Anda di halaman 1dari 10

Nama : Lusia Rahajeng

NIM : 2003190058
Mata Kuliah : Teori Perkembangan PAK
Dosen : Dr. Djoys Anneke Rantung, M.Th.

TUGAS PADA MATERI DASAR-DASAR TEORI PAK


DAN TEORI PERKEMBANGAN PAK
Pertanyaan:
1. Filsafat pendidikan berpusat Content Centered Education atau Student Centered
Education. Bagaimana pendapat saudara sebagai pendidik agama Kristen?
Disadari maupun tidak pendidikan saat ini merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam
masyarakat, karena pendidikan bermanfaat untuk kelangsungan dan proses kemajuan hidup manusia.
Melalui pendidikan manusia dapat mentransfer ilmu pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan, serta
teknologi kepada generasi penerusnya. Pendidikan pulalah yang menjamin keberlangsungan
kebudayaan dan peradaban manusia di muka bumi ini. Pendidikan memiliki dua arti, yaitu
pendidikan yang diartikan secara luas dimaknai bahwa pendidikan adalah bagian dari kehidupan itu
sendiri dan berlangsung sepanjang hayat. Sedangkan pendidikan dalam arti sempit dimaknai sebagai
pengajaran yang diselenggarakan di sekolah. (Soyomukti, Teori-Teori Pendidikan 2010: 27).
Berdasarkan pada pengalaman yang saya alami di dunia pendidikan,, saya setuju dengan
pendapat dari Murtiningsih yang menjelaskan bahwa proses pendidikan yang terjadi di sekolah pada
umumnya masih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu guru memegang posisi
sentral sebagai sumber belajar yang memberikan pengetahuan dan keterampilan pada siswa. Guru
sebagai subjek pembawa nilai dan norma budaya menduduki posisi sentral dalam proses pendidikan
(Murtiningsih, Pendidikan Alat Perlawanan, 2004: 3). Di Indonesia model pembelajaran yang
digunakan masih bersifat konvensional, yang menjadikan siswa sebagai objek bukan subjek. Model
pembelajaran ini menganggap semua siswa sama, padahal setiap individu memiliki kemampuan
berbeda-beda. Sistem pendidikan yang ada pada umumnya membatasi setiap gerak ruang murid.
Murid menerima semua ilmu pemberian guru, karena guru merupakan sumber pengetahuan
(Murwani, Jurnal Pendidikan, 2006).
Melihat dari kenyataan itu, maka model pembelajaran seperti dalam dunia pendidikan dikenal
dengan istilah seragamisasi, tanpa memperdulikan potensi serta kebutuhan setiap siswa berbeda.
Pendekatan pembelajaran yang konvensional dimana guru sebagai seorang yang ahli menyampaikan
ilmu pengetahuan kepada muridnya seperti ini biasa disebut dengan Teacher Centered Learning

1
(Crosby dalam O'Neil dan McMahon, 2005). Pada sistem pembelajaran model teacher centered
learning yang dibangku perkuliahan, peran dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar
dengan bentuk ceramah. Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas
memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran
dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini
berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa
mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan.
Pendekatan teacher centered learning dimana proses pembelajaran lebih berpusat pada guru
hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengar
paparan saja. Output yang dihasilkan oleh pendekatan belajar seperti ini tidak lebih hanya
menghasilkan siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat, tidak
berani mencoba yang akhirnya cenderung menjadi pelajar yang pasif dan miskin kreativitas.
(Anggriamurti, 2003).
Kita dapat melakukan analisis terhadap kelemahan dan kelebihan dari pendekatan Teacher
Centered Learning. Adapun kelebihannya ialah sejumlah besar informasi dapat diberikan dalam
waktu singkat, informasi dapat diberikan ke sejumlah besar siswa. Pengajar mengendalikan
sepenuhnya organisasi, bahan ajar, dan irama pembelajaran merupakan mimbar utama bagi pengajar
dengan kualifikasi pakar. Bila kegiatan belajar diberikan dengan baik dapat menimbulkan inspirasi
dan stimulasi bagi siswa. Tak lupa juga tentang metode assessment cepat dan mudah. Kekurangan
dari pendekatan Teacher Centered Education ini bisa menjadikan pengajar untuk mengendalikan
pengetahuan sepenuhnya, tidak ada partisipasi dari pembelajar. Hanya terjadi komunikasi satu arah,
tidak merangsang siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Tidak kondusif terjadinya critical
thinking, mendorong pembelajaran pasif suasana tidak optimal untuk pembelajaran secara aktif dan
mandiri.
Sebagai pendidik agama Kristen, saya menyetujui dengan diterapkannya model pendidikan
dengan pendekatan student center education. Pendekatan ini merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang berbasis pada murid (Student Centered Education). Strategi pembelajaran student
centered learning merupakan pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas murid dan menerapkan
prinsip learning by doing. Rasa ingin tahu murid pada hal yang belum diketahui mendorong
keterlibatannya secara aktif dalam proses pembelajaran (Pannen, Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran 2001: 42). Berdasarkan dari proses pembelajaran yang terjadi dilapangan pada saat
ini, terlihat bahwa Student Centered Education lebih tepat diterapkan pada dunia pendidikan di abad

