmani yang optimal. Orang
dewasa adalah orang yang mampu mempertanggungjawabkan segenap aktivitas yang bertalian
dengan statusnya. Pendidik adalah pendukung norma-norma, ia memiliki tugas untuk
mentransformasikan norma-norma atau kewibawaan itu kepada peserta didik.
ciri umum dari sistem. yaitu yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
Dengan demikian sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan integral dari sejumlah
komponen. Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling berpengaruh dengan fungsinya
masing-masing, tetapi secara fungsi komponen-komponen itu terarah pada pencapaian satu
tujuan (yaitu tujuan dari sistem).
Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komeponen:
1) Sistem baru merupakan masukan mentah (raw input) yang akan diproses menjadi
tamatan (output)
2) Guru dan tenaga kerja, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan,
prasarana dan sarana merupakan masukan instrumental (instrumental input) yang
memungkinkan dilaksanakannya pemprosesan masukan mentah menjadi tamatan
3) Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan
keamanan negara merupakan factor lingkungan (environmental input) yang secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap berperannya masukan instrumental
dalam pemprosesan masukan mentah.
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan
pencapaian tujuan pendidikan dengan cara yang efisien dan efektif. Prinsip utama dari
penggunaan analisis sistem ialah: Bahwa kita dipersyaratkan untuk berpikir secara
sistematik,artinya kita harus mem- perhitungkan segenap komponen yang terlibat dalam
masalah pendidikan yang akan dipecahkan. Cara demikian memungkinkan kita untuk tidak
terburu-buru mengambil keputusan setelah melihat suatu alternatif sebagai satu-satunya yang
dapat digunakan.
Komponen-komponen yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. Tetapi
komponen yang baik saja belum menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala
komponen tersebut tidak berhubungan secara fungsional dengan komponen yang lain.
Hubungan fungsional antarkomponen ini berupa hubungan yang bersifat dinamis
antarkomponen-komponen dan gerak fungsi dari seluruh komponen terarah
kepada tujuan sistem.
Tujuan dari sistem pendidikan haruslah memuat nialai-nilai sebagai kaidah hidup yang
mulia, dapat dikatakan tujuan bersifat normatif (mengandung norma-norma yang harus dicapai
dan mengikay komponen-komponen yang lain).
2.3.1 Keterkaitan Antara Pengajaran dan Pendidikan
Pengajaran (Instruction)
Lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang
program tertentu seperti pertanian, kesehatan, dan lain-lain.
Makan waktu relatif pendek.
Metode lebih bersifat rasional.
Pendidikan (Education)
Lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai)
Makan waktu relatif panjang
Metode lebih bersifat psikologis dan teknis praktis.
2.3.2 Pendidikan Formal, Non-Formal, dan Informal sebagai Sebuah Sistem
Pendidikan formal (PF) yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian
jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan
perguruan tinggi (PT). Sementara itu pendidikan taman kanak-kanak masih dipandang sebagai
pengelompokan belajar yang menjembatani anak dalam suasana hidup dalam keluarga dan di
sekolah dasar. Biasa juga disebut pendidikan prasekolah dasar (Pra-Elementary School).
Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan setiap
warga negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal minimal sampai tamat SMP.
Bagi warga negara yang tidak sempat mengikuti ataupun menyelesaikan pendidikan
pada jenjang tertentu dalam pendidikan formal (putus sekolah) disediakan pendidikan
nonformal, untuk memperoleh bekal guna terjun ke masyarakat. Pendidikan nonformal (PNF)
sebagai mitra pendidikan formal (PF) semakin hari semakin berkembang sejalan dengan
perkembangan masyarakat dan ketenagakerjaan. Dilihat dari segi wujud atau bentuk
penyelenggaraan semakin beraneka ragam mulai dari paguyuban, sarasehan. kursus-kursus,
kejar paket A dan B sampai kepada gerakan-gerakan seperti PKK dengan aneka ragam
programnya. Di samping ragamnya yang bertambah, juga kualitasnya mengalami peningkatan.
Pendidikan formal, nonformal dan informal ketiganya hanya dapat dibedakan tetapi
sulit dipisahkan karena keberhasilan pendidikan dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan
yang berupa sumber daya manusia sangat tergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem
tersebut berperanan.