Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

Nama : Heri Aulia Rahman


NPM : 1711010229
Mata Kuliah : Kapita Selekta Pendidikan Islam ( KSPI )
Dosen Pengampu : Ihsan Subekti, M.H

SEKOLAH ISLAM TERPADU ( SIT ), PKS DAN IDEOLOGI WAHABI

Pendidikan memainkan peranan yang penting dan strategis dalam


mempersiapkan generasi menghadapi era yang penuh tantangan. Idealnya,
pendidikan seharusnya mampu menyelengarakan proses pembekalan
pengetahuan, penanaman nilai, pembentukan sikap dan karakter, pengembangan
bakat, kemampuan dan keterampilan serta mampu menumbuh-kembangkan
potensi akal, jasmani dan rohani yang optimal, seimbang dan sesuai dengan
tuntuan zaman.1
Namun faktanya, praktik pendidikan di Indonesia telah berjalan dalam
lorong krisis yang panjang. Pendidikan di negeri telah kehilangan pijakan
ilosofisnya yang hakiki, yang kemudian berdampak pada tidak jelasnya arah dan
tujuan yang hendak dicapai. Pendidikan di Indonesia juga tertatih-tatih dan
gagap dalam menghadapi laju perkembangan zaman dan arus globalisasi.
Akibatnya, pendidikan belum mampu melahirkan generasi yang cerdas dan
berintegritas. Sebaliknya, pendidikan di Indonesia acap melahirkan generasi yang
culas dan gagap: gagap teknologi, gagap pergaulan global, gagap zaman bahkan
gagap moral.
Berangkat dari keprihatinan atas kegagalan pendidikan di Indonesia
tersebut, sejumlah kalangan Muslim pada tahun 1990-an menginisiasi pendirian
institusi pendidikan Islam yang mampu mengkombinasikan ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai religiusitas (keislaman). Institusi pendidikan tersebut tidak lain dan

1
Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer, Diva Press,
Yogyakarta, 2016. Hal :7
tidak bukan adalah Sekolah Islam Terpadu. Jenjang Sekolah Islam Terpadu ini
meliputi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam
Terpadu (SMPIT) dan Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT).
Belakangan ini, terutama di kota-kota besar, Sekolah Islam Terpadu direspons
masyarakat Muslim secara positif. Buktinya, banyak kalangan Muslim yang
mendirikan Sekolah Islam Terpadu dan menyekolahkan anak-anaknya ke institusi
pendidikan tersebut. Bahkan, untuk menjalin komunikasi antar Sekolah Islam
Terpadu dibentuklah Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Selain sebagai
wadah komunikasi, JSIT bertujuan untuk menjaga kualitas sekolah Islam terpadu.
JSIT beranggotakan sekolah-sekolah Islam Terpadu mulai dari TK hingga SMA.
Saat ini JSIT Indonesia memiliki anggota 2.317 sekolah yang tersebar di seluruh
Indonesia2
Belakangan ini, terutama di kota-kota besar, Sekolah Islam Terpadu (SIT)
direspons masyarakat Muslim secara positif. Buktinya, banyak kalangan Muslim
yang mendirikan SIT dan menyekolahkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan
tersebut. Bahkan, untuk menjalin komunikasi antar SIT dibentuklah Jaringan
Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Keberadaan SIT di bawah JSIT acapkali dicurigai
menanamkan nilai-nilai eksklusivisme dan radikalisme Islam. Untuk itu, menarik
melakukan penelitian tentang eksklusivisme beragama .Eksklusivisme beragama
dalam JSIT juga dapat diteropong melalui empat karakteristik tersebut, yaitu:
Pertama, menerapkan pendekatan literal dalam memahami teks-teks Islam
(tekstualis). Kedua, pandangan keselamatan hanya dapat dicapai melalui agama
Islam disertai dengan penolakan terhadap agama lain dan pengikutnya (truth-
claim). Ketiga, menekankan gagasan bahwa tidak ada pemisahan antara Islam dan
negara (anti-sekularisasi). Keempat, para penganut paham ini percaya adanya
konspirasi antara pemerintah Indonesia dengan umat Kristen (dan atau Yahudi
atau kafir secara umum) untuk memperlemah kekuatan politik Islam (percaya
adanya konspirasi thaghut).3

