Anda di halaman 1dari 6

Guru Sebagai Fasilitator

Jika prestasi belajar adalah hasil, maka belajar merupakan prosesnya. Dalam proses itu, siswa akan
menemui berbagai rintangan. Di sinilah arti penting fasilitator. Fasilitator adalah orang yang
menyediakan fasilitas. Fasilitator dalam konsep belajar mandiri, guru dan sekolah tidak lagi menjadi titik
pusat kegiatan, tetapi lebih bersifat sebagai pendukung kebutuhan siswa (1997:275).

Wina Senjaya, mengatakan bahwa agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator, maka
guru perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber
belajar. Dari ungkapan ini, jelas bahwa sebagai fasilitator, guru mutlak perlu menyediakan sumber dan
media belajar yang cocok dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran dan tidak menjadikan
dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Sebagai gambaran dalam ilmu sosial guru dapat
memberikan tugas siswa dengan menganalisa fenomena kehidupan sosial yang terjadi pada
lingkungannya maupun lingkungan bernegara melalui majalah, koran, televise, internet, dan fenomena
kehidupan sosial sehari-hari sehingga siswa akan lebih banyak meluangkan waktunya untuk belajar
dengan pengalaman hidup yang ia geluti

Prof. Dr. Made Pidarta (1997:271) menjelaskan bahwa perilaku-perilaku yang perlu diperhatikan para
pendidik sebagai fasilitator adalah sebagai berikut: (1) Pendidik bertindak sebagai mitra; (2)
Melaksanakan disiplin yang permisif, ialah memberi kebebasan bertindak asal semua peserta didik aktif
belajar; (3) Memberi kebebasan kepada semua peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi mereka
masing-masing; (4) Mengembangkan cita-cita riil para peserta didik atas dasar pemahaman mereka
tentang diri sendiri; (5) Melayani pengembangan bakat setiap peserta didik; (6) Melakukan dialog atau
bertukar pikiran secara kritis dengan peserta didik; (7) Memberi kesempatan kepada para peserta didik
untuk berkreasi; (8) Mempergunakan metode penemuan; (10) Mempergunakan metode pembuktian.

Guru Sebagai Motivator atau Pemacu


MC. Donald dalam Nashar menjelaskan, bahwa “motivasi adalah suatu perbuatan energy dalam diri
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.” Dalam
kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai seluruh daya penggerak dalam diri siswa yang
menimbulkan, memberikan, dan menjamin kelangsungan arah kegiatan belajar. Siswa yang tidak
mempunyai motivasi tidak mungkin akan melakukan aktifitas belajar.

Motivasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu : (1) motivasi intrinsik, adalah sebuah motivasi yang lahir dari
diri pribadi seseorang, (2) motivasi ekstrinsik, adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang.
Sebagai motivator guru harus dapat membangkitkan motivasi siswa khususnya siswa yang belum
memiliki motivasi diri sehingga secara perlahan akan lahir suatu kesadaran dalam dirinya untuk
mengantarkannya kepada pintu kesuksesan.

Banyak hal yang dapat dilakukan guru agar siswa selalu termotivasi untuk belajar, antara lain :

1) Menciptakan suasana kelas yang kondusif, situasi belajar yang menyenangkan, dan tidak mudah
untuk memarahi siswa.

2) Bersikap simpati kepada siswa sehingga siswa akan merasa bahwa guru adalah pelindung sekaligus
orang tua selama berada di sekolah.

3) Menciptakan persaingan yang sehat, memberikan pujian dan sanksi edukatif kepada siswa.

4) Menjadikan lingkungan dan alam sebagai media belajar dengan menunjukkan contoh-contoh konkrit
yang berada pada lingkungan hidupnya.

5) Menjanjikan hadiah bagi siswa berprestasi.

Motivasi pun dapat dilakukan guru melalui kerjasama atau koordinasi dengan orang tua. Finn dalam
Departemen Agama mengidentifikasi tiga bentuk peran orang tua di rumah yang berhubungan erat
dengan peningkatan prestasi anak di sekolah, yaitu : (1) secara efektif mengatur dan memonitor waktu
anak; (2) membimbing mereka dalam menyelesaikan pekerjaan rumah; dan (3) mendiskusikan masalah-
masalah sekolah dengan anak.

