Anda di halaman 1dari 10

Ringkasan Materi

Hakikat manusia dan arah pengembangannya

DOSEN PENGAMPU:SYAMSURIYAWATI
Dusun Oleh:

Kelompok 1

1.Rizka Aulia sabila

2.Nur Isma

3.Reza Adelia.S

UNIVERSITAS MUSLIM MAROS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
T. A.2022/2023
Ringkasan materi
1.DEFINISI HAKIKAT DAN MANUSIA
A. HAKIKAT
 Definisi hakikat secara etimologi
Terdapat dua arti kata hakikat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
yaitu:
a. Intisari atau dasar , contohnya dia yang menanamkan hakikat ajaran
Islam di hatiku
b. Kenyataan yang sebenarnya (sesungguhnya) contohnya pada
hakikatnya mereka orang baik-baik.

 Definisi hakikat secara terminologi


Secara umum arti hakikat merupakan ungkapan yang digunakan untuk
menunjukkan makna yang sebenarnya atau makna yang paling dasar dari
sesuatu seperti benda, kondisi atau pemikiran. Dan menjadi konvensi,
maksudnya bagian dari kesepakatan yang berhubungan dengan adat, tradisi,
dan lain sebagainya.

B. MANUSIA
 Definisi manusia secara etimologi
Kata manusia berasal dari kata “Manu”(sansekerta) atau “mens” (latin) yang
berarti berfikir, berakal budi atau “homo”(latin) yang berarti manusia.

 Secara teminologi,
manusia adalah makhluk yang berakal budi dan mampu menguasai makhluk
lainnya.

2.SIFAT HAKIKAT MANUSIA


1. Pengertian sifat manusia
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil
membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia mempunyai kemiripan
dengan hewan terutama dari segi biologisnya. Misalnya orang hutan, bertulang
belakang, berjalan tegak, melahirkan, menyusui, pemakan segalanya, dan adanya
persamaan metabolisme dengan manusia.yang membedakan manusia dan hewan
juga bisa di lihat dari segi berfikir Bahwa hewan berfikir menggunakan naluri
sedangkan manusia berfikir dengan akal dan nalurinya.
2. Wujud sifat Hakikat manusia
Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia menjadi delapan,
yaitu :
1) Kemampuan Menyadari Diri
Menurut kaum rasionalis kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan adanya menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari
bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini
menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan orang lain Serra
membedakan dirinya dengan makhluk hidup lainnya. Sehingga mempunyai
kesadaran diri bahwa manusia mempunyai perbedaan dengan makhluk lain.
2) Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri, menerobos, dan
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini
bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu.
Dengan demikian manusia tidak terbelanggu oleh tempat atau ruang ini (di sini) dan
waktu ini (sekarang), tapi dapat menembus ke “sana” dan ke “masa depan” ataupun
“masa lampau”. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut
kemampuan bereksistensi. Justru karena manusia memiliki kemampuan
bereksistensi inilah maka pada diri manusia terdapat unsure kebebasan. Dengan
kata lain, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti hewan dikandang dan tumbuh-
tumbuhan di dalam kebun, melainkan “meng-ada” di muka bumi.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar
belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi sesuatu keadaan dan peristiwa,
belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta mengembangkan daya
imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.
3) Kata Hati
Kata hati atau (Consecience Of Man) sering disebut hati nurani, pelita hati, dan
sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang
baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan
dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan “petujuk bagi moral/perbuatan”.
Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi.
Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata
hati yang tajam.
4) Moral
Moral juga disebut sebagai etika adalah perbuatan sendiri. Moral yang singkron
dengan kata hati yang tajam yaitu benar-benar baik manusia sebagai manusia
merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi (luhur). Sebaliknya perbuatan
yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun merupakan realisasi dari
kata hati yang tumpul disebut moral yang buruk atau moral yang rendah (asor) atau
lazim dikatakan tidak bermoral. Seseorang dikatakan bermoral tinggi karena ia
menyatukan diri dengan nilai-nilai yang tinngi, serta segenap perbuatannya
merupakan peragaan dari nilai-nilai yang tinggi. Moral (etika) menunjuk kepada
perbuatan yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang
jahat.
Yang rendah (asor) atau lazim dikatakan tidak bermoral. Seseorang dikatakan
bermoral tinggi karena ia menyatukan diri dengan nilai-nilai yang tinngi, serta
segenap perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang tinggi. Moral
(etika) menunjuk kepada perbuatan yang baik/benar ataukah yang salah, yang
berperikemanusiaan atau yang jahat.
5) Tanggung Jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab,
merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung
jawab bermaam-macam yaitu tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada
masyarakat, dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti
menanggung tuntutan kata hati, misalnya penyesalan yang mendalam. Bertanggung
jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial.
Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma
agama misalnya perasaan berdosa dan terkutuk.
Tanggung jawab yaitu keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan
sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dengan demikian tanggung jawab dapat
diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan sesuai
dengan tuntutan kodrat manusia.
6) Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang sesuai dengan kodrat
manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan moral. Yaitu kata hati
yang sesuai dengan kodrat manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.
7) Kewajiban dan HakKewajiban
merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia. Sedangkan hak adalah
merupakan sesuatu yang patut dituntut setelah memenuhi kewajiban
Dalam realitas hudup sehari-hari, umumnya diasosiasikan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Sedangkan kewajiban dipandang sebagai suatu beban. Tetapi
ternyata kewajiban bukanlah menjadi beban melainkan suatu keniscayaan.
Realisasi hak dan kewajiban dalam prakteknya bersifat relatif, disesuaikan dengan
situasi dan kondisi. Jadi, meskipun setiap warga punya hak untuk menikmati
pendidikan, tetapi jika fasilitas pendidikan yang tersedia belum memadai maka
orang harus menerima keadaan relisasinya sesuai dengan situasi dan kondisi.
8) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan
tidak cukup digambarkan hanya sebagai himpunan saja, tetapi merupakan integrasi
dari segenap kesenangan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman pahit dan
penderitaan.
M adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungan, diri sendiri
dan Tuhan. Dalam krisis total manusia mengalami krisis hubungan dengan
masyarakat dengan lingkungannya, dengan diri sendiri dan dengan Tuhan.
Kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas
hubungannya sebagai mahluk yang memiliki kondisi serba terhubung dan dengan
memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Kebahagiaan ini dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal yang dapat
dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil
usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan mempunyai
peranan penting sebagai wahana untuk mencapai kebahagiaan, utamanya
pendidikan keagamaan.

