Anda di halaman 1dari 14

4.

IPTEK dan SENI

1.Filsafat Ilmu Pengetahuan


Filsafat Ilmu pengetahuan adalah kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu
pengetahuan, sehingga filsafat ilmu pengetahuan dapat menjawab beberapa persoalan, seperti:
a. Persoalan dalam landasan dimensi Ontologis
Artinya: persoalan tentang Objek apa yang ditelaah ?, Bagaimana wujud yang hakiki dari objek
tersebut ?, Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindra) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini
adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang bidang ilmu.
b. Persoalan dalam landasan dimensi epistemologis
Artinya: persoalan bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu
menjadi ilmu ?. Bagaimana prosedur dan mekanismenya ?. Hal hal yang harus diperhatikan
agar dapat diperoleh pengetahuan yang benar ?. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?.
Apa kriterianya ?. Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu manusia dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu ?.
c. Persoalan dalam landasan dimensi aksiologis
Artinya: persoalan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ?. Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah kaidah moral ?. Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan pilihan moral ?. Bagaimana korelasi
antara teknik proseduran yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma
norma moral ?.

Tujuan Filsafat Ilmu Pengetahuan


a. mendalami unsure-unsur pokok ilmu pengetahuan, sehingga secara menyeluruh dapat
dipahami sumber-sumber, hakikat, dan tujuan ilmu pengetahuan.
b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,
sehingga didapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
c. Menjadi pedoman bagi para pendidik dan anak didik dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, khususnya untuk membedakan persoalan ilmiah dan non ilmiah.
d. Mendorong para calon ilmuwan untuk konsentrasi dalam mendalami ilmu pengetahuan
dan mengembangkannya.
e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu pengetahuan dan
agama tidak ada pertentangan (Amsal Bakhtiar, 2004: 20).

Objek filsafat ilmu pengetahuan


a. Objek material, yaitu objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, oleh sebab ini objek
material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.
b. Objek formal, yaitu sudut pandang terhadap objek materialnya, sehingga objek formalnya
berupa hakekat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu menaruh perhatian terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan.

Ruang lingkup Filsafat Ilmu pengetahuan


Jadi, cakupan objek filsafat lebih luas dibanding dengan ilmu, sebab ilmu hanya mencakup
yang empiris saja, sedang filsafat tidak hanya yang empiris saja. Secara historis ilmu adalah
berasal dari kajian filsafat, sebab awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang yang
ada secara sistematis, rasional, logis dan empiris. Setelah berjalan, terkait dengan yang empiris,
maka semakin bercabang dan berkembang, sehingga timbullah spesifakasi dan menampakkan
kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Hal ini
seperti diibaratkan oleh Will Durant, bahwa filsafat bagaikan Marinir yang merebut pantai
untuk pendaratan pasukan Infantri. Pasukan Infantri adalah sebagai pengetahuan yang di
antaranya adalah ilmu, Sedangkan filsafat yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan (Sumber buku Filsafat Ilmu oleh: Amsal Bakhtiar, 2008, 2). Setelah itu, ilmu
berkembang sesuai dengan spesialisasi masing masing, sehingga ilmulah secara praktis
bagaikan membelah gunung, dan merambah hutan. Sedangkan filsafat kembali ke laut lepas
untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh. Oleh sebab itu, filsafat sering disebut
sebagai induk/ ibu ilmu penetahuan. Hal ini bisa dimengerti, sebab dari filsafatlah, maka ilmu
ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan
sekaligus buahnya, yaitu: teknologi.

