Anda di halaman 1dari 33

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT IBN HAZM, NIZAM AL-

MULK, IBNU KHALDUN, DAN IBNU SINA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Siti Aminah Chaniago, M.Si.

Oleh Kelompok 11:


1. Rizqi Fitriana Dewi (4119080)
2. Indah Permatasari (4119100)
3. Izza Faiza (4119129)

KELAS A

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala nikmat dan karunia-Nya,
makalah yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibn Hazm, Nizam al-
Mulk, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Sina” ini dapat terselesaikan. Salawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan
sahabatnya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Terima kasih kepada Siti Aminah
Chaniago, M.Si. selaku dosen pengampu yang telah membimbing sehingga
makalah ini dapat tersusun dengan baik.

Penulisan makalah ini tentunya terdapat kekurangan dan kesalahan, baik


dalam pengetikan maupun isinya, maka diharapkan kritik dan saran yang
konstruktif guna penyempurnaan penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah
yang sederhana ini dapat menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat.

Pekalongan, 11 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah.................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibn Hazm................................... 3
B. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Nizam al-Mulk........................... 9
C. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibnu Khaldun........................... 14
D. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibnu Sina..................................23
BAB III PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................29
B. Saran.................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemikiran ekonomi Islam telah ada sejak 1300 tahun yang lalu, yaitu sejak
nabi Muhammad SAW. Perjalanan sejarah mengarahkan kepada kita untuk
mengetahui bahwa ekonomi Islam telah mengalami kehilangan pengakuan selama
masa kemunduran hingga masa modernis. Hingga tiba saatnya terjadi upaya
pengakuan kembali, setelah adanya pernyataan para kaum cendekiawan bahwa
konsep rumusan ekonomi Islam yang telah digagas para ulama' masa keemasan
ketika Islam mengalami zaman kemunduran telah dilakukan tindak plagiatisme
terhadap banyak segi keilmuannya. Menurut Chapra, meskipun sebagian
kesalahan terletak di tangan umat Islam karena tidak mengartikulasikan secara
memadai kontribusi kaum muslimin, namun Barat memiliki andil dalam hal ini,
karena tidak memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi peradaban lain
bagi kemajuan pengetahuan manusia. Kontribusi kaum muslimin yang sangat
besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada
khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para
ilmuwan Barat. Buku-buku teks ekonomi Barat hampir tidak pemah menyebutkan
peranan kaum muslimin ini. Menarut Chapra, meskipun sebagian kesalahan
terletak di tangan umat Islam karena tidak mengartikulasikan secara memadai
kontribusi kaum muslimin, namun Barat memiliki andil dalam hal ini, karena
tidak memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi peradaban lain bagi
kemajuan pengetahuan manusia. Para sejarahwan Barat telah menulis sejarah
ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa periode antara Yunani dan Skolastik
adalah steril dan tidak produktif. Sebagai contoh, sejarahwan sekaligus ekonom
terkemuka, Joseph Schumpeter, sama sekali mengabaikan peranan kaum
muslimin. la memulai penulisan sejarah ekonominya dari para filosof Yunani dan

1
langsung melakukan loncatan jauh selama 500 tahun, dikenal sebagai The Great
Gap, ke zaman St. Thomas Aquinas (1225-1274 M).1

Dalam makalah ini, penulis akan mengulas mengenai pemikiran ekonomi


Islam menurut Ibn Hazm, Nizam al-Mulk, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Sina.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran ekonomi Islam menurut Ibn Hazm.
2. Bagaimana pemikiran ekonomi Islam menurut Nizam al-Mulk.
3. Bagaimana pemikiran ekonomi Islam menurut Ibnu Khaldun.
4. Bagaimana pemikiran ekonomi Islam menurut Ibnu Sina.

C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Islam menurut Ibn Hazm.
2. Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Islam menurut Nizam al-Mulk.
3. Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Islam menurut Ibnu Khaldun.
4. Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Islam menurut Ibnu Sina.

1
Choiriyah, “Pemikiran Ekonomi Ibn Hazm”, Jurnal Islamic Banking Vol. 2 No. 1, 2016,
hal. 63.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibn Hazm


Ibnu Hazm bernama lengkap Abu Muhammad Ali ibn Abu Umar Ahmad ibn
Said ibn Hazm al-Qurthubi al- Andalusi, lahir pada akhir bulan ramadhan 184 H
(994 M). la berasal dari sebuah keluarga bangsawan dan kaya. Ayahnya adalah
Abu Umar Ahmad, seorang keturunan persiadan wazir administrasi pada masa
pemerintahan Hajib al- Mansur Abu Amir Muhammad ibn Abu Amir al- Qanthani
(w. 192 H) dan hajib Abdul Malik al-Mudzaffar (w. 399 H/1009 M).2

Sejak ibunya wafat, Ibnu Hazm kecil tinggal di istana dengan para pengasuh
yang terdiri daripara wanita terpelajar. Dari mereka, awalnya ia mengenyam
pendidikan. Mereka mengajarkan baca tulis,membaca dan memahami maksud al-
qur'an serta berbagai syair Arab. la nyaris terisolasi dalam istana dan tidak begitu
mengenal dunia luar serta lingkungan masyarakat Kordova yang pada saat itu
merupakan kota metropolis. Setelah itu, Ibau Hazm diserahkan kepada Abu Ali
al-Husain bin Ali al- Fasi, seorang ulama yang mengesankan hatinya, baik dari
segi ilmu, amaliah, maupun kewara 'annya. Di bawah bimbingan gurunya ini, ia
mulaimenuntut ilmu secara intensif dengan menghadiri berbagai majelis ilmiah,
baik di bidang agama maupun umum. la belajar hadis untuk pertama kalinya
kepada Amir al-Jasur ketika berusia 16 tabun.3 Pada saat itu, hadis dan fiqih
merupakan dua bidang ilmu yang berkaitan, sehingga dapatdikatakan bahwa Ibnu
Hazm juga mempelajari fiqih di saat yang sama.

Ibnu Hazm mempelajari ilmu dari ulama lainnya, baik selama ia menetap di
Kordova maupun selama Pengembaraannya diberbagai kota hingga ke Maroko, ia

2
Abul Hasan M. Sadeq dan Aidit Ghazali, Reading in Islamic Economic Tought,
(Malaysia: Longman, 1992), hal. 66.
3
Ibnu Hazm, Tought al-Hamamat fi al-Ulfa wa al-Allaf, (Kairo: Darul Ma’rif, 1977), hal.
140.

3
menyerap berbagai ilmu agama dan umum, seperti tafsir dan hadis, fiqih, ushul
fiqih, teologi, perbandingan agama, bahasa, sastra, dan filsafat. Hal ini tergambar
dari sekian banyak karyanya yang meliputi berbagai bidang tersebut, sehingga
dikenal sebagai ilmuwan yang generalis dan prodiktif. Keberhasilan Ibnu Hazm
tidak terlepas dari arahan orang tuannya yang menyukai ilmu pengetahuan, di
samping ketekunan dan kesungguhan diri serta kecerdasan yang luar biasa.
Kedudukan sosial yang tinggi, karir politik, musibah, dan rintangan tidak
menyurutkan kemauannya untuk menuntut ilmu.4