2
modern. Hal ini nampak dalam penerapan Kurikulum 2013 di sekolah yang notabene menekankan
pada keutamaan peserta didik sebagai subjek pendidikan.

2. Pendidikan agama Kristen adalah tanggung jawab orangtua. Sebagai pihak gereja,
bagaimana pendidikan agama Kristen kepada generasi saat ini, dimana masa pandemic
justru terjadi peningkatan kasus seks diluar nikah pada orang muda. (info dari data
persekutuan pemuda disalah satu gereja)
Lembaga masyarakat yang paling kecil tetapi paling penting adalah keluarga. Keluarga
merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Di dalamnya terdapat anak-anak yang
dipersiapkan untuk bertumbuh. Keluarga pertama yang diciptakan Allah adalah keluarga Adam dan
Hawa (Kej 1:27-28). Allah pertama kali membentuk keluarga Adam dan Hawa dan memberkatinya
(Kej 1:27-28). Dengan demikian Allah menghendaki PAK dalam keluarga. (Kristianto, Prinsip dan
praktik Pendidikan Agama Kristen, 2006)
Tujuan utama PAK dalam keluarga adalah untuk mengajar anak-anak takut akan Tuhan,
hidup menurut jalanNya, mengasihi Dia dan melayani Dia dengan segenap hati dan jiwa mereka
(Ulangan 10:12). Berlainan dengan pendidikan oleh dunia yang bertujuan untuk menciptakan
generasi muda yang penuh ambisi untuk sukses, mandiri, dan percaya pada kekuatan diri sendiri,
pendidikan Kristen mendidik anak-anak untuk memiliki sikap mementingkan Tuhan diatas
segalanya, taat pada Tuhan, dan bergantung pada kekuatan Tuhan untuk terus berkarya. Nilai-nilai
yang penting dalam pendidikan agama Kristen adalah kasih, ketaatan, kerendahan hati, dan
ketersediaan untuk ditegur (Nainggolan, PAK Masyarakat Majemuk, 2009).
Berangkat pada pemahaman tersebut maka sudah jelas dinyatakan bahwa keluarga menjadi
lembaga pertama dan utama untuk pusat pendidikan. Disini kita juga bisa melihat akan aspek lain
yang mempengaruhi pola pendidikan bagi setiap insan. Disamping keluarga, perlulah bagi sekolah
dan gereja sebagai sarana pendidikan yang nyata untuk semua orang. Dalam keluarga, orang tua
mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk dan mengembangkan karakter dan
kepribadian anak. Semakin baik kualitas keluarga tersebut, maka kemungkinan besar anak akan
tumbuh dan berkembang kepribadian dan karakternya yang berkualitas juga.
Sekolah merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar
secara formal atau disebut juga dengan pendidikan formal. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah
saat ini lebih tepat mengedepankan fasilitasi kepada peserta didik dalam arti student center. Peran
guru dalam memfasilitasi peserta didik dapat dilakukan dengan banyak cara. Guru dapat berperan
sebagai fasilitator, motivator atau tutor bagi peserta didik. Materi pembelajaran yang diberikan oleh