Titik Pandang Filsafat Ilmu pengetahuan


a. Perumusan world-views yang konsisten, misal: pada beberapa pengertian didasarkan atas
teori teori ilmiah.
Jadi filsuf ilmu bertugas mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari illmu.
b. Eksposisi dari presuppositions dan predispositions para ilmuwan. Misal: filsuf ilmu
mengemukakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak berubah-ubah, dan terdapat
keteraturan di alam, sehingga gejala-gejala alam mudah didapat oleh peneliti. Oleh sebab itu
peneliti tidak menutup keinginan keinginan deterministik.
c. Konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
Artinya memberikan kejelasan tentang makna dari berbagai konsep, seperti gelombang,
potensial, dll.
Oleh sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama, apakah para ilmuwan mengerti suatu konsep yang digunakannya, sehingga dalam
hal ini tidak memerlukan klasifikasi.
Kedua, para ilmuwan tidak tahu makna konsep tersebut, sehingga mereka harus inquiry
hubungan konsep itu dengan konsep-konsep lain.
Jadi, bila seorang ilmiawan melakukan inquiry, berarti ia sedang mempraktekkan filsafat
ilmu.
d.Filsafat ilmu merupakan second-order criteriology.
Filsafat Ilmu mempunyai beberapa criteria yang harus dipahami bagi para ahlinya.
Artinya: bahwa filsuf ilmu menuntut jawaban jawaban atas pertanyaan:
1). Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dengan tipe penyelidikan lain.
2). Prosedur yang bagaimana yang harus diikuti oleh para ilmuwan dalam menyelidiki alam.
3). Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai dalam penyelidikan ilmiah agar jadi benar.
4). Status yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum ilmiah.
Jadi pertanyaan itu ada perbedaan yang dapat dirumuskan antara doing science dan thingking
tentang ilmu.

Jawaban dari tiga dimensi persoalan filsafat ilmu pengetahuan


a.Dimensi Ontologis
1. Menurut bahasanya, ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: On/ Ontos = ada, dan
Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilahnya, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/ konkrit maupun rohani/ abstrak.

b.Dimensi Epistemologi
Epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan tanggung jawab atas pernyataan mengenai
pengetahuan.

c. Dimensi aksiologis
Terkait dengan nilai, maka tentang nilai dapat subjektif tapi dapat juga objektif. Kemudian
bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan ? Bagi seorang ilmuwan, kegiatan
ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah hal yang sangat penting. Yang lebih penting
adalah bahwa ilmu pengetahuan tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, namun
ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat manusia berkuasa untuk mengendalikannya.
Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi
ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, namun kemanusiaanlah
yang harus menggemgam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka
pengembangan diri kepada sang Pencipta.
2.Filsafat Nilai
Filsafat nilai atau aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai
atau suatu studi yang menyangkut segala yang bernilai. Di samping itu aksiologi berhubungan
dengan etika dan estetika, baik nilai itu sesuatu yang bersifat subyektif maupun obyektif.
Tujuan nilai adalah untuk mengetahui apakah sesuatu itu baik atau buruk, suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang dan lain sebagainya. Sehingga dengan mengetahui nilai maka
tercapailah apa yang menjadi tujuan manusia.
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas
tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai
keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini bukanlah membahas tentang nilai
kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga. Pengertian nilai itu adalah harga dimana
sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga
karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu
mempunyai harga yang sama pula karena penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu
biasanya berlainan. Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap sesuatu itu karena ia
tidak berharga baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang sangat
tinggi karena itu sangatlah berharga baginya
Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide
atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra. Tingkah
laku perbuatan manusia atau sesuatu yang mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh
indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali kepada ilmu pengetahuan, maka kita
akan membahas masalah benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika dimana
persoalan nilai adalah persoalan penghayatan, perasaan, dan kepuasan. Ringkasan persoalan
nilai bukanlah membahas kebenaran dan kesalahan (benar dan salah) akan tetapi masalahnya
ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang tidak terlepas
dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan
masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori yang
dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama terhadap nilai
itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positivisme, pragmatisme, fvtalisme,
hindunisme dan sebagainya.

2.1.Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan
tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos
yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki
perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika
mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan
bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik
dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku
manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide
tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa
fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik
dan buruk akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-
kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah
sama (relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu
mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau
dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah
sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu
dapat dinilai oleh etika.
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-
syarat tertentu, yaitu :
1. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu orang-orang
yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa
perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam
etika.
2. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja. Perbuatan manusia
(kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia
semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.
3. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri. Perbuatan
manusia yang dilakukan denan paksaan (dalam keadaan terpaksa) maka perbuatan itu
tidak akan dikenakan sanksi etika.

2.2.Estetika
Estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk
menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang
jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini.
Banyak teori yang membahas mengenai masalah estetika. Zaman dahulu kala, orang
berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika (abstrak). Sedangkan dalam teori modern,
orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis
dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.

3.Filsafat Metafisika
Metafisika merupakan salah satu cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau
hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah
Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di
alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas
pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan; kebendaan, sifat, ruang,
waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Penggunaan istilah "metafisika" telah
berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia fisik

Beberapa Tafsiran Metafisika

Dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran
metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah
bahwa terdapat hal-hal gaib (supernatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih
kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran
supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain paham
tersebut, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. Paham ini amat bertentangan
dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam
tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat di
alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham
naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan
hanyalah logika akal semata, sehingga mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib
itu. Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap bahwa
alam semesta dan manusia berasal dari materi.
Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai makhluk hidup. Timbul dua
tafsiran yang masing-masing saling bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik.
Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala
kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang
berbeda secara substansif dengan hanya sekadar gejala kimia-fisika semata.
Berbeda halnya dengan telah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua tafsiran
yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan dualistik. sudah
merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat
(objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak
membedakan antara pikiran dan zat, keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala
disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak
oleh kaum yang menganut paham dualistik.
Dalam metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran)
yang bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh
pikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan
berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.

Metafisika dalam Ilmu Pengetahuan (ontology dan epistemology).


Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, akan ultimate reality
baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah
filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Epistemologi bertalian dengan definisi dan
konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara subjek
dan objek. Atau dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul,
asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting
dalam menentukan sebuah model filsafat.
Wittgenstien menyatakan terdapat tiga persoalaan dalam metafisika, yaitu:
1). Subjek bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia, melainkan lebih dapat dikatakan
sebagai batas dari dunia.
2). Kematian, kematian bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan, manusia tidak hidup
untuk mengalami pengalaman kematian.
3). Tuhan, Ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia.

C. Manfaat Metafisika bagi Pengembangan Ilmu (Aksiologi)


Aksiologi sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan bagi
manusia. Aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur kebenaran (ilmiah), etik, dan
moral sebagai dasar normative dalam penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Pembahasan yang mendalam tentang keberadaan metafisika dalam ilmu pengetahuan
memberikan banyak wawasan bagaimana metafisika merupakan hal substantive dalam
menelaah lebih jauh konsep keilmuan dalam menunjang kejayaan manusia dalam berfikir dan
menganalisis. Sehingga manfaat yang mutlak terhadap pengembangan ilmu dipaparkan Kuhn
bahwa kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika
kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar,
antara lain: metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan historis serta metafisika
mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan
kreativitas baru.
Selanjutnya Kennick juga mengungkapkan bahwa metafisika mengajarkan cara berfikir
yang serius, terutama dalam menjawab problem yang bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga
melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam. Perdebatan dalam metafisika melahirkan
berbagai aliran, mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga memicu proses
ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.
Sementara Van Peursen mengatakan bahwa metafisika menuntut orisinalitas berfikir,
karena setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan
menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk
pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. Metafisika mengajarkan pada
peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling
akhir. Serta hal yang paling booming dalam dunia filsafat adalah bagaimana Descartes
mengungkapkan bahwa Kepastian ilmiah dalam metode skepticnya hanya dapat diperoleh jika
kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito
ergo sum) Skeptis-Metodis Rene Descartes.
Disamping itu Bakker mengemukakan bahwasanya metafisika mengandung potensi untuk
menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam ilmu
berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetepi
juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.
4.Iman,Ilmu dan amal sebagai kesatuan
Iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan
tindakan (perbuatan). Iman dalam agama Buddha disebut juga Saddha.
Ilmu artinya ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan
pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah
manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya
maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa
penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.
Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang
telah ada lebih dahulu.
Amal perbuatan baik atau buruk, ataupun dapat dikatakan sebagai suatu yang dilakukan
dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia.

Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal


Melalui ilmu seseorang dapat membuktikkan bahwa ilmu yang ia pelajari itu benar
adanya sehingga ia dapat meyakini akan kebenaran ilmu tersebut (iman) . Melalui iman
tersebut ia dapat mempraktikkan manfaatnya sehari-hari kepada masyarakat luas (amal).

5.Kewajiban menuntut Ilmu dan Mengamalkan Ilmu


Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi, dagingnya bertambah
tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang. (Dhammapada 152) Seseorang semakin beranjak
tua sepantasnya bertambah dalam kebijaksanaannya. Tetapi sebagaimana usia kronologis tidak
selalu persis sama dengan usia biologis atau waktu fisiologis dengan waktu psikplogis,
demikian pula halnya dengan ketuaan atau usia lanjut bukan jaminan terdapatnya
kebijaksanaan atau kesucian.
Seseorang tidak disebut thera (orang lebih tua) hanya karena rambutnya telah memutih.
Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut orang tua yang tidak berguna.
(Dhammapada 260) Orang yang memiliki kebenaran dan kebijakan, tidak kejam, terkendali
dan terlatih dari noda- noda, sesungguhnya ia patut disebut thera (orang yang lebih tua).
(Dhammapada 261)

