Anda di halaman 1dari 59

PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA

Hakekat manusia adalah sebagai berikut :


a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
c. Makhluk yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu
mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih
baik untuk ditempati
f. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung
kemungkinan baik dan jahat.
h. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya
tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

 DIMENSI-DIMENSI HAKEKAT MANUSIA

1. Keindividualan (pribadi yang berbeda dari yang lain)


2. Kesosialan (ketergantungankebutuhan pada orang lain)
3. Kesusilaan (menyangkut etika dan etiket)
4. Keberagaman (keyakinan ada kekuatan yang mengendalikan seluruh aspek
kehidupan di luar kemampuan mahluk hidup di dunia)
5. Intelektual(mengembangkan wawasan dan iptek, terampil mengkomunikasikan
pengetahuan dan memecahkan masalah)
6. Produktivitas (Kesanggupan memilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan,
keserasian hidup bekeluarga, pandai menempatkan diri sebagai konsumen dan
produsen, serta kreatif dan berkarya)

Dimensi-dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan,


dan Dinamikanya

3.1 Dimensi Keindividualan

Dikatakan oleh Lyson bahwa individu adalah orang seorang, sesuatu yang merupakan
suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan
juga sebagai sebagai pribadi (Lysen, Individu dan Masyarakat: 4). Setiap anak manusia
yang dilahirkan ke dunia ini sebenarnya telah memiliki potensi. Potensi yang dimaksud
menurut penulis seperti yang dikemukakan oleh Gardner. Ia menyatakan bahwa
manusia memiliki tujuh kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 1


matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestik tubuh, kecerdasan musik,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intra personal (Campbel, dkk., 2006: 2-3).
Kecerdasan-kecerdasan ini yang selanjutnya kita sebut sebagai potensi yang tentu saja
tidak sama dimiliki oleh setiap individu. Ada individu yang memiliki kelebihan dalam hal
kebahasaan, tetapi kurang pintar dalam hal musik, ada individu yang lebih pintar
matematika, tetapi tidak pintar tentang kebahasaan. Oleh karena itu, setiap individu
tidak boleh diperlakukan sama. Mereka ingin terlihat berbeda dengan yang lain atau
menjadi seperti dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi ini.

Penulis sangat setuju dengan dimensi keindividualan seperti yang telah diungkapkan di
atas. Memang benar bahwa tidak ada manusia yang identik dengan manusia lain di
atas permukaan bumi ini. Bahkan, anak yang terlahir kembar pun pada hakikatnya tidak
memiliki karakter yang persis sama. Dengan kata lain, masing-masing ingin
mempertahankan kekhasannya sendiri. Kekhasan yang dimaksud ini seperti kekhasan
dalam cita-cita, cara belajar, cara menghadapi dan menyelesaikan masalah, cara
berinteraksi dengan orang lain. Karena adanya kekhasan yang dimiliki oleh setiap
manusia ini, dalam proses pembelajaran kekhasan ini tentu harus diperhatikan oleh
peserta didik. Tenaga pendidik tidak dapat boleh memaksakan kehendaknya kepada
kepada subjek didik.

Menurut penulis, memang usaha untuk memperhatikan peserta didik berdasarkan


kekhasan yang dimilikinya merupakan usaha yang baik. Akan tetapi, yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana cara mengimplementasikan hal ini dalam pembelajaran?
Sebagai contoh, apa yang harus dilakukan terhadap anak didik yang tidak suka
pelajaran bahasa Indonesia saat materi bahasa Indonesia diajarkan oleh tenaga
pendidik? Apakah anak didik tersebut diminta oleh gurunya untuk keluar atau diam
saja? Pertanyaan seperti ini tampaknya sering dihadapi oleh peserta didik. Contoh lain
disebutkan, misalnya, anak didik memiliki berbagai gaya belajar. Ada anak didik yang
mudah belajar kalau hanya dengan berdiskusi bersama-teman-teman-teman sekelas,
ada anak didik yang mudah belajar hanya dengan mendengarkan apa yang
disampaikan oleh gurunya, ada anak didik yang mudah belajar dengan cara langsung
mempraktikkan, ada pula anak didik yang mudah belajar hanya dengan membaca
buku. Bagaimanakah gaya belajar yang bervariasi ini dapat diatasi oleh pendidik dalam
suatu proses pembelajaran? Hal seperti ini tampaknya perlu untuk dikaji secara
spesifik.

3.2 Dimensi Kesosialan

Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi sosialitas. Artinya, mereka dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul ini, setiap orang
ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga penjara
merupakan hukuman yang paling berat dirasakan oleh setiap manusia karena dengan
diasingkan di dalam penjara berarti diputuskannya dorongan bergaul itu secara mutlak.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 2


3.3 Dimensi Kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat, orang tidak cukup hanya dengan berbuat
yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu terkandung kejahatan
terselubung. Oleh karena itu, pengertian susila berkembang sehingga memiliki
perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan
sering digunakan istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan
kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang lain dan dikatakan tidak beretika
dan tidak bermoral, sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak beretiket. Jika etika
dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran etiket hanya
mengakibatkan ketidaksenangan orang lain.

Susila sebenarnya mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu


berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai yang dimaksud dapat berupa nilai otonom,
nilai heteronom, nilai keagamaan.

Dalam kenyataan hidup, ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu kesadaran
dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Dalam
pelaksanaannya, keduanya harus dulaksanakan secara sinkron.

3.4 Dimensi Keber ‘agama’ an

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan


manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat
bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan
bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama
melalui proses pendidikan manusia. Pemerintah dengan berlandaskan pada GBHN
memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai
dengan perguruan tinggi.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 3


1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil
membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan banyak
kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Kesamaan secara biologis ini
misalnya adanya kesamaan bentuk (misalnya kera), bertulang belakang seperti
manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan
menyusui anak, pemakan segalanya, dan adanya persamaan metabolisme dengan
manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu zoon
politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia
sebagai das kranke tieri (hewan yang sakit) (Drijakara, 1962:138).

Kenyataan dalam pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira
bahwa manusia dan hewan hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan
yang melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena
perubahan temperatur lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa
pendidikan, orang hutan, misalnya, dapat dijadikan manusia. Upaya manusia untuk
mendapatkan keterangan bahwa hewan tidak identik dengan manusia telah ditemukan.
Charles Darwin dengan teori evolusinya telah berjuang untuk menemukan bahwa
manusia berasal dari kera, tetapi temuannya ini ternyata gagal. Ada misteri yang
dianggap menjembatani proses perubahan dari kera ke manusia yang tidak sanggup
diungkapkan yang disebut the missing link, yaitu suatu mata rantai yang putus. Ada
suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan. Jelasnya tidak ditemukan bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primata atau kera
melalui proses evolusi yang bersifat gradual.

2. Wujud Sifat Hakikat Manusia

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 4


Ada beberapa wujud sifat hakikat manusia yang yang tidak dimiliki oleh hewan. Wujud
sifat hakikat manusia ini dikemukakan oleh paham eksistensialisme dengan maksud
menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu:

1. Kemampuan Menyadari Diri

Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan itu,
manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas. Hal ini menyebabkan
manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain (ia, mereka) dan
dengan yang bukan aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan bukan hanya
membedakan. Lebih dari itu manusia dapat membuat jarak dengan lingkungannya, baik
yang berupa pribadi maupun nonpribadi. Kemampuan membuat jarak dengan
lingkungannya berarah ganda. Kedua arah yang terdapat dalam bagan di atas di
dalam pendidikan perlu untuk dikembangkan secara berimbang. Pengembangan arah
keluar merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan pengembangan arah ke
dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.

Yang lebih istimewa adalah manusia dikaruniai kemampuan untuk membuat jarak
dengan dirinya sendiri. Sungguh merupakan suatu anugerah yang luar biasa yang
menempatkan posisi manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk
menyempurnakan diri. Si aku seolah-olah keluar dari dirinya dengan berperan sebagai
subjek kemudian memandang dirinya sendiri sebagai objek untuk melihat kelebihan-
kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Pada
saat demikian, seorang aku dapat berperan ganda yaitu sebagai subjek dan sekaligus
sebagai objek. Hal inilah yang disebut dengan pendidikan diri sendiri atau oleh
Langeveld disebut self forming.

2. Kemampuan Bereksistensi Diri

Selain memiliki kemampuan menyadari diri, manusia juga memiliki kemampuan


bereksistensi. Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menerobos dan
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan
saja yang berkaitan dengan ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan kata lain,
manusia tidak terbelenggu dengan tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini
(sekarang), tetapi dapat menembus ke sana, ke masa depan, atau ke masa lampau.
Adanya kemampuan bereksistensi yang dimiliki oleh manusia tentu saja terdapat unsur
kebebasan pada manusia. Jadi, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti hewan di
dalam kandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun, melainkan “meng-ada” di muka
bumi (Drijarkara, 1962:61-63). Jika seandainya pada diri manusia itu tidak terdapat
kebebasan atau kemampuan bereksistensi, manusia tidak lebih dari hanya sekedar
esensi belaka, artinya ada hanya sekedar “ber-ada” dan tidak pernah “meng-ada” atau
“bereksistensi”. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta
didik perlu diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi suatu
keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu, serta
mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak kanak-kanak.

3. Pemilikan Kata Hati

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 5


Kata hati (conscience of man) juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati,
suara hati, pelita hati, dsb. Conscience bermakna pengertian yang ikut serta atau
pengertian yang mengikut perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai
tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga
akibatnya bagi manusia sebagai manusia. Pelita hati atau hati nurani menunjukkan
bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang memberikan
penerangan tentang baik buruk perbuatannya sebagai manusia. Orang yang tidak
memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang baik dan
benar, buruk dan salah, ataupun kemampuan dalam mengambil keputusan tersebut
hanya dari sudut pandang tertentu (misalnya sudut kepentingan diri) dikatakan bahwa
kata hatinya tidak cukup tajam. Jadi, kriteria baik-benar, buruk-salah harus dikaitkan
dengan baik-benar atau buruk-salah bagi manusia sebagai manusia. Dapat disimpulkan
bahwa kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik-benar dan
yang buruk-salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral
(perbuatan), kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan. Usaha untuk
mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam disebut pendidikan kata
hati (gewetan forming). Realisasinya dapat ditempuh dengan elatih akal kecerdasan
dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang
didasari oleh kata hati yang tajam.

4. Moral

Moral merupakan suatu perbuatan yang menyertai kata hati. Dengan kata lain, moral
adalah perbuatan itu sendiri. Kadangkala antara moral dan hati masih terdapat jarak.
Artinya, seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum tentu perbuatannya
itu merupakan realisasi dari kata hatinya sendiri. Berarti dalam hal ini diperlukan
kemauan untuk menjembatani jarak di antara keduanya. Yang dimaksud dengan
kemauan adalah kemauan yang sesuai dengan kodrat manusia. Dari uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam adalah moral
yang benar-benar baik bagi manusia. Sebaliknya, moral yang yang tidak sinkron
dengan kata hati yang tajam disebut dengan moral yang buruk sehingga orang yang
melakukan moral yang buruk ini disebut orang yang tak bermoral. Moral disebut juga
dengan etika. Selain etika, juga terdapat kata yang pengertiannya sering disamakan
oleh orang, yaitu etiket. Sebenarnya, antara etika dan etiket tidakla sama. etika tidak
hanya berkaitan dengan perbuatan yang baik/benar, tetapi juga salah/buruk, sedangkan
etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun. Dengan demikian, berdasarkan
perbedaan pengertian antara etika dan etiket, dapat dikatakan bahwa orang yang
etiketnya tinggi (bersopan santun) bisa jadi moralnya rendah. Berkaitan dengan moral
ini, dalam suatu pembelajaran, peserta didik perlu diajarkan moral-moral-moral yang
baik. Jika ini tidak dilakukan, dunia pendidikan kita akan menghasilkan kaum intelektual
yang tak bermoral.

5. Kemampuan Bertanggung Jawab

Tanggung jawab berarti keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan sesuai
dengan tuntutan kodrat manusia dan bahwa hanya karena itu perbuatan itu dilakukan
sehingga sanksi apa pun yang dituntut oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-
norma agama diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dari uraian ini menjadi
jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik baik sebagai pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat.

6. Rasa Kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini sebenarnya ada dua hal yang saling
bertentangan yaitu rasa “bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia”.
Meskipun antara rasa “bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” ini
bertentangan, tetapi sebenarnya saling berkaitan. Memang merdeka adalah rasa
bebas, tetapi kebebasan tersebut tentu saja tidak bertentangan dengan kodrat manusia.
Orang tidak dapat berbuat bebas tanpa memperhatikan petunjuk dari kata hati. Jika hal
ini tetap dilakukan, kebebasannya itu disebut dengan kebebasan semu. Kebebasan
semu segera diburu oleh ikatan-ikatan yang berupa sanksi-sanksi yang justru

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 6


mengundang kegelisahan. Itulah sebabnya seorang pembunuh yang habis membunuh
berusaha mati-matian untuk menyembunyikan diri (rasa tidak merdeka). Di sini terlihat
bahwa kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.

7. Kebiasaan Melaksanakan Kewajiban Dan Menyadari Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut
sesuatu, tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut.
Selanjutnya kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Pada
dasarnya, hak itu adalah sesuatu yang kosong. Artinya, meskipun hak tentang sesuatu
itu ada, belum tentu seseorang mengetahui (misalnya hak memperoleh perlindungan
hukum). Walaupun sudah diketahui, belum tentu orang mau mempergunakannya. Hak
sering diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban
dipandang sebagai beban. Sebenarnya kewajiban bukan beban, melainkan suatu
keniscayaan (Drijarkara, 1978:24-27). Artinya, selama seseorang menyebut dirinya
manusia, kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya. Jika menolak, itu artinya ia
mengingkari kemanusiaannya. Akan tetapi, apabila kewajiban itu dilaksanakan, hal
tersebut tentu saja merupakan suatu keluhuran. Adanya keluhuran dari melaksanakan
kewajiban itu menjadi lebih jelas lagi apabila dipertentangkan dengan situasi yang
sebaliknya, yaitu mengingkari janji, melalaikan tugas, mengambil hak orang lain, dsb.
Implementasi dari perbuatan ini adalah orang akan merasa dikhianati, kecewa, dan
akhirnya tumbuh sikap tidak percaya. Kewajiban bukanlah suatu ikatan, melainkan
suatu keniscayaan. Sebagai suatu keniscayaan berarti apa yang diwajibkan menusia
menjadi tidak merdeka. Mau atau tidak harus menerima. Namun, terhadap keniscayaan
itu sendiri manusia bisa taat dan bisa juga melanggar. Ia boleh memilih dengan
konsekuensi jika taat, akan meningkat martabatnya sebagai manusia, dan jika
melanggar akan merosot martabatnya sebagai manusia. Berarti realisasi hak dan
kewajiban ini sifatnya relatif, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pemenuhan hak
dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan. Dalam hubungan ini
dapat dikatakan bahwa keadilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban. Karena
pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban dibatasi oleh situasi dan kondisi, hak asasi
manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi, atau harapan yang berfungsi untuk
memberi arah pada segenap usaha untuk menciptakan keadilan.

8. Kemampuan Menghayati Kebahagian

Hampir semua orang merasakan kebahagiaan. Pengertian kebahagiaan sebenarnya


tak mudah dijabarkan meskipun mudah dirasakan. Terdapat beberapa kata yang
bersinonim dengan kebahagiaan, misalnya senang dan gembira. sebagian orang
mungkin menganggap bahwa seseorang yang sedang mengalami rasa senang atau
gembira dikatakan sedang mengalami kebahagiaan. Sebagian lagi mengaanggap
bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari kebahagiaan sebab sifatnya lebih
permanen daripada perasaan senang yang sifatnya lebih temporer. Dengan kata lain,
kebahagian lebih merupakan integrasi atau rentetang dari sejumlah kesenangan. Malah
ada yang lebih jauh lagi berpendapat tidak cukup digambarkan sebagai himpunan dari
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja, tetapi lebih dari itu yaitu
merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan
sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses integrasi
dari semuanya itu menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut
“bahagia”. Peliknya persoalan mungkin juga karena kebahagian itu lebih dapat
dirasakan daripada dipikirkan. Pada saat orang menghayati kebahagiaan, aspek rasa
lebih berperan daripada aspek nalar. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kebahagiaan itu
sifatnya rasional padahal kebahgiaan yang tampaknya didominasi oleh perasaan itu
ternyata tidak demikian karena aspek kepribadian yang lain seperti akal pikiran juga ikut
berperan. Bukankan seseorang hanya mungkin menghayati kebahagiaan jika ia
mengerti tentang sesuatu yang menjadi objek rasa bahagianya itu. juga orang yang
sedang terganggu pikiran atau tidak beres kesadarannya tidak akan sanggup
menghayati kebahagiaan. Di sini jelas bahwa penghayatan terhadap kebahagiaan itu
juga didukung oleh aspek nalar dan aspek rasa. Berarti dapat disimpulkan bahwa
kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, pada
rangkaian prosesnya, ataupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 7


kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa dan mendudukkan
hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma-norma, dan
takdir. Menurut hemat penulis, konsep kebahagiaan seperti yang disebutkan ini
tampaknya dapat diterima. Kebahagiaan pada dasarnya akan dapat dirasakan
seseorang jika orang tersebut dapat mengahayati suatu objek yang membuat dia
bahagia. Objek ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada suatu hal baik yang dialami
oleh seseorang, tetapi juga pada suatu hal yang tidak baik. Sebagai contoh, sebuah
keluarga yang yang kemampuan ekonominya pas-pasan akan dapat merasakan
kebahagiaan jika ia menghayati kemiskinan yang dialaminya. Tidak sedikit orang yang
hidupnya miskin merasa tidak bahagia karena mereka tidak menghayati kebahagiaan
itu. Barangkali konsep “menghayati” ini sama dengan “bersyukur” jika dikaitkan dengan
agama. Selanjutnya apakah seseorang yang terlihat senang dapat dikategorikan
sebagai orang yang bahagia. Tampaknya pendapata ini tak dapat dibenarkan seratus
persen. Adakalanya orang yang terlihat senang sebenarnya tidak bahagia. Kesenangan
yang terlihat padanya hanya merupakan manipulasi terhadap orang lain. Ia barangkali
tidak ingin orang lain tahu bahwa dirinya menderita. Dengan demikian, untuk menutup
penderitaannya itu, ia memperlihatkan kepada orang lain bahwa dirinya senang. Di
atas telah disebutkan bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya
sendiri secara faktual, pada rangkaian prosesnya, ataupun pada perasaan yang
diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan
keheningan jiwa dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga
hal, yaitu usaha, norma-norma, dan takdir. Apakah yang dimaksud dengan usaha,
norma, dan takdir? Perhatikan bagan berikut ini.

Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi masalah hidup. Hidup
dengan menghadapi itulah realitas hidup. Oleh karena itu masalah hidup harus
dihadapi. Selanjutnya, usaha untuk mengatasi masalah hidup itu harus bertumpu pada
norma-norma yang berlaku dalam agama dan masyarakat. Artinya, jika masalah hidup
itu diatasi tanpa memperhatikan norma-norma, orang tersebut tentu tidak akan
mengalami hidup yang merdeka. Dengan demikian, jika orang tersebut tidak mengalami
hidup yang merdeka, tentu dapat dikatakan bahwa ia tidak bahagia. Setelah manusia
mengatasi masalah dengan norma-norma yang berlaku, hal terakhir yang dapat
dilakukannya adalah menerima takdir. Takdir merupakan rangkaian yang tak
terpisahkan dalam proses terjadinya kebahagiaan. Ia erat berkaitan dengan rangkaian
usaha. Berarti seseorang baru dapat dikatakan sudah takdirnya jika ia telah melalui dua
rangkaian yang disebutkan tadi, yaitu usaha dan norma. Salah jika ada orang yang
menempatkan takdir lebih dahulu daripada usaha. Memang sakit adalah takdir, tapi jika
orang tidak berusaha untuk mengatasi sakit tersebut, tentu kemungkinan besar sakitnya
tidak akan sembuh.

Berkaitan dengan wujud sifat hakikat manusia ini, sebenarnya menurut penulis masih
ada wujud sifat hakikat manusia yang lain yang tak dapat diabaikan, yaitu kemampuan
berbahasa. Hal ini pula yang membedakan antara manusia dan hewan (Hidayat, 2006:
24). Artinya adalah bahwa manusia adalah makhluk yang berbahasa, sedangkan
hewan tidak. Akan tetapi, pernyataan ini janganlah disamakan dengan ungkapan yang
sering muncul dalam masyarakat, yaitu bahasa binatang. Sebenarnya yang dimaksud
dengan manusia berbahasa, sedangkan hewan tidak adalah bahwa hewan tidak
memiliki karakteristik kebahasaan seperti yang dimiliki oleh manusia. Karakteristik
kebahasaan yang dimaksud, seperti unik, arbitrer, sistematis dan sistemis, simbol,
menggunakan kriteria pragmatik, berkaitan dengan bunyi-bunyi segmental,
mengandung kriteria semantis atau fungsi semantik tertentu, terbatas dan relatif tetap.

4. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia

a. Pengembangan yang utuh

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 8


Pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas
dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. b. Pengembangan
yang Tidak Utuh. Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia
akan terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia
yang terabaikan untuk ditangani.

D. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya

Pengertian sosok manusia Indonesia seutuhnya ini adalah perpaduan antara aspek
jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan,
keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, psikomotor (Tirta Raharja dan Sulo,
2006:25). Pengertian tentang sosok manusia Indonesia seutuhnya ini tampaknya
sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003:7).

Kesimpulan

Manusia sangat jelas berbeda dengan hewan. Hal ini dapat dilihat melalui wujud sifat
hakikat manusia, yaitu kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi,
kepemilikan kata hati, moral, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak,
kemampuan menghayati kebahagiaan, kemampuan berbahasa. Ditilik dari segi lain,
manusia ternyata memiliki dimensi-dimensi yang meliputi dimensi individual, sosial,
susila, dan agama. Dalam suatu proses pembelajaran, baik wujud sifat hakikat manusia
maupun dimensi-dimensi manusia yang telah dimiliki oleh setiap peserta didik perlu
dikembangkan. Tujuannya tentu saja agar mereka lebih tahu eksistensi mereka di atas
permukaan bumi ini dan agar mereka lebih tahu bahwa mereka adalah makhluk ciptaan
Allah yang pada hakikatnya berbeda dengan makhluk yang lain sehingga akan terlahir
manusia Indonesia seutuhnya seperti yang diinginkan masyarakat, bangsa, dan agama.

Daftar Bacaan Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences. Depok: Intuisi Press. Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa:
Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: Rosdakarya. Tirtaraharja,
Umar dan L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, 2003.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 9


HAKEKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

Filed under: Pengantar Ilmu Pendidikan — 5 Komentar


September 19, 2008

HAKEKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

Alasan mempelajari hakikat manusia adalah untuk mengetahui gambaran yang


jelas dan benar tentang manusia agar dapat memberi arah yang tepat kemana
peserta didik harus dibawa.

 SIFAT HAKEKAT MANUSIA

1. Pengertian dan Sifat Hakekat Manusia

Ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan

2. Pendidikan Bersifat Filosofis

Filosofis berarti berdasarkan pengetahuan dan penyelidian dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hokum, termasuk termasuk teori yang
mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan (berintikan logika, estetika, metafisika,
epistemology dan falsafah)

Untuk mendapatkan landasan pendidikan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang
bersifat mendasar, sistematis dan Universal tentang ciri hakiki manusia

3. Pendidikan Bersifat Normatif

Normatif berarti bersifat norma atau mempunyai tujuan/aturan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 10


Pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia
sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan.

 WUJUD SIFAT HAKEKAT MANUSIA

1. Kemampuan Menyadari Diri


Kemampuan Mengeksplorasi potensi yang ada, dan mengembangkannya kearah
kesempurnaan dan menyadarinya sebagai kekuatan
2. Kemampua Bereksistensi
Manusia bersifat aktif dan manusia dapat menjadi manejer terhadap lingkungannya
3. Pemilikan Kata Hati
Kemampuan membuat keputusan tentang baik/benar dengan yang buruk/salah
bagi manusia
Cara meningkatkan : melatih akal/kecerdasan dan kepekaan emosi
4. Moral (etika)
Perbuatan yang dilakukan/nilai-nilai kemanusiaan
Bermoral sesuai dengan kata hati yang baik bagi manusia, dan sebaliknya
Etiket hanya sekedar kemampuan bersikap/mengenai sopan santun
5. Kemampuan Bertanggung Jawab
Suatu perbuatan harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia
6. Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)
Kebebasan yang terikat(bertanggung jawab)
Tugasn pendidikan membuat pesreta didik merasa merdeka dalam menjalankan
tuntutan kodrat manusia.
7. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak
Dapat ditempuh dengan pendidikan disiplin:

 Disiplin Rasional -> dilanggar -> rasa Salah


 Disiplin Afektif -> dilanggar -> rasa Gelisah
 Disiplin Sosial -> dilanggar -> rasa Malu
 Disiplin Agama -> dilanggar -> rasa Berdosa

8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan


Kesanggupan menghayati kebahagiaan berkaitan dengan 3 hal : Usaha, norma-norma,
dan Takdir.

PENGEMBANGAN DIMENSI HAKEKAT MANUSIA

1. Pengembangan yang utuh


a. Aspek jasmani dan rohani

 Aspek Jasmani : fisik


 Aspek Rohani : Pandai, wawasan Luas, Pendirian teguh, tenggang rasa,
dinamis, keratif

b. Dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman


c. Aspek kognitif, afektif dan psikomotorik

 Kognitif : mengamati, melihat, berfikir, mempertimbangkan, menduga, menilai,


dsb.
 Afektif : perasaan
 Psikomotorik :Reaksi psikologis yang di tunjukkan dengan tindakan

1. Pengembangan yang tidak utuh


a. Terabaikannya dimensi hakekat manusia

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 11


b. Terbentuknya kepribadian yang pincang & tidak mantap (pengambangan
yang patologis)

hakekat manusia dan pengembangannya

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sasaran pendidikan adalah manusia, oleh karena itu seorang pendidik haruslah
memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Manusia adalah
mahluk Tuhan yang paling sempurna yang memiliki ciri khas yang secara prinsipiil
bereda dari hewan.
Ciri khas manusia yang membedakan dengan hewan ialah hakikat manusia. Disebut
hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki manusia dan tidak
dimiliki hewan.
Dengan pemahaman yang jelas tentang hakikat manusia maka seorang pendidik
diharapan dapat membuat peta karakteristik manusia, sebagai acuan baginya dalam
bersikap, menyusun strategi, metode, dan teknik.

Untuk mencapai pengetahuan hakikat manusia tersebut maka akan dikemukakan


materi yang meliputi : arti dan wujud sifat hakikat manusia, dimensi dimensinya,
pengembangan dimensi tersebut dan sosok manusia Indonesia seutuhnya.

B. BATASAN MASALAH

1. Menjelaskan pengertian dari hakikat manusia dan pengembangannya.

2. Membahas dan menguraikan tentang hakikat manusia dan pengembangannya.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud sifat hakikat manusia?


2. Apa saja yang terkait dalam dimensi hakikat manusia?
3. Bagaimana mengembangkan dimensi hakikat manusia?
4. Bagainakah gambaran sosok manusisa seutuhnya?

D. TUJUAN

1. Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pengantar pendidikan
D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 12
2. Untuk mengenal lenih dalam tentang sifat hakikat manusia
3. Untuk memhami dimensi-dimensi hakikat manusia
4. Untuk memahami bagaimana pengembangan dimensi hakikat manusia
5. Untuk mengenal sosok manusia seutuhnya

BAB 2

LANDASAN TEORI/ TINJAUAN PERPUS

A. PENGERTIAN HAKEKAT

Hakekat itu artinya dasar, pada hakekatnya manusia itu berpendidikan, jika seorang
manusia itu tidak berpendidikan berarti ia buka seorang manusia.

B. PENGERTIAN PENGEMBANGAN

C. PENGERTIAN HAKEKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi
bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia
dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Beberapa
filosof seperti Socrates menamakan manusia itu Zoon Politicon (hewan yang
bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier
(hewan yang sakit) yang selalu gelisah dan bermasalah.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 13


BAB 3

PEMBAHASAN

A. WUJUD SIFAT HAKEKAT MANUSIA

1) KEMAMPUAN MENYADARI DIRI

Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Manusia menyadari bahwa
dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia
dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain (ia, mereka) dan dengan non-aku
(lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan, lebih dari itu
manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya, baik berupa pribadi
maupun nonpribadi/benda.
Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, yaitu arah keluar
dan ke dalam.
Dengan arah keluar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek,
selanjutnya aku memanipulasi ke dalam lingkunganu memenuhi kebutuhan aku.
Puncak aktivitas yang mengarah keluar ini dapat dipandang sebagai gejala egoisme.
Dengan arah ke dalam, aku memberi status kepada lingkungan (dalam hal ini kamu, dia
mereka) sebagai subjek yang berhadapan dengan aku sebagai objek, yang isinya
adalah pengabdian, pengorbanan, tenggang rasa, dan sebagainya. Dengan kata lain
aku keluar dari dirinya dan menempatkan aku pada diri orang lain. Di dalam proses
pendidikan, kecenderungan dua arah tersebut perlu dikembangkan secara berimbang.
Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan
pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.
Yang lebih istimewa ialah bahwa manusia dikaruniai kemampuan untuk membuat jarak
(distansi) diri dengan akunya sendiri.

2) KEMAMPUAN BEREKSISTENSI

Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menempatkan diri dan menerobos.


Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada manusia
terdapat unsur kebebasan .Dengan kata lain,adanya manusia bukan”berada”seperti
hewan dan tumbuh-tumbuhan,melainkan “meng-ada”di muka bumi(drijarkra,1962:61-
63).Jika seandainya pada diri manusia ini tidak terdapat kebebasan,maka manusia itu
tidak lebih dari hanya sekedar “esensi” belaka,artinya ada hanya sekedar “ber-ada”dan
tidak prnah “meng-ada” atau “ber-eksistensi”.Adanya kemampuan bereksistensi inilah
pula yang membedakan manusia sebagai mahkluk human dari hewan selaku mahkluk
infra human,dimana hewan menjadi orderdil dari lingkungan ,sedangkan manusia
menjadi manajer terhadap lingkungannya.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 14


3) KATA HATI ( CONSCIENCE OF MAN )

Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk
hati, suara hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah pengertian yang ikut serta
atau pengertian yang mengikut perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai
tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya. Jadi pelita hati atau
hati nurani menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia
yang memberi penerangan tentang baik buruknya perbuatannya sebagai manusia.
Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan
tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah ataupun kemampuan dalam mengambil
keputusan tersebut hanya dari sudut pandangan tertentu (misalnya sudut kepentingan
diri), dikatakan bahwa kata hatinya tidak cukup tajam. Jadi, kriteria baik/benar dan
buruk/salah harus dikaitkan dengan baik/benar dan buruk/salah bagi manusia sebagai
manusia. Drijarkara menyebutnya dengan baik yang integral.
Orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu menganalisis dan mampu
membedakan yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi manusia sebagai
manusia disebut tajam kata hatinya.
Dapat disimpulkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan membuat keputusan tentang
yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan
dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan’. Usaha
untuk mengubah kata hati (gewetan ferming).

4) MORAL

Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka
yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah perbuatan itu
sendiri.
Disini tampak bahwa masih ad jarak antara kata hati dengan moral. Artinya seseorang
yang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya merupakan
realisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang mengantarai keduanya
masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang
memiliki kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat). Itulah
sebabnya maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan,yang oleh
M. J. Langevied dinamakan de opvoedeling omzichzelfswil.
Etika biasanya dibedakan dari etiket. Jika moral (etika) menunjuk kepada perbuatan
yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikamanusiaan atau yang jahat, maka
etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun. Karena moral bertalian erat
dengan keputusan kata hati, yang dalam hal ini berarti bertalian erat dengan nilai-nilai,
maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai kemanusiaan.

5) TANGGUNG JAWAB

Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab,
merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung
jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab
kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri
sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang
mendalam. Bertanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan
norma-norma sosial. Bentuk tuntutannya berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan
masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti
menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa dan terkutuk.
Disini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral, dan tanggung jawab.
Kata hati memberi pedoman, moral melakukan, dan tanggung jawab merupakan
kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.
Dengan demikian, tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk
menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 15


6) RASA KEBEBASAN ( KEMERDEKAAN )

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang kelihatannya saling
bertentangan yaitu ‘rasa bebas’ dan ‘sesuai dengan tuntutan kodrat manusia’ yang
berarti ada ikatan.
Kemerdekaan dalam arti yang sebenanrya memang berlangsung dalam keterikatan.
Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa merdeka tidak sama dengan berbuat bebas
tanpa ikatan. Perbuatan bebas membabibuta tanpa memperhatikan petunjuk kata hati,
sebenarnya hanya merupakan kebebasan semu. Sebab hanya kelihatannya bebas,
tetapi sebenarnya justru tidak bebas, karena perbuatan seperti itu segera disusul
dengan sanksi-sanksinya. Di sini terlihat bahwa kemerdekaan berkaitan erat dengan
kata hati dan moral. Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap
perbuatannya (moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya yaitu
kata hati yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Implikasi pedagogisnya adalah
sama dengan pendidikan moral yaitu mengusahakan agar peserta didik dibiasakan
menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan ke dalam dirinya, sehingga dirasakan
sebagai miliknya. Dengan demikian aturan-aturan itu tidak lagi dirasakan sebagai
sesuatu yang merintangi gerak hidupnya.

7) KEWAJIBAN DAN HAK

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dan
manusia sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain.
Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesutu
maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Sebaliknya
kewajiban ada oleh karena ada pihak yang harus dipenuhi haknya. Pada dasarnya, hak
itu adalah sesuatu yang masih kosong. Sedangkan kewajiban dipandang sebagi
sesuatu beban. Ternyata bukan beban melainkan keniscayan artinya, selama
seseorang menyebut dirinya manusia dan mau dipandang sebagai manusia,maka
kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya. Sebab jika mengelakkannya maka ia
berarti mengingkari kemanusiannya (yaitu sebagai kenyataan makhluk sosial). Karena
itu seseorang yang semakin menyatu dengan kewajiban, nilai, maka martabat
kemanusiaannya semakin tinggi di mata masyarakat. Dengan kata lain, melaksanakan
kewajiban itu adalah suatu keluhuran.
Wajib bukanlah ikatan, melainkan suatu keniscayaan. Karena wajib adalah
keniscayaan, maka terhadap apa yang diwajibkan manusia menjadi tidak merdeka.
Mau atau tidak harus menerimanya. Tetapi terhadap keniscayaan itu sendiri manusia
bisa taat dan bisa juga melanggar.
Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan.
Dalam hubungan ini mungkin dapat dikatakan bahwa keadilan terwujud bila hak
sejalan dengan kewajiban. Karena pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban
dibatasi oleh situasi dan kondisi, yang berarti tidak seluruh hak dapat dipenuhi dan tidak
segenap kewajiban dapat sepenuhnya dilakukan.
Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir dengan
sendirinya, tetapi bertumbuh melalui suatu proses. Usaha menumbuhkembangkan rasa
wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh melalui pendidikan
disiplin.