3
guru kepada peserta didik tidak semata-mata hanya terfokus pada satu bidang studi yang terlepas
saja, tetapi dapat juga dikaitkan dengan bidang studi yang lain. Terakhir sebagai tempat pendidikan
yang utama adalah Gereja. Gereja harus bisa menempatkan diri dalam peranan sebagai pelayan dan
pembina untuk menolong remaja kristen yang mudah terpengaruh dengan pergaulan masa kini.
Terutama dalam gaya hidup seorang remaja yang mengikuti era modern dimana remaja
menempatkan diri agar menerima pengakuan dari lingkungannya. Peran serta ketiga lingkungan
keluarga, sekolah, dan gereja harus dapat menunjang tercapainya pendidikan bagi anak. Ketiga
lingkungan pendidikan tersebut mempunyai peran masing-masing di dalam proses pendidikan, serta
saling mengisi dan memperkuat satu dengan yang lainnya.
Dari kasus tentang seks diluar nikah pada orang muda, untuk menganalisis sebagai pihak
gereja, maka menjadi penting untuk tidak melupakan keterkaitan akan tri pusat pendidikan.
Sebenarnya di masa pandemi ini justru peran orang tualah sangat besar untuk mendidik anak muda.
Oleh sebab itu harus ada sinergi antara keluarga dan gereja menanggapi kasus seks diluar nikah.
Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju remaja. Pada masa ini sulit bagi remaja
untuk membedakan perilaku yang baik dan buruk sehingga mudah terbawa pada perilaku buruk.
Pergaulan remaja masa kini sebenarnya sudah melewati batas yang dapat meresahkan masyarakat.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua kepada anak sehingga dapat menjatuhkan
moral anak. Untuk itu keluarga memiliki peran penting didalam membangun moral anak. (Ezra Tari,
Pergaulan Bebas Remaja, 2019).
Sebagai pihak gereja memiliki peran dalam melakukan pembinaan kepada remaja gereja
dengan cara mengadakan seminar mengenai pergaulan masa kini yang dapat menimbulkan perilaku
yang buruk, serta mengadakan konseling bagi setiap remaja dalam hal ini memberikan nasehat dan
peringatan terhadap pergaulan masa kini. Gereja dapat memfasilitasi tentang pendidikan seksual,
penekanan tentang hidup kudus. Hal-hal ini dapat dilakukan dalam bentuk Kelompok Tumbuh
Bersama yang mengajak jemaat untuk bisa saling sharing dan keterbukaan. Dalam melakukan
pembinaan terhadap remaja harus mau menjadi seorang sahabat yang sangat peduli terhadapnya.
Dengan mengadakan perkunjungan ke rumah remaja dengan memberikan pemahaman tentang
pentingnya mengikuti ibadah untuk membangun diri lebih dekat dengan Tuhan. Kunjungan dimasa
pandemic ini bisa dilakukan dengan daring.
Penanggulangan terhadap kenakalan remaja yaitu orang tua harus berperan aktif dalam
memberikan motivasi terhadap masalah kenakalan remaja, gereja juga harus berperan penting dalam
membina remaja sebab mereka adalah masa depan gereja, perannya mendukung remaja untuk bisa

4
bertumbuh dalam iman dan kepercayaannya kepada Tuhan, gereja harus bisa memperhatikan dan
mengontrol kegiatan remaja serta membawa mereka untuk lebih dekat kepada Tuhan.