6.Tanggung Jawab Terhadap Alam dan Lingkungan


Manusia memiliki tanggung jawab mengelola sumber daya alam dan lingkungan karena
manusia lebih tinggi derajatnya bila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya yang
menghuni bumi ini. Karena manusia memiliki daya pikir dan akal budi untuk membentuk cara
hidup sehingga dapat berusaha menghapuskan penderitaan dunia.
Dalam pandangan Buddhis, semua sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan, seperti
batubara dan minyak bumi haruslah hanya dipakai secara hemat dan efisien jika sungguh-
sungguh diperlukan. Menggunakan segala sesuatu yang tidak dapat dipulihkan secara semena-
mena dan boros adalah tindakan kekerasan.
Agama sebagai realitas maupun lembaga juga tidak lepas dari masalah yang menyangkut
ekonomi dan ekologi. Agama haruslah dijadikan panutan dalam menjalani realitas hidup nyata,
sebagai sumber nilai, petunjuk hidup benar, penjaga kehidupan yang sejati dan Luhur bukan
menjadi lembaga legitimasi keserakahan.
Peranan itu menjadi misi Buddha Dhamma sebagaimana yang telah terdapat pada
Mahavagga I : 11 :
“Demi kasih sayang, bekerjalah untuk kesejahteraan , keselamatan, dan kebahagiaan baik
dewa (makhluk selain manusia) ataupun manusia.”
Melalui ajarannya, ajarannya, agama membangun pandangan hidup umatnya dan
mempengaruhi perilaku pemeluknya dalam pergaulan dengan alam, keserasian hidup antara
manusia dengan alam, pengeksploitasi alam yang sesukanya.
Manusia dan alam maupun lingkungan saling tergantung satu sama lain. Buddha
Dhamma tidak menempatkan egoism (self-interest) manusia sebagai sesuatu yang utama,
begitu pula manusia terhadap alamnya. Alam adalah partner dalam kehidupan kita, yang harus
kita jaga kelestariannya dan kita nyatakan terima kasihnya.
Pandangan Buddha Dhamma mengenai hubungan manusia (makhluk) dengan
lingkungannya tercermin dalam Dhammapada 49, yaitu :
“Bagai seekor lebah yang tidak merusak bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah
memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa.”

7.Mangala Sutta
Memiliki pengetahuan luas dan keterampilan adalah berkah utama (Mańgala Sutta). Dalam
Natha Sutta, Dasakanipata, Anguttara Nikaya; Buddha menyatakan bahwa dengan memiliki
pengetahuan luas, seseorang berarti telah membuat pelindung bagi dirinya sehingga dapat
terhindar dari kehidupan yang penuh penderitaan.

8.Sekhiya Sila
Latihan yang harus dilaksanakan oleh para Bhikkhu untuk melatih diri disebut Sekhiya.
SEKHIYA 75
I. Tentang sikap tingkah laku yang tepat (Saruppa)
II. Tentang peraturan makan (Bhojanapatisamyuti)
III. Tentang cara mengajarkan Dhamma (Dhammadesanapatisamyutta)
IV. Tentang aneka macam peraturan (Pakinnaka)
9.Keselarasan antara perkembangan IPTEK dan Moral
Pengaruh Sains terhadap semakin tinggi tingkat intelektual seseorang, semakin
memudahkan seseorang memahami Buddha-Dharma. Buddha menjelaskan bahwa seringkali
panca indera kita memberikan pengetahuan yg tidak tepat dan menyesatkan. Apakah
pengetahuan semacam ini perlu? Tentu kalau kita tidak mau menjadi orang buta yang meraba
gajah lalu mendebatkannya (Udana, 68-69). Sains dan Tekhnologi memberi pengaruh banyak
terhadap pernyiaran Buddha Dharma; seperti penemuan kertas, teknologi cetak, digital,
arsitektur, media audio, media elektrik, internet dll.
Ukuran Peradaban Teknologi seringkali dipandang sebagai ukuran peradaban manusia,
sedangkan bagi Buddhisme adalah kesucian. Seringkali teknologi membuat kebanyakan orang
mengejar kepuasan indra dan kenikmatan duniawi, sedangkan Buddhisme justru membatasi
pemuasan nafsu indra. Apakah orang yang masih mengejar pemuasan nafsu inderawi dapat
menikmati kepuasan surgawi? Buddha membandingakan pemuasan nafsu inderawi dengan
penderita kusta. Orang yang sakit kusta yg merasa lega dan puas setelah menggaruk atau
bahkan membakar lukanya. Apabila ia telah sembuh, maka tiadak mau lagi melakukan
perbuatan yang sama. Terdapat kesenangan lain daripada kepuasan indra, yg memberi alasan
kenapa seseorang melepaskan diri dari kemelekatan nafsu indrawi. (M.I, 502-508) orang yang
sakit kusta yg merasa lega dan puas setelah menggaruk atau bahkan membakar lukanya.
Kaitan Sains dengan Moral IPTEK dipandang tidak mampu membuat manusia menjadi
lebih baik atau bermoral. Egoisme dan keserakahan manusia, berpotensi merendahkan
martabat bahkan menghancurkan. Menurut Buddha, pengetahuan bagi si dungu membawa
kesengsaraan, menghancurkan kebaikannya, dan membelah kepalanya sendiri. (Dhp. 72).
Agenda perkembangan IPTEK telah menjadi agenda agama pula, khususnya menyangkut etika
dan moral.