Pemikiran-Pemikiran Ibnu Hazm

1. Masalah sewa tanah dan kaitannya dengan pemerataan kesempatan


Sejalan dengan pendekatan zahirinya, Ibnu Hazm mengemukakan konsep
pemerataan kesempatan berusaha dalam istinbat hukumnya dibidang ekonomi,
sehingga cenderung pada prinsip-prinsip ekonomi sosial islami yang
mengarah kepada kesejahteraan masyarakat banyak dan berlandasakan
keadilan sosial dan keseimbangan sesuai dengan petunjuk Al-quran dan
hadis.5
Diantara permyataan Ibnu Hazm berkenan dengan sewa tanah adalah:
"Menyewakan tanah sama sekali tidak di perbolehkan, baik untuk
bercocok tanam, perkebunan, mendirikan bangunan, ataupun segala sesuatu,
baik untuk jangka pendek jangka panjang,maupun tanpa batas waktu tertentu,
baik dengan imbalan dinar maupun dirham.Bila hal ini terjaddi, hukun sewa-
menyewanya batal selamanya."
Selanjutnya, Ibau Hazm menyatakan:
"Dalam persoalan tanah, tidak boleh dilakukan kecuali muzara'ah
(penggarapan tanah) dengan sistem bagi hasil produksinya atau mugharasah
(kerjasama penanaman). Jika terdapat bangunan pada tanah itu, banyak atau

4
Ibid.
5
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer,
(Depok: Gramata, 2010), hal. 186.

4
sedikit, bangunan itu boleh disewakan dan tanah itu ikut pada bangunan tetapi
tidak masuk dalampenyewaan sama sekali.”6
Dengan pernyataan tersebut, Ibnu Hazm memberikan tiga alternatif
penggunaan tanah, yaitu pertama, tanah tersebut dikerjakan atau di garap oleh
pemiliknya sendiri. Kedua, si pemilik mengizinkan orang lain menggarap
tanah tanpa meminta sewa. Ketiga, si pemilik memberikan kesempatan orang
lain untuk menggarabnya dengan bibit, alat, atau tenaga kerja yang berasal
dari dirinya, kemudian si pemilik memperoleh bagian dari hasilnya dengan
persentasi tertentu sesuai kesepakatan. Hal ini sebagaimana telah dilakukan
oleh Rasulullah Saw dengan kaum yahudi terhadap tanah khaibar. Dalam
sistem ini, jika tanaman itu gagal, si penngarap tidak dibebani tanggung jawab
tertentu. Pandangan tersebut didasari pemahaman zahiriyahnya sebagai
berikut: Dari Rafi' bin Khudaij ra.,ia berkata: "Rasulullah saw melarang
penyewaan tanah" (Riwayat Bukhari).
Agaknya, pandangan Ibnu Hazm tersebut bertitik tolak dari status tanah
sebagai barang yang tidak hancur (sil'ah ghair istikhlakiyyal) yang pada
umumnya peran hasil kerja dan kreasi manusia tidak menonjol. Yang tampak
ialah bahwa tanah itu merupakan ciptaan Allah Swt dimana manusia tinggal
memanfaatkannya dan mengklaim pemilikan dan penguasaannya. Dengan
demikian kepemilikan tersebut tidak mutlak., tetapi justru relatif selama ia
memanfaatkannya. Jika tidak memanfaatkannya, ia harus memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk memanfaatkannya sesuai dengan asas
kepemilikan umum tanah sebagai ciptaan Allah Swt. Oleh karena itu,menurut
Ibau Hazm, tanah tidak bisa disamakan dengan rumah atau peralatan yang
secara nyata merupakan hasil kerja dan jerih payah manusia untuk
membuatnya sehingga dapat disewakan. Disamping itu, larangan penyewaan
tanah dan altematif bagi hasil, menciptakan iklim bekerja dan berusaha yang
lebih baik bagi orang-orang yang tidak mampu dengan risiko kecil dalam
menangggung kerugian akibat bencana alam atau penyakit, sehingga gagal
panen. Dengan seperti ini, keuntungan akan dinikmati bersama, dan begitu

6
Ibid.

5
pula sebaliknya, risiko kerugian dan kegagalan panen dipikul bersama. Hal ini,
jauh berbeda dengan sistem penyewaan tanah. Kerugian dalam panen sama
sekali tidak menyertakan pemilik tanah menanggung kerugian yang
diakibatnya karena ia menerima sewa secara utuh.konsekuensinya, kerugian
yang ditanggung oleh penyewa semakin besar yaitu sewa tanah dan biaya
pengolahan.penanaman dan perawatan serta tenaga dan waktu yang tercurah
untuknya. Ini jelas tidak adil dan menempatkan orang lemah dalam posisi
lemah terus-menerus.7
Pandangan Ibnu Hazm tersebut berbeda dengan jumhur fuqaha yang
secara umum memperbolehkan penyewaan tanah, sebagaimana bolehnya
melakukan muzara'ah dan mugharasah (Hammad ibn Abdurahman al-janidal,
jilid 2). Termasuk di antara mereka adalah Abu Hanifah, Malik, Abu yusuf,
Zufar, Muhammad binal-Hasan al-Syaibani, al- Syafi'i,dan Abu Sulaiman.
Agaknya pendapat ini bertitik tolak dari kepemilikan tanah secara mutlak. Si
pemilik berhak sepenuhnya atas tanah tersebut,apakah ia memanfaatkannya
untuk jangka waktu tertentu ia alihkan kepada orang lain dengan ganti rugi
berupa sewa yang dibayarkan kepada pemilik tanah itu sesuai dengan
kesepakatan.8
2. Jaminan sosial bagi orang tak mampu
a. Pemenuhan kebutuhan pokok (Basic Needs) dan pengentasan kemiskinan
Ibnu Hazm menyebutkan empat kebutuhan pokok yang memenuhi standar
kehidupan manusia yaitu makanan minuman, pakaian, dan perlindungan
(rumah). Makanan dan minuman harus dapat memenuhi kesehatan dan
energi. Pakian harus dapat menutupi aurat dan melindungi seseorangdari
berbagai dari udara panas dandingin serta hujan. Rumah harus dapat
melindungi seseorang dari berbagai cuaca dan juga memberikan tingkat
kehidupan pribadi yang layak. Dalam konteks ini, Ibnu Hazm
mengingatkan bahwa kemiskinan selalu tumbuh dalam situasi tingkat
komsumsi atau kebutuhan lebih tinggi dari pada pendapatan yang dapat

7
Ibid., hal. 189.
8
Ibid.

6
memenuhi kebutuhan. Hal ini, terjadi akibat laju populasi yang meningkat
cepat akibat kelahiran dan migrasi. Kesenjangan yang lebar antara si kaya
dengan si miskin dapat menambah kesulitan saat keadaan orang kaya
mempengaruhi struktur adminitrasi, cita rasa dan berbagai pengaruh lain,
seperti kenaikan tingkat harga dalam aktivitas ekonomi. Berkenaan dengan
harta wajib di keluarkan zakatnya, Hazm memperluas jangkuan dan ruang
lingkup kewajiban sosial lain diluar zakat, yang wajib dipenuhi oleh orang
kaya sebagai bentuk kepedulian tanggung jawab sosial mereka terhadap
orang miskin, anak yatim, dan orang yang tidak mampu atau yang lemah
secara ekonomi.9 Salah satu pandangan Ibnu Hazm yang menarik dalam
masalah ini yaitu:
“Orang-orang kaya dari penduduk setiap negari wajib menanggung
kehidupan orang-orang fakir miskin diantara mereka. Pemerintah harus
memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum muslimin
(bait al-mal) tidak cukup untuk mengatasinya,orang kafir miskin itu harus
diberi makanan dari bahan makanan semestinya.pakian untuk musim
dingin dan musim panas yang layak, dan tempat tinggal yang dapat
melindungi mereka dari hujan.panas matahari, dan pandangan orang-orang
yang lalu lalang".