8) KEMAMPUAN MENGHAYATI KEBAHAGIAAN

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan
hidup yang disebut kebahagiaan ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak
sulit untuk dirasakan. Dapat diduga, bahwa hampir setiap orang pernah mengalami
rasa bahagia.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 16


Sebagian lagi menganggap bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari
kebahagiaan, sebab kebahagiaan sifatnya lebih permanen dari pada perasaan senang
yang sifatnya lebih temporer. Dengan kata lain, kebahagiaan lebih merupakan integrasi
atau rentetan dari sejumlah kesenangan. Proses integrasi dari kesemuanya yang
menyenangkan maupun yang pahit menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup
yang disebut bahagia.
Kebahagiaan itu lebih dapat dirasakan daripada dipikirkan. Pada saat orang
menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar. Oleh karena
itu dikatakan bahwa kebahagiaan itu sifatnya irasional. Padahal kebahagiaan yang
tampaknya didominasi oleh perasaan itu ternyata tidak demikian, karena aspek-aspek
kepribadian yang lain seperti akal pikiran juga ikut berperan.
Dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua
hal yang dapat dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan
menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan
mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mencapai kebahagiaan, utamanya
pendidikan keagamaan.
Manusia yang menghayati kebahagian adalah pribadi manusia dengan
segenapkeadaan dan kemampuannya.Manusai menghayati kebahagaian apabila
jiwanya bersih dan stabil,jujur,bertanggung jawab,mempunyai pandangan hidup dan
keyakinan hidup yang kukuh dan bertekad untuk merealisasikan dengan cara yang
realistis(menurut pandangan Max scheler (drijarkara,1978:137-140).

B. DIMENSI-DIMENSI HAKEKAT MANUSIA SERTA POTENSI KEUNIKAN DAN


DINAMIKANYA

1. DIMENSI KEINDIVIDUALAN

Lysen mengartikan individu sebagai “ orang seorang ”, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). (Lysen, individu dan masyarakat:4)
Manusia sebagai makhluk individu mempunyai jiwa dan raga yang dalam
perkembangannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua unsur itu merupakan
monodualis, yang selalu berkembang kearah yang lebih baik dan lebih sempurna.
Dalam memberikan pendidikan kepada individu hendaklah para pendidik
memperhatikan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap anak manusia
yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau
menjadi dirinya sendiri. Seorang pakar pendidikan tersohor ditanah belanda, M.J.
Langeveld bahwa setiap orang memiliki individualitas. (M.J. Langeveld, 1955:54)
Pada abad ke-18 dan 19 aliran Rasionalisme masuk ke sekolah. Aliran ini berpendapat
“hendaklah para peserta didik disuruh menghafal sebanyak-banyaknya”. Dengan kata
lain, pengetahuan memberikan kepuasan dan kebehagian hidup, dengan semboyan
knowledge is power. Pendidikan yang diberikan kepada peserta didik hendaklah
seimbang antara aspek Kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik,
Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong
bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola
pendidikan yang bersifat otoriter serta patologis yang akan menghambat pendidikan.
Tugas pendidik hanya menunjukkan jalan dan mendorong subyek didik bagaimana cara
memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada prinsip “
ing ngarso sungtulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Tujuan utama
pendidikan adalah membantu peserta didik membentuk kepribadiannya, atau
menemukan kediriannya sendiri

2. DIMENSI KESOSIALAN

Menurut M.J. Langeveld (1955) sifat hakikat manusia adalah makhluk social,
individualitas, dan moralitas. Sifat sosialitas menjadi dasar dan tujuan dari kehidupan
manusia yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap anak dan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 17


kelompoknya. Setiap anak pasti terlibat dalam kehidupan social pada setiap waktu,
yang dimaksud dengan interaksi social adalah suatu hubungan antara dua atau lebih
individu manusia dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah,
atau memperbaiki tingkah laku yang lain.
Sebagai makhluk social, mereka saling membutuhkan, saling membantu, dan saling
melengkapi. Manusia akan selalu berinteraksi dengan manusia lain untuk mencapai
tujuan hidupnya, dan interaksi tersebut merupakan wadah untuk pertumbuhan dan
perkembangan kepribadiannya.
Dalam hal ini, tugas pendidikan ialah mengembangkan semua potensi social sehingga
manusia sebagai makhluk social mampu berperan, dan mampu menyesuaikan diri
dengan masyarakat. Diharapakan melalui pendidikan manusia dapat mengembangkan
secara seimbang aspek individual dan aspek sosialnya.
Ahli pendidikan membagi kebutuhan manusia sebagai berikiut:
Maslow mengelompokkan kebutuhan bergantung pada pemuasannya dan mempunyai
tingkatan makna yang tidak sama, dan memiliki hierarki tertentu. Hirarki kebutuhan
menurut Maslow:
a. Kebutuhan estetis
b. Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti
c. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
d. Kebutuhan memperolah penghargaan orang lain
e. Kebutuhan mendapatkan kasih sayang dan memiliki
f. Kebutuhan rasa aman
g. Kebutuhan fisiologis

3. DIMENSI KESUSILAAN
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas
jika didalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung.
Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti
menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah
yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan)
dan etika (persoalan kebaikan). Orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang
lain dan dikatakan tidak beretika atau tidak bermoral. Sedangkan tidak sopan diartikan
sebagai tidak beretiket. Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan,
sedangkan pelanggaran etiket hanya mengakibatkan ketidak senangangan orang lain.
Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila,
serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai,
menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai
merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna
kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan
pedoman dalam hidup. Dilihat asal dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga
macam, yaitu nilai otonom yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat
seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok), dan
nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan).

4. DIMENSI KEAGAMAAN

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas
jika didalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung.
Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti
menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah
yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan)
dan etika (persoalan kebaikan). Orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 18


lain dan dikatakan tidak beretika atau tidak bermoral. Sedangkan tidak sopan diartikan
sebagai tidak beretiket. Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan,
sedangkan pelanggaran etiket hanya mengakibatkan ketidak senangangan orang lain.
Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila,
serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai,
menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai
merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna
kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan
pedoman dalam hidup. Dilihat asal dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga
macam, yaitu nilai otonom yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat
seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok), dan
nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan).

C. PENGEMBANGAN DIMENSI HAKEKAT MANUSIA


pendidikan adalah manusia, artinya bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia
menjadi tugas pendidik.Ketika terlahir ke dunia manusia telah dikaruniai oleh Tuhan
dimensi manusia dalam wujud potensi, namun belum teraktualisasi menjadi wujud
kenyataan atau aktualisasi.Dan dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat
rentang-rentang proses yang mengundang pendidikan untuk berperan.
Meskipun pada dasarnya pendidikasn itu baik tetapi dalam pelaksanaan mungkin saja
terjadi kesalahan–kesalahan yang secara lazimnya disebut salah didik. Hal itu bisa
terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari kelemahan-
kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang terjadi:

1) PENGEMBANGAN YANG UTUH

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas
pendidikan yang disediakan untuk memberi pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud
dimensi dan arahnya.

a) Dari Wujud Dimensinya


Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor,. Pengembangan aspek jasmaniyah dan rohaniah dikatakan utuh jika
keduanya mendapat pelayanan secara seimbang.
Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak
terjadi pengabaian terhadap salah satunya.

b) Dari Arah Pengembangan


Keutuhan pengembangan dimensi hakikatb manusia dapat diarahkan kepada
pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan
secara terpadu.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan
sebagai pembinaaqn terpadu terhadap dimensi hakikat manusi sehingga dapat tumbuh
dan berkembang secara selaras. Perkembangan dimaksud mencakup yaqng bersifat
horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang
menciptakn ketinggian martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas
membentuk manusia yang utuh.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 19


2) PENGEMBANGAN YANG TIDAK UTUH
Pengembangan yang tidak utuh terhadap terhadap dimensi hakikat manusia akan
terjadi di dalam proses pengembangan ada unsur dimensi hakikat manusia yang
terabaikan untuk ditngani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan
dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain
kognitif. Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku yang terabaikan
penangannya.

D. SOSOK MANUSIA YANG SEUTUHNYA

Sosok manusia seutuhnya berarti bahwa pembangunn itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, kesehatan, ataupun kepuasan batiniah
seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengelurkan pendapat yang bertanggung jawab
melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan diantara keduanya sekaligus
batiniah.selanjutnya juga diartikan bahwa pembanguinan itu merata diseluiruh tanah air
bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjutnya juga diartikan
keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya , antara sesama manusia, antara
manusia dengan lingkungan sekitarnya, keselerasian antar bangsa-bangsa dan juga
keselarasan antara cita-cita hidup didunia dengan kebahagiaan di akhirat.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 20


BAB 4
KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap pengembangan


dimensinya hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang
khas tersebut dapat membedakan secara principal antara hewan dengan manusia.
Meskipun dari segi biologisnya masih banyak kemiripannya.
Adanya sifat hakikat tersebut dapat memberikan tempat kedudukan pada manusia
sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada hewan dan sekaligus dapat
menguasai hewan.
Salah satu sifat hakikat yang istimewa adalah adanya kemampuan menghayati
kebahagiaan pada manusia, dan semua sifat hakikat manusia tersebut dapat dan harus
ditumbuhkembangkan melalui pendidikan.
Berkat adanya pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan
secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh dan sempurna.

PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA

Hakekat manusia adalah sebagai berikut :


i. Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
j. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
k. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur
dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
l. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
m.Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih
baik untuk ditempati
n. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
o. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung
kemungkinan baik dan jahat.
p. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya
tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

2. PSIKOLOGI DAN HUKUM PERKEMBANGAN ANAK (MANUSIA)


Psikologi adalah suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari sikap, tingkah laku atau
aktivitas-aktivitas di mana sikap, tingkah laku, atau aktivitas-aktivitas itu sebagai
manifestasi hidup kejiwaan. Objek Psikologi adalah Jiwa.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 21


Bidang garapan Psikologi :
a. Psikologi Teoritis
1). Psikologi Umum
2). Psikologi Khusus
o Psikologi Perkembangan
o Psikologi Kepribadian dan Typologi
o Psikologi Sosial
o Psikologi Pendidikan
o Psikologi Abnormal

b. Psikologi Praktis
1). Psikodiagnostik
2). Psikologi Klinis dan Bimbingan Psikologis
3). Psikologi Perusahaan
4). Psikologi Pendidikan

Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk irnitasi yang


berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan manusia adalah keturunan, lingkungan, dan manusia itu
sendiri.
Fase-fase perkembangan menurut beberapa ahli psikologi :

a. Menurut Aristoteles
1). 0,0-7,0 : masa anak kecil
2). 7,0-14,0 : masa anak
3). 14,0-21,0 : masa remaja

b. Menurut Mantessori
1). 0,0-7,0 : periode penemuan dan pengaturan dunia luar.
2). 7,0-12,0 : periode rencana abstrak
3). 12,0-18,0 : periode penemuan diri dan kepekaan sosial
4). 18,0- : periode pendidikan tinggi

c. Menurut Comenius
1). 0,0-6,0 : scola matema
2). 6,0-12,0 : scolavernatulata
3). 12,0-18,0 : scola latina
4). 18,0-24,0 : acodemia

d. Menurut J.J Rousseau


1) 0,0-2,0 : masa asuhan
2). 2,0-12,0 : masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera
3). 12,0-15,0 : masa pendidikan akal.
4). 15,0-20,0 : masa pembentukan watak dan pendidikan agama

e. Menurut Oswald Kroch


1). masa anak-anak
2). masa bersekolah
3). masa kematanga.

f. Menurut Elizabeth B. Hurlock


1). periode pre natal
2). masa oral
3). masa bayi
4). masa anak-anak

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 22


5). masa pubertas

Hukum tempo perkembangan menyatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo


perkembangan yang berbeda. Anak juga memiliki masa peka, yaitu suatu masa di
mana suatu organ atau unsur psikologis anak mengalami perkembangan yang sebaik-
baiknya.

Bagi seorang pendidik, mengetahui perkembangan anak diperlukan dalam membimbing


anak sesuai dengan perkembangannya.

3. PERUBAHAN TINGKAH LAKU AKIBAT BELAJAR


Pengertian belajar dapat disimpulkam sebagai berikut :
a. Dengan belajar itu belajar itu diharapkan tingkah laku seseorang akan berubah.
b. Dengan belajar pengetahuan dan kecakapan seseorang akan bertarnbah.
c. Perubahan tingkah laku dan penambahan pengetahuan ini di dapat lewat suatu
usaha.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar adalah :
a. Anak yang belajar meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
b. Faktor dari luar :
1). endogen :
a. fisiologis (kesehatan fisik dan indra)
b. psikologis :
- adanya rasa ingin tahu.dari siswa.
- kreatif, inovatif de akseleratif
- bermotivasi tinggi.
- adanya sifat kompetitif yang sehat
- kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, aktualisasi diri, kasih sayang
dan rasa memiliki.

2). eksogen :
c. instrumental (kurikulum, program, laboratorium)
d. lingkungan (sosial dan non sosial)
Pusat berlangsungnya pendidikan adalah :
a. Keluarga.
b. Sekolah.
c. Masyarakat.

Ciri-ciri keberhasilan pendidikan pada seseorang dapat terlihat pada :


a. Mengerti benar akan tugasnya dengan baik dan didorong oleh rasa tanggung
jawab yang kuat terhadap dirinya serta terhadap Tuhan.
b. Mampu mengadakan hubungan sosial dengan bekerja sama dengan orang lain.
c. Mampu menghadapi segala perubahan dunia karena salah satu ciri kehidupan
ialah perubahan.
d. Sadar akan dirinya dan harga dirinya sehingga tidak mudah memperjualbelikan
dirinya dan kreatif.
e. Peka terhadap nilai-nilai yang sifatnya rohaniah.
Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan tanpa sekaligus
meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi kepribadian adalah suatu kesatuan
psikofisik termasuk bakat, kecakapan, emosi, keyakinan, kebiasaan, menyatakan
dirinya dengan khas di dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Sedangkan peranan pendidik dalam pengembangan kepribadian adalah menjadi


jembatan penghubung atau media untuk mengaktualisasikan potensi psikofisik individu
dalam menyelesaikan diri dengan lingkungannya.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 23


LATAR BELAKANG

Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik


untuk menumbuhkembngkan potensi-potensi kemanusiannya. Manusia memiliki cirri khas yang
secara prinsipil berbeda dengan hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan
terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Diseut hakikat
sifat manusia karenasecara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat
pada hewan.

Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta tentang
karateristik manusia. Peta ini akan menjadi landasan serta memberikan acuan baginya dalam
bersikap, menyusun strategi, metode, dan tehnik, serta memilih pendekatan dan orentasidalam
merancangdan melaksanakan komunikasitransaksionaldi dalam transaksi edukatif. Peta ini juga
akan menjadi landasan karena adanya perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat
dewasa ini, lebih-lebih pada masa mendatang.

SIFAT HAKIKAT MANUSIA

Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal
ini menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah soal sekedar praktek melainkan
praktek yang berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri
sifatnya filosofis normatife. Filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh
diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal tentang hakikat
manusia.

1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia diartikan sebagai cirri-ciri karateristik yang


prinsipil yang membedakan manusia dan hewan.

2. Wujud Sifat Hakikat Manusia yaitu meliputi :

1. Kemampuan menyadari diri


2. Kemampuan bereksistensi
3. Pemilikan kata hati
4. Moral
5. Kemampuan bertanggung jawab
6. Rasa kebebasan
7. Kesediaan melakukan kewajiban dan menyadari hak
8. Kemampuan menghayati kebahagiaan

A.Kemampuan menyadari diri

Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adnya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya
memiliki cirri khas atau karateristik.

B.Kemampuan bereksistensi

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 24


Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan
dirinyasebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat
menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
Kemampuan menerobos ini bukan saja soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Kemampuan
menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi.

C.Kata hati

Kata hati atau conscieice of Man juga serung disebut dengan istilah hati nurani, lubuk
hati, pelita hati, dan sebagainya. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang ap yang
akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya. Bahkan mengerti juga akibatnya baik atau buruk
bagi manusia sebagai manusia.

D.Moral

Jika kata hati dikatakan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka
yang dimaksud dengan moral adlah perbuatan itu sendiri. Di sini masih tampak bahwa masih
ada jarak antar kata hati dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang
tajam belum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk
menjembatanijarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan yaitu
kemauan.

E.Tanggung jawab

Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab,
merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab ada
bermacam-macam, ada bertanggung jawab pada diri sendiri, masyarakat, dan kepada Tuhan.

F.Rasa kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai denagn
tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang kelihatannya saling
bertentangan yaitu “rasa bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang berarti ada
ikatan.

G.Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai mahluk sosial.Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak
untuk menuntut sesuatu maka tentu ada kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dahulu yang
pada saat itu belum di penuhi. Dalam relitas hidup sehari-hari umumnya hak diasosiasikan
dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban di pndang sebagai sesuatu beban.
Benarkah kewajiban menjadi beban bagi manusia ?. ternyata bukan beban melainkan suatu
keniscayaan. Artunya selama orang itu menyebut diriny manusia dan mau dipandang sebagai
manusia, maka kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya.

