Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Pembaharuan di India oleh Abul Kalam Azad, Muhammad


Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah

Dosen Pembimbing : Dr. Muhammad Ichsan, S.Pd.I., M.Ag.

Disusun oleh :

Heni Arsita Dewi (180201147)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY

BANDA ACEH

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpah-kan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini juga
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada “Bapak Dr. Muhammad Ichsan, S.Pd.I., M.Ag.” selaku
dosen pengampuh mata kuliah “Sejarah Peradaban Islam Priode Modern” dan
tidak lepas pula kepada teman-teman semua yang telah memberikan dorongan dalam
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih belum sempurna.


Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk dijadikan motivasi dalam
pembuatan makalah selanjutnya agar lebih sempurna.

Banda Aceh, November 2019

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... I

DAFTAR ISI .................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................1
C. Tujuan Masalah .................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Abul Kalam Azad .............................................................................................2


B. Muhammad Iqbal ..............................................................................................9
C. Muhammad Ali Jinnah....................................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah dan peradaban umat Islam telah dijumpai berbagai macam aliran
pemikiran yang masing-masing mempunyai corak dan karasteristik tertentu. Perbedaan yang
ada tentunya tidak dapat dinafikan begitu saja tanpa melakukan sebuah penyelidikan atau
upaya untuk mencari grass root sebuah aliran pemikiran.
Hal ini dapat dicermati mulai dari priode klasik Islam (650-1250), priode pertengahan
(1250-1800) dan periode modern (1800 M dan seterusnya). Setiap periode mempunyai cirri
dan keunikan tersendiri, terutama pada periode modern. Periode modern merupakan zaman
kebangkitan umat Islam, yang ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Eropa yang pada
akhirnya menjadikan umat Islam ini insaf atas kelemahan-kelemahannya serta sadar bahwa di
Barat telah muncul sebuah peradaban baru yang lebih tinggi dan super power yang merupakan
acaman yang serius terhadap umat Islam.
Dari sekian banyak pemikir modern Islam yang terlibat langsung dalam upaya ini,
terutama mereka yang meretas di daratan sub-continent (India-Pakistan) seperti Sayyid
Ahmad Khan, Mohsinul Mulk, Maulana Muhammad Ali, Abul Kalam Azad, Muhammad
Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah, namun yang menjadi tema sentral dari pembahasan ini yaitu
Abul Kalam Azad, Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah. Ia tidak hanya menawarkan
konsep akan tetapi juga terlibat langsung sebagai pemeran utama yang memberikan kontribusi
terhadap perkembangan khazanah dan intelektual Islam.

B. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana pembaharuan pemikiran oleh Abul Kalam Azad?
2. Bagaimana pembaharuan pemikiran oleh Muhammad Iqbal?
3. Bagaimana pembaharuan pemikiran oleh Muhammad Ali Jinnah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pembaharuan pemikiran oleh Abul Kalam Azad.
2. Mendeskripsikan pembaharuan pemikiran oleh Muhammad Iqbal.
3. Mendeskripsikan pembaharuan pemikiran oleh Muhammad Ali Jinnah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. ABUL KALAM AZAD


1. Biografi Abul Kalam Azad

Ia memiliki Nama lengkap Maulana Abul Kalam Azad, dilahirkan di Mekkah pada tanggal
11 November 1888. Ayah Abul Kalam Azad adalah seorang ulama dan pemimpin yang pindah
ke Mekkah setelah gagalnya pemberontakan tahun 1857. Didikan pertama Ia peroleh di
Mekkah dan didikan selanjutnya di Al-Azhar Kairo. Setelah orang tuanya meninggal ia pergi
ke India dan menetap di sana untuk selama-lamanya.1 Akan tetapi ada pendapat lain yang
mengatakan, bahwa sepuluh tahun sejak keberadaannya di Makkah, Khairuddin, ayah Abul
Kalam Azad, kembali ke Calcuta India bersama seluruh keluarganya dan menetap disana.

Dari perguruan-perguruan di Mekkah dan Kairo ia hanya memperoleh pengetahuan bahasa


Arab dan Agama. Kemudian ia belajar bahasa Inggris dan ilmu-ilmu pengetahuan modern
Barat, yang dipelajarinya atas usaha sendiri setelah berada di India. Walaupun orang tuanya
adalah Ulama besar, ia bercita-cita menjadi pengarang dan politikus.

Ayah Azad adalah salah seorang Syaikh tarekat yang berpengaruh, dalam dunia spiritual
beberapa pendapat mengatakan ayahnya sejajar dengan Aristokrat dalam hal-hal duniawi.
Apabila Azad mau, ia bisa hidup nyaman dengan hadiah-hadiah dan kebaktian-kebaktian yang
diberikan oleh murid-murid ayahnya. Tetapi anak muda yang percaya diri ini menyimpang dari
jalan ayahnya.

Sejak kecil Abul Kalam Azad adalah anak yang penuh dengan misteri, para pengagumnya
bersikeras menjadikan ia sebagai seorang legendaris, yang kemungkinan para pengagumnya
itu agak berlebihan dalam usaha tersebut. Semisal tidak jelasnya siapa nama Azad yang
sebenarnya, kadang-kadang ia dipanggil Ahmad dan kadang-kadang Muhyiddin. Dan di
beberapa buku sering kali dikenalkan dengan panggilan Azad. Tetapi dalam surat pertamanya
ditemukan ia menandatanganinya dengan nama “Ghulam Muhyiddin”.2

1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang.
2003. H. 194.
2
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:Mizan,1993,h. 147

2
Pada usia yang muda ia sudah berketetapan hati untuk berjuang dengan penanya. Dalam
segala hal, ia merupakan anak yang cerdas. Ia ingin menulis riwayat hidup Al-Gazali pada
waktu ia berumur dua belas tahun. Dua tahun kemudian ia menulis artikel-artikel ilmiah di
Makhzan, majalah sastra yang paling baik pada waktu itu. Salah satu artikel-artikel itu (dan ini
adalah khas sekali) adalah mengenai kekuatan dan pengaruh surat kabar dan tulisannya yang
lain adalah artikel bersambung yang ia sanggupi tentang sejarah puisi Persia. Ia juga mulai
menghadiri pertemuan-pertemuan nasional, dan orang-orang yang hadir di situ heran melihat
anak muda ajaib yang masih ingusan itu, melihat pembahasan sastranya yang serius mereka
menyangka bahwa pasti orang itu adalah orang dewasa, tapi nyatanya mereka berhadapan
dengan anak yang baru berumur enam belas tahun.