Hak- hak yang diperintahkan Allah Swt untuk dipenuhi dipahami Ibau
Hazm sebagai suatu kewajiban. Hak-hak yang mesti dipenuhi tersebut
tidak lain merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi
sandang, pangan, dan papan yang layak dan sesuai dengan harkat
kemanusiaan. Hak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
menjadi tanggung jawab sosial secara bersama-sama dalam
mewujudkannya, demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh umat
manusia Bagaimanapun juga, kemiskinan tidak pernah dikehendaki oleh

9
Abul Hasan, Op. Cit., hal. 68.

7
siapapun.Orang miskin harus dibantu untuk bisa terbebas dari kemiskinan
yang membelenggu.10

b. Kewajiban mengeluarkan harta selain zakat


Persoalan mengenai adanya kewajiban harta selain zakat merupakan
persoalan yang diperselisihkan oleh fuqaha. Sebagian fugaha menyatakan
keberadaan kewajiban harta yang harus dikeluarkan selain zakat. Adapun
sebagian fuqaha yang lain menyatakan tidak ada kewajiban harta selain
zakat. Ibnu Hazm sendiri menyatakan bahwa kewajiban harta selain zakat
tersebut ada selama zakat dan kas negara (bait al-mal) tidak cukup untuk
menanggungnya.Jika mencukupi, kewajiban itu hilang dengan sendirinya.
Dengan demikian, sebenarnya perbedaan antara kedua pendapat tersebut
tidak bertolak belakang sama sekali. Kelompok pertama menyatakan
sebagai kewajiban secara kifai, dan kelompok kedua memandangnya
sebagai sesuatu yang sangat dianjurkan.11
3. Zakat
Dalam persoalan zakat, Ibnu Hazm menekankan pada status zakat sebagai
suatu kewajiban dan juga menekankan peranan harta dalam upaya
memberantas kemiskinan. Menurutnya, pemerintah sebagai pengumpul zakat
dapat memberikan sanksi kepada orang yang enggan membayar zakat,
sehingga orang mau mengeluarkannya, baik secara suka rela maupun terpaksa.
Jika ada yang menolak zakat sebagai kewajiban, ia dianggap murtad. Dengan
cara ini, hukuman dapat dijatuhkan pada orang yang menolak kewajiban zakat,
baik secara tersembunyi maupun terang- terangan.12
Ibnu Hazm menekankan bahwa kewajiban zakat tidak akan hilang.
Seseorang yang harus mengeluarkan zakat dan yang belum mengeluarkan
selama hayatnya harus dipenuhi kewajibannya itu dari hartanya, sebab tidak
mengeluarkan zakat berarti utang terhadap Allah Swt. Hal ini berbeda dengan
pengeluaran pajak dalam pangdangan konvensional yang jika tidak di

10
Ibid,. hal. 69.
11
Ibid.
12
Ibid.

8
bayarkan berarti kredit macet (tidak ada pemasukan) bagi negara dalam
periode waktu tertentu. Sedangkan kewajiban zakat tidak dibatasi periode
waktu tertentu. pada orang yang menolak kewajiban zakat, baik secara
tersembunyi maupun terang- terangan.13
4. Pajak
Ibnu Hazm sangat fokus terhadap faktor keadilan dalam sistem pajak.
Menurutnya, sebelum segala sesuatunya diatur, hasrat orang untuk
mengeluarkan kewajiban pajak harus dipertimbangkan secara cemat karena
apapun kebutuhan seseorang terhadap apa yang dikeluarkannya akan
berpengaruh pada sistem dan jumlah pajak yang dikumpulkan. Hal ini
mengajak kita untuk mendiskusikan teori keuangan publik (publik finance)
konvensional berkaitan dengan kecenderungan orang untuk membayar pajak.
Ibnu Hazm sangat memperhatikan sistem pengempulan pajak secara alami.
Dalam hal ini, menurutnya, sikap kasar dan eksploitatif dalam pengumpulan
pajak harus dihindari. Pengumpulan pajak juga tidak boleh melampaui batas
ketentuan syariah.14

B. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Nizam al-Mulk


Nizam al-Mulk al-Tusi hidup semasa Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada
tahun 408 H/ 1018 M disebuah kota kecil Radhkan atau Nuqan yang terletak di
pedalaman Tus, sekitar 50 mil ke utara Mashhad di Persia. Ia merupakan anggota
keluarga pemilik kelas menengah, ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah
Gaznawi dan pada hari Gaznawinds ditunjuk sebagai pemungut pajak dari Tus
oleh Gubernur Khurasan, Abu al- Fadhl Suri.15
Pendidikan dasarnya adalah mempelajari badist dan fiqih, atas kehendak
ayahnya yang ingin menjadikan dia sebagai seorang yang berprofesi hukum, yang
semula di bawah bimbingan Abd All-Samad Funduraji, seorang ahli hukum
terkenal, kemudian dia belajar lagi dengan seorang aliw Syafi'I bermama Imam
13
Ibid., hal. 70.
14
Ibid.
15
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2017), hal. 271.

9
Muwaffae dari Nishapur.Walaupun seorang Persia, Nizam al-Mulk secara
perlahan menguasai administrasi dari kekaisaran Saljuk Turki. Menurut penelitian
Syamruddin Nasution keberadaan Nizamiyah sebagai salah satu faktor yang
menyebabkan Nizam al-Mulk berhasil mengangkat kembali Daulah Abbasiyah
yang sudah berada di ambang pintu kehancuran, dan mampu mengembangkan
ilmu pengetahuan karena selain para dosen dan guru yang mengajar di Nizamiyah
tersebut dapat pengakuan dan gaji tetap dari pemerintah, dan berhasil pula
mencetak alumni yang sekarang telah menjadi ulama terkenal dan ternama, seperti
Imam al-Haramain al-Juwaidi dan Imam al-Ghazali. Dan beliau wafat pada tahun
485 H/ 1092 M.16

Pemikiran Nizam al-Mulk


Berikut adalah beberapa pemikiran dari Nizam al-Mulk:17
1. Prinsip maslahah dalam administrasi
Negarawan yang mampu dan bijak adalah orang yang secara kritis
menimbang- nimbang semua argumentasi dan pikiran dari semua masalah.
Prinsip maslahah dalam Islam memainkan peran penting dalam masalah ini.
Nizam al-Mulk telah menggunakan prinsip maslahah dalam mengambil
keputusan. Nizam al-Mulk menyadari sepenuhnya mengenai tiga arah faktor-
faktor kemakmuran, produktifitas dan efisiensi, Mengamankan kesejahteraan
dapat meningkatkan lebih besar produktifitas yang diharapkan dan tingkat
efisiensi. Nizam al-Mulk juga pernah diamanahkan oleh Sultan Delhi dalam
mengurus administrasi dan politik dikerajaan India pada tahun 1948 karena
bakat administratif dan wawasannya yang luas. Selanjutnya dari perspektif
ilmu administrasi Nizam Al Mulk menuliskan kewajiban bagi khalifah untuk
melakukan pertemuan terbuka dengan masyarakat agar masyarakat dapat
menyampaikan keluhan-keluhan yang dimilikinya terhadap birokrasi
pemerintahan kekhalifahan Islam baik yang ada di pusat maupun di daerah.
Nizam Al Mulk menuliskan bahwa khalifah wajib mengadakan pertemuan