3. Berdasarkan Efesus 4:1-16, bagaimana saudara memaknai pembangunan tubuh


Kristus untuk mencapai maksud Tuhan dalam teks ini? Bagaimana hal itu
dilaksanakan di jaman sekarang?
Secara historis, surat Efesus ditulis oleh Rasul Paulus ketika ia dalam perjalanan sebagai
tawanan menuju Roma, kemungkinan besar ia menulis surat ini di Roma (Ef. 3:1; 4:1; 6:20). Itu
sebabnya surat Efesus termasuk ke dalam “surat-surat penjara”, bersama beberapa surat lainnya
seperti Kolose, Filemon, dan Filipi. Abineno menyatakan, bahwa dalam surat ini Paulus menekankan
rencana Tuhan agar “seluruh alam, baik yang di surga maupun yang di bumi, menjadi satu dengan
Kristus sebagai kepala” (Ef. 1:10). Surat ini merupakan juga seruan kepada umat Tuhan supaya
mereka menghayati makna rencana agung dari Tuhan itu untuk mempersatukan seluruh umat
manusia melalui Yesus Kristus. (Abineno, Tafsiran Surat Paulus, 1997).
Jadi, mengenai surat Efesus dapat diringkaskan sebagai berikut: Dari dalam penjara Paulus
mendengar iman dan kasih yang ada pada jemaat Efesus sekaligus penyesatan yang terjadi di jemaat
Kolose, ia menulis surat kepada jemaat Efesus yang berisi doktrin untuk mencegah terjadinya
penyesatan yang telah terjadi di Kolose. Dalam doktrin yang disampaikan Paulus tersirat adanya
rencana ilahi, yakni kesatuan umat manusia di dalam Yesus Kristus. Paulus menasihati jemaat untuk
memelihara kesatuan, karena seluruh jemaat adalah satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu
Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah. Sekalipun satu kesatuan, masing-masing orang percaya
memiliki keunikan dalam hal karunia-karunia yang diterimanya. Tujuan pemberian karunia adalah
agar orang percaya masuk dalam pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus. Arah
pembangunan tubuh Kristus adalah kedewasaan penuh. Pertumbuhan menuju kedewasaan ini
sumbernya adalah Kristus dan arah tujuannya juga adalah Kristus. Prinsip-prinsip kesatuan yang
dibangun berdasarkan konsep kesatuan ini mencakup dua hal yang bertolak belakang, yaitu
kesamaan dan keberagaman. Ada beberapa kesamaan yang menjadi titik tolak terwujudnya kesatuan,
yaitu “satu tubuh”, “satu roh”, “satu pengharapan”, “satu Tuhan”, “satu iman”, “satu baptisan”, dan
“satu Allah dan Bapa. (Abineno, Tafsiran Surat Paulus, 1997).
Makna pembangunan tubuh Kristus pada ayat ini tidak sederhana. Pembangunan tubuh
Kristus ini dimaksudkan untuk mau bersatu dalam jemaat dan mengutamakan kesatuan. Dalam ayat
ini juga ditafsirkan makna untuk saling mengasihi, ada rasa kesatuan, mengembangkan talenta
masing-masing, dan berhati-hati dalam ajaran palsu serta tetap berpegang teguh pada ajaran alkitab.

5
Untuk itulah pada masa kini pembangunan tubuh Kristus bisa diidentikkan dengan Gereja. Disini
Gereja harus mengerti panggilannya, bahwa ada maksud Allah dalam memanggil dan
menyelamatkan umat-Nya. Gereja yang mengerti panggilannya sepatutnya hidup sesuai dengan
panggilan itu. Salah satu sikap hidup yang sesuai dengan panggilan adalah menerima sesama orang
percaya dalam kasih, dengan kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran.
Selain itu cara untuk berprosesnya untuk dijalankan pada zaman sekarang adalah
pembenahan dalam gereja yakni dari segi struktural gereja, manajemen gereja untuk menganalisa apa
sudah berjalan dengan baik dan apakah sudah ada organisasi baru untuk melakukan pembenahan.
Melihat dari yang diberikan oleh Paulus jadi relevan kehidupan modern. Gereja memiliki kesamaan,
tetapi gereja juga memiliki perbedaan, yaitu karunia-karunia yang diberikan kepada masing-masing
individu dalam jemaat menurut ukuran pemberian Kristus. Gereja mendapatkan karunia-karunia
karena Kristus memenuhi segala sesuatu dan sudah dibuktikan melalui kematian-Nya,
kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya ke surga. Gereja perlu menyadari bahwa karunia-karunia yang
telah diberikan itu harus dipergunakan untuk pekerjaan pelayanan, yaitu untuk pembangunan tubuh
Kristus.