Pada salah satu pertemuan sastra, Azad bertemu dengan Syibli. Kedua orang ini
mengadakan pembicaraan yang mempunyai arti banyak pada keduanya di hari-hari yang akan
datang. Azad termasuk dari keluarga agamis, tetapi lebih tertarik kepada politik, sastra,
jurnalistik, dan soal-soal semacam itu. Syibli tidak termasuk dari keluarga ulama, tetapi
memusatkan perhatiannya untuk mengorganisasi ulama secara modern. Terdapatlah banyak
persamaan antara kedua orang itu, dan tidak bimbang lagi bahwa anak muda yang terlalu cepat
dewasa ini mengherankan Syibli.

Pada 1906 ia menjadi editor majalah Vakil yang terbit dua kali seminggu di Amritsar dan
mempunyai pengaruh yang cukup besar pada waktu itu. Pada tahun 1909 ayahnya meninggal
dunia, setelah menunjuk Abul Kalam Azad sebagai penggantinya menjadi Syaikh Tarekat.
Segera ia meninggalkan Amritsar, dan untuk beberapa hari lamanya ia mengerjakan pekerjaan
ayahnya, pertama-tama di Bombay dan kemudian di Calcuta. Pada waktu yang sama ia
meneruskan kegiatan-kegiatan sastranya dan persiapan untuk menerbitkan surat kabar yang
sudah lama dicita-citakan.3

Dalam usia masih muda, pada tahun 1912 Maulana Abul Kalam Azad membuat suatu
majalah di Calcuta yang bernama Al-Hilal. Pada mulanya sirkulasi majalah itu berjumlah
sebelas ribu tetapi kemudian meningkat menjadi 25.000. Di majalah inilah ia keluarkan ide-
idenya mengenai Agama yang pada waktu itu mengejutkan bagi golongan Ulama. Al-Hilal

3
Ibid, h.148-149.

3
juga mengandung ide-ide politik dan karena serangan dan kritiknya yang tajam terhadap
pemerintah Inggris, majalah itu akhirnya dilarang terbit oleh Inggris.4

Dari semenjak muda ia telah menggabungkan diri dengan Partai Kongres. Aktivitasnya
dalam lapangan politik menyebabkan ia beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan. Selama
hidupnya ia selalu memegang jabatan penting di Partai Kongres, dan setelah India merdeka, ia
pernah menjadi menteri pendidikan India. Abu Kalam Azad meninggal dunia pada tahun
1958.5

2. Pembaharuan Pemikiran Islam Abul Kalam Azad

Kunci utama untuk memahami seorang Abul Kalam Azad secara personal adalah bahwa
dia seorang Muslim India –dia berada di tengah-tengah Muslim dan India dan tampaknya ada
dua kekuatan ganda. berada dalam Islam (“kepatuhan”) sebelum Tuhan bukan berarti Tuhan
untuk di tolak dalam hubungan nasionalisme manusia. Bahkan hal ini adalah dasar ajaran dari
politik nasionalis.

Dalam bidang agama, pemikiran Abul Kalam memang tidak terlalu liberal layaknya
pemikiran Sayyid Ahmad Khan bahkan pemikirannya agak sedikit moderat. Terlebih lagi
karena dia adalah murid Sibli. Tujuannya tersebut dalam Al-Hilal yakni melepaskan umat
Islam dari pemikiran-pemikiran abad pertengahan dan taklid. Ia menganjurkan kembali
kepada Al-Qur’an. Dan untuk keperluan ini ia terjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Urdu
dengan diberi tafsiran. Al-Qur’an harus dipahami sebagaimana adanya, terlepas pengaruh dari
pemikiran ahli hukum, sufi, teolog, filosof, dan sebagainya.

Pada tahun 1906 sebuah delegasi para pemuka Muslim dari Aligarh mengusulkan kepada
pangeran Inggris untuk mengadakan sebuah wilayah pemilihan warga Muslim secara terpisah,
dan Raja Minto mengakui hak Muslim atas perwakilan di pemerintahan sesuai dengan proporsi
peranan politik mereka. Pada tahun 1909 Indian Council Act memungkinkan pembagian
wilayah. Hal ini juga merupakan cara untuk mengukuhkan pembagian bangsa India menjadi
kelompok Muslim dan Hindu dan menjadikan Inggris sebagai penengah bagi komunitas yang
bermusuhan.

4
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang.
2003. H. 194.
5
Ibid. h. 194-195

4
Abul Kalam menekankan bahwa “Politik” dan “Agama” adalah kembar dan sudah tentu
hal ini membawa kepada para pemimpin agama untuk menaruh perhatian lebih besar kepada
politik, kebaikan pengaruh perkembangan ini baik agama maupun politik ditantang bahkan
dalam kolom-kolom Al-Hilal sendiri. Sedangkan Al- Hilal memiliki daya tarik tersendiri
sehingga surat kabar itu sangat menarik dan menjadi surat kabar yang mampu menandingi
surat-kabar yang terbit jauh sebelumnya. Karena Abul Kalam dan editornya sendiri mengisi
kolom-kolom berita dengan retorika-retorika yang indah.6

Editor Al-Hilal tampak tidak tertarik untuk membicarakan masalah umat muslim India, tapi
salah satu artikel tentang kontroversi kontemporer menunjukkan catatan-catatan yang kuat
tentang masalah Hindu-Muslim yang menjadi penting pada akhir sejarah kehidupan Maulana
Abul Kalam Azad. Dalam satu artikel yang membahas tentang pindah agamanya (conversi)
orang-orang Hindu menjadi Muslim, ia menulis:

“Tidak ada perlunya untuk takut kepada orang-orang Hindu. Engkau harus takut hanya
kepada Allah, engkau adalah tentara Allah, tetapi engau melepaskan baju seragam yang
diberikan oleh Allah kepadamu, pakailah baju seragam itu dan seluruh dunia akan takut
kepadamu. Apabila engkau ingin tetap di India dan tetap ingin hidup, maka kau harus memeluk
tetangga-tetanggamu. Engkau telah melihat hasil dari sikap menjauhkan diri dari mereka,
sekarang ini kau harus bekerja sama dengan mereka. Apabila ada gangguan dari pihak
mereka, jangan dihiraukan. Kau harus melihat kedudukanmu dalam bangsa-bangsa di dunia.
Engkau adalah wakil Tuhan di bumi. Begitulah maka seperti Tuhan kau harus melihat segala
sesuatu dari atas, sekalipun bangsa-bangsa lain tidak bersikap manis terhadap kau, kau harus
bersikap baik terhadap mereka. Yang tua memberikan maaf kepada kesalahan akan muda.
Mereka tidak akan melawan dan tidak menjerit sekalipun mereka disiksa oleh anak-anak muda
itu!”

Menurut Abul Kalam Azad, kemunduran umat Islam disebabkan oleh dogmatisme dan
sikap taklid, juga karena umat Islam tidak seluruhnya menjalankan ajaran-ajaran Islam secara
utuh dan komprehensif. Selain disebabkan oleh dogmatisme dan sikap taklid, kemunduran
umat Islam juga disebabkan oleh keadaan umat Islam tidak lagi seluruhnya menjalankan
ajaran-ajaran Islam.7

6
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:Mizan,1993,h. 147
7
Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997,
hal. 96

5
Kebangkitan umat Islam menurut Azad dapat diwujudkan dengan melepaskan paham-
paham asing, juga dengan melaksanakan ajaran Islam dalam segala bidang kehidupan umat
Islam. Juga tidak lupa menurut Azad kekuatan umat Islam akan timbul kembali dengan
memperkuat tali persaudaraan dan persatuan umat Islam di seluruh dunia. Dalam hal ini Abul
Kalam Azad sangat kagum kepada Jamaludin Al-Afghani. Pada masa yang sama Jamaluddin
Al-Afghani mempropagandakan doktrin solidaritas pan-Islam sebagai satu-satunya cara bagi
umat Muslim untuk mengakhiri kesewenang-wenangan pemerintah Eropa.8

Abul Kalam Azad mempunyai misi – dan dalam satu hal sangat dicintai oleh setiap muslim.
Yaitu misi tentang kebangkitan agama dan jangkauan agama kepada setiap aspek kehidupan
muslim. Dikatakan bahwa Al-hilal mempunyai “agama” di tangan yang satu dan “politik” di
tangan yang lain, dan kedua-duanya bertekad untuk mengikuti Al-Qur’an “kembali kepada Al-
Qur’an” adalah semboyannya perjuangannya.9

3. Abul Kalam Azad dan Nasionalisme India

Azad berpendapat bahwa rasa takut seharusnya tidak pernah menjadi sifat seorang Muslim,
dan tugasnya adalah untuk menunjukkan bagaimana Islam hidup Siantar kebersamaan Muslim
dengan non-Muslim. Dengan kesabaran, lapang dada dan keinginan untuk menderita bersama.

Di masa kepresidenan ia berbicara tentang bagian utama dari Kongres Nasional India pada
tahun 1923 dia mengatakan : “Rusaklah segalanya, tapi jangan pernah palingkan wajahmu dari
apa yang kau anggap benar, semua ini sudah bertahun lamanya menjadi nasihat agama, moral
dan nasionalisme di dunia ini. Hal ini Tidak bisa dikatakan bahwa kelemahan dan
ketidakberdayaan permulaan-permulaan dari setiap agama, prinsip-prinsip dasar hanya
kekuatan dan motivasi. Dan agama mengajarkan kita lebih baik terbunuh daripada harus
membunuh. Dan sebagai konsekuensinya kita menderita dan tidak berjuang.”

Sebagai nasionalis India ia mempunyai pengaruh terutama di kalangan umat Hindu. Ia


diharapkan akan dapat menarik golongan Islam India ke pihak partai kongres. Ia memang tidak
segan-segan mengkritik gerakan Aligarh. Pendidikan modern yang di bawa Sayyid Ahmad
Khan hanya menghasilkan orang-orang yang berjiwa pegawai dan tunduk serta patuh pada
Inggris. Sikap anti nasionalisme India yang terdapat dalam gerakan Aligarh juga ia tentang.
Dalam pendapatnya antara Islam dan nasionalisme India tidak ada pertentangan. Semua umat

8
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bag. Tiga, RajaGrafindo. 1999. H.283
9
. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:Mizan,1993,h.148

6
manusia bersaudara, dan darah seorang bukan Islam sama tingginya dengan darah seorang
Islam.10

Perjuangan Abul Kalam Azad untuk kemerdekaan India tidak main-main, sejarah India
mencatat ia sebagai orang penting dalam usaha membebaskan India dari penjajah Inggris. Dia
juga dianggap sebagai tokoh pembangunan India modern yang mengabdikan seluruh hidupnya
untuk membebaskan India. Banyak yang menganggap ia sebagai seorang yang tercerahkan,
terpelajar, sederhana, rendah hati dan pemimpin yang senantiasa memberikan tauladan untuk
orang lain. Sehingga banyak yang menuliskan tentang Abul Kalam Azad dalam enam decade
terakhir.

Rasa takut umat Islam terhadap mayoritas Hindu, menurut pendapatnya tidak mempunyai
dasar. Jika umat Islam ingin tetap hidup dan tinggal di India, mereka harus memeluk orang
Hindu sebagai tetangga dan saudara untuk menghadapi bangsa asing. Perpecahan yang terjadi
selama ini antara golongan Islam dengan Hindu karena pihak Islam timbul kecurigaan terhadap
Hindu dan jika umat Islam masih curiga dan takut pada mereka maka umat Islam haruslah
tahan dijajah oleh bangsa dari luar. Tetapi ajaran Islam, demikian ia menjelaskan lebih lanjut,
sekali-kali tidak membolehkan umat Islam mengorbankan kemerdekaan, untuk kesenangan
hidup. Umat Islam harus bekerja sama dengan saudara-saudaranya dari golongan Hindu, Sikh,
Parsi, dan Kristen untuk membebaskan tanah air dari perbudakan. Umat Islam harus berjuang
untuk memperoleh hak dan kemerdekaan mereka. Untuk itu rakyat India harus punya rasa
patriotisme berangkulan, bersaudara serta saling merasa senasib sebagai bangsa yang di jajah.11

Jalan untuk mencapai tujuan itu, menurut pendapatnya, bukanlah dengan meminta-minta
dengan mengirim petisi dan delegasi. Lawan yang dihadapi mempunyai kedudukan dan
peralatan yang kuat. Terhadap lawan yang demikian, sikap lembut tidak berarti dan haruslah
dipakai sikap tekanan dan kekerasan. Pernah dikatakan bahwa Al-Hilal antara lain
menggerakan umat Islam India untuk bangkit melepaskan diri dari kekerasan asing.

Telah dilihat bahwa banyak di antara umat Islam yang tidak sepaham dengan Abul Kalam
tentang ide nasionalisme India dan politik bersatu dengan mayoritas umat hindu dalam satu
negara. Untuk menghadapi umat Islam dan organisasi tersebut, Abul Kalam melihat perlunya

10
. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:Mizan,1993,
h. 195-196
11
Abdul sani, Lintas sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, PT. Raja Grafindo
Persada jakarta, 1998, h. 158

7
kekuatan Islam yang ada di partai Kongres di satukan. Untuk itu dibentuklah di tahun 1929
Kelompok Nasionalis Islam dan partai Kongres, yang diketahui oleh Abul Kalam sendiri.
Tujuan kelompok ialah membangkitkan jiwa patriotisme di kalangan umat Islam India dan
mencari penyelesaian tentang perbedaan paham dan tujuan antara umat Islam dan Umat Hindu.

Perjuangannya untuk kemerdekaan India ia lakukan dengan kendaraan politiknya yaitu


Partai Kongres. Pasca meninggalnya tokoh partai Kongres, Ansari pada 1936, Abul Kalam
Azad menjadi tokoh muslim paling berpengaruh di partai tersebut. Sehingga pada tahun 1939
akhirnya Azad terpilih sebagai presiden partai Kongres. Meski sempat mengalami pembuangan
oleh penguasa Inggris karena Abul Kalam Azad dianggap akan membahayakan kedudukan
mereka di India, tapi Azad tetap memimpin partai Kongres hingga tahun 1946.

Menyusul kemerdekaan India, Abul Kalam Azad akhirnya menjabat sebagai menteri
pendidikan selama sepuluh tahun. Walau bukan seorang administrator yang efektif, tetapi
selama masa jabatannya sempat membuat beberapa kebijakan penting seperti mengadakan
pendidikan teknis bagi perempuan dan orang dewasa, pendirian akademi sastra, menolak
membuang bahasa Inggris sebagai bahasa Nasional.

Usaha yang dijalankan Abul Kalam Azad itu tidak membawa hasil. Umat Islam tidak bisa
menghilangkan kecurigaan mereka terhadap mayoritas Hindu, apalagi setelah ternyata bahwa
orang-orang partai kongres-lah, sebagai hasil pemilihan tahun 1937, yang berkuasa di daerah-
daerah. Liga muslim tidak dihargai dan umat Islam merasa kedudukan mereka menjadi
terdesak. Dikalangan nasionalis Islam yang bergabung dengan Partai Kongres sendiri ada yang
sudah kurang tertarik pada ide nasionalisme India itu, seperti Dr. Ansari umpamanya.
Sungguhpun demikin, Abul Kalam tetap pada pendirian dan perjuangannya untuk mencapai
kemerdekaan India. Ia yakin bahwa problema Islam-Hindu akan dapat diselesaikan setelah
tercapainya kemerdekaan.12

Perkembangan dari pembaharuan dan politik di India, tidak membawa kepada apa yang
dicita-citakan oleh Abul Kalam Azad, tetapi yang tercapai ialah apa yang diperjuangkan oleh
umat Islam non-nasionalis India. Yang tercapai bukanlah kemerdekaan India yang utuh, tapi
pecahnya India menjadi dua Negara, yaitu Negara umat Islam dan Negara umat Hindu.

12
. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan
Bintang. 2003. h. 197.

8
Pernyataan Abul Kalam Azad yang menunjukkan jati dirinya sebagai Muslim
Nasionalis. "Saya seorang Muslim dan sangat sadar akan fakta bahwa saya telah mewarisi
tradisi mulia Islam dari empat belas ratus tahun terakhir, dan saya tidak siap untuk
lepaskan meskipun sebagian kecil dari warisan itu. Sejarah dan ajaran Islam, seni dan surat-
surat, budaya dan peradaban adalah bagian dari kekayaan yang saya miliki, dan itu adalah
tugas saya untuk menghargai dan menjaga itu semua. Tapi, dengan semua perasaan ini, saya
memiliki keinginan yang sama dalam, lahir dari pengalaman hidup yang diperkuat, dan tidak
terhalang oleh ruh Islam. Saya juga bangga dengan fakta bahwa saya seorang India, merupakan
bagian penting dari kesatuan tak terpisahkan dari kebangsaan India. Ini merupakan faktor
penting dalammerubah total, tanpa adanya ini bangunan tetap tidak akan lengkap.

"Jika seluruh dunia adalah negara kita dan harus dihormati, debu India memiliki tempat
pertama Jika semua umat manusia adalah saudara kita, maka India memiliki tempat pertama.”

"Tidak hanya kebebasan nasional, kita mustahil tanpa persatuan Hindu-Muslim, kita
juga tidak dapat membuat tanpa itu, prinsip-prinsip utama dari umat manusia. Jika malaikat
mengatakan kepada saya:." Buang persatuan Hindu-Muslim dan dalam waktu 24 jam saya akan
memberikan kebebasan ke India”.

