Wacana : Makna Kesejahteraan dan Kebahagiaan pada THK
Sub-CP Mata Kuliah
1. Menganalisis pentingnya pikiran dalam konteks menentukan kebahagiaan. 2. Menjelaskan empat tujuan hidup manusia. 3. Menganalisis hubungan kerja dengan kebahagiaan.
A. Wacana Kesejahteraan dan Kebahagiaan
• Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman, kesenangan hidup, dan sebagainya; serta kemakmuran (KBBI) • Kebahagiaan berarti perasaan bahagia, kesenangan dan ketenteraman hidup (lahir batin), keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir-batin (KBBI). • Menurut Epikuros (dalam Herry-Priyono, 2016), kebahagiaan adalah kondisi jiwa (pikiran, emosi, fisik) yang ditandai oleh ketenangan jiwa (kondisi tidak kacau/ bingung). • Kesejahteraan lebih menonjolkan perasaan senang atau tenteram karena dapat memenuhi kebutuhan ekonomi terkait dengan tubuh, sedangkan kebahagiaan muncul karena kemampuan memenuhi kebutuhan kejiwaan atau spiritualitasnya. • Menurut Aristoteles (dalam Magnis-Suseno, 2018), kebahagiaan merupakan tujuan terakhir dan tertinggi bagi manusia. Menurut agama Islam dan Kristen kebahagiaan final tersebut dilabel sebagai surga, Hindu menyebut moksha, dan Budha menamakan nirvana. • Kebahagiaan dibedakan menjadi dua, kebahagiaan (k huruf kecil) dan Kebahagiaan (K huruf kapital), kebahagiaan disamakan dengan kesejahteraan, sedangkan Kebahagiaan adalah tertinggi dan finalis, itulah surga, moksha, atau nirvana. • Menurut Atmaja (2019), kebahagiaan di dunia merupakan tujuan antara untuk mencapai Kebahagiaan. Tolong buatkan diagram venn-nya: Insersi kesejahteraan dan Kebahagiaan adalah kebahagiaan. • Berbagai aspek mempengaruhi pencapaian kebahagiaan dan Kebahagiaan (Gambar 2.1. halaman 28). Tolong ganti istilah Catur Purusartha dengan Empat Tujuan Hidup Manusia, dan Karmaphala dengan Hukum Karma.
B. Pikiran Menentukan Kebahagiaan
• Pikiran sebagai unsur pawongan di dalam diri sangat penting karena menentukan kehidupan manusia. Segala sesuatu yang dilakukan manusia adalah produk pikirannya. • Pikiran dan perasaan menggunakan otak sebagai kendaraannya. Jika pikiran yang menang, maka tindakan manusia akan lebih rasional; sebaliknya jika perasaan yang menang, maka akan lebih emosional (Atmadja, 2019; Krishna, 2014). • Tindakan manusia merupakan perpaduan rasio dan perasaan. Tindakan melahirkan pengalaman. Pengalaman dapat berupa kebahagiaan atau ketidakbahagiaan, yang akhirnya tersimpan dalam pikiran. • Manusia hidup dalam siklus kebahagiaan dan ketidakbahagiaan, akhir dari kebahagiaan adalah ketidakbahagiaan, sebaliknya akhir ketidakbahagiaan adalah kebahagiaan. (Masalah: bisakah kita meraih kebahagiaan yang tidak akan kembali lagi ke ketidakbahagiaan? Sukha tanpa wali duhka). • Beberapa aspek yang memerlukan perhatian berkaitan dengan kebahagiaan: 1) Kesejahteraan atau kebahagiaan terkait dengan pikiran dan perasaan. 2) Kebahagiaan bergantung pada pengalaman yang tersimpan dalam pikiran seseorang. 3) Kebahagiaan bergantung pada orangnya sehingga kebahagiaan bersifat subjektif. 4) Pikiran dan perasaan manusia selalu berubah dari waktu ke waktu. Selama manusia hidup akan selalu bergelut dengan suka, duka, lara, pati (bahagia, tidak bahagia, menderita/sakit, dan akhirnya mati). • Manusia memiliki keinginan (kama) yang tidak pernah pudar, bahkan cenderung berkembang karena manusia adalah pabrik hasrat berjalan. Akibatnya, suka dan duka terus menyelimuti manusia, dan susah meraih kebahagiaan yang ajeg. • Kerja keinginan adalah dalam rangka mencari semat, drajat, dan kramat. Semat artinya kekayaan, keenakan, dan kesenangan; drajat mencakup keluhuran, kemuliaan, kebanggaan, dan keutamaan; sedangkan kramat berkaitan dengan kekuasaan, kepercayaan agar disegani dan dipuji-puji. • Cara untuk menghadapi siklus suka-duka adalah bersyukur saat senang dan bersabar (tenang) saat susah. • Pada era revolusi industri 4.0, peran pasar digital sebagai penyedia barang dan jasa sangat dominan untuk memanjakan tubuh dan panca indra. Akibatnya, tubuh (palemahan) justru menjadi pengendali pikiran (pawongan). Roh (parhyangan) juga tidak mampu memberikan penyadaran spiritual kepada manusia yang jatuh pada kesadaran tubuh/raga. Fenomena tersebut sangat jelas tampak pada jaman kali (jaman nungkalik) dewasa ini. Agama formal yang menekankan pada pengendalian diri terpinggirkan oleh semarak agama pasar yang memanjakan keinginan. • Revolusi mental individu ber-THK, memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1) Peran pikiran atau akal budi (pawongan) tidak lagi di bawah kendali tubuh dan panca indra (palemahan). 