Anda di halaman 1dari 9

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH LANDASAN PENDIDIKAN

Oleh :
Tri Warwanti
NIM : 1715100042
Kelas : Non Reguler Konversi PGSD 2017
Semester : 1 (satu)

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Widya Dharma Klaten
2018
1. Landasan pendidikan berdasarkan sifat asumsi – asumsianya
Landasan pendidikan merupakan seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak
praktek pendidikan. Dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan
momen praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan kita akan memperoleh pemahaman
tentang landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan. Namun
demikian, landasan pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut juga dapat
dijadikan titik tolak dalam rangka studi lebih lanjut. Asumsi-asumsi yang menjadi titik
tolak dalam rangka pendidikan berasal dari berbagai sumber, dapat bersumber dari
agama, filsafat, ilmu, dan hukumatau yuridis. Berdasarkan sumbernya, jenis landasan
pendidikan dapat di identifikasi dan di kelompokkan menjadi :
a. Landasan religius pendidikan
Landasan religius pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran
agama yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
b. Landasan filosofis pendidikan
Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat
yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain
idealisme,realisme, pragmatisme, pancasila. Landasan folosofis pendidikan tidaklah
satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat.
c. Landasan ilmiah pendidikan
Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin
ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan.

2. Tiga asas pokok pendidikan


a. Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian
dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan
lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu :
 Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh)
 Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan
semangat)
 Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan)
Dalam kegiatan pendidikan, peserta didik diberi kesempatan untuk mencari,
mempelajari, memecahkan masalah sendiri tanpa selalu harus dicampuri, diperintah
dan dipaksa. Dengan cara demikian, maka pendidikan akan terpusat kepada peserta
didik. Dapat dikatakan bahwa asas tutwuri handayani ini merupakan cikal bakal dari
pendekatan atau cara belajar siswa aktif.

b. Asas Belajar Sepanjang Hayat


Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang
dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum
yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi
yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
 Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan
kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan
kehidupan peserta didik di masa depan.
 Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap
pendidikan seumur hidup. Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar
mengajar disekolah seyogianya mengembang sekurang-kurangnya dua misi, yakni
membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif, dan serentak dengan itu,
meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar
sepanjang hayat. Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut
pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Oleh
karena itu UNESCO Institute for Education (UIE Hamburg) menetapkan suatu
definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :

 Meliputi seluruh hidup setiap individu.


 Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan
penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
 Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
 Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi
baik formal, nonformal, dan informal.
c. Asas Kemandirian Dalam Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian


dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu suiap
untuk ulur tangan bila diperlukan. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan
menempatkan guru dalamperan utama sebagai fasilitator dan motifator. Salah satu
pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta
didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif).

Asas Ing Madyo Mangunkarso (Asas Kemandirian Dalam Belajar) memiliki


makna, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, membangun berarti membangkitan atau
menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari
kata itu adalah seorang pendidik ditengah kesibukannya harus juga mampu
membangkitkan atau menggugah semangat belajar anak didiknya. Ia harus bisa dan
mampu memberikan inovasi-inovasi sekaligus motipasi kepada anak didiknya. Dalam
kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangakan kemandirian belajar itu
dengan menghindari campur tangan dari guru, namun guru selalu siap untuk ulur
tangan bila diperlukan. Asas ini lebih menekankan bahwa siswa dituntut untuk aktif
sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang guru. Dalam
asas ini peran guru hanyalah sebagai fasitilator. Namun namun guru selalu siap untuk
ulur tangan apabila diperlukan.

Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator,
fasilitator, organisator dan sebagainya. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan
mengatur berbagai sumber belajar sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta
didik berinteraksi dengan sumber belajar tersebut. Asas ini tidak bisa dipisahkan dari
kedua asas sebelumnya yaitu tut wuri handayani dan asas belajar sepanjang hayat.

3. Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar


A. Guru Sebagai Pendidik
Guru sebagai seorang pendidik tidak hanya tahu tentang materi yang akan
diajarkan. Akan tetapi, ia pun harus memiliki kepribadian yang kuat yang
menjadikannya sebagai panutan bagi para siswanya. Hal ini penting karena sebagai
seorang pendidik, guru tidak hanya mengajarkan siswanya untuk mengetahui
beberapa hal. Guru juga harus melatih keterampilan, sikap dan mental anak didik.
Penanaman keterampilan, sikap dan mental ini tidak bisa sekedar asal tahu saja, tetapi
harus dikuasai dan dipraktikkan siswa dalam kehidupan sehari-harinya.
Mendidik adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap materi
yang disampaikan kepada anak. Penanaman nilai-nilai ini akan lebih efektif apabila
dibarengi dengan teladan yang baik dari gurunya yang akan dijadikan contoh bagi
anak. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menghayati nilai-nilai tersebut dan
menjadikannya bagian dari kehidupan siswa itu sendiri. Jadi peran dan tugas guru
bukan hanya menjejali anak dengan semua ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
dan menjadikan siswa tahu segala hal. Akan tetapi guru juga harus dapat berperan
sebagai pentransfer nilai-nilai (transfer of values).
Dalam hal ini guru berperan dalam kaitannya tugas-tugas memberi bantuan dan
dorongan, pengawasan, pembinaan serta mendisiplinkan anak terhadap peraturan
sekolah, norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.

B. Guru Sebagai Pengajar


Peran guru sebagai pengajar lebih menekankan pada tugas dalam pengajaran
untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan belajar. Peran guru sebagai pengajar,
kadang diartikan sebagai menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Dalam posisi
ini, guru aktif menempatkan dirinya sebagai pelaku imposisi yaitu menuangkan
materi ajar kepada siswa. Sedangkan di lain pihak, siswa secara pasif menerima
materi pelajaran yang diberikan tersebut sehingga proses pengajaran bersifat
monoton. Padahal, peran guru sebagai pengajar bukan hanya menyampaikan
informasi, tetapi masih banyak kegiatan lain yang harus dilakukan guru agar proses
pengajaran mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.

C. Guru Sebagai Pembimbing


Dalam hal ini menekankan kepada bimbingan atas apa yang dihadapi siswa dalam
pemecahan masalah yang dihadapinya. Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing
perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab
atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan
spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Selain ketiga peran utama diatas, dibawah ini disebutkan peran guru dalam
kegiatan belajar mengajar yang lebih rinci meliputi :
1. Informator. Sebagai pelaksana mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan
dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator. Pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran
dan lain-lain. Organisasi komponen-komponen kegiatan belajar harus diatur oleh
guru agar dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri guru
maupun siswa.
3. Motivator. peran sebagai motivator penting artinya dalam rangka meningkatkan
kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus mampu
memberikan rangsangan, dorongan serta reinforcement untuk mengembangkan
potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas),
sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar.
4. Pengarah atau Director. Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator. Guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Ide-ide yang
dicetuskan hendaknya adalah ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didik.
6. Transmitter. Dalam kegiatan belajar mengajar guru juga akan bertindak selakuk
penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator. Guru wajib memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar mengajar misalnya dengan menciptakan susana kegiatan pembelajaran
yang kondusif, seerasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar
mengajar berlangsung efektif dan optimal.
8. Mediator. Mediator ini dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar
siswa. Misalnya saja menengahi atau memberikan jalan keluar atau solusi ketika
diskusi tidak berjalan dengan baik. Mediator juga dapat diartikan sebagai
penyedia media pembelajaran, guru menentukan media pembelajaran mana yang
tepat digunakan dalam pembelajaran.
9. Evaluator. Guru memiliki tugas untuk menilai dan mengamati perkembangan
prestasi belajar peserta didik. Guru memiliki otoritas penuh dalam menilai peserta
didik, namun demikian evaluasi tetap harus dilaksanakan dengan objektif.
Evaluasi yang dilakukan guru harus dilakukan dengan metode dan prosedur
tertentu yang telah direncanakan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
4. Prinsip sosialitas
Pada umumnya manusia tak mungkin hidup sendirian dan hanya untuk dirinya
sendiri, melainkan hidup dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama
dengan sesamanya (bermasyarakat), setiap individu menempati kedudukan (status)
tertentu, mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, namun demikian
sekaligus ia mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya.
Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia dapat mengukuhkan eksistensinya. Selain
itu, hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas serta sosialitas pada setiap
manusia.
Pendidikan hakikatnya berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar
sesame manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh
pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Telah Anda pahami,
hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhungan pengaruh timbal balik
di mana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu,
sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

