Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AIK 2
“Tokoh – tokoh Pembaharuan Islam Serta Fokus Pemikiran dan
Pembahasannya”

Dosen Pengampu :
HUSNIL HIDAYAT, M. T., M.M

Disusun oleh kelompok 2:


1. Putri Ayuni 221186206122
2. Della Palianti 221186206107
3. Nurmala Sari 221186206140

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-


Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bungo, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Biografi dan Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari............................. 3
B. Biografi dan Pemikiran KH. Samanhudi.................................... 5
BAB III PENUTUP....................................................................................
.................................................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................
.....................................................................................................10
B. Saran............................................................................................
.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
.................................................................................................................11

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembaharuan merupakan terjemahan bahasa Barat “Modernisasi“,
atau bahasa Arab al-tajdid mempunyai pengertian “Pikiran, gerakan untuk
menyesuaikan pahampaham keagamaan Islam dengan perkembangan baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern“ dengan jalan itu para pemimpin Islam modern
mengharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran
kepada kemajuan.
Pembaharuan Islam sering kali dikelompokan sebagai kebalikan
dari Islam Tradisionalis, merupakan corak paham ke-Islaman yang mulai
intensif pada awal abad 20 M, yaitu setelah timbulnya gerakan
pembaharuan Islam yang terjadi dibeberapa Negara mayoritas
penduduknya Islam, seperti Saudi Arabia, Mesir, India, Turki, Pakistan
dan Indonesia.
Munculnya jaringan keagamaan antara timur tengah dan Indonesia
pada abad ke-20 telah membentuk adanya kesinambungan tradisi
keagamaan Islam, Gerakan Islam modern pada dekade awal mereflesikan
proses tersebut, sebuah proses yang kemudian melahirkan usaha-usaha
pembaharuan.
Paradigma yang mendasari proses pembaharuan di dunia Islam,
terutama didasarkan pada argumen bahwa prinsip dasar Islam
mengandung benih-benih agama rasional, keadaan sosial, dan moralitas
yang bisa menjadi dasar kehidupan modern, rasioanalitas juga dilihat
sebagai mampu menciptakan sebuah elit keagamaan yang bisa
mengartikulasikan dan menafsirkan makna nilai-nilai Islam yang
sesungguhnya dan karenanya memberikan pondasi bagi lahirnya
masyarakat baru.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi dan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang
pembaharuan islam?
2. Bagaimana biografi dan pemikiran KH. Samanhudi tentang
pembaharuan islam?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui biografi dan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari
tentang pembaharuan islam
2. Untuk mengetahui biografi dan pemikiran KH. Samanhudi tentang
pembaharuan islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi dan Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari
1. Biografi Singkat KH. Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287
H/ 14 Juli 1871 M, di Desa Gedang, salah satu desa di Kabupaten
Jombang, Jawa Timur. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim
Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim.
Ayahnya bernama KH.Asy’ari, seorang Ulama yang berpengaruh
di Jawa Timur. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri yang
mendidiknya dengan membaca Al Quran dan literarur Islam lainnya.
Jenjang pendidikan selanjutnya yang ia tempuh diberbagai
pesantren.Pada awalnya belajar agama Islam pada ayahnya, kemudian
diteruskan ke beberapa pondok pesantren yang ada di Pulau Jawa. Di
antaranya Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan
Tuban, Pesantren Trenggalis Semarang, Pesantren Siwalan Sidoarjo.
Sedangkan para ulama yang ikut mempengaruhi perkembangan
intelektualnya adalah KH. Ya’kub dari Sidoarjo.15 KH. Ya’kub yang
menjadi gurunya yang terkesan pada kecerdasan dan tingkah lakunya
yang terpuji, pada akhirnya KH. Hasyim Asy’ari dinikahkan dengan
putrinya yang bernama Khadijah pada tahun 1892. Tidak lama
kemudian ia dan isteri serta mertuanya berangkat haji ke Mekkah yang
dilanjutkan belajar di sana. Akan tetapi, setelah isterinya meninggal
karena persalinan, disusul kemudian putranya, menyebabkannya
kembali lagi ke tanah air.
Tidak berapa lama kemudian, ia berangkat lagi ke tanah suci, tidak
hanya untuk menunaikan ibadah haji, tetapi juga untuk belajar. Ia
menetap di sana kurang lebih tujuh tahun, dan berguru pada sejumlah
ulama. Diantara Syekh Ahmad Amin al Aththar, Sayyid Sultan Ibnu
Hasyim, Sayyid Ahmad Ibnu Hasan Al Aththar dan lainlain.
Pada tahun 1899/1900, ia kembali ke Indonesia dan mengajar di
Pesantren ayahnya, baru kemudian mendirikan pesantren sendiri,
yakni pesantren Tebu Ireng, pada tanggal 6 Februari 1906. Penting
untuk dicatat bahwa mengajar merupakan profesi yang ditekuninya
sejak masih di Pondok. KH. Hasyim Asy’ari juga salah satu Ulama’
dari kalangan tradisional yang banyak menulis kitab.
Di samping bergerak dalam dunia pendidikan, KH.Hasyim Asy’ari
menjadi perintis dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama’ (NU). Pada
bagian lain, ia juga bersikap konfrontatif terhadap penjajahan Belanda.