4. Sebagai seorang yang profesional, pengembangan apa yang ingin anda kembangkan di
dunia pendidikan agama Kristen baik dalam keluarga, gereja, atau masyarakat agar
tercapai kehendak Allah di dunia ini. Buatlah suatu latar belakang yang menjadi
masalah sebagai alasan anda ingin melakukan pengembangan tersebut.
Pengembangan di dunia pendidikan agama Kristen dalam lingkungan Keluarga adalah
pendidikan agama Kristen terhadap pertumbuhan kerohanian anak. Adapun yang melatar
belakanginya ialah karena pendidikan adalah sebuah hal yang sangat mendasar yang dibutuhkan di
dalam setiap aspek kehidupan seorang anak, terutama di dalam lingkungan keluarga anak itu sendiri.
Orang tua memegang peranan dalam hal pertumbuhan kerohanian setiap anak.
Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar yang dibutuhkan di dalam setiap aspek
kehidupan anak di dalam keluarga, baik pendidikan secara umum terlebih Pendidikan Agama
Kristen. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, orang tua diberi Allah mandat untuk
mengajarkan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga terhadap anak-anak. Dalam Ulangan 6:6-9,
sebagaimana dikatakan bahwa, “Apa yang Kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya

6
sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu”. Ayat tersebut menekankan
bahwa peranan orang tua dan tanggung jawabnya untuk menyampaikan ketetapan-ketetapan Allah
kepada anak-anak mereka. Hal itu harus terus menjadi gaya hidup, bukan hanya sebagai pelajaran.
Harianto dalam bukunya Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini
mengatakan bahwa: Keluarga adalah lembaga pertama yang ditetapkan Allah di bumi. Allah
mendirikan keluarga agar anak belajar dari orang tua. Sebelum membentuk jemaat dan pemerintah,
Allah menabiskan pernikahan dan keluarga sebagai bangunan dasar masyarakat. Tidak ada tempat
yang lebih baik dan penting untuk menumbuhkan iman, dan menaburkan nilai-nilai kristiani selain
keluarga. (Harianto GP, Pendidikan Agama Kristen Masa Kini, 2012)
Pusat Pengembangan Anak merupakan tempat yang cukup sebagai tempat di mana anak
mendapatkan Pendidikan Agama Kristen. Orang tua tidak menyadari bahwa pertumbuhan
kerohanian anak sangat dipengaruhi oleh orang tua anak, baik buruknya masa depan kerohanian anak
banyak dipengaruhi oleh pendidikan dalam keluarganya terlebih khusus Pendidikan Agama Kristen.
Oleh sebab itu, orang tua hendaknya mulai mengajarkan kepada anak-anaknya tentang nilai-nilai
kristiani sejak dini. Kesadaran ini harus dimiliki oleh setiap orang tua bahwa ia bertanggung jawab
atas pertumbuhan moral dan kerohanian anak-anak mereka. (Selfina, Peran Orang Tua Sebagai
Keluarga Cyber Smart, 2016).
Pengembangan di dunia pendidikan agama Kristen dalam lingkungan Masyarakat saya
memilih secara spesifik untuk melakukan pengembangan di lingkungan sekolah. Pengembangan
yang dapat dilakukan adalah pengembangan metode mengajar PAK yang kreatif dan “fun” oleh guru
di sekolah. Pelajaran agama yang diajarkan bukan hanya mengarah kepada dogmatika yang
mengajarkan benar-salah, surga-neraka, jahat-dihukum. PAK yang kreatif dan “fun” harus mengarah
pada transformasi karakter peserta didik. Transformasi karakter yang diharapkan dapat mengarah
kepada suatu yang holistic mencakup segi iman, intelektual, dan karakter baik dalam kehidupan ini.
Hal ini menjadi penting karena sebagai seorang guru maka dituntut harus mempunyai banyak
metode yang kreatif dalam kegiatan belajar. Menurut Peter Kline, penulis buku The Everyday
Genius, yang dikutip oleh Hernowo (2002), learning is most effective when it’s fun’, belajar akan
efektif jika seseorang dalam keadaan senang. Demikian juga hendaknya, kegiatan yang dilaksanakan
oleh lembaga minat baca atau luar sekolah, terutama untuk menarik minat hadir dan minat membaca
masyarakat, akan berjalan efektif, jika menggunakan pendekatan yang menyenangkan pula.
Mewujudkan model kegiatan yang menyenangkan adalah sesuatu yang penting agar dipahami oleh
para pegiat literasi, terutama pengelola luar sekolah, orang tua maupun para pendidik. Kreativitas