16
Ibid.
17
Ibid., hal. 273-277.

10
minimal dua kali seminggu dan khalifah tidak boleh mewakilkan urusan ini
pada siapapun. Hal ini agar keluhan masyarakat ini dapat didengar langsung
oleh khalifah dan dapat diputuskan hukuman terhadap birokrat tersebut oleh
khalifah. Fungsi sistem ini yakni untuk melindungi hak-hak warga yang di
rampas oleh tindakan dari aparatur pemerintahan.
2. Pemuas kebutuhan pokok dan stabilitas nasional
Stabilitas nasional dapat dicapai dengan memastikan bahwa kebutuhan
pokok masyarakat diamankan dan dipenuhi secukupnya. Lebih lanjut
peningkatan selalu dapat dipastikan mengurangi kemungkinan ratapan rakyat
terhadap penguasa. Makanan harus melimpah dan negara harus
mengorganisasi dapur umum gratis bagi yang membutuhkan dan bagi yang
miskin. Produksi pertanian harus diusahakan tetap meningkat sehingga tidak
ada kekurangan makanan. Garansi negara harus tetap terpelihara dalam
kekaisaran untuk menyediakan cukup pasokan selama terjadi serangan hama
atau gagal panen. Penimbunan dan monopoli kebutuhan pokok dilarang dan
harus dihukum. Pasar adalah untuk melayani kepentingan konsumen. Menurut
Nizam al-Mulk al-Tusi dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menghimpun dana
guna menjalankan pemerintahan. salah satunya adalah melakukan bisnis.
Pemerintah dapat melakukan bisnis sebagai perusahaan lainnya, misalnya
dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Seperti halnya perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan
memberikan keuntungan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber
pendapatan negara. Dan memperpendek masa jabatan dan alih tugas
pengadaan pos dan pejabat yang di luar kuota karena hal tersebut hanya akan
membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
3. Kesempatan kerja dan keamanan nasional
Optimalisasi kesempatan kerja buruh tidak terbatas pada pertimbangan
variabel ekonomi saja. Variabel non-ekonomi juga penting bahkan lebih.
Karena itu kebijakan dan upaya harus dilihat sebagai pertimbangan dalam
suatu kerangka kerja yang komperhensif, salah satunya adalah keamanan

11
nasional. Dan setiap birokrat pemerintahan memiliki hak untuk mendapatkan
upah yang layak dari kekhalifahan Islam. Selain itu, Nizam Al Mulk juga
memberikan panduan kepada penguasa kekhalifahan Islam agar khalifah
melakukan rotasi terhadap para pegawai yang bekerja dalam pemerintahan
Islam. Hal ini dilakukan agar para pegawai tersebut tidak berada dalam zona
nyamannya dan dapat menghindari praktik-praktik yang menugikan
pemerintahan dari birokrasi pemerintahan Islam.
Nizam Al Mulk juga memberikan penjelasan mengenai beberapa
mekanisme pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pegawai
pemerintahan Islam. Pengawasan dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari
intelegen yang ditugaskan oleh raja, maupun oleh sesama birokrasi
pemerintahan Masyarakat yang mengalami kerugian dari tindakan birokrat
pemerintahan Islam juga berhak untuk melaporkan tindakan birokrat
pemerintahan melalui mekanisme Diwan Al-Nazar fi Al-Mazalim yang
dipimpin raja ataupun qadi yang telah ditunjuk raja.
4. Sitem pajak yang adil
Tidak ada yang dapat menyangkal suatu sistem pajak yang baik akan
menjadi basis keuangan yang sehat. Walaupun demikian, Nizam al-Mulk
percaya bahwa keuangan yang sehat bukan segalanya untuk menghindari
kesulitan nasional. Pajak dikenakan dalam berbagai bentuk seperti pajak
pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Dalam
sistem dan tradisi kepemimpinan Islam, yang paling dipentingkan dalam pajak
adalah faktor distribusi yang harus dibangun di atas prinsip penyamarataan
dan netralitas. Di sisi lain juga menekankan pada prinsip-prinsip kemudahan
dan produktivitas. Mengenai tata kelola perpajakan yang dilakukan
kekhalifahan Islam yaitu dengan menetapkan Diwan Al Kharaj sebagai
lembaga pengumpul pajak dengan tugas untuk mengumpulkan pajak bumi
dari para warga masyarakat dan sebagai konsekuensinya mereka berkewajiban
untuk memberikan perlindungan keamanan kepada warga masyarakat.
Nizam Al Mulk mendeskripsikan bagaimana aturan-aturan yang harus
dipatuhi olch seorangan pegawai pajak serta konsekuensi hukum yang dimiliki

12
jika melanggar peraturan yang ditentukan Pegawai pajak ini juga harus
menerima pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur oleh
khalifah serta tidak boleh melakukan penarikan pajak di luar ketentuan yang
sudah ditentukan karena kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pegawai
pajak ini dapat mengakibatkan kekecewaan masyarakat serta dapat
menimbulkan pemberontakan. Raja juga berhak untuk memberikan hukuman
terhadap kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pegawai pajak dengan
melakukan upaya penyitaan paksa terhadap kekayaan pegawai tersebut dan
pegawai pajak tersebut mendapat sanksi dikeluarkan dari instansi tersebut dan
tidak dapat bekerja lagi di instansi pemerintahan. Hal ini sebagai bentuk
hukuman terhadap perilaku korup dari pegawai pemerintahan terutama
pegawai pajak.
5. Kebijaksanaan pertahanan
Salah satu paket reformasi penting yang dibangun oleh Nizam al-Mulk
adalah mengenai administrasi pertahanan. Beberapa gagasannya terhadap
masalah yang mengugahnya ini telah diproyeksikannya. Nizam al-Mulk yang
nampaknya merasionalisasikan praktek feodal kuno di Persia yang
menyangkut hak dari penguasa. la merekomendasikan pembatalan dari
pembebanan oleh tuan tanah yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Tuan
tanah dalam kewajibannya hanyalah sebagai pengumpul pajak, bahkan mereka
tidak mempunyai hak untuk menempatkan jumlah pajak karena merupakan
hal mutlak dari pemerintah. la ingin mengurangi kekuasaan dan hak mutlak
para tuan tanah dan menjadikan pemerintah lebih berkuasa.
6. Peranan dan kriteria muhtasib
Nizam al-Mulk juga memusatkan perhatian pada ekonomi pasar, di mana
ia menulis tentang muhtasib. Mubtasib yaitu sebutan bagi orang yang bertugas
sebagai pelaksana pada lembaga hisbah. Tugas utama lembaga ini adalah
menyelesaikan kasus pelanggaran terhadap prinsip dasar amar ma'ruf nahi
munkar. Ma'ruf, secara harfiah berarti sesuatu yang dikenal adalah setiap
ucapannya, tindakan, atau tekad yang dianggap baik dan diperintahkan syari'at

13
untuk dilakukan. Sedangkan mungkar adalah segala ucapan, tindakan atau
tekad yang dianggap jelek dan dilarang syari'at untuk dilakukannya.
Pada prinsipnya al-Muhtasib bisa berbentuk perorangan dan bersifat suka
rela (al- Mutattawwi) serta dapat juga berbentuk lembaga yang ditunjuk oleh
pemerintah. Al-Muhtasib al-Mutattawwi lebih mirip dengan juru dakwah,
yang ajarannya tidak mengikat. Ia tidak berwenang menjatuhkan sanksi, jadi
hanya bersifat preventif. Sedangkan al-Muhtasib petugas pemerintah
berwenang menjatuhkan sanksi. Tanggung jawab yang diemban sangat berat,
maka kualitas tinggi bagi mereka yang akan melaksanakan tugas sebagai
nhtasib dipersyaratkan yaitu: orang yang merdeka dan fakih, mukmin
mukallaf, mampu mengemban tugas amar ma'ruf nahi unkar, adil dan diangkat
oleh penguasa.

C. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M, pada awal
ramadhan 732 H. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin
Ibnu Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama
panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan
kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadl> di Mesir. Selanjutnya ia lebih
popular dengan sebutan Ibnu Khaldun. Berdasarkan silsilahnya, Ibnu Khaldun
masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajr, salah seorang sahabat
Nabi SAW yang terkemuka.18

Nenek moyang Ibnu Khaklun mungkin berasal dari Hadramaut. Di Tunis


keluarganya menetap setelah pindah dari Spanyol Moor. Selama empat tahun di
tempat itu ia menyelesaikan Muqaddimah, tahun 1337 M. Kemudian ia pindah ke
Tunis untuk menyelesaikan kitab al-l'bar (sejarah dunia) dengan perolehan bahan-
bahan dari perpustakan kerajaan. Setelah menjalani hidup di Afrika Utara, Ibnu
Khaldun berlayar ke negeri Mesir pada tahun 1383 M. Akhirnya Ibnu Khaldun

18
Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres,
2010), hal. 391.