3
4

Sementara pada masa penjajahan Jepang, ia sempat ditahan dan


diasingkan ke Mojokerto. Beliau wafat di Tebu Ireng, Jombang dalam
usia 79 tahun, yakni pada tanggal 07 Ramadhan 1366 H/25 Juli 1947.
2. Pemikiran Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy’ari dengan berbagai pengalamannya, baik ketika
bersentuhan dengan kelompok pembaharu maupun yang merupakan
hasil tempaannya ketika di Mekkah, tidak menutup diri terhadap
gagasan pembaharu, terutama menyangkut modernisasi lembaga
pendidikan pesantren, walaupun tetap menolak gagasan anti mazhab.
Dengan sikap seperti itu, KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1916
menerima gagasan KH. Ma’sum, menantu pertamanya, untuk
mengenalkan sistem madrasah (klasikal) pada pesantrennya, yang
disebut dengan madrasah Salafiyah yang khusus memberikan
pelajaran Al Quran.
Kemudian pada tahun 1919, KH.Hasyim Asy’ari menerima saran
dari keponakannya, untuk menambah pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika dan Ilmu Bumi kepada santrinya. Mata pelajaran Bahasa
Belanda dan Sejarah dimasukan dalam kurikulum madrasah sejak
1926.
Menurut analisa Ramayulis dan Samsul Nizar bahwa jika
dikelompokkan isi delapan bab dari buku KH. Hasyim Asy’ari (Kitab
adab al-‘alim wa al muta’allim fima yahtajullah muta’alim fi ahuwal
ta’allum wa ma yataqaffal mu’allim fi maqamat ta’limih) tersebut
dapat dibuat tiga ide pemikiran yaitu:
a. Signifikansi Pendidikan
Dalam membahas masalah ini, ia banyak mengutip ayat-ayat
Al – Quran yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan orang
yang ahli ilmu. Selain Al Quran, pembahasan tersebut dilengkapi
dengan berbagai hadits Nabi dan pendapat para Ulama.
b. Tugas dan Tanggungjawab Murid
Dalam hal ini KH. Hasyim Asy’ari memaparkan secara
mendalam bagaimana etika yang harus diperhatikan dalam
belajar, etika seorang murid terhadap guru dan bagaimana etika
murid terhadap pelajaran.
c. Tugas dan Tanggungjawab Guru
Tidak hanya murid yang dituntut beretika, apalah artinya
etika diterapkan kepada murid, jika guru yang mendidiknya tidak
mempunyai etika. Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy’ari
menawarkan beberapa etika yang harus dimiliki oleh seorang
guru, antara lain; etika guru ketika mengajar, etika guru bersama
5

murid, etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang


berkaitan dengannya.
Melalui pesantren Tebu Irengnya, KH. Hasyim Asy’ari
sebenarnya memiliki gagasan dan pemikiran pendidikan Islam
yang paling tidak tersimpul dalam dua gagasan yaitu metode
musyawarah dan sistem madrasah dalam pesantren. Selain
sorongan dan bandongan. KH. Hasyim Asy’ari menerapkan
metode musyawarah khusus pada santrinya yang hampir
mencapai kematangan. Di dalam musyawarah, yang terjadi
keterbukaan, toleransi dan sikap yang wajar untuk memberikan
penghargaan kepada pendapat lawan. Yang cari adalah kebenaran
dan mengusahakan suatu pemecahan terbaik. Selain metode
musyawarah, KH.Hasyim Asy’ari juga mempelopori adanya
madrasah dalam pesantren.
B. Biografi dan Pemikiran KH. Samanhudi
1. Biografi Singkat KH. Samanhudi
KH Samanhudi memiliki nama kecil Sudarno Nadi. Dia lahir di
Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, pada tahun 1868. Samanhudi
memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Bumiputera kelas satu di
Surabaya, Jawa Timur. Di sekolah ini, Samanhudi tidak hanya belajar
tentang pendidikan umum, namun juga pendidikan agama Islam.
Selain belajar, Samanhudi juga mulai menunjukkan minatnya di
dunia perdagangan, terutama perdagangan batik. Dari minatnya inilah
Samanhudi mulai mengenal dan menjalin relasi dengan para
pedaganga dari berbagai daerah baik di Jawa Timur, Jawa Tengah,
maupun Jawa Barat. Sementara pendidikan agama Islam ditempuh
KH Samanhudi di sejumlah pondok pesantren.
Saat berguru dengan KH Zainal Musthofa ini, Samanhudi banyak
bertukar pikiran tentang perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka.
KH Zaenal Musthofa sendiri juga merupakan Pahlawan Nasional yang
memimpin perlawanan melawan Jepang.
6