3. DIMENSI-DIMENSI HAKIKAT MANUSIA DAN SERTA POTENSI,KEUNIKAN DAN


DINAMIKANYA
 Dimensi Keindivisualan
Menurut Lyson individu adalah orang seorang, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang
tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Setiap anak manusia yang dilahirkan ke dunia ini sebenarnya
telah memiliki potensi. Potensi yang dimaksud menurut penulis seperti yang dikemukakan oleh
Gardner. Ia menyatakan bahwa manusia memiliki tujuh kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik,
kecerdasan logika matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestik tubuh, kecerdasan
musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intra personal. Kecerdasan-kecerdasan ini yang
selanjutnya kita sebut sebagai potensi tentu saja tidak sama dimiliki oleh setiap individu. Ada
individu yang memiliki kelebihan dalam hal kebahasaan, tetapi kurang pintar dalam hal musik,
ada individu yang lebih pintar matematika, tetapi tidak pintar tentang kebahasaan. Oleh karena
itu, setiap individu tidak boleh diperlakukan sama. Mereka ingin terlihat berbeda dengan yang
lain atau menjadi seperti dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi ini.
Memang benar bahwa tidak ada manusia yang identik dengan manusia lain di atas permukaan
bumi ini. Bahkan, anak yang terlahir kembar pun pada hakikatnya tidak memiliki karakter yang
persis sama. Dengan kata lain, masing-masing ingin mempertahankan kekhasannya sendiri.
Kekhasan yang dimaksud ini seperti kekhasan dalam cita-cita, cara belajar, cara menghadapi
dan menyelesaikan masalah, cara berinteraksi dengan orang lain. Karena adanya kekhasan yang
dimiliki oleh setiap manusia ini, dalam proses pembelajaran kekhasan ini tentu harus
diperhatikan oleh peserta didik. Tenaga pendidik tidak dapat boleh memaksakan kehendaknya
kepada kepada subjek didik.
Memang usaha untuk memperhatikan peserta didik berdasarkan kekhasan yang dimilikinya
merupakan usaha yang baik. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah apa keterkaitan
dimensi keindividuan dengan pendidikan? Bagaimana cara mengimplementasikan hal ini dalam
pembelajaran? Sebagai contoh, apa yang harus dilakukan terhadap anak didik yang tidak suka
pelajaran bahasa Indonesia saat materi bahasa Indonesia diajarkan oleh tenaga pendidik?
Apakah anak didik tersebut diminta oleh gurunya untuk keluar atau diam saja? Pertanyaan
seperti ini tampaknya sering dihadapi oleh peserta didik. Contoh lain disebutkan, misalnya,
anak didik memiliki berbagai gaya belajar. Ada anak didik yang mudah belajar kalau hanya
dengan berdiskusi bersama-teman-teman-teman sekelas, ada anak didik yang mudah belajar
hanya dengan mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya, ada anak didik yang mudah
belajar dengan cara langsung mempraktikkan, ada pula anak didik yang mudah belajar hanya
dengan membaca buku. Bagaimanakah gaya belajar yang bervariasi ini dapat diatasi oleh
pendidik dalam suatu proses pembelajaran? Hal seperti ini tampaknya perlu untuk dikaji secara
spesifik.

