Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PEMBAHASAN

A. Sifat Hakiki Manusia

Sifat hakiki manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang


secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara
manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi
biologisnya. Pada dasarnya tujuan mempelajari sifat hakiki manusia yaitu
untuk mengetahui gambaran yang jelas dan benar tentang manusia, agar
dapat memberi arah yang tepat kemana manusia itu harus dibawa.
Ciri-ciri karakteristik manusia, yang secara prinsipil membedakan
manusia dari hewan dan makhluk Tuhan lainnya yakni akal pikiran dan
KHD: cipta, rasa, karsa. Filsafat antropologis mengkaji sifat manusia
karena pendidikan adalah praktik yang berlandaskan dan bertujuan.
Landasan dan tujuan pendidikan itu sifatnya filosofis dan normatif.
Filosofis berarti berdasarkan pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukum,
termasuk termasuk teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan
(berintikan logika, estetika, metafisika, epistemology dan falsafah) dan
untuk mendapatkan landasan pendidikan yang kukuh diperlukan adanya
kajian yang bersifat mendasar, sistematis dan Universal tentang ciri hakiki
manusia. Normatif berarti bersifat norma atau mempunyai tujuan/aturan,
pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat
manusia sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi
keharusan.
Paham eksistensilisme mengemukakan wujud sifat hakikat
manusia sebagai berikut :
1. Kemampuan Menyadari Diri
Kemampuan Mengeksplorasi potensi yang ada, dan
mengembangkannya ke arah kesempurnaan dan menyadarinya

1
sebagai kekuatan. Kemampuan mengendalikan diri yang ada pada
manusia merupakan kunci perbedaaan antara manusia dengan
hewan. Manusia dapat membedakan dirinya dengan hewan,
mereka bahkan dapat mengendalikan diri dengan sekitarnya, yang
non-aku berkat adanya kemampuan ini. dengan melalui arah ke
dalam ini, aku memberi status pada lingkungan sebagai subjek
yang berhadapan dengan aku sebagai objek yang pada dasarnya
bermuatan pengabdian, tenggang rasa, pengorbanan, dan
sebagainya. Dengan arah keluar, aku menjadikan dan memandang
lingkungan itu sebagai objek guna memuaskan dan memenuhi
kebutuhan aku.

2. Kemampuan Bereksistensi
Manusia bersifat aktif dan manusia dapat menjadi manejer
terhadap lingkungannya. Kemampuan manusia menerobos dan
menempatkan diri disebut kemampuan bereksistensi. Manusia
berada di muka bumi dalam keadaan menggoda bukan berada
seperti makhluk lain. Perbedaan manusia sebagai makhluk human
dari hewan sebagai makhluk infrahuman terletak pada adanya
kemampuan manusia bereksistensi.

3. Pemilikan Kata Hati


Kemampuan membuat keputusan tentang baik/benar
dengan yang buruk/salah bagi manusia. Cara meningkatkannya
dengan melatih akal/kecerdasan dan kepekaan emosi. Kata hati
(conscience of man) bisa disebut juga dengan hati nurani, pelita
hati, suara hati. Conscience adalah pengertian yang mengikuti
perbuatan. Hati nurani adalah kemampuan pada diri manusia yang
memberi penerangan tentang baik-buruknya perbuatan sebagai
manusia. Menurut Drijarkara “baik yang integral” adalah kriteria

2
baik/benar dan buruk/salah yang harus terkait dengan baik/benar
dan buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.

4. Moral
Perbuatan yang dilakukan atau nilai-nilai kemanusiaan.
Bermoral sesuai dengan kata hati yang baik bagi manusia, dan
sebaliknya. Etika hanya sekedar kemampuan bersikap mengenai
sopan santun. Istilah moral sering disebut etika. Etika adlah
perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan oral yang sinkron dengan
hati nurani manusia, yaitu yang benar-benar aik manusia sebagai
manusia merupakan moral yang baik atau moral yang luhur.

5. Tanggung Jawab
Suatu perbuatan harus sesuai dengan tuntutan kodrat
manusia. Tiga wujud tanggung jawab, yaitu:
a. Tanggung jawab kepada diri sendiri
b. Tanggung jawab kepada masyarakat, dan
c. Tanggung jawab kepada Tuhan
Tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat
biasanya disebut tanggung jawab yang bersifat horizontal,
sedangkan tanggung jawab kepada Tuhan, biasanya disebut
tanggung jawab vertikal. Dengan menanggung tuntunan norma-
norma masyarakat adalah bukti tanggung jawab manusia kepada
masyarakat. Tanggung jawab berarti keberanian untuk menentukan
bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntunan kodrat manusia,
dan perbuatan tersebut dilakukan sehingga sanksi apapun
dituntutkan kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama
diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.