Guru Sebagai Inspirator


Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan inspirasi atau petunjuk yang baik bagi kemajuan siswa.
Guru harus memberikan petunjuk kepada siswa bagaimana cara belajar yang baik, media apa yang
dapat digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga hal tersebut akan melahirkan sebuah inspirasi
dan dalam diri siswa tersebut untuk terus belajar guna meraih prestasi. Maka dari itu kita sebagai calon
pendidik harus berkepribadian baik, religious, bermoral dan bermartabat agar peserta didik dapat
menginspirasi kita sebagai pendidiknya.

Namun dalam dunia pendidikan peran guru sangatlah penting selain nilai – nilai diatas guru pun harus
mempunyai menjadi guru kreatif, menjadi seorang guru yang kreatif saat ini tampaknya sudah menjadi
suatu keharusan. Sebab, guru yang kreatif akan mampu menciptakan proses pembelajaran yang
memudahkan peserta didik menerima materi yang disampaikan dengan proses yang menyenangkan.
Selain itu, kreatifitas adalah salah satu modal untuk menjadi guru profesional

Salah satu ciri guru kreatif adalah selalu terbuka dengan gagasan atau kemungkinan baru. Dia aktif
mencari dan mengembangkan gagasan atau cara yang berbeda untuk peningkatan kualitas
pembelajaran siswa.(2)Kembangkan pertanyaan. Guru kreatif akan selalu bertanya dan mencari terus
menerus tentang yang dia lihat dan lakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, dia akan terus
berkembang dan tidak menganggap segala sesuatu sudah semestinya dilakukan melainkan akan
menghasilkan cara yang lebih baik untuk peningkatan kualitas belajar siswa. (3) Kembangkan gagasan
sebanyak-banyaknya. Guru kreatif akan selalu mencari banyak solusi dan alternatif. Dia akan
mengembangkan kreativitas dan imajinasi yang dia punya untuk meningkatnya kualitas pembelajaran.
(4) Ciptakan model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Seorang guru yang kreatif akan
selalu berpatokan pada ‘Learning is fun’. Dia akan selalu menciptakan model dan metode pembelajaran
yang menyenangkan sehingga anak didiknya merasa tertarik tentang apa yang dia sampaikan dan tidak
merasa jenuh dalam kegiatan belajar

Guru sebagai konduktor orkestra pembelajaran


Implementasi kurikulum eksperensial yang dikehendaki tak dapat dilepaskan dari peran ujung tombak
pelaksana orkestrasi pembelajaran, yaitu guru. Ciri khas yang masih dominan di lingkungan pendidikan
adalah bahwa guru memainkan peranan sebagai operator kurikulum dengan kinerja following direction
dan sendiri saja. Dengan demikian guru hanyalah pelaksana petunjuk pelaksanaan, ‘pengabar isi buku
teks’, termasuk jika isinya kurang akurat, ‘pengangkut’ pokok bahasan yang terkandung dalam kurikulum
formal.

Dari segi teknis, penampilan kurikulum eksperensial yang kurang bermutu dapat dirunut hingga
kurangnya penguasaan salah satu atau lebih dari keempat pilar penopang kemampuan profesional
keguruan/ kependidikan yang terdiri atas:

materi dan metodologi bidang ilmu sumber bahan ajaran (disiplinary content knowledge);

cara memilih, menata serta merepresentasikan materi bidang ilmu sumber bahan ajaran sesuai dengan
rujukan kurikuler tertentu (curricular content knowledge);

proses belajar siswa yang merupakan kelompok layanan (how students learn);

prosedur yang membelajarkan siswa (how to facilitate student learning).

Bila demikian, kurikulum eksperensial takkan menjadi komposisi yang menarik pebelajar untuk berperan
serta aktif dalam orkestra pembelajaran. Pusat perhatian mereka – mau tak mau – adalah guru yang
‘bermain sendiri’, tak jarang terjadi: dengan berbagai keluguannya. Padahal, rancangan belajar yang
disebut kurikulum itu sebenarnya tak hanya merefleksikan isi, melainkan juga bagaimana suatu
pembelajaran dilakukan dalam konteks tertentu dan dalam kaitan dengan populasi tertentu (context,
analysis, content analysis, target group analysis).
Dengan kata lain, kurikulum eksperensial harus digelar secara tepat sehingga berdampak mengundang
para siswa untuk tampil sebagai active, social, and creative learners melalui penyediaan lingkungan
belajar yang di satu pihak menantang dan menuntut, tetapi di pihak lain juga memfasilitasi dan
memberikan pelayanan yang setimpal kepada mereka. Sebagai active learner, siswa harus diberi
kesempatan untuk mengamati, berdiskusi, berargumentasi dan berhipotesis serta menguji kesahihan
hipotesisnya itu. Sebagai social learner, siswa harus diajak untuk saling menguji serta mengasah
pemahaman, bukan saja dengan rekan melainkan juga dengan guru yang sekaligus berperan sebagai
pembimbing. Sedangkan sebagai creative learner, siswa harus diundang untuk create and or recreate
knowledge. Semuanya harus berlangsung sedemikian rupa sehingga siswa memiliki perangkat
kemampuan emotional intelligence yang mengedepankan deep connection dengan diri sendiri, orang
lain di sekitarnya, masyarakat, asal-usulnya secara filosofis, alam dan kemahakuasaan Allah.