14
meninggal dunia pada tanggal 26 Ramadhan 80 Maret 1406 M dalam usia 74
tahun 20. Menurut perhitungan Masehi atau 76 tahun menurut perhitungan
Hijriyah dan ia dimakamkan di kuburan kaum sufi, di luar Bab al-Nahsr., Kairo.
Seperti halnya tradisi yang berkembang di masa itu, Ibnu Khakdun mengawali
pelajaran dari ayahnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada para ulama
terkemuka untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa
Arab, hadist, fiqih, teologi, logika, ilmu alam, matematika dan astronot. Ibnu
khaldun tercatat sebagai cendekiawan yang rajin menulis, bahkan ketika
memasuki usia remaja tulisan-tulisannya sudah menyebar kemana-mana. Tulisan-
tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam,
pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan
pengetahuan yang luas, serta karena ia hidup di tengah-tengah mereka dalam
pengembaraannya yang luas pula.19

Pemikiran Ibnu Khaldun

Berikut adalah beberapa pemikiran dari Ibnu Khaldun: 20

1. Teori produksi

Menurut Ibnu Khaldun, produksi adalah aktivitas manusia yang


diorganisasikan secara sosial dan internasional.

a. Tabiat manusia dari produksi


Menurutnya, pada satu sisi, manusia adalah binatang ekonomi. Tujuannya
jelas yaitu produksi, karena manusia dapat dibedakan dari makhluk hidup
lainnya dari segi upayanya mencari penghidupan dan perhatiannya pada
berbagai jalan untuk mencapai dan memperoleh sarana-sarana
kehidupan.Sedangkan pada sisi yang lain, faktor produksi yang utama
adalah tenaga kerja manusia. Laba produksi adalah nilai utama yang
dicapai dari tenaga manusia. Manusia dapat mencapai produksi dengan

19
Ibid.
20
Bahrul Ulum dan Mufarrohah, “Kontribusi Ibnu Khaldun Terhadap Perkembangan
Ekonomi Islam”, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1 No. 2, 2016, hal. 23-30.

15
tanpa usahanya sendiri seperti melalui perantara hujan yang menyuburkan
ladang Kendati demikian, hal ini sifatnya pendukung saja.Karena itu,
manusia harus melakukan produksi guna mencukupi kebutuhan hidupnya
dan produksi berasal dari tenaga manusia.
b. Organisasi sosial dan produksi
Melakukan produksi bagi manusia sangat penting, Jika manusia ingin
hidup dan mencari nafkah, maka ia harus makan. la juga harus
memproduksi makanannya, karena hanya dengan tenaganya ia tetap bisa
mendaparkan makanan. Namun manusia tidak dapat melakukannya sendiri
dapat memproduksi makanan yang cukup untuk kebutuhannya schari-hari.
Jika ia ingin bertahan, maka ia harus mengorganisasikan tenaganya.
Melalui modal atau keterampilan, operasi produksi yang paling sederhana
mensyaratkan kerja sama dari banyak orang dan latar belakang teknis dari
kescluruhan peradaban. Setiap makanan memerlukan sejumlah kegiatan
dan setiap kegiatan memerlukan sejumlah peralatan dan keahlian.
Organisasi sosial dari tenaga kerja ini harus dilakukan melalui spesialisasi
yang lebih tinggi dari pekerja. Hanya melalui spesialisasi dan pengulangan
operasi-operasi sederhanalah orang menjadi terampil dan dapat
memproduksi barang dan jasa yang bermutu baik dengan kecepatan yang
baik pula.
c. Organisasi internasional dari produksi.
Sebagaimana terdapat pembagian kerja di dalam negeri, terdapat pula
pembagian kerja secara internasional. Pembagian kerja internasional ini
tidak didasarkan kepada sumber daya alam dari negeri-negeri terscbut,
melainkan didasarkan pada keterampilan penduduk setempat. Bagi Ibnu
Khaldun, tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling penting.
Semakin banyak populasi yang aktif, maka semakin banyak produksinya.
Sejumlah surplus barang yang dihasilkan dapat kiranya dickspor dan
dengan demikian akan meningkatkan kemakmuran daerah setempat. Pada
bagian yang lain, semakin tinggi tingkat kemakmuran, maka semakin
tinggi pula permintaan penduduk terhadap barang dan jasa. Kenaikan

16
permintaan terhadap barang dan jasa menyebabkan naiknya harga-harga
barang dan jasa tersebut serta naiknya gaji yang dibayarkan kepada
pekerja-pekerja yang terampil.
Dari sini dapat dilihat uraian teori Ibnu Khaldun yang menunjukkan
interaksi antara permintaan dan penawaran. Permintaan akan menciptakan
penawarannya sendiri yang pada gilirannyaakan menciptakanpermintaan
yang bertambah. Menurutnya, semakin berkembang suatu negara, maka
semakin banyak pula modal intelektualnya dan organisasi infrastruktur
intelektualnya. Bagi orang yang terampil akan ditarik olch infrastruktur ini
dan datang untuk hidup di negeri itu, karena hal ini akan meningkatkan
modal dan infrastruktur intelektualnya.
Dalam perspektif Ibnu Khaldun, karena faktor produksi yang paling utama
adalah tenaga kerja dan hambatan satu-satunya bagi pembangunan adalah
kurangnya persediaan tenaga kerja yang terampil, proses kumulatif ini
pada kenyataannya merupakan suatu teori ckonomi tentang pembangunan.
Toeri Ibnu Khaldun yang lain tentang organisasi internasional, merupakan
embrio teori perdagangan internasional, dengan analisis tentang syarat-
syarat pertukaran antara negara-negara kaya dengan negara-negara miskin,
tentang kecenderungan untuk mengekspor dan mengimpor, tentang
pengaruh struktur ekonomi terhadap perkembangan dan tentang
pentingnya modal intelektual dalam proses pertumbuhan.
2. Teori nilai, uang dan harga
a. Teori nilai
Bagi Ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja
yang dikandungnya. Demikian pula kekayaan suatu bangsa tidak
ditentukan olech jumlah uang yanh dimiliki bangsa terscbut, akan tetapi
ditentukan oleh produksi barang dan jasanya dan olch neraca pembayaran
yang schat. Kedua hal ini sangat terkait satu sama lain. Neraca
pembayaran yang schat adalah konsekuensi alamiah dari tingkat produksi
yang tinggi.
b. Teori uang

17
Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sejak peradaban
kuno, mata uang logam sudah menjadi alat pembayaran biasa walaupun
tidak sesempurna sekarang. Sekalipun ukuran kekayaan suatu bangsa tidak
ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki, ukuran ekonomis terhadap
nilai barang dan jasa perlu bagi manusia bila ia ingin
memperdagangkannya. Pengukuran nilai ini harus memiliki sejumlah
kualitas tertentu. Ukuran ini harus diterima oleh semua pihak sebagai
tender legal dan penerbitannya pun harus bebas dari semua pengaruh
subjektif. Di mata Ibnu Khaldun, dua logam yang dalam hal ini emas dan
perak adalah ukuran nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah
sebagai uang di mana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif.
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak
sebagai standar moneter.
c. Teori harga
Harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Penentuan
harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan
dan kekuatan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran
tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela (saling rela). Pada tingkat
harga tersebut, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan
transaksi pada tingkat harga tersebut.
Dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang sangat
berpengaruh adalah permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun
menekankan bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan
menyebabkan kenaikan harga, demikian pula sebaliknya penurunan
penawaran atau kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga.
Penurunan harga yang sangat drastis akan merugikan pengrajin dan
pedagang serta mendorong mereka keluar dari pasar, sedangkan kenaikan
harga yang drastis akan menyusahkan konsumen. Harga damai dalam
kasus seperti ini sangat diharapkan oleh kedua belah pihak, karena ia tidak
saja memungkinkan para pedagang mendapatkan tingkat pengembalian
yang ditolerir oleh pasar dan juga mampu menciptakan kegairahan pasar