B. MUHAMMAD IQBAL

1. Biografi Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari keluarga kasta
Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal saleh. Guru pertama
beliau adalah ayahnya sendiri kemudian beliau dimasukkan ke sebuah maktab untuk
mempelajari Al-Qur’an.13

Setelah itu, beliau dimasukkan Scottish Mission School. Di bawah bimbingan Mir Hasan,
beliau diberi pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa Persia. Setelah menyelesaikan
sekolahnya di Sialkot, belaiu pergi ke Lahore, sebuah kota besar di India untuk melanjutkan
belajarnya di Government College, Di situ ia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang
orientalis yang menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.

Ketika belajar di kota India, Beliau menawarkan beberapa konsep pemikiran seperti,
perlunya pengembangan ijtihad dan dinamisme Islam. Pemikiran ini muncul sebagai bentuk

13 Abdul Wahab Azzam, Iqbal : siraTuh wa Falsafah wa syi’ruh, terj, (Bandung: Pusataka,1985), hal. 17

9
ketidak sepakatnya terhadap perkembangan dunia Islam hampir enam abad terakhir. Posisi
umat Islam mengalami kemunduran. Pada perkembangan Islam pada abad enam terakhir, umat
islam bearada dalam lingkungan kejumudan yang disebabkan kehancuran Baghdad sebagai
simbol peradaban ilmu pengetahuan dan agama pada pertengahan abad 13.

Dua tahun kemudian beliau pindak ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, beliau
memperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The Development
of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).

Beliau tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Sekembalinya dari Munich, beliau
menjadi advokat dan juga sebagai dosen. Buku yang berjudul The Recontruction of Religius
Thought in Islam adalah kumpulan dari ceramahceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan
karyanya terbesar dalam bidang filsafat.

Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua konferensi tahunan
Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan tahun 1992, beliau ikut dalam
Konferensi Meja Bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan
Oktober tahun 1933, beliau di undang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan
Universitas Kabul. Pada tahun 1935, beliau jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya
meninggal dunia pada tahun itu pula, dan beliau meninggal pada tanggal 20 April 1935. 14

2. Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal

Islam dalam pandangan beliau menolak konsep lama yang menyatakan bahwa alam bersifat
statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan mengakui adanya gerak perubahan
dalam kehidupan sosial manusia. Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya
harus menciptakan perubahan. Besarnya penghargaan beliau terhadap gerak dan perubahan ini
membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an dan hokum Islam. Tujuan diturunnya
Al-Qur’an, menurut beliau adalah membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu
menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih global dalam realita
kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika manusia yang selalu berubah.
Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh beliau disebutnya sebagai prinsip
gerak dalam struktur Islam.

14Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.( Jakarta: PT Bulan Bintang,
1990). Hal. 190

10
Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan membuang kekakuan
serta kejumudan hokum Islam, ijtihad harus dialihkan menjadi ijtihad kolektif. Menurut beliau,
peralihan kekuasaan ijtihat individu yang mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legislative
Islam adalah satusatunya bentuk yang paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistem
hokum Islam yang selama ini hilang dari umat Islam dan menyerukan kepada kaum muslimin
agar menerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.

Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, beliau membagi kualifikasi ijtihad ke dalam tiga
tingkatan, yaitu:

1) Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis


hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja;

2) Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu
madzhab;

3) Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hokum dalam kasus-kasus


tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.

Menurut Iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang memiliki madzhab tetentu
kepada lembaga legislative islam adalah satunya bentuk yang paling tepat untuk menggerakkan
spirit dalam sistim hukum islam yang selama ini hilang dari umat Islam dan maenyerukan
kepada kaum muslimin agar mmenerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme
tersebut. 15

a. Hakikat Teologi

Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan
pada esensi tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa kesetiaan, kesetiakawanan
dan kebebasmerdekaan. Pandanganya tentang ontology teologi membuatnya berhasil membuat
anomaly (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariyah,
umpamanya, menggunakan cara dan pola piker ortodoksi islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu
jauh bersandar pada kal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah
pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkrit
merupakan kesalahan besar.

15 Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 221

11
b. Pembuktian Tuhan

Dalam membuktikan eksistensi tuhan, Iqbal menolak argumen kosmologis maupun


ontologis. Ia juga menolak teleoligis yang berusaha membuktikan eksistensi tuhan yang
mengatur penciptaannya dari sebelah luar. Walaupun demikian ia menerima landasan teologis
yang imanen. Untuk menompang hal ini, Iqbal menolak pandangan tentang matter serta
menerima pandangan whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis
yang tak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan oleh Iqbal dalam jangka waktu
murni-nya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka waktu murni, ada
perubahan, tetapi tidak ada suksesi(pergantian). Kesatuannya terdapat seperti kesatuan kuman
yang ada di dalamnya terdapat pengalaman-pengalaman nenek moyang para individu, bukan
sebagai suatu kumpulan, tetapi suatu kesatuan yang ada di dalamnya mendorong setiap
pengalaman untuk menyerap keseluruhannya.

c. Jati Diri Manusia

Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran
terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat konsepnya tentang ego, ide sentral
dalam pemikiran filosofnya. Kata “itun” diartikan sebagai kepribadian. Manusia hidup untuk
mengetahui kepribadiannya seta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan
sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan para sufi yang menundukan
jiwa sehingga fana dengan alla. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran islam karena
ajaran hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya tampaknya
merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum Sufi
semakin jauh dari tujuan dan maksud islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya ia
mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.

d. Dosa

Iqbal secara tegas mengatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Quran menampilkan
ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia
mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai
kisah yang berisi pelajaran tentang kebangkitan manusia dari kon disi primitive yang dikuasai
hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar,
sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang dan
timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih.

12
e. Surga dan Neraka

Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat gambaran-gambaran tentang
keduanya di dalam Al-Quran adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual,
dan sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Quran adalah api Allah yang menyalanyala dan
yang membumbung ke atas hati, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia.
Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai
dorongan yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam islam. Neraka,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang
disediakan tuhan.