2. Percikan Pemikiran KH. Samanhudi


a. Islam dan Persatuan Umat Islam
Sebagai bapak pergerakan, H. Samanhudi merupakan orang
yang jeli dan tanggap dalam melihat situasi dan kondisi kekuatan
dan kelemahan kolonial Belanda. Dengan beberapa bantuan dari
anggota SDI, H. Samanhudi merancang sebuah strategi dan taktik
untuk menghancurkan kolonial Belanda dengan cara merusak dari
dalam, yakni melakukan konsolidasi dan persatuan umat Islam
dalam melakukan lompatan jauh untuk sebuah pergerakan.
Perubahan nama Sjarikat Dagang Islam (SDI) menjadi
Sjarikat Islam (SI) adalah lompatan berpikir yang sangat maju.
Bahwa untuk mengusir penjajah tidaklah boleh berjuang secara
nafsi-nafsi, melainkan persatuan sangat yang dibutuhkan. Bukan
hanya pedagang yang melawan, akan tetapi para buruh pabrik,
petani yang melarat, para pegawai, dan semua unsur massa
Indonesia dapatlah digalang untuk melakukan sebuah perubahan
ke arah yang lebih baik. Adapun ayat Al-Qur’an yang senantiasa
dipropagandakan oleh H. Samanhudi dalam pertemuan dan rapat
akbar SDI, yakni:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri”.
Potongan ayat di atas seakan telah menjadi mantera yang
menyihir semua anggota SI untuk bangkit melawan keterpurukan
dan keterjajahannya oleh penjajah yang berlaku semena-mena.
b. Islam dan Keadilan Sosial
Dan ternyata kita harus jujur bahwa adalah kenyataan di
Jawa seringkali oleh banyak penulis sejarah dijadikan peristiwa
utama dalam sejarah berbangsa kita. Buku-buku sejarah
pergerakan klasik, semisal An Age in Motion; Popular Radicalism
in Java 1912-1926 karya Takashi Shiraisi, Java in a time of
7

revolution, Occupation and Resistence, 1944-1946 karya Ben


Anderson maupun karya gurunya, George Mc. T Kahin yang
berjudul Nationalism and Revolution in Indonesia dan penulis
lainnya, menuliskan dinamika Jawa sebagai peristiwa Indonesia
atau dinamika Jawa mempengaruhi perubahan politik Indonesia.
Dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa sebelum
kemerdekaan telah bergantian pemerintahan kolonial menjajah
nusantara ini, mulai dari era pemerintahan Inggris Raffles (1811-
1816) yang melakukan penarikan pajak, petani harus
menyerahkan 2/5 hasil tanahnya, kemudian pemerintahan
Belanda van de Bosh tanam paksa 1830-1870, setiap desa harus
menyisihkan tanahnya untuk ditanami tanaman yang
diperintahkan, kemudian pemerintah kolonial Belanda
menerapkan Agrarische Wet yang berlaku 75 tahun pada tanggal
09 April 1870- 09 April 1945. Agrarische Wet adalah masa
berbagai perusahaan asing masuk ke nusantara untuk melakukan
eksploitasi sumber daya alam (SDA) kemudia di jual ke benua
Eropa.
Pada masa Agrarische Wet inilah SDI muncul melakukan
perlawanan terhadap kebijakan kolonial Belanda atas ketidak-
adilan dalam perdagangan, Belanda memberikan hak monopoli
kepada pengusaha Tiong Hoa untuk membuka perusahaan batik
serta memperdagangkannya ke rakyat nusantara. Akibat kecewa
terhadap kebijakan kolonial ini, yang tidak berlaku adil terhadap
para pedagang batik, sama halnya dengan menyuruhnya bunuh
diri secara perlahan-lahan, karena tidak dapat memberi gaji
pegawai dan menafkahi keluarganya.
Teriakan ketidak-adilan inilah yang lantang disuarakan oleh
H. Samanhudi beserta sahabat-sahabatnya yang tergabung dalam
SDI. Slogan yang selalu diteriakkan oleh H. Samanhudi dalam
propaganda di SDI yakni “seorang beriman harus juga berlaku
8

adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatannya”.