18
dengan meningkatkan penjualan untuk memperoleh tingkat keuntungan
dan kemakmuran tertentu. Akan tetapi, harga yang rendah dibutuhkan pula,
karena memberikan kelapangan bagi kaum miskin yang menjadi mayoritas
dalam scbuah populasi. Dengan demikian, tingkat harga yang stabil
dengan biaya hidup yang relatif rendah menjadi pilihan bagi masyarakat
dengan sudut pandang pertumbuhan dan keadilan dalam perbandingan
masa inflasi dan deflasi. Inflasi akan merusak keadilan, sedangkan deflasi
mengurangi insentif dan efisiensi. Harga rendah untuk kebutuhan pokok
scharusnya tidak dicapai melalui penctapan harga baku olch negara karena
hal itu akan merusak insentif bagi produksi. Faktor yang menetapkan
penawaran, menurut Ibnu Khaldun, adalah permintaan, tingkat keuntungan
relatif, tingkat usaha manusia, besarnya tenaga buruh termasuk ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, ketenangan dan keamanan,
dan kemampuan teknik serta perkembangan masyarakat secara
keseluruhan. Jika harga turun dan menycbabkan kebangkrutan modal
menjadi hilang, insentif untuk penawaran menurun, dan mendorong
munculnya resesi, sehingga pedagang dan pengrajin menderita. Pada sisi
lain, faktor-faktor yang menentukan permintaan adalah pendapatan,
jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat, serta
pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum. Pengecualian
satu-satunya dari hukum ini adalah harga emas dan perak (yang
merupakan standar moneter).Semua barang-barang lainnya bisa terkena
fluktuasi harga yang tergantung pada pasar. Apabila suatu barang terjadi
kelangkaan dan banyak permintaan, maka harga cenderung tinggi. Jika
suatu barang berlimpah, maka harganya cenderung rendah. Oleh karena itu,
Ibnu Khaldun menguraikan teori nilai yang berdasarkan tenaga kerja,
sebuah teori tentang uang yang kuantitatif dan scbuah teori tentang harga
yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.

19
3. Teori distribusi
Menurut Ibnu Khaldun, harga suatu produk terdiri dari tiga unsur yaitu
gaji, laba dan pajak. Gaji adalah imbalan jasa bagi produsen. Laba adalah
imbalan jasa bagi pedagang. Sedangkan pajak adalah imbalan jasa bagi
pegawai negeri dan penguasa.
a. Gaji
Karena nilai suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang
dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang-barang.
Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu barang. Namun harga tenaga
kerja itu sendiri ditentukan olch hukum permintaan dan penawaran. Dalam
hal ini semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar, karena semakin
besar gaji yang diperoleh, niscaya semakin menguat pula daya beli yang
dimiliki.
b. Laba.
Laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperolch
olch padagang. Namun selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan
penawaran, yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan
harga jual melalui pasar. Bagi Ibnu Khaldun, hakikat perdagangan adalah
membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal. Hal ini
secara umum telah dipraktekkan dalam sistem ekonomi global dengan
prinsip modal sekecil mungkin dengan hasil laba scbesar mungkin.
c. Pajak.
Negara merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui
pembelanjaannya yang akan mampu meningkatkan produksi dan melalui
pajaknya akan dapat melemahkan produksi. Pemerintah akan membangun
pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi
semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak hanya menyebabkan
kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya kcuntungan, tetapi juga
mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar
belanja pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang
tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang

20
dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan
politik. Oleh karena itu, untukmempercepat pembangunan kota,
pemerintah harus berada dekat dengan masyarakat dan mensubsidi modal
bagi mereka seperti layaknya air sungai yang membuat hijau dan mengaliri
tanah di sekitarnya, sementara di kejauhan segalanya tetap kering. Pajak
bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya. Oleh karena itu,
jumlah pajak ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap produk.
Dan pada gilirannya menentukan pendapatan penduduk dan kesiapannnya
untuk membayar. Semakin diminati produk-produk yang dihasilkaan oleh
pasar (masyarakat), maka semakin besar pula pajak yang dikenakan.
4. Teori siklus
a. Siklus populasi
Produksi ditentukan olch populasi. Semakin banyak populasi, semakin
banyak pula produksinya. Demikian juga, semakin besar populasi,
semakin besar pula permintaannya terhadap pasar dan semakin besar
produksinya. Yang perlu dicermati di sini adalah bahwa populasi sendiri
ditentukan olch produksi. Semakin besar produksi, semakin banyak
permintaan terhadap tenaga kerja di pasar. Hal ini membawa konsekuensi
semakin tinggi gajinya, semakin banyak pekerja yang berminat untuk
masuk ke lapangan tersebut dan semakin besar kenaikan populasinya.
Akibatnya, terdapat suatu proses kumulatif dari pertumbuhan populasi dan
produksi, pertumbuhan ekonomi menentukan pertumbuhan populasi dan
sebaliknya.
b. Siklus keuangan publik
1) Pengeluaran pemerintah
Bagi Ibnu Khaldun, sisi pengeluaran publik sangat penting. Negara
merupakan faktor produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, negara
meningkatkan produksi dan dengan pajaknya negara membuat produksi
menjadi lesu. Pada satu sisi, sebagian dari pengeluaran ini penting bagi
aktivitas ekonomi. Tanpa infrastruktur yang disiapkan negara, mustahil
terjadi populasi yang besar. Tanpa keterjaminan ketertiban dan stabilitas

21
politik, produsen tidak memiliki insentif untuk berproduksi, karena mereka
takut kehilangan tabungan dan labanya dikarenakan kekacauan dan perang.
2) Perpajakan
Perekonomian yang makmur di awal suatu pemerintahan menghasilkan
penerimaan pajak yang lebih tinggi dari tarif pajak yang lebih rendah,
sementara perekonomian yang mengalami depresi akan menghasilkan
penerimaan pajak yang lebih rendah dengan tarif yang lebih tinggi. Alasan
terjadinya hal tersebut adalah rakyat yang mendapatkan perlakuan tidak
adil dalam kemakmuran mereka akan mengurangi keinginan mereka untuk
menghasilkan dan memperoleh kemakmuran. Apabila keinginan itu hilang,
maka mereka akan berhenti bekerja karena semakin besar pembebanan
maka akan semakin besar efek terhadap usaha mereka dalam berproduksi.
Akhirnya, jika rakyat enggan menghasilkan dan bekerja, maka pasar akan
mati dan kondisi rakyat akan semakin memburuk serta penerimaan pajak
juga akan menurun. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan keadilan
dalam perpajakan. Pajak yang adil sangat berpengaruh terhadap
kemakmuran suatu negara. Kemakmuran cenderung bersirkulasi antara
rakyat dan pemerintah, dari pemerintah ke rakyat, dan dari rakyat ke
pemerintah, schingga pemerintah tidakdapat menjauhkan belanja negara
dari rakyat karena akan mengakibatkan rakyat menjauh dari pemerintah.
Uang yang dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari penduduk melalui
pajak. Pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya hanya dengan
meningkatkan pendapatan dari sektor pajak. Akan tetapi tekanan fiskal
yang terlalu tinggi akan melemahkan semangat orang dalam bekerja.
Akibatnya kemudian, timbul siklus fiskal. Pemerintah memungut pajak
yang kecil dan penduduk memiliki laba yang besar. Pada gilirannya,
mereka semangat untuk bekerja, namun kebutuhan pemerintah serta
tekanan fiskal naik.