TUGAS
Permasalahan tentang:
1.Ilmu kedokteran: cloning,aborsi, dan euthanasia
Agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah
melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata.
Euthanasia atau mercy killing baik yang aktif atau pasif tidak dibenarkan dalam agama
Buddha karena perbuatan membunuh atau mengakhiri kehidupan seseorang ini, walaupun
dengan alasan kasih sayang, tetap melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis. Perbuatan
membunuh atau mengakhiri hidup seseorang ini sesungguhnya tidak mungkin dapat dilakukan
dengan kasih sayang atau karuna.
Karena proses DNA cloning sama sekali tidak merugikan makhluk hidup, maka DNA
cloning tentunya tidak bertentangan dengan etika Buddhis. DNA cloning merupakan teknik
biologi yang digunakan secara luas dan bebas di laboratori-laboratori biologi di seluruh dunia.
Pengambilan stem cell dari tahap embryogenesis ini seharusnya tak dianggap sebagai
pembunuhan karena belum dapat tergolong sebagai makhluk hidup, yakni belum terdapat bukti
telah terbentuknya kesadaran. Dari argumen ini, maka therapeutic cloning, andaikata saja
dilakukan di minggu pertama pembuahan, tak dapat disebut sebagai pembunuhan. Dengan
sendirinya, praktek therapeutic cloning seharusnya tak dianggap bertentangan dengan etika
Buddhis.
Untuk reproductive cloning dalam pandangan Buddhisme sangat tergatung dengan cara
cloning itu dilakukan. Jika pembuahan dan pengembangan ovum dan sperma dilakukan diluar
tubuh wanita namun mereka merupakan pasangan suami istri maka hal itu tidak bertentangan
dengan pandangan Buddhis. Namun apabila pemilik dari sel ovum dan sperma tersebut bukan
merupakan pasangan suami istri, contoh : pemanfaatan bank sperma, maka hal itu sangat
bertentangan dengan pandangan dan sila Buddhis yang ketiga, yaitu penghidaran diri dari
perzinahan.

2.Ilmu Pertanian: pupuk anorganik dan hibrida


Pupuk anorganik membantu petani membasmi hama dengan lebih baik, namun disisi lain
membunuh dan meracuni makhluk hidup di sekitar tanaman ataupun yang mengonsumsi
tanaman tersebut, tidak hanya hama saja, namun makhluk lain disekitarnya maupun juga
manusia. Pada manusia dapat mengakibatkan kanker jika terlalu sering dikonsumsi. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan Buddhis pemakaian pupuk anorganik dengan zat-
zat kimia yang terkandung di dalamnya kurang didukung karena membahayakan makhluk lain
demi kepentingan petani serta merusak ekosistem di sekitarnya.

3.Candi Borobudur sebagai wujud perpaduan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
Perpaduan antara pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula pada
pembuatan dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu maupun Buddha. Salah
satunya adalah Candi Borobudur. Candi Borobudur adalah candi Buddha yang terbesar
sehingga merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan
kerajaan Mataram. Dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling atas terdapat patung
Dyani Budha.Patung-patung Dyani Buddha inilah yang menjadi tempat pemujaan umat
Buddha.Di samping itu juga pada bagian atas, juga terdapat atap candi yang berbentuk
stupa.Untuk candi Buddha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa
merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Buddha. Dengan demikian seni
bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil
intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang
bercorak Indonesia.