H.Kemampuan menghayati kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Ambillah missal
tentang sebutan senang, gembira, baahagia, dan sejumlah istilah lain yang mirip dengan itu.
Sebagian orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang sedangmengalami rasa senang
atau gembira itulah sedang mengalami kebahagiaan. Maka kita bisa menyimpulkan bahwa
kebahagiaan itu rupanya tdk terletak pada keadaannya sendiri secara factual atuapun pada
rangkaian prosesnya tetapi terletak pada kesanggupannya menghayati semua itu dengan
keheningan jiwa, dan menundukan suatu hal di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal yaitu :
usah, norma-norma dan takdir. Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi
masalah hidup. Selanjutnya usaha tersebut harus bertumpu ada norma-norma dan kaidah-

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 25


kaidah. Kemudian takdir merupakan rangkaian yang terpisah dalam proses terjadinya
kebahagiaan. Komponen takdir ini erat bertalian dengan komponen usaha.

PENGEMBANGAN MANUSIA

Seperti telah berulangkali dikatakan sasaran pendidikan adalah manusia sehingga


dengan sendirinya pengembangan manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah
dikarunia hakikatmanusia tetapi masih dalam potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud
kenyataan atau aktualisasi. Dari kondisi potensi menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan
proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam nenberikan jasanya. Meskipun
pendidikn pada dasarnya adalah baik tetapi dalam pelaksanaannya mungkin saja bisa terjadi
kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Sehubung dengan itu ada dua kemungkinan yang
bisa terjadi, yaitu :

1. Pengembangan yang utuh

Tingkat keutuhan perkembangan hakikat manusia dinentukan oleh dua factor


yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas
pendidikan yang disediakan untuk member pelayanan atas perkembangannya.

2. Pengembangan yang tidak utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi
di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi manusia yang terabaikan untuk
ditangani. Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang
pincang dan tdk mantap, dan yang semacam ini disebut pengembangan patologis.

A. Manusia berpendidikan

Manusia berpendidikan (educated man) banyak kali diartikan sebagai manusia


yang telah berkembang kemampuan intelektualnya karena pendidikan atau sekolah.
Ada yang mengatakan bahwa manusia itu adalah sejarah yang mempunyai masa lalu,
masa kini, dan cita-cita da masa depan. Oleh sebab itu manusia bukanlah suatu dictum
atau suatu titikyang telah menjadi dan telah sempurna, tetapi sesuati yang terus
manjadi.

Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu ?. Dari persepsi kita mengenai konsep
manusia,marilah kita lihat beberapa rumusan tujuan pendidikan dari berbagai pakar.

1. John Dewey, pakar pendidikan dari filosifi, merumuskan pendidikan secara


pragmatis ialah “education to promote growth”[1] yaitu proses pendidikan ialah suatu
proses untuk memperoleh kemampuan dan kebiasaan berpikir sebagai suatu
kegiatan yang inteligen atau yang ilmiah dalam memecahkan berbagai masalah di
dalam kehidupan. Denagan demikian tujuan pendidikan bukanlah untuk
mengumpulkan atau menguasai ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana menggunakan
ilmu pengetahuan itu untuk bertindak secera inteligen di dalam memecahkan
masalah-masalah kehidupan.

2. Whitehead,menekankan tujuan pendidikan itu di dalam kaitannya dengan kehidupan.


Dia mengatakan “there is only one subject matter fir education and that is life in all
mani festation”[2] yaitu penguasaan ilmu pengetahuan bukan bertujuan demi untuk
menguasai atau dimiliki secara verbalistis tetapi ditekankan kepada bagaimana
pemanfaatanny untuk kehidupan .

3. Bagi seoranga pakar yang religious seperti Jasques Maritain berpendapat bahwa
pengertian mengenai hakikat manusia akan melahirkan pengertian mangenai tujuan
pendidikan. Dan selanjutnya tujuan pendidikan itu akan mengarahkan kemampuan-
kemampuan di dalam diri peserta didik yang harus dikembangkan.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 26


Dari rumusan-rumusan Dewey, Whitehead, Maritain dapat disimpulkan bahwa
pendidikan bertujuan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, kebiasaan, ilmu
pengetahuan, tingkah laku, yang diperlukan di kehidupan nyata.

B. Manusia Berbudaya

Seorang yang disebut berbudaya adalah seorang yang menguasai dan


berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etis dan moral yang
hidup di dalam kebudayaan tersebut . Seseorang dapat saja berpendidikan luas dan
tinggi tetapi hidupnya tidak bermoral. Dalam hal ini orang tersebut berpendidikan tapi
tidak berbudaya.

Menurut peters, seorang terpelajar adalah seorang yang “knowledgeable”.


Seorang yang berpengetahuan luas (knowledgeable) belum tentu seorang yang
terpelajar oleh karena apa yang dilihatnyaperlu ditransformasikan dalam apa yang
diketahuinya mengenai keseluruhan kehidupan.

PENDIDIKAN INDONESIA

Pendidikan yabg baik bukanlah pendidikan yang menyamaratakan manusia


tetapi yang pertama-tama memberikan kesempatan kepada perkembangan manusia itu
yang utuh yang kemudian dilengkapi dengan pengembangan kemampuan khususnya.
Pendidikan umum atau juga berbentuk wajib belajar bagi semua warga Negara, barulah
merupakan dasar pertama dan utama bagi pengembangan seorang manusia yang
utuh. Rumusan pendidikan nasional antara lain :

1. Rumusan Ki Hajar Dewantara

Rumusan pendidikan yang dirumuskan oleh Ki hajar Dewantara di dalam


Taman Siswa dapat kita lihat dengan jelas tergambar dalam asas-asas Taman
Siswa yang di kenal dengan Pancadharma yaitu kodrat alam, kemerdekaan,
kebangsaan, kebudayaan, dan kemanusiaan.

2. Rumusan M.Safei

Muhammad Safei merumuskan tujuan pendidikan ialah menjadikan manusia


Indonesia yang memiliki seperangkat kelengkapan sikap sebagai berikut :

1. Sifat kemanusiaan setinggi mungkin


2. Aktivitas yang besar
3. Kecakapan dalam meniru asli dan meniru bebas
4. Kecakapan untuk menciptakan sesuatu yang baru
5. Rasa tanggung jawab terhadap keselamatan Negara
6. Keyakinan demokrasi dalam kawajiban dan hak
7. Jasmani yang sehat dan kuat
8. Keuletan yg besar
9. Ketajaman berpikir serta logis
10. Perasan peka dan halus

Sifat-sifat yang perlu dimiliki peserta didik tersebut ialah untuk menyiapkan
peserta didik memperoleh dua surge yaitu surge di dunia dan surge di akhirat.

Apabila kita simak konsep pemikiran kedua tokoh peletak dasar pendidikan
nasional, maka keduanya memiliki berbagai persamaan yang mendasar. Yang pertama
ialah tujuan pendidikan bukanlah semata-mata untuk mengembangkan kemampuan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 27


intelaktual. Kemampuan intelektual memang perlu tetapi bukan segala-galanya oleh
karena kemampuan intelektual yang telah dikembangkan tujuanny ialah untuk
meningkatkan taraf hidup peserta didik maupun masarakat. Yang kedua pendidikan
tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan yang terus berkembang
merupakan landasan pendidikan. Yang ketiga peranan pendidikan bukan hanya
sekedar penerima nilai-nilai kebudayaan tetapi juga sebagai unsur pengembang
kebudayaan. Dengan demikian kedua tokoh tersebut melihat pendidikan sebagai suatu
proses kehidupan yaitu untuk menolong diri sendiri dan meningkatkan martabat
masyarakat.

Membentuk Manusia Berpendidikan dan Berbudaya

Setelah kita jajagi berbagai konsep yang pernah hidup di dalam dunia pendidikan
nasional, maka dapat kita rumuskan bahwa manusia Indonesia yang berpendidikan adalah
sekaligus manusia yang berbudaya. Oleh sebab itu praksis pendidikan nasional haruslah
memenuhi berbagai criteria sebagai berikut :

1. Praksis pendidikan nasional harus dan perlu mengembangkan potensi intelektual


manusia Indonesia secara umum.
2. Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan potensi yang spesifik dari
individu sesuai dengan potensi kepribadiannya.
3. Pendidikan nasional harus dan perlu mengembangkan sikap sopan santun dalam
pergaulan bermasyarakat.
4. Praksis pendidikan di semua lembaga pendidikan ialahmengembangkan manusia
Indonesia yang bermoral dalam tingkah laku.
5. Praksis pendidikan di semua jenis dan jenjeng pendidikan harus dan perlu
mengembangkan rasa kebangsaan Indonesisa, rasa bangag menjadi orang
Indonesia yang berbudaya kebangsaan Indonesia.

. PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT

1. HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT


Banyak para ahil telah memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan
Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang
terorganisasi serta berfikir tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang
berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).

Dari pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa
masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang
berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena
itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak
terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya
sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang
terbang bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang
sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja

Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit
biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu
selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiology suatu masyarakat

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 28


dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi.
(F Znaniecki, 1950, p. 145),

Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki
tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu
suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam
lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh
karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi
berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi,
manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini
dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.

Parson menjelaskan bahwa suatu sistem sosial di mana semua fungsi prasyarat yang
bersumber dan dalam dirinya sendiri bertemu secara ajeg (tetap) disebut masyarakat.
Sistem sosial terdiri dari pluralitas prilaku-pnilaku perseorangan yang berinteraksi satu
sama lain dalam suatu lingkungan fsik. Jika masing masing individu ini berinteraksi
dalam waktu yang lama dari generasi ke generasi dan terjadi pada proses sosialisasi
pada generasi tersebut maka aspek ini akan menjadi aspek yang penting dalam sistem
sosial. Dalam berintegrasi dan bersosialisasi ini kelompok tersebut mempergunakan
kerangka acuan pendidikan.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69)


menyimpulkan bahwa masyarakat adalah (1) suatu kelompok orang yang berpikir
tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai
kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang
kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls tertentu, (2)
kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai turun
temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan, (3) suatu ke orang
yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota-
anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi.

Pendapat tersebut di atas tidak berbeda dengan pendapat Liton yang dikutip oleh Indan
Encang (1982, p.14) yang menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat
mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial
dengan batas-batas tartentu.

Pengertian masyarakat tersebut di atas merupakan pengertian yang sangat luas.


Penduduk Indonesia sebagai masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penduduk yang berpikir tentang dirinya sendiri sebagai suatu kelompok yang
berbeda dengan kelompok penduduk pada suatu masyarakat lain seperti
penduduk Singapura, kelompok Jawa, Sunda, Banjar, Maluku, Sasak merupakan
kelompok bagian dari penduduk Indonesia.
2. Penduduk Indonesia ini secara relatif mencukupi kebutuhan diri sendiri sebagai
suatu kelompok yaitu mencukupi kehidupannya dalam masyarakatnya terutama
dengan bercocok tanam yang ditopang dengan perindustrian.
3. Penduduk Indonesia telah ada sebagai kelompok sosial yang diakui pada periode
waktu yang lama sampai sekarang, yaitu sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945.
4. Mereka hidup dan bekerja dalam beribu-ribu pulau besar dan kecil yang terletak di
daerah geografis antara Samudera India dan Samudra Pasifik antara benua Asia
dan Australia.
5. Pengarahan anggota dari masyarakat Indonesia ini melalui unit-unit keluarga yang
kecil seperti kelompok-kelompok etnik dan keluarga merupakan kelompok yang
terkecil.
6. Sosialisasi anak-anak melalui sekolah terutama pada anak-anak umur empat atau
lima tahun sampai 18 tahun baik melalui sekolah negeri maupun swasta baik
melalui pendidikan formal maupun pendidikan non-formal.
7. Masyarakat Indonesia ini mengikat anggota-anggotanya melalui sistem yang
digeneralisasikan dan suatu kekerabatan. Sistem ini didasarkan pada prinsip-
prinsip demokrasi, dalam kehidupan sosial politik, kehidupan ekonomi dan
lapangan kehidupan yang lain. Ikatan yang paling kuat adalah adanya satu

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 29


pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan dasar hukum nasional
yang satu yaitu UUD 1945.
Pengertian individu :

Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang
tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai
kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu
yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab
dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.

Hubungan individu dan masyarakat secara umum :

Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono
Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah
ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10)
lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat
telah dibahas sejak Socrates guru Plato.

Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para
filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1)
masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang menentuk masyarakat, dan (3)
idividu dan masyarakat saling menentukan.

Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu


didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat
yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada
realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum
seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili
realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada
suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum dan
tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk jasmani dan
rohani, maka kita membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia yang manapun
dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu maka masyarakat itu merupakan suatu
realitas. Masyarakat memiliki realitas tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain
dan yang berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di
luar orang yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada
masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat
pada individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan
yang memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis
dan kolektivitis.

Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme


berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang
secara berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia
dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan dipandang
sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang bersifat holistis
ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste Comte
masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung
pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis
perkembangan akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang
dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan proses alam
yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal Oleh hukum
universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan pandangan
Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu
keseluruhan, individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan
keseluruhan.

Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme


suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang
berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 30


tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas
bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.

Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep


organisme muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma
(1979) sebagai berikut:
1. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.
2. Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial
(social body) maupun tubuh organisme hidup (living body) itu mengalami
pertambahan pula, dimana semakin besar suatu struktur sosial maka semakin
banyak pula bagian-bagiannya, seperti halnya dengan sistem biologis yang
menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar Binatang
yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagian yang
dapat dibedakan bila dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya
manusia.
3. Tiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organissme biologis maupun organisme
sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang
berbeda dengan tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur
dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga
sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik
atau alconomi.
4. Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu
bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di
dalam sistem secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu
pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi
keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan
satu sama lain.
5. Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro
yang dapat dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau
sistem pembuangan merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media,
seperti halnya sistem politik atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian
para ahli politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat
dipandang sebagai organisme hidup yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua
gejala sosial diterangkan berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur
pertumbuhan fisik tubuh manusla juga mcngatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai
individu tidak bebas dalam menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia
sebagai individu justru ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat
berdiri sendiri dan berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di
bawah kuasa hukum alam.

Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan


kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan individu
ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan
kolektif.

Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark,
Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak
mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas
yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.

Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara


komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk
mengatur kepentingan diari sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara
diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan, pakaian,
perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan lain kecuali yang
telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu seperti yang dimiliki orang-orang
atau keluarga di negara kita ini tidak ada.

Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu


paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan
kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 31


masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat
harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak
boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.

Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan


antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-
molekul. Oleh karena itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting
tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.

Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran
filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari
sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena
individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya
individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.

J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial" menjelaskan paham


liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan
merdeka, tetapi di mana-mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu
bebas (merdeka) dan hidup pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam
lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia.
Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara
kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas.
Tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang
yang kebetulan tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh
adanya suatu kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak
sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh
kebutuhan masing-masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja individu itu
hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat dtharapkan dari
masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya makin sedikit
kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan masyarakat.

Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi.
Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme
yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat,
sebaliknya paham individualisme. Totalisme mengabaikan peranan individu dalam
masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan peranan masyarakat
dalam kehidupan individu. Oleh karena itu kedua-duanya diliputi oleh kesalahan
detotalisme. Pabam individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai
segala-galanya di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak
ada yang ada hanya individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu
segala di luar masyarakat itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu
ada. Adanya individu itu terikat pada adanya masyarakat.

Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia
sendiri mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung
jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia
bermasyarakat. Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action.
Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak
terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan yang lain
menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa
telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan
menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai
manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai proses” dapat dipandang dari dua segi
yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan
satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang
membentuk, mendukung, menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu
yang kita sebut masyarakat. Kedua masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh
struktumya atas anggotanya. Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan
bahwa tanpa pengaruh ini manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita
perhatikan bagaimana jika pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa,
hukum, agama, keluarga, ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 32


itu semua manusia satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu
keadaan, di mana-mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh
kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya sendin.

Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan


usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu
dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan kesatuan-
kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus dipertahankan,
dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti oleh manusia. Mereka
adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang tergantung dari dia.
Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan sendiri, bertujuan untuk
memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab tanpa masyarakat tidak
ada hidup individual yang manusiawi. Jadi manusia sekaligus membentuk dan dibentuk
oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia
bebas memilih antara hidup sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus
hidup berbagai agar tidak hancur. Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu
ditentukannya dengan bebas. Tidak ada satu pola kebudayaan yang mutlak dan
universal. Jadi ada relasi timbal balik antara individu. Di satu pihak individu ikut
membentuk dan menegakkan masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak
masyarakat menghidupi individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.

Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan
kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia akan mampu
memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan
masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih
bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih
bermakna dan hidup serta bergairrah.

HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan
masyarakat itu dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau dari segi
individu saja (individualisme) dan ditinjau dari segi interaksi individu dan masyarakat.
Dengan memperhatikan tiga pandangan ini maka bagaimana hubungan individu dan
masyarakat di Indonesia? Profesor Supomo menyatakan bahwa hubungan antara
warga negana dan negara Indonesia adalah hubungan yang integral. Driyarkara SY
menyatakan bahwa hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan
yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
paham yang dianut untuk menggambarkan hubungan antara individu dan masyarakat di
Indonesia adalah paham integralisme.