Siswa, menurut Howard Gardner (1981), termasuk scholastic learner. Ia menganjurkan untuk
menggabungkan antusiasme serta spontanitas belajar dari intuitive learner dengan cara kerja/ belajar
disciplinary expert yang memberikan peluang bagi siswa to acquire knowledge, expand and refine
knowledge, dan to apply knowledge secara kontekstual. Dengan demikian, life-skills yang berkembang
dalam diri siswa tidak menjadi artifisial – sekadar menggalakkan rote learning berupa convergent
responses yang hanya cocok untuk menghadapi ujian dalam rangka meraih secarik ijazah – alias hanya
menghasilkan ‘macan kertas’ bahkan jika ia hanya dianggap pandai karena memperoleh nilai yang baik
pada rapor/ ijazah.

Pada kenyataannya guru memang tidak dapat memaksakan pengetahuannya kepada siswa tanpa
peranserta aktif siswa. Subyek belajar bukan bejana yang dapat diperlakukan menurut selera guru,
orang di luar dirinya. Siswa bukan tabula rasa dan guru adalah penulisnya, mengisi kepala siswa dengan
pengetahuan yang menurut guru diperlukannya. Ernst von Glasersfeld menyatakan bahwa pengetahuan
tidak dapat dialihkan begitu saja oleh guru kepada siswa bila siswa tidak aktif membentuknya. Ia tidak
percaya bahwa kompetensi pengetahuan dapat dicapai hanya dengan sistem drill (pembiasaan dan kiat
instan untuk menjawab soal dengan benar, meskipun tidak cukup dimengerti). “Only the student who
has built up such a conceptual repertoire has a chance of success when faced with novel problem.
Concepts cannot simply be transferred from teachers to students – they have to be conceived.”

Menjadi Guru Pembelajar Sejati


Program Pemerintah tentang Guru Pembelajar ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru
(profesional dan pedagogik) sebagai tindak lanjut dari hasil UKG tahun 2015. Harapannya, kompetensi
guru akan meningkat, dan apabila dilakukan UKG lagi, nilai guru akan menjadi lebih baik (mencapai
standar yang ditetapkan).

Lantas, apakah cukup jika seorang guru berdasarkan hasil ukg sudah memenuhi standar yang
ditentukan? Tentunya TIDAK! Guru harus selalu belajar. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan sejalan dengan perkembangan zaman, seorang guru harus senantiasa
mengembangkan dirinya agar tidak ketinggalan zaman.

Guru harus selalu UP TO DATE dalam segala hal, lebih-lebih yang terkait dengan profesinya. Dengan
demikian dia bukan saja akan mampu mengembangkan peserta didik dengan lebih baik tetapi juga bisa
menjadi inspirasi bagi peserta didik untuk selalu mengembangkan dirinya.

Untuk hal tersebut, satu-satunya cara adalah bahwa guru harus terus belajar dengan menjadi
pembelajar sejati, yaitu guru yang terus-menerus belajar untuk menjaga martabatnya sebagai seorang
profesional melalui upaya pembangan diri, sekaligus berhasil dalam membantu siswa menuju kehidupan
masa depan yang gemilang.

Guru sebagai model dan teladan


Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia
sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan
peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.
Sehubungan dengan hal itu, beberapa ha dibawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu
didiskusikan para guru.

a. Sikap dasar,

b. Bicara dan gaya bicara,

bc. Kebiasaan bekerja,

d. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan,

e. Pakaian,

f. Hubungan kemanusiaan,

g. Proses berfikir,
h. Perilaku neurotis,

i. Selera,

j. Keputusan,

k. Kesehatan,

l. Gaya hidup secara umum.

Anda mungkin juga menyukai