2) Manusia bertindak tidak berdasarkan perasaan nikmat atau tidak nikmat (ukuran tubuh), tetapi berdasarkan ukuran akal budi yang menonjolkan pertimbangan rasionalitas dan moralitas. 3) Manusia tidak lagi terjebak pada keinginan – konsumsi terkait makna simbolik dan citra diri, tetapi pada kebutuhan – nilai guna yang mendasarkan pada pertimbangan akal budi. • Posisi roh/atman (Parhyangan) pada revolusi mental ala THK. 1) Manusia tidak dapat langsung meminta kepada roh untuk mengendalikan tubuh dan panca indra karena itu adalah tugas akal budi (raja indria). 2) Gagasan akan adanya roh dalam tubuh memberikan kesadaran bahwa esensi manusia tidak hanya terdiri atas tubuh fisik, tetapi juga tubuh rohani. 3) Tubuh fisik hancur setelah kematian, tubuh rohani tidak hancur oleh proses kematian. 4) Akal budi tidak hanya untuk mengendalikan tubuh dan panca indra, tetapi juga mengarahkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 5) Manusia tidak hanya menjadikan dirinya sebagai homo religious, tetapi juga homo deus (manusia sebagai citra Tuhan). 6) Manusia tidak cukup hanya modal intelektual, tetapi juga harus menguasai modal spiritual, yang bermuara pada kesalehan individual dan kesalehan sosial secara berimbang dan bersinergi. 7) Kebahagian tidak akan pernah kita raih bila kita selalu merindukan sesuatu yang baru. Untuk menjadi bahagia, manusia mesti mensyukuri apa yang telah dimilikinya. Rumus singkat untuk mewujudkan tujuan: SAYA INGIN BAHAGIA: Pertama hilangkan saya (saya = ego), turunkan egonya; kemudian kurangi keinginan, akhirnya yang tersisa adalah kebahagiaan. • Ketidakbahagian terlahir dari pikiran yang penuh dengan kejahatan, sebaliknya kebahagian muncul dari pikiran yang dipenuhi kesucian dan kasih sayang. • Cara untuk menjaga agar pikiran menjadi suci (Kasturi, 2008). 1) Menyadari akan adanya tiga dorongan yang dapat menghancurkan manusia, yaitu: hasrat berlebih, kemarahan, dan keserakahan. 2) Manusia mesti berlatih membiasakan diri melembagakan kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, dan antikekerasan. 3) Bergaul dengan orang-orang berbudi pekerti luhur agar tertular kebaikannya. 4) Secara bertahap mengurangi keterikatan pikiran pada benda-benda yang memberikan kenikmatan duniawi, disertai usaha pengalihan yang mengarah pada penguatan spiritualitas. • Revolusi mental ala THK tidak memusuhi tubuh, tetai sebaliknya mencintai tubuh. Tubuh dicintai dengan alasan berikut. 1) Tubuh adalah tanda kehadiran manusia di tengah-tengah manusia lainnya. 2) Kepemilikan tubuh menyebabkan manusia dapat berinteraksi dengan manusia lainnya dalam masyarakat. 3) Tubuh menyebabkan manusia dapat melaksanakan kewajibannya sebagai manusia, seperti bersikap, bertindak, bergerak, dan bekerja. 4) Tubuh adalah identitas yang membedakan saya dengan dia. 5) Tubuh adalah tempat mengada bagi roh. Tubuh merupakan tempat suci bagi Tuhan yang menubuh dalam bentuk atma (roh). • Manusia wajib memelihara tubuh fisiknya agar sehat, memiliki kekuatan, berumur panjang, dan rupawan. Sementara itu, manusia juga wajib menyucikan tubuh rohaninya dengan ilmu dan agama. Tubuh fisik dan rohani yang sehat dan suci akan menuntun manusia menuju kebahagiaan dan Kebahagiaan. C. Kebahagiaan Mengacu pada Catur Purusārtha • Manusia adalah makhluk mendamba kebahagiaan, yang dapat diraih melalui tindakan yang baik dan benar. • Masyarakat Bali memandang kebahagiaan harus ditempatkan pada bingkai yang lebih besar, dalam rumusan tujuan hidup manusia, yang terdiri atas empat sehingga dikenal sebagai Catur Purusārtha, meliputi: 1) Kebajikan, yang bersumber pada nilai-nilai agama dan hukum-hukum Negara. Internalisasi kebajikan pada diri manusia akan meningkatkan kualitas dirinya untuk mewujudkan harmoni teologis, harmoni sosial, dan harmoni ekologis sebagai basis pencapaian kebahagiaan dan Kebahagiaan. 2) Kekayaan dan uang, yang digunakan untuk menunjang kebutuhan manusia selama hidupnya. Pencarian kekayaan/uang harus sesuai dengan hukum kebajikan. 3) Keinginan, yang akan terus ada selama manusia hidup dan memberikan kenikmatan tertentu. Keinginan harus dibatasi karena tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum kebajikan. Keinginan itu ibarat api yang terus akan membesar dan membahayakan jika dipenuhi dengan bahan bakar, sebaliknya akan bermanfaat jika pemenuhan bahan bakarnya dikendalikan. 4) Kebebasan, sebagai bentuk Kebahagiaan tertinggi yang bisa diraih setelah kematian, serta kebebasan dari kemiskinan materi dan kemiskinan akal budi (spiritual) yang bisa diraih selama hidup.