4. Buat 10 soal pilgan


1. 1. Candi Borobudur
2. Candi Kalasan
3. Candi Plaosan
4. Candi Prambana
Yang termasuk candi Buddhis di Indonesia adalah A

2. 1. Cloning
2. Aborsi
3. Pemanfaatan Internet
4. Euthanasia
Yang sangat bertentangan dengan pandangan Buddhis akibat pengaruh kemajuan IPTEK
adalah C

3. 1. Sikap tingkah laku yang tepat


2. Peraturan Makan
3. Cara Mengajarkan Dhamma
4. Aneka Macam Peraturan
Sekhiya membahas tentang E

4. 1. Mahavagga I : 11
2. Magala Sutta
3. Natha Sutta
4. Aguttara Nikaya
Dimanakah tercantum hubungan antara manusia dan alam yang baik menurut pandangan
agama Buddha? D

5. 1. Subjek bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia, melainkan lebih dapat
dikatakan sebagai batas dari dunia.
2.. Kematian, kematian bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan, manusia tidak hidup
untuk mengalami pengalaman kematian.
3. Tuhan, Ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia.
4. Tuhan adalah tempat kita bertumpu
Wittgenstien menyatakan terdapat tiga persoalaan dalam metafisika, yaitu A
6. Nama asli Candi Borobudur adalah…
a. Sang Hyang Adhi Buddha
b. Dasabhumi Sambhara Budara
c. Amogasiddhi
d. Dhyana Abhaya
e. Lalitavistara

7. Bunyi Dhammapada 260 adalah…


a. Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi, dagingnya bertambah tetapi
kebijaksanaannya tidak berkembang.
b. Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut orang tua yang tidak berguna
c. Demi kasih sayang, bekerjalah untuk kesejahteraan , keselamatan, dan kebahagiaan baik
dewa (makhluk selain manusia) ataupun manusia.
d. Bagai seekor lebah yang tidak merusak bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah
memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa
e. Bagi ia yang bergantung, akan ada gerakan; namun bagi ia yang tiada lagi bergantung, tiada
lagi gerakan. Di mana tiada gerakan, di sana ada keheningan. Di mana ada keheningan,
tiada lagi kemelekatan. Ketika tiada lagi kemelekatan, tiada lagi datang maupun pergi. Di
mana tiada lagi datang maupun pergi, tiada lagi kemunculan (kelahiran) maupun kepergian
(kematian). Ketika tiada lagi kemunculan maupun kepergian, tiada lagi dunia ini maupun
dunia di luar ini, ataupun keadaan di antara kedua dunia ini. Ini, sesungguhnya, adalah
berakhirnya penderitaan.

8. Mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi
daripada nilai non spiritual (nilai material) disebut kaum..
a. Realis
b. Pragmatis
c. Idealis
d. Instrumentis
e. Harafis

9. Studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau suatu studi yang menyangkut segala
yang bernilai disebut juga dengan…
a. Geografi
b. Oceanografi
c. Termologi
d. Aksiologi
e. Ontologi

10. Apa pandangan Buddhis tentang hubungan manusia dan alam?


a.Sumber daya alam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
b. Alam dan manusia saling bergantung satu sama lain
c. Manusia harus memuja alam yang telah memberikan kehidupan
d.Semua sumber daya alam boleh dimanfaatkan dengan boros
e. Manusia sama sekali tidak boleh memanfaatkan dan merubah segala sesuatu di alam

Sumber :
http://filsafat-unhi.blogspot.co.id/2015/02/filsafat-ilmu-pengetahuan.html
http://kalidanastiti-space.blogspot.co.id/2013/12/axiologi-filsafat-nilai.html
https://ganiawanti.wordpress.com/2015/01/16/makalah-filsafat-nilai-antara-etika-dan-estetika/
https://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika
http://adipustakawan01.blogspot.co.id/2013/06/metafisika-filsafat-umu.html
http://lucki72.blogspot.co.id/2014/03/memeliharakeseimbangan-antara-iman-ilmu.html
http://slideplayer.info/slide/3258499/
Budi Pekerti dan HAM dalam Pendidikan Agama Buddha SMA Kelas XI oleh Sasanaputra A.K.,
S.Ag., M.Pd

Anda mungkin juga menyukai