C. MUHAMMAD ALI JINNAH


1. Biografi Muhammad Ali Jinnah

Muhammmad Ali Jinnah lahir di Karachi pada hari ahad 25 Desember 1876 ayahnya
adalah seorang saudagar yang bernama Jinnah Bhai. ketika menginjak umur sepuluh
tahun, ia dikirim orang tuanya belajar di Bombai selama satu tahun kemudian pulang ke
Karachi dan melanjutka pelajarannya di Sind Madrasatul Islam, Setingkat dengan sekolah
menengah pertama, dan setelah itu melanjutkan pendidikan menengah atas di Mission High
School. Atas nasehat Frederick leigh Croft, Meneger Graham Shipping and Trading
Company, ia di kirim kelondon oleh orang tuanya untuk belajar bisnis pada kantor pusat Graham
Shipping and Trading Company dan waktu itu ia berusia 16 tahun.
Sampai di London, Muhammad Ali Jinnah tidak memesuki sekolah yang di cita
citakan ayahnya, tetapi ia justru lebih tertarik mempelajari hukum di London ini. Suatu
lembaga pendidikan yanga mempersiapakan lulusannya menjadi ahli hukum atau
pengacara.
Pada tahun 1896, ia memperoleh gelar Sarjana dalam bidang hukum di London. Pada
tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombai. Dalam masa
pengabdiannya dibidang hukum ini, ia banyak berhubungan dengan berbagai kalangan
lapisan masyarakat, diantaranya adalah Machperson, Jaksa Agung Bombai. Ia sangat terkesan
dengan semangat pengabdian Jinnahn yang masih muda itu dalam baidang hukum, sehingga ia
terdorong untuk memberikan fasilitas kepada Jinnah denga kebebasan yang seluas luasnya
untuk mempergunakan perpustakaan peribadinya dan diluar dugaan Jinnah sendiri. 16

16
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejaraah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, h.
195.

13
2. Perjalalan Politik Jinnah

Karir politik Jinnah dimulai pada tahun 1906 dengan ikut sertanya ia pada sidang
kongres kalkuta ( Calcutta congress Seassion ) sebagai sekertaris presiden, Dhabai
Naoradji. Ia memilih bergabung dengan kongres Nasional karena menurut pendapatnya
perjuangan yang paling utama bagi rakyat India adalah kemerdekaan India dan itu hanya dapat
dicapai melaui usaha bersama kelompok Islam dan Hindu. Jinnah berkenyakinan bahwa
persatuan umat Islam dan umat Hindu India merupakan syarat untuk tercapainya kemerdekaan
India. Atas Keyakinan, sikap dan upaya untuk menyatukan umat Islam dan umat Hindu ini demi
kepentingan nasional dan kemerdekaan India. Ia dijuluki sebagai Ambassador of Hindu
Muslim unity.
Jinnan tidak memasuki liga Muslim pada saat itu, karena politik patuh dan setia pada
pemerintah Inggris yang terdapat pada liga Muslimin tidak sesui dengan jiwanya, ia lebih
sesuai dengan jiwa menentang Inggris dengan kepentingan nasional India.
Hali ini dapat dilihat dari tujuan didirikannya liga Muslimin yang berbunyi:
a. Meningkatkan rasa loyalitas Muslimin terrhadap I nggris dan menghilangkan kesalah
fahaman yang mungkin timbu terhadap peraturan - peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah.
b. Melindungi dan meningkatkan hak hak politik dan kepentingan muslim, dan
menyalurkan kepentingan - kepentingan dan aspirasi - aspirasi mereka kepada pemerintah
Inggris
c. Menghindari meningkatnya rasa permusuhan diantara orang Islam terhadap
komunitas - komunitas lainnya.
Pada atahun 1913 yaitu ketika Organisasi ini merubah sikap dan menerima ide,
pemerintahan sendiri bagi India sebagai tujuan perjuangan, mulai saat ini sampai terakhir
hayatnya sejarah hidup dan perjuangannya banyak berkait dengan Liga 17
Muslimin dan perjuangan umat Islam India untuk menciptakan Pakistan. Pada tahun
1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempu
nyai kenyak inan bahw a kepent ingan u mat Islam India dapat d ij am in melalu i ketentuan – ketentuan
dalam undang undang dasar untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan
pihak kongres Nasional India. Salah satu dari perundingan ialah perjanjian Luckknow 1916.
menurut perjanjian itu Umat islam India akan memperileh daerah pemilihan terpisah da
ketentuan ini akan dicantumkan dalamm undang – undang Dasar Indiayang akan disususn
kelak kalau tiba waktunya.

17
Harun Nasution, op.cit. h.195.

14
Tetapi lama kelamaan ia melihat bahwa untuk memperoleh pandangan yang sama antara
golongan Islam dengan umat Hindu sangat sulit. Ghandi mengeluarkan konsep Nasionalisme
India yang didalammnya Umat Islam tergabung menjadi satu bangsa. Konsep Ghandi ini
dan politik non koperasinya ia tentang dan akhirnya, ia meninggalkan partai kongres.
Dalam rangka kemerdekan India, pada tahun 1930 – 1932 di London diadakan
konfrensi Meja Bundar oleh Inggris. Pada Konfrensi ini Jinnah menemui hal hal yang
menimbulkan perasaan kecewanya yag mendalam. Jinnah menyaksiakan betapa semangatnya
kelompok Hindu membicarakan masalah- masalah kemerdekaan India untuk kepentingan
orang Hindu dengan tidak memperhatikan sedikitpun kepentingan umat Islam. Perasaan kecewa
Jinnah ini di kemukakan beberapa tahun kemudian dihadapan Mahasiswa Muslimin Aligarh
dengan mengatakan:
“ Selama konferensi meja Bundar saya merasakan kejutan dalam hidup saya. Ketika saya
mendengar beberapa teman Hindu, saya merasakan keadaan tidak menguntungkan. Orang
Muslim tidak ubahnya seperti penduduk didaerah tidak bertuan, saya mulai merasa bahwa saya
tidak dapat menolong India maupun merubah pikiran orang Hindu, tidak akan membuata
orang Muslim sadar akan keadaan jelek ini. Saya merasa begitu kecewa dan muram sehingga
saya memutuskan untuk berdiam di London, bukan karena saya tidak mencintai tanah air saya,
tettapi saya merasa sangat tidak berdaya lagi.
Sejak tahun 1932 itu Jinnah memutuskan mengundurkan diri dari lapangan politik
dan menetap di London. Disana ia bekerja sebagai pengacara. Dalam pada itu Liga Musimin
perlu pimpinan baru yang aktif, maka pada tahun 1984 ia di minta pulang oleh temannya
dan pada tahun itu juga ia di pilih menjadi ketua tetap dari Liga Muslimin.