Paham inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu


merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat
yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu integrasi. Menurut Dniyarkara SY
integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti sosiologis dan psikologis, sebab manusia
yang berada dalam integrasi itu merasa aman, tenang dan bahagia. Integrasi semacam
ini terdapat dalam masyanakat kecil maupun besar, seperti keluarga, desa dan negara.
Menurut peneitian J. H. Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p. 229-
230) terhadap masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger disimpuilcan
bahwa dalam masyarakat yang integral akan terlihat adanya unsur-unsur pokok
sebagai berikut: (1) keyakinan tentang adanya hubungan antara manusia dan dunia
yang tak terlihat, (2) hubungan antara manusia dengan tanah tumpah darah yang
sangat erat, (3) hubungan antara manusia dengan keluarga yang erat, (4) suatu bentuk
masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk masyarakatnya, (5)
kehidupan material yang layak karena orang mengerti bagaimana mencari kehidupan
itu.

Hubungan individu dan masyarakat dalam Indonesia merdeka seperti yang dimaksud
Prof. Supomo dapat diperhatikan dalam rumusan Proklamasi Kemerdekaan RI,
Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN. Dalam Proklamasi dirumuskan: Kami bangsa
Indonesia dengan mi menyatakan kemerdekaannya. Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dalam

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 33


tempo yang sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia. Sukarno Hatta.
(Nugroho Notosusanto, 1983, p. 17). Penggunaan kata kami dan atas nama bangsa
Indonesia menunjukkan bahwa negara yang dikemer dekaan itu untuk semua warga
bangsa Indonesia, bukan untuk Sukarno maupun Hatta. Hal ini berarti bahwa
kemerdekaan untuk seluruh bangsa Indonesia diperjuangkan oleh masing-masing
warga bangsa Indonesia. Jadi individu dan masyarakat terinntegrasi untuk
memperjuangkan dan mempertahankan kemederkaan Indonesia. Dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea pertama dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Pada alinea kedua dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
telah mengantarkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Pada alinea yang ketiga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada alinea keempat dinyatakan bahwa
pemerintahan negara Indonesia yang dibentuk adalah untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kepentingan yang diperjuangkan
adalah masyarakat secara keseluruhan dan individu-individu sebagai warga bangsa
secara perseorangan.

Perhatian terhadap masyarakat dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal dalam
UUD 1945 seperti pasal 30 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara untuk
membela negara, pasal 31 yang mengatur hak dan kewajiban tentang pengajaran bagi
tiap-tiap warga negara dan pemerintah, pasal 33 yang mengatur tentang (1)
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan,
(2) cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara, (3) bumi dan air dan kekayaan-kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besamya kemakmuran rakyat, pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara. Dalam pasal 27 dijelaskan bahwa setiap warga negara
mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28
menyatakan tiap-tiap warga negara mempunyai kemerdekaan berserikat, berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
undang. Pasal 29 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik dan kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR. Jika pasal demi pasal tersebut di atas diperhatikan maka jelas
bahwa individu dan masyarakat diberi kewajiban dan hak dalam mengejar kehidupan
yang bahagia sejahtera.

Dalam Ketetapan MPR nomor II/MPR/l988 tentang tujuan pembangunan nasional


dijelaskan bahwa pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah
negara Kesatauan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram,
tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib dan damai.
Dan pemyataan ini dapat diketahui bahwa kepentingan individu dan kepentingan
bersama-sama mendapat perhatian dan diberi tempat yang sama dalam menciptakan
kehidupan yang bahagia sejahtera.
Berdasarkan ketetapan MPR NO. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dijelaskan tentang Pandangan Pancasila terhadap hubungan
individu dan masyarakat bahwa. kebahagian manusia akan tercapai jika dapat
dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dan
masyarakat. Hubungan sosial yang selarasdan serasi, selaras dan seimbang itu antara
individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh nilai-nilal yang terkandung
dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuan.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 34


Dan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini tidak
lain adalah pandangan Pancasila yang memandang hubungan individu dan masyarakat
itu secara serasi selaras dan seimbang dalam menciptakan manusia yang sejahtera
dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat.

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

HakikatManusia
Tuhan menciptakan. mahluk yang mengisi dunia fana ini atas berbagai jenis dan
tingkatkan. Dari berbagai jenis dan tingkat mahluk Tuhan tersebut manusia adalah
mahluk yang paling mulia dan memi¬liki berbagai kelebihan.
Keberadaan manusia apabila dibandingkan dengan mahluk lain (hewan), selain
memiliki insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk yang
memiliki beberapa kemampuan antara berfikir, rasa keindahan, perasaan batiniah,
harapan, menciptakan dan lain lain.
Sedangkan kemampuan hewan lebih bersifat instingtif dan kemampuan berfikir sangat
rendah untuk mencari makan, mempertahankan diri dan mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya.
Pada hakikatnya hewan tidak menyadari tugas hidupnya, dan ia melakukan sesuatu
atas dorongan dari dalam jiwanya. Dorongan itu merupakan perintah baginya yang
harus dilaksanakan apabila ia menemui rintangan dari luar, misalnya dihalang-halangi
oleh manusia atau hewan lain, dengan bermacam-macam usaha barulah ia melawan
instingnya.
Lain halnya manusia, selain mahluk instingtif manusia juga mampu berfikir (homo
sapiens) mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa
keindahan dan kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah mahluk moral dan
religius.
Dari penjelasan tentang perbedaan manusia dan hewan diatas, kemudian timbul
pertanyaan , ”apakah manusia itu ?”.
Beberapa pandangan tentang hakikat manusia disebutkan secara singkat sebagai
berikut:

Pandangan psikoanalitik
Tokoh psikoanalitik (Hansen, Stefic, Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif.
Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sudah
ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
Sigmund Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga
komponen yakni: ide, ego dan super ego. Masing-masing komponen tersebut
merupakan berbagai insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan
individu.
Dua insting yang paling penting adalah insting seksual dan insting agresi yang
menggerakkan manusia untuk hidup dengan prinsip pemuasan diri. Dengan demikian
fungsi ide adalah mendorong manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat
sepanjang hayat tetapi fungsi ide untuk menggerakkan tersebut ternyata tidak dapat
leluasa menjalankan fungsinya karena menghadapi lingkungan yang tidak dapat

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 35


diterobos begitu saja. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan yang tidak dapat
dilanggar begitu saja.
Lain halnya dengan ide maka fungsi ego adalah menjembatani tuntutan ide dengan
realitas dunia luar. Dia mengatur dan mengarahkan pemenuhan ide dalam memuaskan
instingnya selalu mempertimbangkan lingkungannya. Dengan demikian ego lebih
berfungsi kepribadian, sehingga perwujudan fungsi ide itu menjadi tidak tanpa arah.
Dalam perkembangan lebih lanjut, tingkah laku seeseorang tidak hanya ditentukan oleh
fungsi ide dan ego saja, melainkan juga fungsi yang ketiga yakni super ego.
Super ego tumbuh berkat interaksi antara individu dan lingkungannya yang terdiri dari
aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi , dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah
mengawasi agar tingkah laku seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral, adat
istiadat, yang telah meresap pada diri seseorang. Dengan demikian super ego memiliki
fungsi control dari dalam diri individu.
Demikianlah bahwa kepribadian seseorang berpusat pada interkasi antara ide, ego dan
super ego menduduki peranan perantara antara ide dengan lingkungan dan antara ego
dengan super ego. Sedangkan peranan ego dalam menjembatani ide dengan super
ego dapat dilihat dalam kaitannya dengan kecenderungan seseorang untuk berada
pada dua ekstrem.
Seseorang yang didominasi idenya tingkah lakunya impulsive, dan seseorang yang
didominasi super egonya cenderung berperilaku moralistik.
Dari pandangan yang tradisional di atas berkembanglah paham baru yang disebut
neoanalitik. Paham ini berpendapat bahwa manusia tidak seperti binatang yang
digerakkan oleh tenaga dalam (innate energy). Tingkah laku manusia itu banyak yang
terlepas dan tidak dapat disangkutkan dari dalam. Manusia pada dasarnya memiliki
kemampuan untuk menanggapi berbagai jenis perangsang dan perwujudan diri itu
hanya sebagian saja yang dapat dianggap sebagai hasil tenagan dalam. Pada masa
bayi, manusia memang menanggapi dunia dengan insting-instingnya untuk memenuhi
kebutuhannya misalnya lapar,. Namun, tingkah laku instingtif tersbut makin dewasa
makin berkurang dan akhirnya sebagian besar tingkah laku tersebut didasarkan pada
rangsangan dari lingkungannya.
Kaum neoanalis pada dasarnya masih meyakini adanya komponen ide, ego dan super
ego, namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian individu. Ego
tidak dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan ide saja, melainkan sebagai
fungsi pokok yang bersifat rasional dan tanggung jawab atas tingkah laku intelektual
dan sosial individu.

Pandangan Humanistik
Pandangan humanistic (Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan freud bahwa manusia
pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control terhadap
nasibnya sendiri. Tokoh humanis (Rogers) berpendapat bahwa manusia itu memiliki
dorongan untuk menyerahkan dirinya sendiri ke arah positif, manusia itu rasional,
tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia
mampu mengarahkan, mengatur, dan mengontrol diri sendiri. Jika manusia dalam
keadaan yang memungkinkan dan mempunyai kesempatan untuk berkembang maka
akan mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang maju dan positif, terbebas dari
kecemasan dan menjadi anggota masyarakat yang bertingkah laku secara memuaskan.
Lebih lanjut Rogers mengemukakan bahwa pribadi manusia sebagai aliran atau arus
yang terus mengalir tanpa henti, tidak statis, dan satu kesatuan potensi yang terus-
menerus berubah.
Pandangan Adler (1954) bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan
untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab social
serta oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Lebih dari itu bahwa “individu
melibatkan dirinya dalam bentuk usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 36


membantu orang lain dan membuat dunia menjadi lebih baik untuk ditempati”.

Pandangan Martin Buber

Martin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa
manusia berdosa dan dalam genggaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia
tidak dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ini atau itu. Manusia merupakan suatu
keberadaan (eksistensi) yang berpotensi. Namun, dihadapkan pada kesemestaan atau
potensi manusia itu terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar
(esensial), tetapi keterbatasan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan
dilakukan oleh manusia atau perkembanagn manusia itu tidak dapat diramalkan dan
manusia masih menjadi pusat ketakterdugaan (surprise) dunia. Tetapi perlu diingat,
ketakterdugaan ini merupakan ketakterdugaan yang terkekang dan kekangan ini amat
kuat. Manusia itu tidak pada dasarnya baik, atau jahat, tetapi manusia itu dengan amat
kuat mengandung kedua kemungkinan ini. Justru inilah keterbatasan manusia, yaitu
adanya kemungkinan untuk menjadi jahat. Perlu juga diingat bahwa ketetbatasan ini
sifatnya hanya faktual belaka, tidak mendasar. Kejahatan yang ada pada diri manusia
(dilambangkan dengan perbuatan Adam memakan buah larangan di surga) bukanlah
keingkaran pada Tuhan, melainkan semata-mata untuk mewujudkan kemanusiaan
manusia oleh manusia itu sendiri. Manusia adalah mahluk yang cerdik yang tidak
merasa puas dalam keadaan yang aman, tentram, bahagia dan tergoda untuk
melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Namun anehnya, setelah aturan “dilanggar”
terkuaklah sejarah kemanusiaan yang sejati melalui berbagai ketidak pastian,
perjuangan dan kegagalan. Sejarah kemanusiaan ini sejalan dengan aturan Tuhan.

Pandangan Behaviouristik
Kaum behavioristik (dalam Hansen, dkk, 1977) pada dasarnya menganggap bahwa
manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-
faktor yang datang dari luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku
manusia. Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata
kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya, hubungan itu diatur oleh
hukum-hukum belajar, seperti teopri pembiasaan (conditioning) dan peniruan.
Manusia tidak datang ke dunia ini dengan membawa ciri-ciri yang pada dasarnya baik
dan jelek, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi kepribadian individu semata-mata
tergantung pada lingkungannya. Tingkah laku adalah hasil perkembanagan individu dan
sumber dari hasil ini tidak lain adalah lingkungan.
Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat
manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini mengingkari adanya ciri-ciri penting
yang ada pada manusia dan yang tidak ada pada ciri-ciri mesin atau binatang, seperti
kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta. Dalam menanggapi kritik ini
Skinner (1976) mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan itu sebenarnya terwujud
sebagai tingkah laku juga yang berkembangnya tidak berbeda dari tingkah laku lainnya.
Justru tingkah laku inilah yang dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah. Semua ciri
yang dimiliki oleh manusia harus dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah.
Dibandingkan dengan binatang mungkin manusia adalah binatang yang sangat unik,
binatang yang bermoral , namun manusia tidak dapat dikatakan memiliki moralitas.
Yang disebut sebagai moral itupun mewujudkan dalam tingkah laku sebagai hasil
belajar berkat pengaruh lingkungan. Pendekatan behavioristik tidaklah
mendehumanisasikam manusia, melainkan justru memanusiakan manusia, yaitu
mengatasi kekerdilan manusia. Hanya dalam hubungannya dengan lingkungan yang

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 37


didekati secara ilmiahlah kekerdilan manusia dapat diatasi dan harkat manusia
dipertinggi.
Setelah mengikuti beberapa pandangan tentang manusia tersebut di atas dapatlah
ditarik beberapa pengertian bahwa:

1. Manusia pada dasarnya memiliki “tenaga dalam” yang menggerakkan hidupnya


untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya;
2. Dalam diri manusia (individu) ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung
jawab atas tingkah laku sosial dan rasional individu;
3. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan positif, mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan “nasibnya” sendiri;
4. Manusia pada hakikatnya dalam proses “menjadi”, berkembang terus tidak pernah
selesai,
5. dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati;
6. Manusia merupakan suatu keberadaaan berpotensi yang perwujudannya
merupakan ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas;
7. Manusia adalah mahluk Tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan jahat;
dan (8) Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku ini
merupakan wujud kepribadian manusia.

Pandangan yang meyeluruh tentang manusia seyogyanya tidak hanya menekankan


salah satu atau beberapa aspek saja dan ciri ciri hakikat tersebut di atas. Di Indonesia
dikenal pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila. Setiap manusia mempunyai keinginan untuk mempetahankan
hidup dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat
dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia memberikan
pedoman bahwa kebahagian hidup manusia akan tercapai apabila manusia itu
didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai
pribadi dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia
dengan alam.
Pancasila menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan martabatnya yang
Tuhan Yang Maha Esa, manusia menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami
manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap
lingkungan hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah yang luar biasa,
melainkan manusia yang memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan
kelemahan-kelemahan, manusia yang di samping memiliki kemampuan kemampuan
juga mempunyai sifat-sifat keterbatasan keterbatasan manusia yang disamping
mempunyai sifat-sifat yang kurang baik manusia yang hendak kita pahami bukanlah
manusia kita tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi tadi.
Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Sifat kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial yang
merupakan kesatuan buIat perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi.
Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia
lain dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dalam hidup secara layak
diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat,
seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik. Dalam
mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih bank, mustahillah
hal itu di kerjakan sendiri oleh seseorang tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang
lain dalam masyarakat.
Kekuatan manusia pada hakekatnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau
kemampuan jiwanya semata-mata melainkan terletak pada kemampuannya untuk
bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dengan masyarakat
itulah manusia menciptakan kebudayaan , yang pada hakekatnya membedakan
manusia dari segenap mahluk hidup lainnya, yang mengantarkan manusia pada tingkat

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 38


mutu, martabat dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada masa sekarang
dan zaman yang akan datang.
Kesadaran akan hal-hal tersebut di atas selanjutnya menimbuhkan kesadaran bahwa
setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain dan
masyarakatnya. Semuanya itu melahirkan sikap dasar bahwa untuk mewujudkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungan soaial antara manusia
pribadi dengan masyarakatnya , manusia perlu mengendalikan diri dari kepentingan
merupakan suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan merupakan sesuatu
yang diharapkan, yang pada gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan dan
stabilitas masyarakat

dimensi-dimensi hakikat manusia


Manusia adalah mahluk yang serba terhubung,dengan masyarakat,lingkunganya,
dirinya sendiri, dan tuhan.beerling mengemukakan sinyalemen heinemann bahwa pada
abad ke- 20 manusia mengalami krisis total.disebut demikian karena yang dilanda krisis
bukan hanya segi-segi tertenu dari kehidupan seperti krisis ekonomi,krisis energi,dan
sebagainya,melaikan yang krisis adalah manusia sendiri.dalam krisis total manusia
mengalami krisis hubungan dengan masyrakat,dengan lingkunganya,dengan dirinya
sendiri,dan dengan tuhannya.tidak ada hubungan pengenalan,pemahaman dan
kemesraan dengan sesama manusia.ini lah yang melanda manusia sehingga manusia
semakin jauh dari kebahagian.

Dalam hubugan ini,pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana


untuk mengantar peserta didik untuk mencapai kebahagiaan.yaitu dengan jalan
membantu mereka meningkatakan kualitas hubungannya dengan
dirinya,lingkunganya,dan tuhannya.untuk menciptakan rasa kebersamaan dengan
individu lain nya,rasa menghormati,serta menjalin hubungan yang baik,maka diperlukan
dimensi-dimensi didalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya manusia yang
sempurna dan berahklah yang baik.dimensi-dimensi tersebut itu ialah.

