DOSEN PENGAMPU:SYAMSURIYAWATI
Dusun Oleh:
Kelompok 1
2.Nur Isma
3.Reza Adelia.S
B. MANUSIA
Definisi manusia secara etimologi
Kata manusia berasal dari kata “Manu”(sansekerta) atau “mens” (latin) yang
berarti berfikir, berakal budi atau “homo”(latin) yang berarti manusia.
Secara teminologi,
manusia adalah makhluk yang berakal budi dan mampu menguasai makhluk
lainnya.
Dimensi Kesosialan
Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi sosialitas. Artinya, mereka dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul ini, setiap orang ingin
bertemu dengan sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga penjara merupakan
hukuman yang paling berat dirasakan oleh setiap manusia karena dengan diasingkan di dalam
penjara berarti diputuskannya dorongan bergaul itu secara mutlak.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul.
Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi
sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di
cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan
memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.
Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, di
dalam kehidupan bermasyarakat, orang tidak cukup hanya dengan berbuat yang pantas jika di
dalam yang pantas atau sopan itu terkandung kejahatan terselubung. Oleh karena itu,
pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih.
Dalam bahasa ilmiah sering digunakan sering digunakan istilah yang mempunyai konotasi
berbeda yaitu etiket (persoalan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang lain dan
dikatakan tidak beretika dan tidak bermoral, sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak
beretiket. Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran
etiket hanya mengakibatkan ketidaksenangan orang lain.
Susila sebenarnya mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat
dengan nilai-nilai. Nilai yang dimaksud dapat berupa nilai otonom, nilai heteronom, nilai
keagamaan. Dalam kenyataan hidup, ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu
kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Dalam
pelaksanaannya, keduanya harus dulaksanakan secara sinkron.
Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan manusia
karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi
sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan
manusia. Pemerintah dengan berlandaskan pada GBHN memasukkan pendidikan agama ke
dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
Manusia lahir dikarunia dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi. Setiap
manusia lahir dikaruniai “naluri” yaitu terbilang alami, jika se andainya manusia dapat hidup
dengan naluri maka tidak bedanya manusia dengan hewan, hanya melalui status pendidikan,
dan status yang dapat diubah menjadi ke arah yang manusiawi. Meskipun pendidikan itu pada
kenyataan baik tetapi dalam pelaksanaannya mungkin bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang
lazimnya sebut salah pendidik itu adalah manusia biasa.
Jenis-jenis pengembangan
1.Pengembangan yang utuh
2.Pengembangan yang tidak utuh