 Dimensi Kesosialan
Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi sosialitas. Artinya, mereka dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul ini, setiap orang ingin
bertemu dengan sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga penjara merupakan
hukuman yang paling berat dirasakan oleh setiap manusia karena dengan diasingkan di dalam
penjara berarti diputuskannya dorongan bergaul itu secara mutlak.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul.
Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi
sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di
cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan
memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.

 Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, di
dalam kehidupan bermasyarakat, orang tidak cukup hanya dengan berbuat yang pantas jika di
dalam yang pantas atau sopan itu terkandung kejahatan terselubung. Oleh karena itu,
pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih.
Dalam bahasa ilmiah sering digunakan sering digunakan istilah yang mempunyai konotasi
berbeda yaitu etiket (persoalan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang lain dan
dikatakan tidak beretika dan tidak bermoral, sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak
beretiket. Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran
etiket hanya mengakibatkan ketidaksenangan orang lain.
Susila sebenarnya mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat
dengan nilai-nilai. Nilai yang dimaksud dapat berupa nilai otonom, nilai heteronom, nilai
keagamaan. Dalam kenyataan hidup, ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu
kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Dalam
pelaksanaannya, keduanya harus dulaksanakan secara sinkron.

 Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan manusia
karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi
sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan
manusia. Pemerintah dengan berlandaskan pada GBHN memasukkan pendidikan agama ke
dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi.

4. PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

Manusia lahir dikarunia dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi. Setiap
manusia lahir dikaruniai “naluri” yaitu terbilang alami, jika se andainya manusia dapat hidup
dengan naluri maka tidak bedanya manusia dengan hewan, hanya melalui status pendidikan,
dan status yang dapat diubah menjadi ke arah yang manusiawi. Meskipun pendidikan itu pada
kenyataan baik tetapi dalam pelaksanaannya mungkin bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang
lazimnya sebut salah pendidik itu adalah manusia biasa.

Jenis-jenis pengembangan
1.Pengembangan yang utuh
2.Pengembangan yang tidak utuh

1. Pengembangan yang utuh


Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu
kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas yang disediakan untuk
memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :
a. Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividuan, kesosialan,
kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, efektif dan psikomotorik. Pengembangan
aspek jasmani dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang, pengembangan dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapatkan layanan dengan baik tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotor
dikatakan utuh jika tiga-tiganya mendapatkan pelayanan yang seimbang.

b. Dari arah pengembangan


Pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu
terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras.

2. Pengembangan yang tidak utuh


Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses
pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani,
misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan.
Kesimpulan
Manusia sangat berbeda dengan hewan. Hal ini dapat dilihat melalui manifestasi kodrat
manusia, yaitu kemampuan untuk menyadari diri sendiri, kemampuan untuk eksis, kepemilikan
hati nurani, moral, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, kemampuan untuk
hidup bahagia, kemampuan untuk hidup. Berbicara. Dilihat dari aspek lain, manusia memiliki
dimensi yang meliputi dimensi individu, sosial, moral, dan agama. Dalam suatu proses
pembelajaran, baik hakikat fitrah manusia maupun dimensi kemanusiaan yang dimiliki setiap
siswa perlu dikembangkan. Tujuannya tentu agar mereka lebih mengetahui keberadaan mereka
di permukaan bumi ini dan agar mereka lebih mengetahui bahwa mereka adalah makhluk
Tuhan yang pada hakikatnya berbeda dengan makhluk lainnya sehingga akan lahir manusia
Indonesia seutuhnya seperti yang diinginkan oleh masyarakat, bangsa dan agama.
SUMBER DARI INTERNET
http://www.ilmiahku.com
http://www.blogbarabai.com
https://www.blogbarabai.com/2017/11/dimensi-dimensi-hakikat-manusia-serta.html?m=1
https://www.asikbelajar.com/pengembangan-dimensi-hakikat-manusia/
https://www.coursehero.com/file/p2qjlbl3/3-BAB-II-Pembahasan-21-Pengertian-Manusia-
Secara-Etimologi-manusia-diartikan/

Anda mungkin juga menyukai