3
6. Rasa Kebebasan
Kebebasan yang terikat(bertanggung jawab). Tugas
pendidikan membuat peserta didik merasa merdeka dalam
menjalankan tuntutan kodrat manusia. Ada yang berpendapat
merdeka adlah rasa bebas, tetapi rasa bebas itu sesuai dengan
kodrat manusia. Kata hati dan moral mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan kemerdekaan. Sementara itu, implikasi
pendidikan di sini adalah mengusahakan agar peserta didik
dibiasakan menginternalisasi nilai-nilai ke dalam diri peserta didik
sehingga lama kelamaan ia merasakan bahwa hal ini sebagai
miliknya.

7. Kewajiban dan Hak


Pada umumnya, sesuatu yang menyenangkan diasosiasikan
dengan hak, sedangkan suatu beban dipandang sebagai suatu
kewajiban. Akan tetapi, Drijakara berpendapat bahwa kewajiban
bukanlah beban melainkan suatu keniscayaan. Mengenai
keniscayaan manusia bisa melanggar dan bisa menaatinya, bila
mana hak dan kewajiban sejalan maka keadilan dapat diwujudkan.
Berhubungan pemenuhan hak dan kewajiban dibatasi oleh situasi
dan kondisi, berarti tidak keseluruhan hak dapat terpenuhi dan
tidak keseluruhan kewajiban dapat terlaksana. Hak dapat ditempuh
dengan pendidikan disiplin:

Disiplin Rasional → dilanggar → Perasaan Bersalah


Disiplin Afektif → dilanggar → Perasaan Gelisah
Disiplin Sosial → dilanggar → Perasaan Malu
Disiplin Agama → dilanggar → Perasaan Berdosa

4
8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Ada yang berpendapat bahwa kebahagiaan tidak cukup
digambarkan hanya sebagai himpunan dari pengalaman-
pengalaman yang menyenangkan saja. Akan tetapi, lebih dari itu
seperti integrasi dari segenap ketenangan, kegembiraan, kepuasan,
dan, sejenisnya dengan pengalaman pahit dan penderitaan.
Sesungguhnya, kebahagiaan bersifat tifak irasional semata karena
aspek-aspek kepribadian lain ikut serta dalam berperan, seperti
akal dan pikiran.
Kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaan
sendiri baik secara faktual maupun secara rangkaian prosesnya.
Kebahagiaan itu pada perasaan yang diakibatkannya, yang terletak
pada “kesanggupan menghayati” semuanya itu dengan keheningan
jiwa dan meletakkan hal-hal tersebut dalam keadaan atau rangkaian
tiga hal :
a. Usaha
Adalah perjuangan yang terus-menerus mengatasi masalah
hidup.
b. Norma-norma
Adalah tumpuan dari usaha.
c. Takdir
Berhubungan erat dengan komponen usaha.
Dalam upaya meningkatkan kebahagiaan, terdapat dua hal
yang perlu dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan
kemampuan menghayati hasil usaha. Selain itu, dalam
hubungannya dengan takdir, khususnya pendidikan keagamaan
dapat berperan.

5
B. Dimensi Hakikat Manusia

Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang mendorongnya


untuk berhubungan dengan sesama yang menempatkan manusia memiliki
dimensi sebagai berikut.
1. Dimensi Manusia sebagai Makhluk Filosofis
“Homo Sapiens” merupakan sebutan bagi manusia yang
diartikan makhluk yang mempunyai kemampuan ilmu
pengetahuan. Munculnya ilmu filsafat karena terdorong oleh hasrat
manusia yang ingin mengatahui segala sesuatu. Filsafat berasal
dari kata philos dan sophia yang berarti gemar dan suka berpikir
secara mendalam untuk mencapai kebijaksanaan atau pengetahuan.
Filsafat ialah ilmu yang menyelidiki sesuatu secara mendalam
tentang ketuhanan, alam, dan manusia sehingga menghasilkan
pengetahuan tentang bagiamana seharusnya sikap mansuai setelah
mencapai pengetahuan.