3. Perjuangan Politik Jinnah Dalam Pembentukan Pakistan

Kepemimpinan Liga Muslimin di bawah Jinnah mengalami perubahan - perubahan partai.


Dalam sidang tahuanan yang dia adakan di Bombai pada tahun 1936 Konstitusi partai politik
di perbaiki untuk membuat organisasi itu lebih demokratis dan lebih hidup. Untuk pertama
kalinya organisasi ini mengadakan persiapan untuk memperebutkan pemilu atas nama
Liga Muslimin. Suatu badan pemilihan pusat dengan cabang -cabangnya di Propinsi si bentuk
untuk mengatur perjuangan pemeilihan Propinsi undang – undang pemerintahan India 1935 (
govermen of India act of 1935). Jinnah mengunjungi seluruh negeri untuk memperoleh
dukungan dari calon - calon Liga Muslimin tetapi usahanya ini hanya sebahagian yang
berhasil. Disamping itu Liga Muslimin berugah menjadi gerakan rakyat yang kuat. Dimas-
masa sebelumnya Liga hanya perkumpulasn golonga atas, yang terdiri darai hartawan

15
pegawai tinggi dan Intelegensia. Hubungan dengan umat Islam awam boleh dikatakan belum
ada.
Pada tahun 1937 diadakan pemilihan daerah di India.di dalam pemilihan ini Liga
Muslimin tidak memperoleh suara yang berarti, sedangkan partai kongres mendapat
kemenangan besar. Atas kekalahan itu Liga Muslimin mulai tidak diindahkan lagi oleh partai
kongres dan dalam hubungan ini Nerhu pernah mengatakan bahwa yang ada di India hanya
duakekuatan politik, yaiatu partai kongres dan pemerintah Inggris. Golongan masyarakat
India merasa kuat untuk mengangkat anggota - anggotanya menjadi menteri di daerah - daerah,
dan walaupun ada yang di angkat dari golongan Islam, maka mereka adalah pengikut partai
kongres dan bukan pengikut Liga Muslimin.
Dengan adanya kenyataan ini umat Islam India semakin sadar dan mulai melihat
perlunya barisannya diperkuat dengan menyokong Liga Muslimin sebagai satu – satunya
organisasi umat Islam utuk seluruh dunia. Para perdana mentri Punjab, Bengal dan Sindi
mengadakan, kerjasama dengan Jinnah. Jinnah terus berusaha mengadakan pesesuaian
paham dengan partai kongres mengenai masa depan India. Berbagai perundingan dia adakan
atara Liga Muslimin. Dan partai kongres, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Golongan
nasional India belum mengakui Liga Musliamin sebagai satu – satunya organisasi politik
umat Islam India. Kekecewaan Jinnah bertambah lagi dan sempat ia ucapkan pernyataan
sebagai berikut:
“ Sangatlah sulit untuk mengerti mengapa kawan – kawan yang Hindu tidak dapat
memahami sifat riil Islam dan Hinduisme. Ternyata keduanya tidak dapat diartikan dengan
istilah yang tegar melainkan merupakan tatanan – tatanan sisi yang sangat berbeda dan adalah
merupakan impian bahawa orang - orang hindu dan Muslim dapatkan mengembangakan
suatua Nasionalisme umum dan kesalah pahaman tentang suatu bangsa India telah
berlangsung jauh melebihi batas batas. Orang orang Hindu dan Muslim merupakan bagian dari
dua filsafat keagamaan kebiasaan kebiasaan sosial, kepustakaan kepustakaan yang berbeda.
Memang mereka tidak pernah kawin dengan golongan itu ataupun makan malam
bersama dan mereka bagian dari dua macam peradaban yang sebagian besar dan ide – ide
konsepsi – konsepsi yang bertentangan. Aspek aspeknya mengenai keidupan berbeda. Jelaslah
bahawa orang - orang Hindu dan Muslim mendapat inspirasi mereka dari sumber - sumber
sejarah yang berbeda. Untuk memperlakukan bersama dua bangsa itu dalam satu Negara yang
tunggal, yang satu sebagian minoritas jumlahnya dan lainnya sebagia manyoritas, sudah pasti
menjurus kepada aperetumbuhan rasa tidak puasan dana akhirnya pembongkaran suatu
struktur yang mungkin juga bangunan bagi pemerintahan negara seperti itu.