5. Pendidikan dalam arti luas dan sempit


A. Pendidikan dalam arti sempit

Dalam pengertian sempit, pendidikan hanyalah bagi mereka yang menjadi peserta
didik (siswa atau mahasiswa) dari suatu lembaga pendidikan formal (sekolah atau
perguruan tinggi). Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar
yang terprogram dan bersifat formal atau disengaja untuk pendidikan dan terkontrol.
Dalam pengertian sempit, pendidik bagi para siswa terbatas pada pendidik profesional
atau guru. Pendidikan dalam arti sempit sering diartikan sekolah, yaitu pengajaran
yang di selenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan
dilakukan di sekolah atau lingkungan tertentu yang diciptakan secara sengaja dalam
konteks kurikulum sekolah yang bersangkutan. Dalam arti sempit, pendidikan
memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Tujuan pendidikan dalam arti sempit ditentukan oleh pihak luar individu
peserta didik. Sebagaimana kita maklumi, tujuan pendidikan suatu sekolah
atau tujuan pendidikan suatu kegiatan belajar-mengajar di sekolah tidak
dirumuskan dan ditetapkan oleh para siswanya.
b. Lamanya waktu pendidikan bagi setiap individu dalam masyarakat cukup
bervariasi, mungkin kurang atau sama dengan enam tahun, sembilan tahun
bahkan lebih dari itu. Namun demikian terdapat titik terminal pendidikan yang
ditetapkan dalam satuan waktu. Pendidikan dilaksanakan di sekolah atau di
dalam lingkungan khusus yang diciptakan secara sengaja untuk pendidikan
dalam konteks program pendidikan sekolah

B. Pendidikan dalam arti luas

Pendidikan dalam arti luas (makro) adalah proses interaksi antara manusia
sebagai individu atau pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial,
masyarakat, sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-budaya. Pendidikan dalam arti
luas juga dapat diartikan hidup (segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu, suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung
sepanjang hayat sejak manusia lahir). Jadi pendidikan dalam arti luas memiliki makna
hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup. Maksudnya bahwa pendidikan
adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang
berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau
perkembangan individu. Dalam arti luas, pendidikan memiliki karakteristik sebagai
berikut :

a) Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup individu, tidak ditentukan oleh
orang lain.
b) Pendidikan berlangsung kapan pun, artinya berlangsung sepanjang hayat (life
long education). Karena itu pendidikan berlangsung dalam konteks hubungan
individu yang bersifat multi dimensi, baik dalam hubungan individu dengan
Tuhannya, sesama manusia, alam, bahkan dengan dirinya sendiri.
c) Dalam hubungan yang besifat multi dimensi itu, pendidikan berlangsung
melalui berbagai bentuk kegiatan, tindakan, dan kejadian, baik yang pada
awalnya disengaja untuk pendidikan maupun yang tidak disengaja untuk
pendidikan.
d) Berlangsung bagi siapa pun. Setiap individu anak-anak atau pun orang dewasa,
siswa/mahasiswa atau pun bukan siswa/ mahasiswa dididik atau mendidik diri.
e) Pendidikan berlangsung dimana pun. Pendidikan tidak terbatas pada schooling
saja. Pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, masyarakat, dan di
dalam lingkungan alam dimana individu berada. Pendidik bagi individu tidak
terbatas pada pendidik profesional.

Anda mungkin juga menyukai