yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Saddha atau keyakinan dikatakan demikian apabila "ia percaya pada penerangan agung dan Sang Buddha" (M.53). Namun keyakinan ini harus "masuk akal dan berdasarkan pada pengertian" (M.47), dengan demikian ia diharapkan untuk menyelidiki dan menguji apa yang ia yakini (M.47-49). Sehubungan dengan pengertian atau rumusan tentang keyakinan dalam Samyutta Nikaya XLVIII.45 dikatakan "seorang yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian". Jelaslah bahwa saddha didasarkan pada pengertian, sehingga pengalaman (praktek), penalaran, dan pengetahuan sangat menentukan tingkat keyakinan dari yang bersangkutan. Sila atau pelaksanaan latihan peraturan moral. Sila bukan peraturan lorangan, tetapi ajaran moral dengan tujuan agar umat Buddha menyadari akan akibat yang baik bila melaksanakannya dan akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Seseorang adalah bertanggung-jawab penuh pada setiap perbuatannya. Sehingga menurut Buddha Dhamma, setiap individu harus bertindak dewasa dan bijaksana dalam perilakunya. Pada kontek ini sila yang dimaksudkan adalah Pancasila Buddhis. Caga atau kemurahan hati, kedermawanan, kasih sayang yang dinyatakan dalam bentuk pertolongan melalui perbuatan atau kata-kata, serta tanpa ada perasaan bermusuhan dan iri hati, agar mahluk lain dapat hidup dengan tenang, damai dan bahagia. Mengembangkan caga dalam batin harus sering mengembangkan kasih sayangnya dengan menyatakan dalam batin "semoga semua mahluk berbahagia, bebas dan penderitaan, kebencian, kesakitan, dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri". Ia selalu memiliki kecenderungan batin untuk membahagiakan orang lain, pada waktu ia menolong atau membantu orang lain ia akan merasa gembira dan senang karena melihat orang yang ditolongnya bahagia. Panna atau kebijaksanan adalah sebagai hasil dari pengalaman, penalaran, dari pengetahuan pribadi. Kebijaksanaan merupakan dasar dari perkembangan mental, moral, spiritual, dan intelektual seseorang. Panna muncul bukan hanya didasarkan pada teori tetapi yang paling penting adalah pengalaman dalam pengamalan ajaran Sang Buddha. Secara ideal, yang dimaksudkan dengan panna adalah pengertian benar dari penembusan tentang anicca (ketidak kekalan), dukkha (sulit mempertahankan sesuatu karena sesuatu itu tidak kekal), dan anatta (tanpa inti atau jiwa yang kekal). Karaniya Metta Sutta merupakan Sutta yang menggambarkan cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk. Sutta ini pertama sekali di ucapkan langsung oleh Sang Buddha kepada lima ratus orang murid-Nya yang diganggu oleh makhluk yang menyeramkan sewaktu mereka diperintahkan oleh Sang Buddha untuk melatih diri di hutan. Untuk membantu para siswa-Nya, Sang Buddha kemudian mengucapkan syair yang kemudian kita kenal dengan Karaniya Metta Sutta. Setelah Beliau mengucapkan syair ini, Beliau berkata “ Bhikkhu, bacakanlah Karaniya Metta Sutta ini, ketika kamu hendak masuk ke dalam hutan, dan ketika hendak memasuki tempat meditasi.” Dengan bekal Karaniya Metta Sutta ini, siswa Sang Buddha kemudian kembali ke hutan yang menjadi tempat melatih diri mereka. Sejak itu, mereka tidak lagi dilihati / diganggu makhluk yang menyeramkan. Syair Karaniya Metta Sutta : ” Inilah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tekun dalam kebaikan. Dan telah mencapai ketenangan batin. Ia harus pandai, jujur, sangat jujur. Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong. Merasa puas, mudah dirawat Tiada sibuk, sederhana hidupnya Tenang indrianya, selalu waspada Tahu malu, tidak melekat pada keluarga “ Tak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para Bijaksana. Hendaklah ia selalu berpikir: “Semoga semua makhluk sejahtera dan damai, semoga semua makhluk berbahagia” Makhluk apapun juga Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali Yang panjang atau yang besar yang sedang, pendek, kurus atau gemuk Yang terlihat atau tidak terlihat Yang jauh maupun yang dekat Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan Semoga semuanya berbahagia Jangan menipu orang lain Atau menghina siapa saja, Janganlah karena marah dan benci Mengharapkan orang lain mendapat celaka Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan nyawanya Untuk melindungi anaknya yang tunggal Demikianlah terhadap semua makhluk Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas Hendaknya pikiran kasih sayang Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan. Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk Atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan kesadaran ini Yang dinamakan “Kediaman Brahma” Tidak berpegang pada pandangan yang salah Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga 1. Umat Awam Umumnya masyarakat akan memberikan label umat awam kepada orang yang baru mempelajari suatu hal atau agama dalam konteks ini. Jika ada orang yang cocok dengan ajaran Buddha dan mulai mempelajarinya , maka secara global itu disebut umat awam. 2. Upasakkha dan Upasikkha Umat awam yang jika tadinya disepakati adalah orang yang baru mengenal ajaran Buddha , maka upasakkha dan pandita adalah orang yang sudah mendalami ajaran Buddha. Umat Buddha secara resmi adalah umat yang sudah menyatakan berlindung pada Buddha , Dhamma , dan Sangha serta Menjalankan Pancasila ataupun Atthasila. 3. Bhikkhu dan Bhikkhuni Sebelum menjadi seorang Bhikkhu ada fase dimana disebut samanera (calon bhikkhu). Samanera menjalankan dasasila. Dalam kelompok ini , bhikkhu dan samanera tidak boleh berumat tangga. Konsep yang menonjol adalah konsep tentang melepaskan kehidupan duniawi. Dalam ajaran Buddha , tidak ada kata otoritas tertinggi. Setiap orang memiliki potensi yang sama untuk mencapai penerangan sempurna. Jika ada Bhikkhu yang dimuliakan , itu semata-mata karena beliau sudah sepuh dan bijaksana dalam tiap tindakannya.