16
Pengalaman- pengalaman ini membuat Jinnah merubah haluan politiknya.
Kepercayaannya kepada partai kongres hilang dan kenyakinan timbul dalam dirinya bahwa
kepentingan umat Islam India tidak bisa lagi dijamin melalui perundingan dan
penyantuman hasil perundingan dalam undang - undang dasar yang akan disusun.
Kepentingan umat Islam iIndia bisa terjamin hanya melalui pembentukan negara
tersendirikan tepisah dari negara umat Hindu di India.
Masalah ini dibahas dirapat tahunan Liga Muslimin yanga diadakan di Lahore pada
tahun 1940, atas rekomendasi dari panitia yang khusus di bentuk untuk itu, sidang kemudian
menyetujui pembentukan negara tersendiri untuk umat Islam India. Sebagai tujuan
perjuangan Liga Muslimin, negara itu diberi nama Pakistan, tetapi perincian mengenai
Pakistan belum ada, baik mengenai daerahnya maupun mengenai corak pemerintahannya.
Liga Muslimin, sudah mempunyai tujuan yang jelas ini bertambah banyak
mendapat sokongan dari umat Islam dan dengan demikian kedudukannya bertambah kuat.
Pemuka - pemuka Islam yang bergabung dengan partai kongres nasioal India kehilangan
pengaruh. Sebahagian menyebrang ke Liga Muslimin, sebahagian tetap dipartai kongres
seperti Abu Kalam Azad, sebagian lagi meninggalkan medan politik. Organisas i –
organisasi Islam India lain, pada akhirnya juga me nyokong Liga Muslimin dalam
menuntut pembentukan Pakistan.
Partai kongres j uga baru mulai melihat kekuatan Jinnah dan Liga muslimin yang
dipimpinnya. Berlainan dengan masa lampau organisasi umat Islam tidak bisa dia abailkan begitu
saja. Ditahun 1944 diadakan perjumpaan antara Jinnah dan Ghandi mengenai aksi bersama
terhadap Inggris. Tetapi karena perbedaan faham tetang mas depan India masih besar
perjuangan itu tidak membawa hasil apa – apa.
Saat itu Jinnah menjelaskan apa yang dimaksud dengan Pakistan. Negara baru itu akan
mencakupa enam daerah. Daerah perbatasan barat laut, Balukhistan, Sindi dan Punjab
disebelah barat serta Bengal dan Assamdisebelah timur penduduk Islam dari daerah ini,
menurut Jinnah berjumlah 70 juta dan merupakan 70% dari seluruh penduduk. Pemerintah
daerah daerah itu akan berada ditangan umat Islam, dengan tidak melupakan turut sertanya
golongan non Islam dalam pemerintahan dan jumlahnya akan disesuaikan dengan persentase
mereka di tiap - tiap daerah.
Sokongan umat Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dari
hasil pemilihan 1946. umpamanya di Assam, Liga Muslimin memperoleh 31 dari 34 kursi dan
di Sindi 29dari 34 kursi. Di dewan pusat ( Centeral Assembly) seluruh kursi yang
disediakan untuk golongan Islam dapati ide- ide diperoleh Liga Muslimin. kedudukan

17
Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan partai kongres nasional India mengenai masa
depan umat Islam di I nda bertambah kuat.
Ditahun 1942 inggris telah mengeluarkan janji akan memberikan kemerdekan pada
India sesudah perang Dunia II selesai. Pelaksananya mulai bicarakan mulai tahu 1945,
tetapi pembicaraan selalu mengalami kegagalan. Akhirya pemerintah Inggris
memutuskan untuk membentuk pemerintah sementara yang terdiri atas orang - orang yang di
tentukan Inggris sendiri.
Jinnah menentang usaha ini dan pemerintahan Inggris menunjuk Presiden partai
kongres Nasional India, Pandit Neru, untuk menyusun pemerintahan sementar. Huru hara
timbul dan Jinnah diminta supaya turut pemerintahan sementara itu ia menunjuk lima
pemimpin Liga muslimin untuk turut serta dalam pemerintahan, tetapi huru hara tidak dapat
diatasi.
Saat itu di putuskan untuk mengadakan sidang Dewan Konstitusi pada bulan
Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa suasana demikian sidang tidak bisa diadakan
karena itu melihat agar di tunda. Permintaanya tidak di dengar dan ia mengeluarkan pernyataan
tidak diboikot sidang dewan konstitusi pemerintah Inggris merubah sikap dan memutuskan akan
menyerahkan kedaulatan pada waktu lain sebelum Juni 1948.
Setahun kemudian keluarlah keputusan Inggris untuk mengarahkan kedaulatan
kepada dua Dewan konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu untuk India. Pada tanggal 14
Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi dan keesok harinya 15
Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai Negara bagi umat Islam India. Jinnah diangkat
menjadi Gubernur Jendral dam mendapat gelar Qaid - I - Azam ( Pemimpin Besar ) dari
rakyat Pakistan. Ia masih sempat menikmati hasil perjuangannya setahun lebih. Ia
meninggal bulan September 1948 di Karchi. 18

18
Harun Nasution, op. cit., h.196.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kunci utama untuk memahami seorang Abul Kalam Azad secara personal adalah
bahwa dia seorang Muslim India –dia berada di tengah-tengah Muslim dan India dan
tampaknya ada dua kekuatan ganda. berada dalam Islam (“kepatuhan”) sebelum Tuhan
bukan berarti Tuhan untuk di tolak dalam hubungan nasionalisme manusia. Bahkan hal
ini adalah dasar ajaran dari politik nasionalis.

Dalam bidang agama, pemikiran Abul Kalam memang tidak terlalu liberal
layaknya pemikiran Sayyid Ahmad Khan bahkan pemikirannya agak sedikit moderat.
Terlebih lagi karena dia adalah murid Sibli. Tujuannya tersebut dalam Al-Hilal yakni
melepaskan umat Islam dari pemikiran-pemikiran abad pertengahan dan taklid. Ia
menganjurkan kembali kepada Al-Qur’an. Dan untuk keperluan ini ia terjemahkan Al-
Qur’an ke dalam bahasa Urdu dengan diberi tafsiran. Al-Qur’an harus dipahami
sebagaimana adanya, terlepas pengaruh dari pemikiran ahli hukum, sufi, teolog, filosof,
dan sebagainya.

Islam dalam pandangan Muhammad Iqbal menolak konsep lama yang menyatakan bahwa
alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan mengakui adanya
gerak perubahan dalam kehidupan sosial manusia. Oleh karena itu, manusia dengan
kemampuan khudi-nya harus menciptakan perubahan. Besarnya penghargaan beliau terhadap
gerak dan perubahan ini membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an dan hokum
Islam. Tujuan diturunnya Al-Qur’an, menurut beliau adalah membangkitkan kesadaran
manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih
global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika manusia yang
selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh beliau disebutnya
sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Azzam, 1985. Iqbal : siraTuh wa Falsafah wa syi’ruh, terjemahan, Bandung:
Pusataka.

Abdul sani, 1998. Lintas sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.

Ahmad Syaukani, 1997. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Bandung: Pustaka
Setia.

Harun Nasution, 1992. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta :
Bulan Bintang.

Harun Nasution, 2003. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang.

Ira. M. Lapidus, 1999. Sejarah Sosial Umat Islam bag. Tiga, Jakarta : Raja Grafindo.

Mukti Ali, 1993. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:Mizan.

20

Anda mungkin juga menyukai