7
sebagai sebuah bentuk pembelajaran, terutama untuk menarik minat baca masyarakat, merupakan
bagian vital yang harus dimiliki oleh lembaga luar sekolah.
Pengembangan di dunia Pendidikan Agama Kristen di lingkungan Gereja yang dapat kita
lakukan adalah dengan menjadi Gereja yang ramah anak. Gereja harus lebih peka dan peduli akan
peranan dan keterlibatan anak dalam gereja. Berbicara mengenai anak, anak merupakan aset masa
kini yang sangat penting untuk diperhatikan, baik pertumbuhan dan perkembangan si anak. Namun
seringkali realita yang terjadi adalah peranan anak yang notabene sangat dikesampingkan, bahkan
keberadaan anak pun seringkali dianggap tidak ada. Anak mendapat bagian yang dinomor duakan ,
dimana anak seringkali diabaikan bahkan untuk pendidikan Teologi untuk anak sekalipun.
Masalah pendidikan kristiani maupun teologi untuk anak juga seringkali dikesampingkan,
bahkan fatalnya lagi banyak orang-orang para sarjanawan saat ini sangatlah sedikit yang menulis
untuk skripsi maupun tesisnya yang membahas mengenai anak-anak. Teologi untuk anak menjadi
barang yang langka dan merupakan barang yang sangat mahal harganya. Pendidikan Teologi untuk
anak seringkali hanya diserahkan saja kepada guru di sekolah minggu yang dianggap paling mampu
untuk mendidik iman Kristen untuk anak. Padahal orangtua dan keluarga mempunyai andil yang
besar untuk dapat mendidik iman anak dirumah juga.
Realita anak yang dianggap pengganggu, anak biasanya tidak dipandang sebagai manusia
yang utuh, anak pembuat masalah, anak yang bodoh, dan lain lagi yang tentunya menganggap citra
anak adalah buruk. Itu semua baru saya sadari ketika saya melakukan pelayanan sekolah minggu di
beberapa gereja yang seringkali kurang fokus pada pendidikan kristiani untuk anak. Betapa anak
yang notabene merupakan Kerajaan Allah akan tetapi tidak mendapat tempat yang sebagaimana
mestinya. Realita mengenai nasib anak yang dianggap sebagai pengganggu dan anak merupakan
bagian dari kaum marginal ini, membuat Marcia J. Bunge menuliskan sebuah buku untuk mengajak
kita dapat secara kritis memahami permasalahan mengenai anak-anak. Bunge mengajak kita untuk
dapat melihat mengenai realita yang terjadi yang dialami oleh anak-anak. Anak cenderung tidak
diperhatikan, anak menjadi bagian dari kaum yang dipinggirkan, bahkan gereja pun yang merupakan
tempat untuk memberikan pengajaran, namun tetap saja tidak memberi penekanan untuk anak-anak.
(Bunge, The Child in Christian Thought, 2001)
Berangkat dari kenyataan tersebut dimana anak seringkali diabaikan tentunya bukanlah
persoalan sepele saja. Di rumah, sekolah, dan di Gereja sekalipun peranan anak-anak sangatlah
diremehkan dan cenderung tidak dipersoalkan. Padahal Yesus sendiri sangat mencintai dan
mengasihi anak-anak, bahkan dalam Injil Markus Yesus mengatakan bahwa anak merupakan
Kerajaan Allah. Yesus saja sangat mengangkat tinggi peranan anak-anak dalam kehidupan,

8
bagaimana dengan kita? Joyce Ann Mercer dalam bukunya mencoba untuk menjelaskan kepada
kita bahwa Injil Markus merupakan teologi Pembebasan bagi anak-anak. Yesus sendiri membela
anak-anak, dimana anak-anak yang terabaikan, tidak mendapat tempat yang layak, tetapi Yesus
sendiri mau mengasihi dan dekat dengan anak-anak. Anak-anak yang termasuk dalam golongan
rendahan namun justru dipakai oleh Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah. (Mercer, “Children in
the Gospel of Mark”, 2007)