Dimensi Individual

Dua orang kembar


Mereka berbeda jalan
Dan berbeda cinta
Satu cinta sepak bola

Satu cinta basket

Jadi Manusia adalah mahluk monodualis ciptaan Tuhan yang dikaruniai status sebagai
Khalifah Allah diatas bumi.Bayi dianugerahi keadaan jasmani yang lemah tetapi
memiliki potensi-potensi jasmaniah berupa konstruksi tubuh lengkap serta rokhaniah
berupa daya cipta,rasa,kar,intuisi,bakat.Faktor-faktor potensi bawaan inilah yang
membedakan manusia yang satu dengan yang lainya yang bersifat unik yang dapat
berkembang dengan adanya pengaruh lingkungan. Sehingga seorang individu akan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 39


menemukan rasa kepribadiannya.

dimensi individual adalah keperibadian seseorang yang merupakan suatu


keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (indevide). Seorang pakar pendidikan
M.J.Lavengeld mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas,maksudnya dua
anak kembar yang berasal dari satu telur yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah
dua dan sulit dibedakan satu dan yang lain hanya serupa tetapi tidak sama apalagi
identik. hal ini berlaku pada sifat-sfat fisiknya maupun hidup kejiwaannya
(kerohaniannya).

Setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya) dengan adanya
individualitas itu setiap orang memiliki kehendak,perasaan,cita-cita, kecenderungan,
semangat,dan daya tahan yang berbeda.contoh sederhananya saja dua oarang murit
sekelas yang mempunyai nama yang sama tidak pernah bersedia untuk di samakan
satu sama lain,arti katanya masing-masing ingin mempertahankan ciri-ciri khasnya
sendiri,gambaran tersebut telah dikekemukakan oleh fancis galton seorang ahli biologi
dan matematika inggris,dari hasil penelitiannya banyak pasangan kembar satu telur
ternyata ternyata tidak sepasang pun yang identik atau sama sifat dan kepribadiannya.

M.J.Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri


yang sangat kuat,meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya,sehingga
memerlukan pihak lain(pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk
memberi perlindungan dan bimbingan,sifat-sifat sebagaimana di gambarkan diatas
yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui
pendidika agar bisa menjadi kenyataan,sebab tanpa dibina melalui pendiidikan,benih-
benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu
kepribadian yang unik akan tetap tinggal laten.serta kesanggupan untuk memikul
tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas
pada diri manusia.dengan kata lain kepribadiaan seseorang tidak akan terbentuk
dengan semestinya,sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadiaan yang khas
sebagai miliknya.jika terjadi hal demikian seorang tidak memilki kepribdian yang
otonom dan orang seperti ini tidak akan memilki pendirian serta mudah dibawa oleh
arus masa,padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk
membentuk keribadianya atau menemukan ke mandiriannya sendiri.pola pendidikan
yang bersifat demokratis di pandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan
berkembangnya potensi individualitas seseorang.

Dimensi kesosilaan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 40


dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk
bergaul,dengan adanya dorongan untuk bergaul,setiap orang ingin bertemu
sesamanya. Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dengan adat kebudayaan
tertentu pula.
Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan
menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat.masih banyak contoh-contoh
lain yang menunjukan betapa dorongan sosialitas tersebut demikian kuat tanpa orang
menyadari sebenarnya ada alasan yang cukup kuat.seorang filosof Immanuel Kant
menyatakan manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia,maksudnya
tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri tanpa membutuhkan
orang lain.

Seorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya,cita-citanya didalam


interaksi dengan sesamanya.seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang
lain,mengidentipikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk di milikinya,serta
menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya.hanya didalam berintraksi dengan
sesamanya,dalam saling menerima dan memberi,seseorang menyadari dan
menghayati Kemanusiaannya.banyak bukti bahwa anak manusia tidak akan menjadi
manusia bila tidak ada berada diantara manusia.

Dimensi kesusilaan

Susiala berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan lebih
tinggi.akan tetapi dalm kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat
yang pantas jika didalamyang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan
terselubung. dimensi kesusilaan disebut juga keputusan yang lebih tinggi.kesusilaan
diartikan mencakup etika dan etiket.etika adalah (persoalan kebaikan ) sedangkan
etiket adalah (persoalan kepantasan dan kesopanan ). pada hakikatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila,serta
melaksanakannya.sehingga dikatakan manusia itu makhluk susila.persoalan kesusilaan
selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai kehidupan.Susila berkembang sehingga
memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih sempurna.

Manusia dengan kemampuan akalnya memungkinkan untuk menentukan


sesuatu manakah yang baik dan manakah yang buruk, manakah yang pantas dan
manakah yang tidak pantas.Dengan pertimbangan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya
memungkinkan manusia untuk berbuat dan bertindak secara susila.Drijarkara
mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai,menghayati,dan
melaksanakan nilai tersebut dalam perbuatan.Nilai-nilai merupakan sesuatu yang
dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan,keluhuran,kemulian
dan sebagainya,sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 41


hidup.Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan
kewajiban disamping hak pada peserta didik.

Dimensi keberagamaan

pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius.beragama merupakan


kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan
tempat bertopang,agama menjadi sandaran vertikal manusia. dan Manusia adalah
mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran yg dipercayainya yang didapatkan
melalui bimbingan nabi demi kesehatan dan keselamatannya.Manusia sebagai mahluk
beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut
agama masing-masing.
Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun
meditasi,komitmenaktif&praktekritual.

Jauh dekatnya hubungan ditandai dengan tinggi rendahnya keimanan dan


ketaqwaan manusia yang bersangkutan.Di dalam masyarakat Pancasila, meskipun
agama dan kepercayaan yang dianutnya berbeda-beda, diupayakan terciptanya
kehidupan beragama yang mencerminkan adanya saling pengertian, menghargai,
kedamaian, ketentraman, & persahabatan.

Pengembangan Dimensi Hakekat Manusia.

Usaha pengembangan hakekat manusia dalam dimensi keindividuan,


kesosialan, kesusilaan, & keberagamaan berangkat dari anggapan dasar bahwa
manusia secara potensial memiliki semua dimensi tersebut, yang memungkinkan dan
harus dapat dikembangkan secara bertahap, terarah dan terpadu melalui pendidikan
sehingga dapat menjadi aktual.
Konsep dasar pengembangan manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan mampu mengembangkan interelasi dan
interaksi dengan orang lain secara selaras serasi seimbang tanpa kehilangan jati
dirinya.
Pengembangannya sebagai peserta didik diselenggarakan dalam lingkungan
pendidikan keluarga, sekolah, & masyarakat pengembangan self extence menyangkut
aspek jasmani-rohani,cipta-rasa-karsasebagaidimensikeindividuan.

Pengembangan manusia sebagai makhluk sosial

Manusia sejak lahir hingga ajalnya perlu dibantu oleh orang lain.Manusia harus
merasa sadar dirinya terpanggil untuk berbuat baik bagi orang lain dan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 42


masyarakat.Pengembangan dimensi tersebut harus dimulai sejak di keluarga, sekolah
dan masyarakat, untuk itu nilai/norma/kaidah yang berlaku didalam keluarga juga perlu
dijunjung tinggi disekolah dan masyarakat.

Pengembangan manusia sebagai makhluk susila

Hanya manusia sajalah yang mampu menghayati norma-norma dan nilai-nilai


dalam kehidupan sehingga dapat menetapkan pilihan tingkah laku yang baik dan yang
buruk.
Bagi manusia Indonesia norma-norma dan nilai-nilai yang perlu dikembangkan adalah
nilai-nilai universal yang diakomodasi dan diadaptasi dalam nilai-nilai khas yang
terkandung dalam budaya bangsa.Sebagai manusia Indonesia yang ideal adalah
manusia yang memiliki pikiran,ide,gagasan yang terkristal dalam kelima nilai dasar
dalam Pancasila.

Pengembangan manusia sebagai makhluk beragama

Sementara pihak ada yg lebih mengutamakan terciptanya suasana penghayatan


keagamaan lebih dari pengajaran keagamaan.Untuk itu yg perlu diutamakan adalah
sikap teladan dari orang tua, guru dan pendidik lainnya disertai dengan pilihan metode
pendidikan yang tepat dan ditunjang dengan kemudahan-kemudahan fasilitas yang
memadai.Demikian pula halnya di sekolah dan di masyarakat yang religius.

HAKEKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA


Dalam diskursus pendidikan Islam, telaah manusia selalu dikaitkan dengan fitrah,
potensi jasmani dan rohani, serta kebebasannya untuk berkehendak. Ketiganya
merupakan karakteristik unik yang dijadikan prinsip-prinsip dasar pemahaman manusia
dalam pendidikan Islam.[1]

Prof. DR. Quraish Shihab mengutip sebuah buku yang berjudul Man the Unknown,
karangan Dr. A. Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi untuk
mengetahui hakikat manusia. Dia mengatakan bahwa pengetahuan tentang makhluk-
makhluk hidup secara umum dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan
seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya.[2]

Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang komplek, sempurna dan mempunyai
cirri khas tersendiri yang membedakannya dengan makhluk lain. Cirri khas manusia
yang membedakannya dengan makhluk lain ini terbentuk dari kumpulan terpadu (
integrated) dari apa yang disebut sifat hakekat manusia. Seorang pendidik harus
mampu dan mau memahami tentang sifat hakikat manusia, karena tugas mendidik
hanya mungkin dapat dilakukan dengan benar dan tepat apabila pendidik memiliki
gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sendiri. Karena sasaran dari sebuah
pendidikan adalah manusia. Maksud dan tujuan dari sebuah pendidikan adalah

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 43


membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, sehingga ia
menjadi dewasa.

Sifat dan hakekat manusia menjadi kajian filsafat khususnya filsafat antropologi. Hal ini
menjadi keharusan karena pendidikan bukanlah sekedar soal praktek, melainkan
praktek yang berlandaskan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan
itu sendiri sifatnya filosofis normative. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan
landasan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang mendasar. Bersifat normative
karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuh kembangkan sifat hakikat
manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur.[3]

1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai cirri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil ( jadi
bukan hanya gradual ) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia
dan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Bahkan
beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu zoon politicon ( hewan yang
bermasyarakat ), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke tier (
Hewan yang sakit ) yang selalu gelisah dan bermasalah.[4]

Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira
bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara gradual yaitu suatu perbedaan
yang dengan melalui proses rekayasa dapat dibuat sama keadaannya, misalnya air
yang karena perubahan temperature lalu menjadi es. Seolah-olah dengan kemahiran
rekayasa pendidikan, orang hutan dapat dirubah menjadi manusia.

1. Wujud Sifat Hakikat Manusia

Wujud sifat hakikat manusia yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme yaitu :

1. Kemampuan menyadari diri.

Kaum Rasionalisme menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan
menyadari diri yang dimiliki manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya)
memiliki cirri yang khas atau karakteristik diri. Hal ini yang menyebabkan manusia dapat
membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain. Bahkan bukan hanya membedakan,
lebih dari itu manusia bias membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya.
Kemampuan membuat jarak ini berarah ganda yaitu arah keluar dan arah kedalam.
Dengan arah keluar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek,
selnajutnya aku memanipulasi ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuihannya.
Puncak aktifitas yang mengarah keluar ini dipandang sebagai gejala egoisme. Dengan
arak ke dalam, aku memberi status kepada lingkungannya sebagai subjek yang
berhadapan dengan aku sebagai objek yang isinya adalah pengabdian, pengorbanan
dan tenggang rasa. Gejala ini lazimnya dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu
yang terpuji. Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek social,
sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas
manusia.

1. Kemampuan Bereksistensi

Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menerobos dan


mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemempuan menempatkan diri dan
menerobos inilah yang disebut dengan kemempuan bereksistensi. Jika seandainya
pada diri amnesia tidak terdapat kebebasan atau kemampuan bereksisitensi, maka
manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka, artinya ada hanya sekedar
berada dan tidak pernah mengada atau bereksisitensi. Adanya kemampuan
bereksistensi inilah pula yang membedakan manusia sebagai makhluk human dari
hewan selaku mekhluk infra human, di mana hewan menjadi onderdil dari lingkungan,

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 44


sedangkan manusia menjadi manajer terhadap lingkungan. Kemampuan bereksistensi
perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya,
belajar mengantisipasi suatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa
depan serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.

1. Kata Hati

Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan
yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral, kata
hati merupakan petunjuk bagi moral/ perbuatan. Usaha untuk mengubah kata hati yang
tumpul menjadi kata hati yang tajam adalah pendidikan kata hati ( gewetan forming).
Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi.
Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral yang didasari oleh kata hati yang
tajam.

1. Moral

Moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi
manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi atau
luhur. Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun
merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang buruk, lazimnya
disebut tidak bermoral.

1. Tanggung Jawab

Tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu
perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu
perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun yang dituntutkan (oleh kata hati,
oleh masyarakat, oleh agama-agama), diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
Dan uraian ini menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

1. Rasa Kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang
berlangsung dalam keterikatan. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan
moral.

1. Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain.
Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu
maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada
saat itu belum dipenuhi), begitu sebaliknya.

1. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan
hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi
tidak sulit untuk dirasakan. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya sebagai
himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja, tetapi lebih dari itu,
yaitu merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan, dan
sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses integrasi
dari kesemuanya itu (yang menyenangkan maupun yang pahit) menghasilkan suatu
bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 45


[1] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia Jakarta, 2002, hal. 277
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Lentera Hati Bandung, 2002. hal. 120
[3] Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan,Rineka Cipta Jakarta, 2005, hal.2
[4] Ibid, hal.3

SIFAT DAN HAKIKAT MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.4. Latar Belakang

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik


untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusiaan
merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya
mungkin dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidikan memiliki ciri khas
yang secara prinsipil berbeda dengan hewan.
Ciri khas manusia yang membedakanya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu
dari apa yang disebut dengan hakekat menusia. Disebut sifat hakekat manusia karena
secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan.
Pemahaman pendidikan terhadap sifat hakekat manusia akan membentuk peta tentang
karakteristik manusia dalam bersikap, menyusun startegi, metode dan tekhnik serta
memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi
dalam interaksi edukatif.
Sebagai pendidik bangsa Indonesia, kita wajib memiliki kejelasan mengenai hakekat
manusia Indonesia seutuhnya. Sehingga dapat dengan tepat menyusun rancangan dan
pelaksaaan usaha kependidikannya. Selain itu, seorang pendidik juga harus mampu
mengembangkan tiap dimensi hakikat manusia, sebagai pelaksanaan tugas
kependidikanya menjadi lebih profesional.

1.2 Rumusan Masalah


Dari beberapa uraian latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan masalah
antara lain:
a) Apa yang dimaksud dengan sifat hakikat manusia?
b) Bagaimana wujud sifat hakikat manusia?
c) Bgaimana pengembangan wujud sifat hakikat manusia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
a) Untuk mengenal lebih dalam tentang sifat hakikat manusia.
b) Untuk mengetahui wujud sifat hakikat manusia.
c) Untuk memahami pengembangan wujud sifat hakikat manusia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian sifat dan hakikat manusia


Menurut ahli psikologi menyatakan bahwa hakekat manusia adalah rohani, jiwa atau
psikhe. Jasmani dan nafsu merupakan alat atau bagian dari rokhani. Sifat hakikat
manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dari
hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama dilihat dari
segi biologisnya.
D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 46
Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak
dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan, menyusui anaknya dan pemakan
segala. Bahkan carles darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang menemukan
bahwa manusia berasal dari primat atau kera tapi ternyata gagal karena tidak
ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah
dari primat atau kera.

Disebut sifat hakikat manusia karena secara haqiqi sifat tersebut hanya dimiliki oleh
manusia dan tidak terdapat pada hewan. Karena manusia mempunyai hati yang halus
dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi tangan, kaki, mata
dan seluruh anggota tubuh, yang mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah
yang disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus
seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan dan kemauan inilah
yang membedakan antara manusia dengan binatang.

2.2 Sifat Hakikat Manusia


Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil
membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak
kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakanmanusia itu Zoon Politicon
(hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das
Kranke Tier (hewan yang sakit) (Drijarkara, 1962: 138) yang selalu gelisah dan
bermasalah.

Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira
bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan
yang melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena
perubahan temperature lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa
pendidikan orang utan dapat dijadikan manusia. Padahal kita tahu bahwa manusia
mempunyai akal dan pikiran yang dapat dijadikan sebagai perbedaan manusia dengan
hewan.

2.3 Wujud Sifat Hakikat Manusia

Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia menjadi delapan, yaitu :

1. Kemampuan Menyadari Diri


Menurut kaum rasionalis kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan adanya menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari
bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan
manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain (ia, mereka) dan
dengan non-aku (lingkungan fisik) disekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan
lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya. Sehingga
mempunyai kesadaran diri bahwa manusia mempunyai perbedaan dengan makhluk
lainnya.

2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri, menerobos, dan
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan
saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan
demikian manusia tidak terbelanggu oleh tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini
(sekarang), tapi dapat menembus ke “sana” dan ke “masa depan” ataupun “masa
lampau”. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut
kemampuan bereksistensi. Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi
inilah maka pada diri manusia terdapat unsure kebebasan. Dengan kata lain, adanya
manusia bukan “ber-ada” seperti hewan dikandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam
kebun, melainkan “meng-ada” di muka bumi (Drijarkara, 1962:61-63).
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar
belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi sesuatu keadaan dan peristiwa,

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 47


belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta mengembangkan daya imajinasi
kreatif sejak dari masa kanak-kanak.

3. Kata Hati (Consecience Of Man)


Kata hati atau (Consecience Of Man) sering disebut hati nurani, pelita hati, dan
sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang
baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan dengan
moral (perbuatan), kata hati merupakan “petujuk bagi moral/perbuatan”. Realisasinya
dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar
orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati yang tajam.

4. Moral

Moral juga disebut sebagai etika adalah perbuatan sendiri. Moral yang singkron dengan
kata hati yang tajam yaitu benar-benar baik manusia sebagai manusia merupakan
moral yang baik atau moral yang tinggi (luhur). Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron
dengan kata hati yang tajam ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul
disebut moral yang buruk atau moral yang rendah (asor) atau lazim dikatakan tidak
bermoral. Seseorang dikatakan bermoral tinggi karena ia menyatukan diri dengan nilai-
nilai yang tinngi, serta segenap perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang
tinggi. Moral (etika) menunjuk kepada perbuatan yang baik/benar ataukah yang salah,
yang berperikemanusiaan atau yang jahat.