Dengan slogan ini menjadi spirit dalam melakukan perlawanan
terhadap kolonial Belanda yang memberi tempat terendah
(stratum inlander) terhadap kaum pribumi.
Gagasan H. Samanhudi mengenai keadilan sosial yang
harus ditegakkan sejalan dengan gagasan yang di usung oleh Nabi
Muhammad Saw ketika menyiarkan ajaran Islam yang egaliter-
humanitarian di Makkah kala itu melawan monopoli-oligarki
perdagangannnya kaum Quraisy. Nabi Muhammad Saw datang
untuk merombak tatanan sosial yang carut-marut kala itu.
Perlawanan H. Samanhudi merupakan perlawanan –menurut
penulis- perlawanan 2 (dua) lapis, lapisan pertama melawan kaum
Tiong Hoa yang menghambat majunya perdagangan batik sebagai
sumbu ekonomi dan melawan para bangsawan yang menjadi
kaki-tangan (marsose) kolonial Belanda, yang dengan sadar
mengaminkan dan mengukuhkan para penjajah tersebut. Adapun
lapisan kedua yang mesti di lawan dalam gagasan H. Samanhudi
adalah kolonial Belanda yang harus angkat kaki dari bumi
nusantara yang mengeksploitasi SDA sebagaimana perlawanan
para kaum pembaharu di Timur Tengah mengusir kaum
imperialisme dari tanah jajahannya.
Perlawanan yang dilancarkan oleh H. Samanhudi beserta
anggota SDI mendapatkan tambahan “amunisi” dari kalangan
tarekat Naqsyabandiyah yang tersebar di bumi Salatiga dibawah
asuhan KH. Jalil (1840-1916 M) kelahiran Banyumas, yang juga
anti-kolonial. Bukan hanya di Indonesia, di tempat lain tarekat
Sanusiyah yang dipimpin Syaikh Muhammad al-Sanusi al-Kabir
dan putranya al-Mahdi mampu menjadi jaring pemersatu hingga
melahirkan sebuah negara yang pernah dipimpin oleh (Alm.)
Muammar Gaddafi, dan di Republik Turki, misalnya, pada tahun
1925 semua tarekat dilarang setelah terjadi pemberontakan
9

nasionalis Kurdi yang dipimpin oleh syaikh-syaikh tarekat


Naqsyabandiyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
KH. Hasyim Asy’ari dengan berbagai pengalamannya, baik ketika
bersentuhan dengan kelompok pembaharu maupun yang merupakan hasil
tempaannya ketika di Mekkah, tidak menutup diri terhadap gagasan
pembaharu, terutama menyangkut modernisasi lembaga pendidikan
pesantren, walaupun tetap menolak gagasan anti mazhab. Dengan sikap
seperti itu, KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1916 menerima gagasan KH.
Ma’sum, menantu pertamanya, untuk mengenalkan sistem madrasah
(klasikal) pada pesantrennya, yang disebut dengan madrasah Salafiyah
yang khusus memberikan pelajaran Al Quran.
Sementara, sebagai bapak pergerakan, H. Samanhudi merupakan
orang yang jeli dan tanggap dalam melihat situasi dan kondisi kekuatan
dan kelemahan kolonial Belanda. Dengan beberapa bantuan dari anggota
SDI, H. Samanhudi merancang sebuah strategi dan taktik untuk
menghancurkan kolonial Belanda dengan cara merusak dari dalam, yakni
melakukan konsolidasi dan persatuan umat Islam dalam melakukan
lompatan jauh untuk sebuah pergerakan.
B. Saran
Makalah ini tentunya masih terdapat kelemahan ataupun
kekurangan maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pihak manapun demi kesempurnaan makalah ini, dan semoga Materi
yang tercantum di makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan
kita tentang Tokoh – tokoh Pembaharuan Islam Serta Fokus Pemikiran dan
Pembahasannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

10
DAFTAR PUSTAKA
Haque, Ziaul. 2000. Revelation And Revolution In Islam diterjemahkan
oleh E. Setywati dengan judul Wahyu dan Revolusi. Yogyakarta:
LKiS.
Mastuki. 2004. Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala
Pemikiran di Era Perkembangan Pesantren. Cet. II: Jakarta: Diva
Pustaka.
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar Ruzz
Media.

11

Anda mungkin juga menyukai