Norma Cook Everist (The Ministry of Children’s Education, 2004) menjelaskan bahwa anak
adalah milik Tuhan yang hanya dititipkan di dunia dan manusia lain bertanggung jawab terhadap
anak-anak. Keberadaan anak itu sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Mengajarkan pengalaman
iman kepada anak tidak hanya cukup dengan dibimbing oleh guru sekolah minggu di gereja, tetapi
orang tua juga mempunyai peranan penting. Untuk dapat memahami anak didik haruslah secara
holistik dimana merupakan tugas utama pendidik sebelum melakukan persiapan proses belajar
mengajar lainnya. Teologi maupun Pendidikan yang disusun tanpa sebelumnya melakukan penelitian
terhadap anak didik, akan menghasilkan bahan ajar, organisasi, dan administrasi yang kurang tepat
dalam memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan anak didik.
Pertumbuhan rohani atau pertumbuhan iman anak didik, harus menjadi perhatian dan fokus
utama bagi pendidikan Kristen. Inilah perbedaan antara pendidikan sekuler dengan pendidikan
Kristen, yaitu terletak pada perubahan paradigma berpikir anak didik yang menghasilkan
pertumbuhan rohani atau iman, dan kemudian teraktualisasi pada perubahan pola tingkah laku dan
kebiasaan-kebiasaan.

9
DAFTAR PUSTAKA
Bunge, Marcia J. (2001). The Child in Christian Thought. Grand Rapids: Eerdmans.
Everist, Norma Cook. “Who is the Child? Whose is the Child? A Theology of Children”. (2014). Dalam
Margaret A. Krych(Ed), The Ministry of Children’s Education: Foundations, Contexts, and Practices.
Minneapolis: Fortress Press.
Harianto GP. (2016) Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini. Yogyakarta:
ANDI.
Hernowo. (2012). Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan”Fun”. Bandung: Kaifa.
J.L. Abineno. (1997). Tafsiran Alkitab Surat Efesus. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Kristianto, Paulus Lilik. (2006). Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. Yogyakarta: Andi.
Mercer, Joyce Ann. (2007). “Children in the Gospel of Mark”, Dalam Grajczonek, Jan dan Maurice Ryan,
Murtiningsih, Siti. (2004). Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire. Yogyakarta:
Resist Book.
Nainggolan, John M. (2009). PAK Dalam Masyarakat Majemuk. Bandung, Bina Media Informasi.
Pannen, Paulina dkk. (2001). Konstruktivisme Dalam Pembelajaran, Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Soyomukti, Nurani. (2010). Teori-Teori Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

JURNAL
Ezra Tari. Tinjauan Teologis-Sosiologis terhadap Pergaulan Bebas Remaja.dunamis.jurnal teologi dan
pendidikan kristiani, Vol 3, No. 2, April 2019.
Murwani, Elika Dwi. (2006). "Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis Siswa". Jurnal Pendidikan
Penabur-No. 06/Th. V/Juni.
Selfina, Elisabet dan Elsyana Nelce Wadi. “Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart Dalam
Mengajarkan Pendidikan Kristen Pada Remaja GKII Ebenhaezer Sentani Jayapura Papua,” Jurnal Jaffray 14,
No. 1 (April 2016).

INTERNET
Anggriamurti, Ranty Aditya. (2003). "Pembelajaran Transformasi Geometri Dengan Pendekatan Konstruktivis
Untuk Meningkatkan Penalaran Logis Siswa Kelas XII SMA BPI 2 Bandung", diambil 17 Oktober, dari ditia
http://matematika.upi.edu/ind ex.php/penerapan pendekatan matematika-realistik-untuk
meningkatkan-pemahaman-siswa terhadap-konsep-bilangan-bulat penelitian-tindakan-kelas-terhadap
siswa-kelas-vii-e-smpn-2-banjaran kab-bandung/.

10

Anda mungkin juga menyukai