5. Tanggung Jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab,
merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung
jawab bermaam-macam yaitu tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat,
dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan
kata hati, misalnya penyesalan yang mendalam. Bertanggung jawab kepada
masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial. Bertanggung jawab
kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama misalnya perasaan
berdosa dan terkutuk.
Tanggung jawab yaitu keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai
dengan tuntutan kodrat manusia. Dengan demikian tanggung jawab dapat diartikan
sebagai keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan
kodrat manusia.

6. Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang sesuai dengan kodrat
manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan moral. Yaitu kata hati yang
sesuai dengan kodrat manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.

7. Kewajiban dan Hak


Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia. Sedangkan hak
adalah merupakan sesuatu yang patut dituntut setelah memenuhi kewajiban
Dalam realitas hudup sehari-hari, umumnya diasosiasikan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Sedangkan kewajiban dipandang sebagai suatu beban. Tetapi ternyata
kewajiban bukanlah menjadi beban melainkan suatu keniscayaan.
Realisasi hak dan kewajiban dalam prakteknya bersifat relatif, disesuaikan dengan
situasi dan kondisi. Jadi, meskipun setiap warga punya hak untuk menikmati
pendidikan, tetapi jika fasilitas pendidikan yang tersedia belum memadai maka orang
harus menerima keadaan relisasinya sesuai dengan situasi dan kondisi.

8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan


Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan
tidak cukup digambarkan hanya sebagai himpunan saja, tetapi merupakan integrasi dari
segenap kesenangan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman pahit dan
penderitaan.
Manusia adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungan, diri

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 48


sendiri dan Tuhan. Dalam krisis total manusia mengalami krisis hubungan dengan
masyarakat dengan lingkungannya, dengan diri sendiri dan dengan Tuhan.
Kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas
hubungannya sebagai mahluk yang memiliki kondisi serba terhubung dan dengan
memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Kebahagiaan ini dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal yang dapat
dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha
dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan mempunyai peranan
penting sebagai wahana untuk mencapai kebahagiaan, utamanya pendidikan
keagamaan.

Dimensi-dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya


Berikut ini ada 4 dimensi yang akan dibahas, yaitu:

1. Dimensi Keindividuan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu
kebutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan
sebagai pribadi. (Lysen, individu dan masyarakat: 4). Setiap anak manusia yang
dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi
(seperti) dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi. Demikian
kata M.J. Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di negeri Belanda)yang
mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Langeveld, 1995:54).
Bahkan anak kembar yang berasal dari satu telur pun, yang lazim dikatakan seperti
pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan satu dari yang lain, hanya serupa tetapi
tidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik dari sifat-sifat fisiknya maupun hidup
kejiwaannya (kerohaniannya). Karena adanya individualitas itu setiap oarang memiliki
kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang
berbeda.

2. Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata M.J. Langeveld (M.J.
Langeveld, 1955:54). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang
pada hakekatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Bahkan
menurut Langeveld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu
dipandang sebagai kunci sukse pergaulan. Adanyta dorongan untuk menerima dan
memberi itu sudah menggejala mulai pada masa bayi. Seorang bayi sudah dapat
menyambut atau menerima belaian ibunya dengan rasa senang kemudian sebagia
balasan ia dapat memberikan senyuman kepada lingkungannya, khususnya pada
ibunya.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga bila dipenjarakan merupakan
hukuman yang paling berat dirasakan oleh manusia. Karena dengan diasingkan di
dalam penjara berarti diputuskannya dorongan bergaul tersebut secara mutlak.
Immanuel Kant seorang filosofis tersohor bangsa jerman menyataknan: Manusia hanya
menjadi manusia jika berada di sekitar manusia. Kiranya tidak ada seorang pun yang
bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

3. Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas
jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung.
Karena itu pengertian susila berkembangsehingga memiliki perluasan arti menjadi
kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan
etika (persoalan kebaikan). Kedua hal tersebut biasanya dikaitkan dengan persoalan
hak dan kewajiban.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 49


Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat yaitu:

a. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya. Etiket


tidak bisa dibedakan dari etika karena sama-sama dibutuhkan dalam kehidupan.
b. Golongan yang memandang bahwa etiket dan etika perlu dibedakan, karena
masing-masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu berjalan.
Kesopanan merupakan minyak pelincir dalam pergaulan hidup, sedangkan etika
merupakan isinya.
Di dalam uraian ini kesusialaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan
kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya
sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Drijarkara mengartikan
manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan
melaksanakn nilai-nilai tersebit dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan sesuatu
yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan,
keluhuran, kemuliaan, dan sebagainya, sehingg adapat diyakini dan dijadikan
pedoman dalam kehidupan.

4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum
manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat
dijangkau dengan perantara alat indranya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural
yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan
diri kepada kekuatan tersebut diciptakanlah mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama manusia mulai menganutnya. beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan
tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat
dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Ph. Khonstam
berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orang tua dalam
lingkungan keluaraga, karena pendidikan agama adalah persoalan afektif dan kata hati.
Pemerintah dengan berlandaskan GBHN memasukkan pendidikan agama ke dalam
kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi (Pelita V). Di sini
perlu ditekankan bahwa meskipun pengkajian agama melalui mata pelajaran agama
ditingkatkan, namun harus tetap disadari bahwa pendidikan agama bukan semata-mata
pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama. Jadi dari segi-
segi afektif harus diutamakan.

2.4 Pengembangan Wujud Sikap Hakikat Manusia


Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud
potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan. Dari kondisi potensi menjadi
wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk
berperan dalam memberikan jasanya.seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni
misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal. Setiap
menusia lahir dikaruniai “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami (dorongan makan,
seks, dan mempertahankan diri, dan lain-lain). Jika seandainya manusia dapat hidup
hanya dengan naluri maka ia tidak berbeda dengan hewan. Hanya melalui pendidikan
status hewani itu dapat diubah kea rah ststus manusiawi.meskipun pendidikan itu pada
dasarnya baik tetapi pelaksanaannya mungkin saja terjadi kesalahan-kesalahan yang
biasa disebut salah didik.
Hal tersebut dapat terjadi karena pendidik adalah manusia biasa yang tidak luput dari
kelemahan-kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bias
terjadi, yaitu :
1. Pengembangan yang utuh, dan
2. Pengembangan yang tidak utuh.

1. Pengembangan utuh
Tingkat keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kulitas
pendidikan yang disediakan untuk memberikan\ pelayanana atas perkembangannya.
Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan iptek yang sangat pesat yang

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 50


memberikan dampak kepada peningkatan perekayasaan pendidikan melalui teknologi
pendidikan.
Pengembangan yang utuh dapat dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:
a. Dari wujud dimensi yaitu, aspek jasmani dan rohani.
b. Dari arah pengembangan yaitu, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Pengembangan yang tidak utuh


Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di
dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan
untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun dominan afektif didominasi oleh pengembangan dominan
kognitif.

Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan
tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

2.5 Sosok Manusia Seutuhnya.


Sosok manusia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah
pembangunan jangaka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional
dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Sosok manusia seutuhnya berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, kesehatan, ataupun batiniah seperti
pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau
rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya
sekaligus batiniah. Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata diseluruh
tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjutnya
juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya,
antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya,
keserasian hubungan antara bangsa-bangsa, dan keselarasan antara cita-cita hidup di
dunia dengan kebahagiaan di akhirat.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk yang sempurna. Manusia memiliki akal untukmenghadapi
kehidupannya di dunia ini. Akal juga memerlukkan pendidikan sebagai obyek yang akan
dipikirkan. Fungsi akal tercapai apabila akal itu sendiri dapat menfungsikan, dan
obyeknya itu sendiri adalah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia pada hakikatnya
adalah makhluk peadagogis, makhluk social, makhluk individual, makhluk beragama.
Setiap manusia mempunyai hakekat dan dimensi yang dimilikinya. Dan dalam diri
manusia itu terdapat potensi–potensi terpendam yang dapat ditumbuhkembangkan
menuju kepribadian yang mantap.

3.2 Saran
Sebagai calon guru kita seharusnya memperhatikan anak didik dan memberikan
bimbingan agar potensi–potensi terpendam yang terdapat dalam diri peserta didik dapat
ditumbuhkembangkan menuju kepribadian yang mantap.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 51


DAFTAR PUSTAKA
Arif, A. 2010. Manusia dan Pendidikan Hakikat Manusia dan Pengembangannya.
http://m-arif-am.blogspot.com. Diakses pada tanggal 03 Maret 2011.
Miranda, Dian. 2008. Hakekat Manusia dan pengembangannya.
http://dianmiranda.wordpress.com. Diakses pada tanggal 03 maret 2011.
Oddi. 2009. Wujud Hakekat Manusia. http://oddy32.wordpress.com. Diunduh pada
tanggal 03 Maret 2011.
Rojib. 2009. Hakekat Manusia dan Pengembangan Dimensinya.
http://blog.beswandjarum.com. Diakses pada tanggal 03 maret 2011.
Tirtaharja, Umar dan La Sula. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta dan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

URGENSI MEMAHAMI HAKEKAT MANUSIA


Oleh:
Achmad Dardiri
(FIP UNY)

A. Pengertian Manusia
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh
manusia dan untuk manusia. Itulah mengapa pembicaraan tentang pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Dari beberapa pendapat tentang
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumya sepakat bahwa
pendidikan itu diberikan atau diselengarakan dalam rangka mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaan ke arah yang positif. Dengan pendidikan, diharapkan manusia
dapat meningkat dan berkembang seluruh potensi atau bakat alamiahnya sehingga
menjadi manusia yang relatif lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi. Agar
kegiatan pendidikan lebih terarah, sehingga nantinya dapat berdaya guna dan berhasil
guna, maka diperlukan pemahaman yang relatif utuh dan komprehensif tentang hakekat
manusia.
Berbicara tentang hakekat manusia membawa kita berhadapan dengan pertanyaan
sentral dan mendasar tentang manusia, yakni apakah dan siapakah manusia itu? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut telah banyak upaya dilakukan, namun rupa-rupanya

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 52


jawaban-jawaban itu secara dialektis melahirkan pertanyaan baru, sehingga upaya
pemahaman manusia masih merupkan pokok yang problematis. Dengan ungkapan lain,
manusia masih merupakan misteri bagi dirinya sendiri. Informasi penting sekitar
kemesterian manusia dapat dilihat dalam buku berjudul Manusia, Sebuah Misteri, karya
dari Louis Leahy (1989).
Dalam beberapa sumber pustaka dapat ditemukan berbagai rumusan tentang
manusia. Manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan ia mempertanyakan
dirinya sendiri, keberadaannya dan dunia seluruhnya. Binatang tidak mampu berbuat
demikian dan itulah salah satu alasan mengapa manusia menjulang tinggi di atas
binatang. Manusia yang bertanya tahu tentang keberadaannya dan ia pun menyadari
juga dirinya sebagai penanya. Jadi, dia mencari dan dalam pencariannya ia
mengandaikan bahwa ada sesuatu yang bisa ditemukan, yaitu kemungkinan-
kemungkinannya, termasuk kemampuannya mencari makna kehidupannya (der Weij,
1991: 7-8)
Drijarkara dalam bukunya Filsafat Manusia (1969: 7) mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Tidak hanya
berhadapan, tetapi juga menghadapi, dalam arti mirip dengan menghadapi soal,
menghadapi kesukaran dsb. Jadi, dia melakukan, mengolah diri sendiri, mengangkat
dan merendahkan diri sendiri dsb. Dia bisa bersatu dengan dirinya sendiri, dia juga bisa
mengambil jarak dengan dirinya sendiri. Bersama dengan itu, manusia juga makhluk
yang berada dan menghadapi alam kodrat. Dia merupakan kesatuan dengan alam,
tetapi juga berjarak dengannya. Dia bisa memandangnya, bisa mempunyai pendapat-
pendapat terhadapnya, bisa merubah dan mengolahnya. Hewan juga berada dalam
alam, tetapi tidak berhadapan dengan alam, tidak mempunyai distansi. Perhatikan
hewan, dia tidak bisa memperbaiki alam, tidak bisa menyerang alam dengan teknik.
Lebih lanjut Drijarkara mengatakan bahwa manusia itu selalu hidup dan merubah
dirinya dalam arus situasi konkrit. Dia tidak hanya berubah dalam tetapi juga karena
dirubah oleh situasi itu.
Namun, dalam berubah-ubah itu, dia tetap sendiri. Manusia selalu terlibat dalam situasi,
situasi itu berubah dan merubah manusia. Dengan ini dia menyejarah.
Ilmu-ilmu kemanusiaan termasuk ilmu filsafat telah mencoba menjawab
pertanyaan mendasar tentang manusia itu, sehingga dapat dibayangkan betapa banyak
rumusan pengertian tentang manusia. Selain yang telah disebutkan di atas, beberapa
rumusan atau definisi lain tentang manusia adalah sebagai berikut: homo sapiens,
homo faber, homo economicus, dan homo religiosus. Dengan ungkapan yang berbeda
kita mengenal definisi tentang manusia, di antaranya, manusia sebagai: animal
rationale, animal symbolicum dan animal educandum.
Banyaknya definisi tentang manusia, membuktikan bahwa manusia adalah
makhluk multi dimensional, manusia memiliki banyak wajah. Lalu, wajah yang manakah
yang mau kita ikuti? Apakah wajah manusia menurut kacamata seorang biolog?
Apakah wajah manusia menurut kacamata seorang psikolog? Apakah wajah manusia
menurut kacamata seorang antropolog? Atau yang lainnya? (Poespowardojo, 1978: 3)
Berdasarkan fakta tersebut, maka ada yang mencoba membuat polarisasi pemikiran
tentang manusia sebagaimana akan terlihat pada uraian di bawah ini, yakni pola
pemikiran biologis, pola pemikiran psikologis, pola pemikiran sosial-budaya, dan pola
pemikiran teologis (lihat Basis Edisi Oktober 1980: 371-375). Penulis sendiri lebih
memilih pola pemikiran yang keempat itu bukan pola pemikiran teologis, melainkan pola
pemikiran religius. Hal ini didasarkan pada rumusan pengertian manusia sebagai homo
religiosus. Sedangkan pola pemikiran biologis, psikologis dan sosial-budaya masih
dapat dipertahankan.

1. Manusia menurut pola pemikiran biologis


Menurut pola pemikiran ini, manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari
struktur fisiologisnya. Salah satu tokoh dalam pola ini adalah Portmann yang
berpendapat bahwa kehidupan manusia merupakan sesuatu yang bersifat sui generis
meskipun terdapat kesamaan-kesamaan tertentu dengan kehidupan hewan atau
binatang. Dia menekankan aktivitas manusia yang khas, yakni bahasanya, posisi
vertikal tubuhnya, dan ritme pertumbuhannya. Semua sifat ini timbul dari kerja sama
antara proses keturunan dan proses sosial-budaya. Aspek individualitas manusia
bersama sifat sosialnya membentuk keterbukaan manusia yang berbeda dengan
ketertutupan dan pembatasan deterministis binatang oleh lingkungannya. Manusia tidak
membiarkan dirinya ditentukan oleh alam lingkungannya. Menurut pola ini, manusia

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 53


dipahami dari sisi internalitas, yaitu manusia sebagai pusat kegiatan intern yang
menggunakan bentuk lahiriah tubuhnya untuk mengekspresikan diri dalam komunikasi
dengan sesamanya.

2. Manusia menurut pola psikolgis


Kekhasan pola ini adalah perpaduan antara metode-metode psikologi
eksperimental dan suatu pendekatan filosofis tertentu, misalnya fenomenologi.