2. Dimensi Manusia sebagai Makhluk Individu (Pribadi yang Berbeda


dari yang Lain)
Setiap orang memiliki individualitasnya. Manusia sebagai
individu mempunyai jiwa dan raga yang tidak dipisahkan satu
sama lain di dalam perkembangannya. Dalam kegiatan pendidikan
yang melibatkan individu, pendidik dituntut memberi perhatian
terhadap aspirasi kognitif, efektif, dan psikomotor.M.J. Langeved
berpendapat bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri,
terkadang di sisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya
sehingga memerlukan pihak lain yag dapat dijadikan tempat
bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan. Sifat-sifat
yang secara potensial tanpa pembinaan melalui pendidikan, benih-
benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan
terbentuknya suatu kepribadian yang unik akan tetap tinggal.

6
Fungsi pokok pendidikan adalah membantu peserta didik untuk
menemukan kediriannya sendiri atau untuk membentuk
kepribadiannya.

3. Dimensi Manusia sebagai Makhluk Sosial


“Sifat hakikat manusia adalahmahluk sosial, individualitas,
dan moralitas”, demikian menurut M.J. Langeveld. Setiap manusia
dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya
terkandung aspek saling memberi dan menerima. Dorongan untuk
bergaul pada manusia merupakan salah satu gambaran yang cukup
jelas dari dimensi manusia sebagai mahluk sosial. Interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia
dimana tingah laku manusia yang satu memengaruhinya,
mengubah atau memperbaiki tingkah laku yang lain atau
sebaliknya. Manusia sebagai mahluk sosial saling membutuhkan,
saling menolong dan saling melengkapi. Menurut Maslow
pengelompokan kebutuhan bergantung pasa pemuasannya dan
memiliki tingkatan makna yang tidak sama.
Adapun pengelompokan kebutuhan yang dikemukakan oleh
Lawhead sebagai berikut.
a. Kebutuhan jasmani
b. Kebutuhan rohani
c. Kebutuhan yang menyangkut jasmani/rohani
d. Kebutuhan sosial
e. Kebutuhan yang bersifat lebih tinggi yang merupakan
tuntutan rohani yang tinggi dalam meningkatkan kebutuhan
diri dengan yang abadi, seperti kebutuhan terhadap agama

4. Dimensi Manusia sebagai Makhluk Susila


Susila adalah tingkah laku yang luhur,sedangkan mahluk
susila adalah orang yang bertingkah laku luhur dan mulia.

7
Driyarkara SJ mengartikan manusia susila sebagai manusia yang
memiliki nilai nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai
tersebut dalam perbuatan. Berdasarkan asal dari nilai-nilai itu
diproduk dibedakan tiga macam nilai.
1) Nilai otonom ynag bersifat individual
2) Nilai heteronom yang bersifat kolektif
3) Nilai agama yang berasal dari Tuhan
Pendidikan manusia susila dan manusia beradab
menanamkan juga hak dan kewajiban manusia baik sebagai diri
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan kesusilaan berfungsi menanamkan kesadaran
dan kesediaan melaksanakan kewajiban di samping hak. Hal ini
mengembangkan peserta didik menjadi manusia susila yang
mendukung nilai-nilai, norma-norma dan kaidah- kaidah di dalam
kehidupan masyarakat.

5. Dimensi Manusia sebagai Makhluk Beragama


Kebiasaan dan sikap yang membudayakan pada nenek
moyang kita merupaakan embrio dari kehidupan manusia dalam
beragama. Setelah ada agama maka manusia mulai menganutnya.
Karena itu, manusia adalah makhluk yang lemah, manusia
menjadikan agama sebagai penopang utama kehidupannya.
Marten Buber berpendapat bahwa pendidikan agama
seyogianya menjadi tugas orang tua dalam lingkungan keluarga.
Hal ini karena pendidikan agama adalah persoalan efektif dan kata
hati. Di samping itu perlu dikembangkan kerukunan hidup antara
sesama umat beragama karena kerukunan ini merupakan perekat
kesatuan bangsa. Falsafah Pancasila yang menjadi dasar negara
Indonesia, dalamagama islam tercantum jelas dalam antara Al-
Quran peran pendidikan agama terutama oleh orang tua untuk

8
menjadikan si terdidik enjadi manusia yang bertauhid, bertaqwa,
dan berakhlak mulia.

6. Dimensi Manusia Intelektual


Mengembangkan wawasan dan iptek, terampil
mengkomunikasikan pengetahuan dan memecahkan masalah.

7. Dimensi Manusia Produktivitas


Kesanggupan memilih pekerjaan sesuai dengan
kemampuan, keserasian hidup bekeluarga, pandai menempatkan
diri sebagai konsumen dan produsen, serta kreatif dan berkarya.