22
D. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir 980 masehi di Afsana, sebuah desa dekat Bukhara (sekarang
dikenal dengan Uzbekistan), ibukota Samaniyah, sebuah dinasti Persia di Central
Asia dan Greater Khorasan. Meninggal bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran).
Ibunya, bernama Setareh, berasal dari Bukhara; ayahnya, Abdullah, adalah
seorang Ismaili yang dihormati, sarjana dari Balkh, sebuah kota penting dari
Kekaisaran Samanid (sekarang dikenal dengan provinsi Balkh, Afghanistan).
Ayahnya bekerja di pemerintahan Samanid di desa Kharmasain, kekuatan regional
Sunni. Setelah lima tahun, adiknya, Mahmoud lahir. Ibnu Sina sejak kecil mulai
mempelajari Al-Quran dan sasta, kira-kira sebelum ia berusia 10 tahun. Ibnu Sina
(980-1037) dikenal juga sebagai "Avicenna" di dunia Barat adalah seorang filsuf,
ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia (sekarang Iran). Ia juga seorang penulis
yang produktif yang sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan
kedokteran. Bagi banyak orang, dia adalah "Bapak Kedokteran Modern".
Karyanya yang sangat terkenal adalah al-Qānūn fī aṭ-Ṭibb yang merupakan
rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Ibnu Sina merupakan seorang
filsuf, ilmuwan, dokter, dan penulis aktif yang lahir di zaman keemasan
Peradaban Islam. Pada zaman tersebut ilmuwan-ilmuwan muslim banyak
menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks
Yunani dari zaman Plato, sesudahnya hingga zaman Aristoteles secara intensif
banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan Islam.21

21
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina Diakses pada Sabtu, 11 April 2020 Pukul
10.00 WIB.

23
Pemikiran Ibnu Sina
Berikut adalah beberapa pemikiran dari Ibnu Sina:22

1. Konsep manajemen harta


Ibnu Sinā menegaskan bahwa manajemen harta atau kekayaan yang dapat
dilakukan oleh manusia ke dalam dua kategori:
a. Mencari atau mendapatkan kekayaan yang dikenal dengan istilah ekonomi
yaitu pendapatan
b. Menggunakan atau membelanjakan kekayaan yang diperoleh (infaq) atau
yang dikenal dengan istilah ekonomi sebagai pengeluaran.

Keduanya harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan aturan-
aturan syari’ah. Seperti disebutkan dalam buku politik Ibnu Sina bahwa hidup
manusia harus diperoleh dengan cara yang benar dan baik, dan jauh dari sifat
tamak dan pelit dan dari keinginan yang tamak dan rakus. Oleh karena itu,
kekayaan atau pendapatan yang diterima harus mengikuti syariat yang
dinyatakan dalam Qur’an dan hadits.

Dari sisi infaq (pengeluaran), Ibnu Sinā menjelaskan jenis-jenis infaq


dengan pernyataan sebagai berikut:
“Jika manusia memperoleh kekayaan hanya dengan cara yang baik, maka
ia harus membelanjakan atau mengeluarkan sebagian dari kekayaannya untuk
shodaqoh, zakat, kebajikan yang baik (al-ma’ruf), dan sebagian yang lain
harus disimpan untuk masa depan dikarenakan peristiwa-peristiwa yang
terjadi kebetulan atau peristiwa yang berlaku pada masa itu.”
Dengan kata lain, di bawah naungan Tauhid, manusia bisa mengkonsumsi
sesuai dengan kebutuhannya. Sisa pendapatannya atau kekayaan harus
digunakan untuk amal di jalan Allah, atau diinvestasikan kembali dalam bisnis.
Dalam al-Qur’an berkata:

22
Ahmad, Zainal Abidin, Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Sina, (Jakarta; Penerbit
Bulan Bintang, 1974), hal. 70-74.

24
“… mereka bertanya kepadamu berapa banyak mereka nafkahkan:
Katakanlah:. Apa yang di luar kebutuhan anda …”
Penjelasan ayat ini menurut Yusuf Ali bahwa kita harus menggunakan
harta yang sesuai yang kami butuhkan dan kelebihan yang lain kita harus
keluarkan untuk pekerjaan baik atau amal.
Konkritnya, masyarakat Muslim harus mendapatkan dan mengeluarkan
hartanya sesuai dengan cara-cara yang islami. Ini akan memberi mereka
manfaat di dunia dan akhirat. Di zaman sekarang, banyak orang-orang yang
memperoleh kekayaannya dengan cara yang salah seperti korupsi, perjudian,
dan penipuan. Efeknya bagi pengeluaran akan digunakan untuk sesuatu yang
tidak bermanfat. Mereka yang melakukan perbuatan yang salah ini akan
dihukum di dunia nyata maupun akhirat. Sebagai contoh, mereka kalah dalam
perjudian akan dihukum dalam bentuk hukuman kemiskinan, masalah
keluarga dan hidup yang tidak nyaman. Selanjutnya, mereka akan dihukum
dalam bentuk siksaan yang sangat berat dari Allah SWT di akhirat nanti.
2. Pendapatan dan pembagian kerja
Kegiatan ekonomi dalam kehidupan manusia semakin meningkat ketika
ragam kebutuhan juga semakin meningkat oleh manusia. Implikasinya yaitu
beberapa jenis-jenis pekerjaan atau profesi bermunculan untuk memenuhi
penghidupan manusia itu. Menurut Ibnu Sina, kekayaan atau pendapatan dapat
diperoleh oleh manusia melalui dua cara: al-warātsah (warisan) dan al-kasb
(pekerjaan). Mereka yang memperoleh kekayaan atau pendapatan dari warisan
tidak perlu mengupayakannya dengan cukup gigih. Warisan dapat diperoleh
dari ayah atau leluhurnya dengan kondisi yang cukup untuk dipergunakan
hidup, tanpa perlu bekerja. Bagi mereka yang harus bekerja, mereka harus
bekerja dengan berjuang untuk mendapatkan rizq tersebut. Perbedaan-
perbedaan ini tidak berniat untuk memanjakan mereka yang menerima
warisan, tetapi bermaksud untuk membedakan dua kelompok utama yang
menerima kekayaan.
Pada penjelasan tersebut, maka beliau membagi pekerjaan menjadi dua
kategori: perdagangan (al-tijarah) dan profesi (al-sinā’at). Menurutnya,

25
profesi lebih kuat dan lebih stabil daripada perdagangan, karena perdagangan
menggunakan harta dan harta bisa menjadi punah dan mudah hancur, dan
memiliki banyak bahaya. Hal ini juga berkaitan perdagangan atau sistem
keuangan lainnya yang digunakan pada saat ini, karena menggunakan
kekayaan untuk investasi lebih berisiko daripada profesi manusia yang
digeluti dalam hidupnya. Namun demikian, jika kekayaan itu dikelola dengan
sangat baik dalam perdagangan, maka akan memperoleh keuntungan lebih
dari apa yang manusia upayakan dalam bentuk sebuah profesi. Sebenarnya
pernyataannya tentang perdagangan yang lebih berisiko daripada profesi
adalah sebuah peringatan kepada manusia agar lebih hati-hati dalam
mengelola kekayaannya dalam betuk perdagangan ataupun investasi.
Menurutnya, profesi yang diperoleh oleh manusia dibagi menjadi tiga
kategori: Pertama, dari wilayah intelektual (hiyaz al-‘aql) yaitu pendapat yang
baik dan saran yang tepat dan tata pemerintahan yang baik, seperti profesi
menteri, manajer, kebijakan pembuat, dan raja. Kedua, dari bidang sastra
(hiyaz al-adab) yaitu menulis, al-Balaghah, astronomi, dan kedokteran, yang
disebut sebagai orang sastra. Ketiga, dengan penggunaan tangan dan
keberanian (hiyaz wa al-yad-syajā’a) adalah seperti ksatria dan profesi
pengrajin. Mereka yang menginginkan salah satu profesi tersebut harus
menguasai keakuratan dan perbaikan yang berkelanjutan dalam rangka
menjadi berkualitas sebagai ahli dalam profesi tertentu. Oleh karena itu,
pembagian kerja menekankan bahwa orang harus menguasai bidang
spesialisasinya agar efektivitas kerja lebih bermanfaat.
Profesi yang diuraikan Ibn Sinā hanya ditujukan kepada profesi
administrasi, sastrawan, dan militer, tanpa menyebutkan pekerjaan yang
berkaitan dengan produksi. Beberapa orang mengatakan bahwa pembagian
profesi pada teori Ibnu Sina sangat komprehensif yang juga memasukan
profesi yang berhubungan dengan produksi (‘amal al-yad). Hal ini didukung
oleh asal kata yad (tangan) yang berasal dari yadaya-yadyan yadi-yang berarti
untuk membantu, untuk menjadi dermawan dan berbuat baik kepada. Dari
pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pekerjaan tangan