Tokohtokoh yang berpengaruh besar pada pola ini antara lain Ludwig Binswanger,
Erwin Straus dan Erich Fromm. Binswanger mengembangkan suatu analisis
eksistensial yang bertitik tolak dari psikoanalisisnya Freud. Namun pendirian
Binswanger bertolak belakang dengan pendirian Freud tentang kawasan bawah sadar
manusia yang terungkap dalam mimpi, nafsu dan dorongan seksual. Menurut
Binswanger, analisis Freud sangat berat sebelah karena dia mengabaikan aspek-aspek
budaya dari eksistensi manusia seperti agama, seni, etika dan mitos. Freud menurut
Binswanger, memahami kebudayaan secara negatif, yakni lebih sebagai penjinakan
dorongan-dorongan alamiah daripada sebagai ungkapan potensi manusia untuk
memberi arah pada hidupnya. Penelitian psikologis harus diarahkan pada kemampuan
manusia untuk mengatasi dirinya sendiri dalam penggunaan kebebasannya yang
menghasilkan keputusan-keputusan dasar.
Freud dengan psikoanalisisnya berpendapat bahwa manusia pada dasarnya
digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instinktif. Tingkah
laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikhis yang sejak semula memang
sudah ada pada diri individu itu. Individu dalam hal ini tidak memegang kendali atas
“nasibnya” sendiri, tetapi tingkah lakunya semata-mata diarahkan untuk memuaskan
kebutuhan dan instink biologisnya.
Pandangan Freud tersebut ditentang oleh pandangan humanistik tentang manusia.
Pandangan humanistik menolak pandangan Freud yang mengatakan bahwa manusia
pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki kontrol terhadap
“nasib” dirinya sendiri. Sebaliknya, pandangan humanistik yang salah satu tokohnya
adalah Rogers mengatakan bahwa manusia itu rasional, tersosialisasikan dan untuk
berbagai hal dapat menentukan “nasibnya” sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, dan mengontrol diri
sendiri.
Pandangan behavioristik pada dasarnya menganggap bahwa manusia sepenuhnya
adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol atau dikendalikan oleh
faktorfaktor yang datang dari luar. Penentu tunggal dari tingkah laku manusia adalah
lingkungan. Dengan demikian, kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata
kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Hubungan itu diatur oleh
hukumhukum belajar seperti teori pembiasaan (conditioning) dan peniruan. Salah satu
tokoh dari pandangan ini adalah Skinner (Depdikbud, 1984/1985: 1-3)
Dari ketiga pandangan yang disebut terakhir, dapat disimpulkan bahwa Freud
dengan psikoanalisisnya lebih menekankan faktor internal manusia, sementara
pandangan behaviorisme lebih menekankan faktor eksternal. Sedangkan pandangan
psikologi humanistik lebih menekankan kemampuaan manusia untuk mengarahkan
dirinya, baik karena pengaruh faktor internal maupun eksternal. Hal ini menunjukkan
bahwa manusia tidak serta merta atau otomatis melakukan suatu tindakan berdasarkan
desakan faktor internal, karena desakan faktor internal bisa saja ditangguhkan
pelaksanaannya. Buktinya orang berpuasa, meskipun dorongan rasa laparnya kuat,
tetapi manusia bisa mengarahkan dirinya dalam arti bisa menangguhkan desakan atau
dorongan itu, yakni pada saatnya berbuka di sore hari. Begitu juga, manusia tidak serta
merta atau otomatis melakukan tidakan karena mendapat rangsangan dari luar
(eksternal). Dia dapat mengabaikannnya, bahkan dia dapat memutuskan sesuatu yang
berbeda dengan desakan faktor eksternal.

Buktinya, manusia dapat menolak iming-iming sesuatu yang menggiurkan dari pihak
lain.

3. Manusia menurut pola pemikiran sosial-budaya


Manusia menurut pola pemikiran ini tampil dalam dimensi sosial dan
kebudayaannya, dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk membentuk
sejarah.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 54


Menurut pola ini, kodrat manusia tidak hanya mengenal satu bentuk yang uniform
melainkan berbagai bentuk. Salah satu tokoh yang termasuk dalam pola ini adalah
Erich Rothacker. Dia berupaya memahami kebudayaan setiap bangsa melalui suatu
proses yang dinamakan reduksi pada jiwa-jiwa nasional dan melalui mitos-mitos. Yang
dimaksud reduksi pada jiwa-jiwa nasional adalah proses mempelajari suatu
kebudayaan tertentu dengan mengembalikannya pada sikap-sikap dasar serta watak
etnis yang melahirkan pandangan bangsa yang bersangkutan tentang dunia, atau
weltanschauung. Pengalaman purba itu dapat direduksi lagi. Dengan demikian,
meskipun orang menciptakan dan mengembangkan lingkup kebudayaan nasionalnya,
kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan dan pengembangannya sudah ditentukan,
karena semuanya itu sudah terkandung dalam warisan ras.
Tokoh lain yang dapat dimasukkan dalam pola ini adalah Ernst Cassirer (1990:
39-40) seorang filsuf kebudayaan abad 20. Dia merumuskan manusia sebagai animal
symbolicum, makhluk yang pandai menggunakan symbol. Menurut Cassirer, definisi
manusia dari Aristoteles, yakni zoon politicon, manusia adalah makhluk sosial memang
memberi pengertian umum tetapi bukan ciri khasnya (1990:.337). Begitu pula definisi
manusia sebaai animal rationale dianggap tidak memadai, karena rasio tidak memadai
untuk memahami bentuk-bentuk kehidupan budaya manusia dalam seluruh kekayaan
dan bermacam-macamnya. Itulah mengapa dia menawarkan definisi manusia sebagai
animal symbolicum yakni makhluk yang pandai membuat, memahami dan
menggunakan symbol (1990: 40) Pada bagian lain Cassirer juga berpendapat bahwa
ciri utama atau ciri khas manusia bukanlah kodrat fisik atau kodrat metafisiknya,
melainkan karyanya.
Karyanyalah, sistem-sistem kegiatan manusiawilah yang menentukan dan membatasi
Dunia

4. Manusia menurut pola pemikiran Religius


Pola pemikiran ini bertolak dari pandangan manusia sebagai homo religiosus.
Salah satu tokohnya adalah Mircea Eliade. Pandangan Eliade dapat dilihat pada tulisan
Mangunhardjono dalam buku Manusia Multi Dimensional: Sebuah renungan filsafat,
1982:38). Menurut Eliade, homo religiosus adalah tipe manusia yang hidup dalam suatu
alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati sakralitas yang
ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam tumbuh-tumbuhan, dan
manusia.
Pengalaman dan penghayatan akan Yang Suci ini selanjutnya mempengaruhi,
membentuk, dan ikut menentukan corak serta cara hidupnya. Eliade
mempertentangkan homo religiosus dengan alam homo non-religiosus, yaitu manusia
yang tidak beragama, manusia modern yang hidup di alam yang sudah
didesakralisasikan, bulat-bulat alamiah, apa adanya, yang dirasa atau yang dialami
tanpa sakralitas. Bagi manusia yang nonreligiosus, kehidupan ini tidak sakral lagi,
melainkan profane saja.

Menurut Soerjanto Poespowardojo sebagaimana dimuat dalam Sekitar Manusia:


Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia (1978: 3) bahwa untuk memahami manusia
bukan dari kacamata seorang antropolog, biolog atau psikolog, karena hal itu lebih
merupakan interpretasi perorangan. Titik tolak pembahasan tentang manusia sebaiknya
dari kondisi manusia yang sewajarnya dan keaslian hidupnya. Jadi, manusia yang
ditempatkan dalam konteks kenyataan yang riil. Apakah yang dimaksud manusia
wajar?
Menurut pelopor eksistensialisme Soren Kierkegaard dalam karyanya Either/Or
sebagaimana dikutip oleh Poespowardojo dalam buku tersebut, bahwa manusia wajar
adalah manusia konkret, seperti yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, manusia yang demikian, harus disaksikan dan dihayati: semakin mendalam
penghayatan kita perihal manusia, maka akan semakin bermaknalah kehidupannya.
Dengan membuka lingkup yang sewajarnya, seharusnya kita melihat manusia
sebagai makhluk alamiah, “naturwesen’ yang merupakan bagian dari alam dan oleh
karena itu memiliki sifat-sifat dan tunduk kepada hukum yang alamiah pula. Sebagai
makhluk alamiah, maka manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Ia
membutuhkan makanan agar badannya tetap segar dan sehat. Ia membutuhkan
hiburan agar hidupnya menarik dan tidak membosankan. Ia pun perlu belajar dsb.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang serba butuh
hal-hal yang fisik dan rohani. Adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut menunjukkan

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 55


bahwa manusia adalah makhluk yang belum selesai, artinya untuk memenuhi segala
kebutuhannya ia harus bekerja dan berkarya. Jelaslah di sini bahwa kerja dan berkarya
mempunyai arti yang manusiawi. Dalam kerjalah tercermin mutu serta martabat
manusia.

B. Wujud Sifat Hakekat Manusia


Menurut kaum eksistensialis (dalam Tirta Raharja dan La Sulo, 1985: 4-11)
wujud sifat hakekat manusia melputi:
1. Kemampuan menyadari diri: yakni bahwa manusia itu berbeda dengan makhluk
lain, karena manusia mampu mengambil jarak dengan obyeknya termasuk mengambil
jarak terhadap dirinya sendiri. Dia bisa mengambil jarak terhadap obyek di luar maupun
ke dalam diri sendiri. Pengambilan jarak terhadap obyek di luar memungkinkan
manusia menegmbangkan aspek sosialnya. Sedangkan pengambilan jarak terhadap
diri sendiri, memungkinkaan manusia mengembangkan aspek individualnya.
2. Kemampuan bereksistensi: dengan kemampuan mengambil jarak dengan obyekya,
berarti manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan hanya dalam kaitannya
dengan soal ruang melainkan juga soal waktu. Manusia tidak terbelenggu oleh ruang (di
ruang ini atau di sini), dia juga tidak terbelenggu oleh waktu (waktu ini atau sekarang
ini), tetapi mampu menembus ke masa depan atau ke masa lampau. Kemampuan
menempatkan diri dan menembus inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Justru
karena mampu bereksistensi inilah, maka dalam dirinya terdapat unsure kebebasan.

2. Kata hati (geweten atau conscience yang artinya pengertian yang ikut serta):
kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan yang
buruk bagi manusia sebagai manusia. Orang yang tidak memiliki pertimbangan
dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang yang baik atau yang
buruk, atau pun kemampuannya dalam mengambil keputusan tersebut dari sudut
pandang tertentu saja, misalnya dari sudut kepentingannya sendiri dikatakan
bahwa kata hatinya tidak cukup tajam. Manusia memiliki pengertian yang
menyertai tentang apa yang akan , yang sedang dan yang telah dibuatnya,
bahkan mengerti pula akibat keputusannya baik atau buruk bagi manusia
sebagai manusia..

4. Tanggung jawab: adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari perbuatan yang
menuntut jawab. Wujud tanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab
kepada diri sendiri, kepada masyarakat dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada
diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan
yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan
normanorma social, yang berarti siap menanggung sangsi social manakala tanggung
jawab social itu tidak dilaksanakan. Tanggung jawab kepada Tuhan berarti
menanggung tuntutannorma-norma agama, seperti siap menanggung perasaan
berdosa, terkutuk dsb.

5. Rasa kebebasan: adalah perasaan yang dimiliki oleh manusia untuk tidak terikat
oleh sesuatu, selain terikat (sesuai) dengan tuntutan kodrat manusia. Manusia
bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan (sesuai) dengan tuntutan kodratnya
sebagai manusia. Orang hanya mungkin merasakan adanya kebebasan batin
apabila ikatan-ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya, dan menjiwai
segenap perbuatannya.

6. Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk social. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu sama lain,
karena yang satu mengandaikan yang lain. Hak tak ada tanpa kewajiban, dan
sebaliknya. Dalam kenyataan sehari-hari, hak sering diasosiasikan dengan sesuatu
yang menyenangkan, sedangkan kewajiban sering diasosiasikan dengan beban.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 56


Ternyata, kewajiban itu suatu keniscayaan, artinya, selama seseorang menyebut
dirinya manusia dan mau dipandang
sebagai manusia, maka wajib itu menjadi suatu keniscayaan, karena jika mengelaknya
berarti dia mengingkari kemanusiaannya sebagai makhluk social.

7. Kemampuan menghayati kebahagiaan: bahwa kebahagiaan manusia itu tidak


terletak pada keadaannya sendiri secara factual, atau pun pada rangkaian prosesnya,
maupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupannya
atau kemampuannya menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa, dan
mendudukkan hal-hal tersebut dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu: usaha,
norma-norma dan takdir.

C. Unsur-unsur Hakekat Manusia


Menurut Notonagoro, manusia adalah makhluk monopluralis, maksudnya
makhluk yang memiliki banyak unsur kodrat (plural), tetapi merupakan satu kesatuan
yang utuh (mono). Jadi, manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang merupakan satu
kesatuan yang utuh. Tetapi dilihat dari segi kedudukannya, susunannya, dan sifatnya
masing-masing bersifat monodualis. Riciannya sebagai berikut: dilihat dari kedudukan
kodratnya manusia adalah makhluk monodualis: terdiri dari dua unsur (dualis), tetapi
merupakan satu kesatuan (mono), yakni sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
sekaligus sebagai makhluk Tuhan Dilihat dari susunan kodratnya, manusia sebagai
makhluk monodualis, maksudnya terdiri dari dua unsur yakni unsur raga dan unsur jiwa
(dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Dilihat dari sifat kodratnya,
manusia juga sebagai makhluk monodualis, yakni terdiri dari unsur individual dan unsur
sosial (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Secara keseluruhan,
manusia adalah makhluk monopluralis seperti disebutkan di depan.

D. Dimensi-dimensi Kemanusiaan
Untuk melengkapi uraian tentang hakekat manusia, berikut disajikan pandangan –
pandangan lain yang diambil dari sumber lain pula. Manusia adalah makhluk
berdimensi banyak, yakni dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi
kesusilaan, dan dimensi keberagamaan (Tirtarahardja dan La Sulo, 1985: 16). Jose
Ortega Y. Gasset sebagaimana dimuat dalam Manusia Multi Dimensional; Sebuah
renungan filsafat (1982: 101), mengusulkan dimensi kesejarahan manusia.

1. Dimensi Keindividualan
Bahwa setiap individu memiliki keunikan. Setiap anak manusia sebagai individu
ketika dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi diri sendiri yang berbeda dari
yang lain. Tidak ada diri individu yang identik dengan orang lain di dunia ini. Bahkan
dua anak yang kembar sejak lahir tidak bisa dikatakan identik. Karena adanya
individualitas ini maka setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda
.
2. Dimensi Kesosialan
Bahwa setiap manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk hidup bersama
dengan orang lain. Manusia dilahirkan memiliki potensi sebagai makhluk social.
Menurut Immanuel Kant, manusia hanya menjadi manusia jika berada di antara
manusia. Apa yang dikatakan Kant cukup jelas, bahwa hidup bersama dan di antara
manusia lain, akan memungkinkan seseorang dapat mengembangkan
kemanusiaannya. Sebagai makhluk social, manusia saling berinteraksi. Hanya dalam
berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi seseorang
menyadari dan menghayati kemanusiaannya.

3. Dimensi Kesusilaan
Manusia ketika dilahirkan bukan hanya dikaruniai potensi individualitas dan
sosialitas, melainkan juga potensi moralitas atau kesusilaan. Dimensi kesusialaan atau
moralitas maksudnya adalah bahwa dalam diri manusia ada kemampuan untuk berbuat
kebaikan dalam arti susila atau moral, seperti bersikap jujur, dan bersikap/berlaku adil.
Manusia susila menurut Drijarkara (dalam Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 20) adalah
manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut.

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 57


Agar anak dapat berkembang dimensi moralitasnya, diperlukan upaya pengembangan
dengan banyak diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan, seperti memberikan
uang pada peminta-minta, bakti social dsb.

4. Dimensi Keberagamaan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, sebagaimana telah disinggung di
depan. Sebagai makhluk religius, manusia sadar dan meyakini akan adanya kekuatan
supranatural di luar dirinya. Sesuatu yang disebut supranatural itu dalam sejarah
manusia disebut dengan berbagai nama sebutan, satu di antaranya adalah sebutan
Tuhan. Sebagai orang yang beragama, manusia meyakini bahwa Tuhan telah
mewahyukan kepada manusia pilihan yang disebut rasul yang dengan wahyu Tuhan
tersebut, manusia dibimbing ke arah yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih
bertaqwa.

5. Dimensi Kesejarahan
Dunia manusia, kata Ortega Y. Gasset, bukan sekedar suatu dunia vital seperti
pada hewan-hewan. Manusia tidak identik dengan sebuah organisme. Kehiduannya
lebihdari sekedar peristiwa biologis semata,. Berbeda dengan kehidupan hewan,
manusia menghayati hidup ini sebagai “hidupku” dan “hidupmu”- sebagai tugas bagi
sang aku dalam masyarakat tertentu pada kurun sejarah tertentu. Keunikan hdup
manusia ini tercermin dalam keunikan setiap biografi dan sejarah (dalam
Sastrapratedja, 1982: 106).
Dimensi kesejarahan ini bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk
historis, makhluk yang mampu menghayati hidup di masa lampau, masa kini, dan
mampu membuat rencana-rencana kegiatan-kegiatan di masa yang akan dating.
Dengan kata lain, manusia adalah mekhluk yang menyejarah. Mengenai hal ini sudah
dibahas di depan yakni ketika membiacarakan pandangan Drijarkara.
Semua unsur hahekat manusia yang monopluralis atau dimensi-dimensi
kemanusiaan tersebut memerlukan pengembangan agar dapat lebih meyempurnakan
manusia itu sendiri. Pengembangan semua potensi atau dimensi kemanusiaan itu
dilakukan melalui dan dengan pendidikan. Atas dasar inilah maka antara pedidikan dan
hakekat manusia ada kaitannya. Dengan dan melalui pendidikan, semua potensi atau
dimensi kemanusiaan dapat berkembang secara optimal. Arah pengembangan yang
baik dan benar yakni ke arah pengembangan yang utuh dan komprehensif..

Daftar Pustaka
Cassirer, Ernst. Diindonesiakan oleh Alois A. Nugroho. 1990. Manusia dan
Kebudayaan:
Sebuah Esei tentang Manusia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984/1985. Materi Dasar Pendidikan
Program
Akta Mengajar V. Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud.
der Wij, P.A., van. 1991. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
Dirto Hadisusanto dkk. 1995. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Faultas
Ilmu Pendidikan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta
Drijarkara, N. 1969. Filsafat Manusia. Jogjakarta: Penerbit Jajasan Kanisius.
Leahy, Louis. 1989. Manusia Sebuah Misteri: Sintesis Filosofis tentang Makhluk
Paradoksal.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Piedade, Joao Inocencio. 1986. “Problematika Manusia dalam Antropologi Filsafat”
dalam Basis. Ediisi Oktober-1986-XXXV-10.
Sastrapratedja, M. 1982. Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Sumitro dkk. 1998. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Yogyakarta.
Umar Tirtarahardja da La Sulo. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Direktorat
Jenderal
Tinggi Depdikbud

D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 58


D// wayan 2012 HAKEKAT MANUSIA // hal . 59

Anda mungkin juga menyukai