C. Pengembangan Dimensi Manusia

Dimensi hakikat manusia, pengembangannya merupakan tugas


pendidikan karena sarana pokok bidang pendidikan itu adalah manusia.
Bertalian dengan keadaan ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi
berikut ini.
1. Pengembangan yang Utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia
ditentukan oleh dua factor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia
itu sendiri secara potensial danm kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Aspek jasmani: fisik. Aspek rohani: pandai, wawasan luas,
pendirian teguh, tenggang rasa, dinamis, keratif, dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagama, aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengembangan hakikat manusia
yang utuh dapat diberi makna sebagai pembinaan terpadu terhadap
dimensi hakikat manusia sehingga tumbuh dan berkembang secara
harmonis. Pembentukkan manusia yang utuh secara totalitas dapat

9
diupayakan dengan pengembangan yang bersifat baik horizontal
maupun vertikal.

2. Pengembangan yang Tidak Utuh


Pengembangan yang tidak utuh merupakan pengembangan
yang bersifat patologis yang akan memberikan dampak
terbentuknya kepribadian yang pincang. Pengembangan seperti ini
tidak menguntungkan dalam dunia pendidikan karena usaha
pendidikan senantiasa menghendaki terbentuknya hasil kepribadian
yang utuh. Misalnya, erabaikannya dimensi hakekat manusia dan
terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap.

D. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya

Untuk dapat menghasilkan manusia yang utuh, diperlukan suri


tauladan bersama antar keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai
wakil pemerintah. Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah dirumuskan
di didalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang.
Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyrakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya
mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan,
kesehatan, ataupun kepuasaan batiniah seperti pendidikan, rasa aman,
bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab atau rasa keadilan,
melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya.
Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia
dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-
bangsa, dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan
kebahagiaan di akhirat.

10
BAB II
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat hakiki manusia pada
dasarnya bertujuan untuk membedakan manusia dari hewan. Manusia adalah
makhluk yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk paling sempurna.
Ciri-ciri karakteristik manusia, yang secara prinsipil membedakan manusia dari
hewan dan makhluk Tuhan lainnya yakni akal pikiran dan KHD: cipta, rasa,
karsa. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang mendorongnya untuk
berhubungan dengan sesama yang menempatkan manusia memiliki dimensi
Makhluk Filosofis, Makhluk Individu, Makhluk Sosial, Makhluk Susila, Makhluk
Beragama, Manusia Intelektual, dan Manusia Produktivitas. Dimensi hakikat
manusia perlu dikembangkan secara utuh dengan mengembangkan kualitas secara
potensial dan dapat dikembangkan secara tidak utuh secara patologis. Sosok
manusia seutuhnya mempunyai keselarasan dengan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya. Pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah,
tetapi juga kemajuan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, ataupun
pendidikan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo. 2016. Landasan Pendidikan, Penerbit


Bumi Aksara.
Prof. Dr. MV. Roesminingsih, M.Pd. dan Drs. Lamijan Hadi Susarno, M.Pd.
2016. Teori dan Praktek Pendidikan, Penerbit Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan.
Uny. Hakekat Manusia dan Pengembangannya. [Online].
(https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staff
new.uny.ac.id/upload/132304482/pendidikan/Media%2BIlmu%2BPend
idikan.pdf&ved=2ahUKEwi5p73H9KTkAhW74HMBHXV4B24QFjA
FegQICRAB&usg=AOvVaw2d5a7vmpT48LQmDtfR2izw&cshid=156
6972935984 , diakses 23 Agustus 2019).
Fip UM. 2015. Hakikat Manusia dan Pengembangannya. [Online]
(https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://fip.u
m.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/1_Hakikat-Manusia-
Pengembangannya.pdf&ved=2ahUKEwi5p73H9KTkAhW74HMBHX
V4B24QFjAGegQIBhAB&usg=AOvVaw2CLUuIysZyvxyxtdXBQoIN
&cshid=1566972935984, diakses 23 Agustus 2019)
Dr. Muhammad S. Sumantri, M.Pd. Hakikat Manusia dan Pendidikan. [Online]
(https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repo
sitory.ut.ac.id/4028/1/MKDK4001-M1.pdf&ved=2ahUKEwikx6ui-
aTkAhVOWysKHe3TBeIQFjADegQIAxAB&usg=AOvVaw1JH5ksrC
gIlrXdlkYefnAv&cshid=1566978284083, diakses 23 agustus 2019).

12

Anda mungkin juga menyukai