26
adalah yang menggunakan tangan untuk menghasilkan sesuatu. Hal ini
didukung oleh pernyataan Ibn Khaldun mengatakan bahwa tangan disediakan
atau dipersiapkan untuk pekerja (al-shonā’i). Selain itu, pembagian kerja nya
sangat detail dan spesifik dibandingkan dengan para ulama Islam dahulu
seperti Al-Ghazali dan Ibn Khaldun. Al-Ghazali dan Ibn Khaldun menekankan
pembagian kerja pada pekerjaan tangan saja. Mereka menjelaskan bahwa
beberapa kebutuhan akan menciptakan berbagai macam pekerjaan seperti
petani, kuli, pandai besi, dan tukang kayu. Jenis-jenis pekerjaan ini muncul
karena kebutuhan manusia yang beragam untuk mendapatkan rizq dari Allah
SWT dalam bentuk kekayaan atau pendapatan.
3. Pembagian pengeluaran
Pengeluaran adalah kekayaan atau penghasilan yang dihabiskan untuk
konsumtif maupun tabungan. Menurut Ibnu Sinā, infaq (pengeluaran) dapat
dibagi menjadi tiga kategori:
a. Infaq (pengeluaran) yang digunakan untuk manusia itu sendiri dan
keluarganya tanpa adanya kekikiran, kelalaian dan pemborosan. Hal ini
disebut sebagai infaq ijtimā’i atau ‘am.
b. Infaq (pengeluaran) yang digunakan untuk pintu kebajikan (abwāb al-
ma’ruf), shodaqoh, dan zakat. Hal ini disebut sebagai infaq.
c. Al-iddikhār (tabungan) yang digunakan untuk mempredeksi kejadian-
kejadian yang terjadi di masa mendatang seperti bencana, kecelakaan, atau
kebutuhan mendesak lainnya.

Kategori pertama menjelaskan bahwa manusia harus menggunakan


pengeluaran konsumtifnya (nafaqah) secara ekonomis. Pada saat itu,
pengeluaran ini harus dikoreksi dan direformasi dari masalah pemborosan dan
kekikiran. Manusia rasional harus menyetujui pemahaman masyarakat
tentang arti pemborosan dan kekikiran dan harus berhati-hati dan waspada
pada pengeluaran yang dapat dimasukkan dalam kategori boros atau pelit. Ibn
Sinā mengatakan bahwa banyak orang memuliakan pemborosan daripada
orang-orang yang berhemat dan yang memiliki penaksiran, sedangkan orang-

27
orang yang memuliakan sifat hemat dan lebih memilih taksiran mempunyai
kesempurnaan akal dan argumen yang kuat.

Pengeluaran kedua dapat dilakukan jika orang itu memiliki kekayaan


berlebih. Misalnya, zakat yang harus dibayarkan jika telah mencapai nisabnya
atau orang tersebut dikategorikan sebagai muzakki, sedangkan sodaqoh tidak
perlu nisab. Selain itu, zakat dan sodaqoh harus dikeluarkan dengan semangat,
niat yang baik, kebahagiaan, dan keyakinan bahwa pengeluaran baik dari
zakat atau sodaqoh adalah persiapan yang suatu saat nanti akan dibutuhkan.
Untuk pintu kebajikan (abwāb al-ma’ruf), harus memenuhi persyaratan yang
Ibnu Sina menyatakan: pertama, ini harus diberikan segera, karena akan
meyakinkan orang-orang yang membutuhkan. Kedua, ini harus diberikan
diam-diam, karena memberikan cara rahasia lebih jelas untuk membantu.
Ketiga, harus dianggap sebagai kecil, karena itu berarti lebih besar ketika
memberikan al-ma’ruf. Keempat, harus dilakukan secara berkelanjutan.
Terakhir, ini harus diberikan di tempat yang tepat dan kepada orang-orang
yang memenuhi syarat.

Untuk kategori terakhir adalah al-iddikhār (tabungan). Menurut Ibnu Sina


bahwa orang tidak boleh melupakan tabungan bila ada kemungkinan. Memang,
ketika manusia menghadapi peristiwa yang terjadi dan ia tidak bisa mengatasi
kondisi tersebut, maka ia membutuhkan sumber daya atau tabungan di masa
depan. Padahal, ia memotong satu demi satu tali kesulitan yang mengikatnya
meskipun tabungan tersebut nantinya akan habis. Tapi, manusia harus
berkeyakinan bahwa Allah adalah yang maha memberikan kecukupan dan
Maha penolong.

28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kegiatan perekonomian yang berorientasi pada sistem ekonomi Islam semakin


merebak di berbagai negara tidak terkecuali di Indonesia. Berbicara tentang teori
Ekonomi Islam, maka tidak lepas dari pemikiran-pemikiran para tokoh yang
mempunyai kontribusi dalam peletakan dasar dan prinsip ekoomi Islam.
Pemikiran ulama tentang ekonomi Islam di masa klasik sangat maju dan
cemerlang, jauh mendahului pemikir Barat modern Adapun tokoh pemikiran
ekonomi islam antara lain Ibn Hazm, Nizam al-Mulk, Ibnu Khaldun, dan Ibnu
Sina. Tokoh-tokoh tersebut dengan kontribusi pemikirannya pada ekonomi Islam
menjadi rujukan umat muslim pada masa sekarang.

B. Saran

Penulis berharap agar makalah ini bermanfaat guna menunjang pemahaman


terhadap mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Penulis juga menyadari
seutuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurrna. Saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi terciptanya pengetahuan-pengetahuan
baru khususnya mengenai Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dan perkembangan
penulisan makalah di masa mendatang.

29
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ahmad Zainal. 1974. Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Sina. Jakarta:
Penerbit Bulan Bintang.

Amalia, Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kontemporer. Depok: Gramata.

Chamid, Nur. 2017. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Islam. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Choiriyah. 2016. “Pemikiran Ekonomi Ibn Hazm”. Jurnal Islamic Banking Vol. 2
No. 1.

Hazm, Ibnu. 1977. Tought al-Hamamat fi al-Ulfa wa al-Allaf. Kairo: Darul Ma’rif.

Karim, Adimarwan Azwar. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:


Rajawali Pres.

Sadeq, Abul Hasan M. dan Aidit Ghazali. 1992. Reading in Islamic Economic
Tought. Malaysia: Longman.

Ulum, Bahrul dan Mufarrohah. 2016. “Kontribusi Ibnu Khaldun Terhadap


Perkembangan Ekonomi Islam”, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1 No. 2

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina Diakses pada Sabtu, 11 April 2020


Pukul 10.00 WIB.

iii

Anda mungkin juga menyukai