2
https://jsit-indonesia.com/berita/sukseskan-munas-4-jsit-indonesia/ Diakses pada 3
Mei 2020.
3
https://tirto.id/hassan-al-banna-ikhwanul-muslimin-dan-partai-keadilan-sejahtera-cEzG
Diakses pada 3 Mei 2020
Kehadiran Sekolah Islam Terpadu dapat dikatakan merupakan respons atas
ketidakmampuan sistem pendidikan di Indonesia yang dinilai telah banyak
melahirkan generasi sekuler, pragmatis, dan hedonis-materialistis. Sekolah Islam
Terpadu menjadi alternatif bagi umat Islam dalam menyekolahkan anaknya.
Kendati pun telah sukses mengambil hati umat muslim, namun keberadaan
Sekolah Islam Terpadu di bawah JSIT dicurigai menanamkan nilai-nilai
eksklusivisme dan radikalisme Islam. Kecurigaan ini tidaklah berlebihan
mengingat Sekolah Islam Terpadu yang tergabung dalam JSIT secara faktual
didirikan oleh ormas-ormas Islam berideologi/berpaham eksklusif-radikal.
Bahkan, Noorhaidi Hasan menyebut JSIT didirikan dan berafiliasi secara politis
ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS). JSIT memiliki jejaring di sejumlah daerah di
Indonesia, tak terkecuali Lampung.
Secara administratif SIT berada di bawah Kementerian Pendidikan karena
kita menggunakan nama SD, SMP, dan SMU. Mengapa memilih menggunakan
nama SD, SMP, dan SMU hal ini lebih kepada pertimbangan pragmatis saja.
Karena di mata masyarakat, nama SD, SMP, dan SMU lebih banyak menjadi
pilihan dibandingkan dengan nama lain, madrasah misalnya. Karena
menggunakan nama tersebut maka mau tidak mau SIT juga harus menggunakan
model kurikulumnya, meskipun SIT selalu melakukan modifikasi sesuai dengan
ciri khas SIT.4
Kurikulum SIT merupakan bagian dari ideologi pendidikan yang diadopsi
dari Ikhwanul Muslimin. Hal ini tampak dalam sepuluh konsep muwasafat yang
menjadi tujuan dalam pendidikan yang diselenggarakan SIT. Dengan sistem yang
dikembangkan di SIT, sepuluh karakter ini terinternalisasi bukan hanya pada
siswa tetapi kepada semua stakeholder mulai dari pengurus dan staf yayasan,
kepala sekolah, guru, murid dan orang tua murid.  Para pengurus dan staf, guru,
kepala sekolah serta karyawan mendapatkan internalisasi 10 karakter melalui
proses pembinaan komitmen dalam bentuk halaqah ta’lim rutin setiap pekan
sekali, untuk para orang tua murid. Pembinaan 10 karakter ini diberikan melalui

4
Muh. Yusup, Eksklusivisme Beragama Jaringan Sekolah Islam Terpadu (Jsit) Yogyakarta,
Jurnal Religi, Vol. 13, No. 1, 2017: 75-96
kegiatan parenting yang dilaksanakan sekali dalam sebulan.  Sedangkan para
siswa diberikan dalam bentuk pembelajaran yang terintegrasi dalam semua bidang
studi atau mata pelajaran. Dengan demikian, semua stakeholder mendapat layanan
pendidikan/internalisasi nilai-nilai dari 10 karakter Hasan Al Banna tersebut.5
Sepuluh muwasafat ini menjadi cirikhas tujuan pendidikan SIT yang
diadopsi dari sepuluh muwasafat Ikhwanul Muslimin maupun Jamaah Tarbiyah
(LDK). Dengan melihat sepuluh tujuan pendidikan ini menunjukkan bahwa SIT
benar-benar memiliki tujuan pendidikan sebagaimana yang digariskan oleh Hasan
al-Banna. Salah satu program pengembangan diri yaitu ektrakulikuler kepanduan.
Ekstrakulikuler ini menjadi program yang sangat bermuatan ideologis. Hal ini
dapat dilihat dari semboyan yang diajarkan oleh para guru kepanduan kepada
siswa sebagai berikut :

Allahu Ghayatun (Allah Tujuan Kami); Rasul Qudwatun (Rasul Muhammad


Teladan Kami); Al-Qur’an Syir’atun (Al-Qur’an Undang-Undang Kami), Al-
Jihad Sabilun (Jihad Adalah Jalan Perjuangan Kami); As-Syahadah Umniyatun
(Mati Syahid Adalah Cita-Cita Kami).

Semboyan yang diajarkan kepada siswa melalui program kepanduan


tersebut sama persis dengan semboyan yang dipakai oleh Hasan al-Banna di Mesir
dalam rangka untuk membentuk loyalitas para aktivis gerakan terhadap Ikhwanul
Muslimin.6
Bayangkan saja, seusia pelajar sudah ditanamkan semboyan-semboyan
tentang mati syahid dan jihad yang mereka maknai hanya dengan membela islam
dengan hal-hal yang fisik.

5
http://aswajanu944.blogspot.com/2018/07/keterkaitan-antara-hassan-al-banna-
pks.html Diakses pada 3 Mei 2020.
6
Suyatno, Sekolah Islam Terpadu; Filsafat, Ideologi, dan Tren Baru Pendidikan Islam di
Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, Vol II Nomor 2, Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai