Anda di halaman 1dari 16

PERANAN K.H.

AHMAD RIFA’I
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Islam
Indonesia Masa Kolonial

Dosen Pengampu: Herawati, S.Ag., M.Pd.

Disusun oleh:

Imam Basthomi 17101020012


Dini Farhati Arini 17101020020
Rahmi Robi‟atul Fadhilah 18101020004
Fadhilah Ariani 18101020021
Bintang Setia Budi 18101020026

PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peranan K.H. Ahmad Rifa‟i”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam Indonesia Masa Kolonial.
Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw.,
pembawa dan penyampai risalah Islam yang kita nanti-nantikan
pertolongannya di akhirat nanti.
Terselesaikannya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Herawati, S.Ag., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Islam
Indonesia Masa Kolonial, dan pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Peranan K.H. Ahmad Rifa‟i” dengan baik. Namun demikian penulis tetap
memohon kritik dan saran demi membangun makalah ini kedepannya.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 23 Februari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 3
A. Latar Belakang ...................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................... 4
BAB II PERANAN K.H. AHMAD RIFA’I ...................................................... 5
A. Biografi K.H. Ahmad Rifa‟i ................................................................... 5
B. Perjuangan K.H. Ahmad Rifa‟i .............................................................. 8
C. Pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Rifa‟i ............................................. 11
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada akhir abad ke-19 dikenal sebagai babak baru penjajahan di nusantara,
yakni adanya alienasi pihak-pihak kerajaan dari panggung politik nusantara
yang kemudian dikuasai oleh kolonialisme Belanda. Hal tersebut secara tidak
langsung menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu
banyak rakyat yang lebih memilih mencari perlindungan di luar kekuasaan
pihak-pihak kerajaan.1
Para kiai dan ulama menjadi sasaran masyarakat untuk mencari
perlindungan. Salah satunya adalah K.H. Ahmad Rifa‟i seorang ulama yang
berasal dari Kendal Jawa Tengah. Ia mempelopori gerakan melawan penjajah.
Dalam dakwahnya ia memberikan motivasi untuk melakukan perlawanan
terhadap para penjajah dan antek-anteknya. Gerakan tersebut akhirnya
membentuk organisasi bernama Rifa‟iyah. 2
Gerakan sosial-keagamaan Rifa‟iyah yang bernuansa penolakan terhadap
kolonialisme menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk ikut bergabung dan
mendalami ajaran agama Islam dan karya-karya K.H. Ahmad Rifa‟i. Bahkan
ketika K.H. Ahmad Rifa‟i meninggal, organisasi tersebut menjadi semakin
berkembang dan teroganisir. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk
meneliti dan mengkaji lebih jauh tentang peran K.H. Ahmad Rifa‟i pada masa
kolonial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang K.H. Ahmad Rifa‟i?
2. Mengapa K.H. Ahmad Rifa‟i melakukan perjuangan melawan
kolonialisme Belanda?
3. Bagaimana pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Rifa‟i?

1
Ma‟mun, “Teologi Eksklusif Era kolonial-Potret Pemikiran KH. Ahmad Rifa’I tentang
Konsep Iman”, dalam Jurnal Religia Vol. 21 No.2 2018, hlm. 175.
2
Dahrul Muftadin, “Fikih Perlawanan kolonialisme Ahmad Rifa’I”, dalam jurnal
Penelitian vol. 14 No. 2 2017, hlm. 248.

3
C. Tujuan
1. Untuk mendiskripsikan latar belakang K.H. Ahmad Rifa‟i
2. Untuk menganalisis perjuangan K.H. Ahmad Rifa‟i dalam melawan
kolonialisme Belanda
3. untuk menganalisis pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Rifa‟i

4
BAB II
PERANAN K.H. AHMAD RIFA’I

A. Biografi K.H. Ahmad Rifa’i


Kiai Ahmad ar-Rifa‟i lahir pada tanggal 13 November 1786 M di Desa
Tempuran, tepatnya di sebuah rumah yang terletak di sebelah selatan Masjid
Besar Kendal, Jawa Tengah. Ibunya bernama Siti Rahmah dan ayahnya
bernama Muhammad Marhum, anak R.K.H Abu Sujak alias Sutjowidjojo,
seorang penghulu Landraad Kendal. 3 Saat Kiai Ahmad ar-Rifa‟i berusia enam
tahun (1792), ayahnya meninggal dunia. Kemudian Kiai Ahmad ar-Rifa‟i
diasuh oleh kakak iparnya (suami Nyai Rajiyyah bin Muhammad Marhum),
bernama K.H Asy‟ari yang merupakan seorang ulama besar dan pendiri
pondok pesantren Kaliwungu.

Kiai Ahmad ar-Rifa‟i telah mempelajari berbagai keilmuan islam di


Pesantren yang diasuh K.H Asy‟ari seperti Ilmu nahwu, sharaf, fiqih, Badi‟,
Bayan, Arudh, Ilmu Al-Qur‟an, ilmu hadis dan lain sebagainya. Tradisi
keilmuan pesantren tersebut membawa pengaruh yang mendalam bagi
kehidupan sosial maupun intelektualnya. Setelah memiliki bekal ilmu, Kiai
Ahmad ar-Rifa‟i mulai berdakwah ke tengah-tengah masyarakat, karena
beliau berpendapat bahwa ada hal-hal penting yang harus dibenah berkaitan
dengan ajaran Islam dan moralitas di masyarakat. Pada awalnya Kiai Ahmad
ar-Rifa‟i hanya berdakwah disekitar daerah Kendal, namun setelah mendapat
respon yang positif dari masyarakat beliau menambah ke daerah Wonosobo.

Kiai Ahmad ar-Rifa‟i sangat gelisah dengan banyaknya masyarakat yang


bergaul dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Padahal, menurut Kiai
Ahmad ar-Rifa‟i, pemerintah Belanda adalah pemerintah kafir yang sengaja
ingin merusak moral dan agama.4 Kiai Ahmad ar-Rifa‟i tak segan-segan
melancarkan kritik tajam terhadap sikap masyarakat yang mendukung
pemerintah kolonial dalam kegiatan dakwahnya. Sehingga, beliau mendapat

3
M. Adib Misbachul Islam, Puisi Perlawanan dari Pesantren Nazam Tarekat karya KH
Ahmad Ar-Rifa’I Kalisalak, (Tangerang: Transpustaka, 2016), hlm. 21.
4
Ibid, hlm. 22.

5
teguran dan peringatan keras dari pemerintah Belanda akibat sikap kritisnya.
Namun hal ini tidak menyurutkan keinginannya untuk berdakwah dan justru
malah semakin gencar. Akibatnya, Kiai Ahmad ar-Rifa‟i ditahan oleh
pemerintah Belanda di penjara selama beberapa hari tanpa adanya proses
pengadilan.

Pada tahun 1833, Kiai Ahmad ar-Rifa‟i berangkat ke mekah untuk


menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di sana selama delapan tahun.
Selama di Makkah, Kiai Ahmad ar-Rifa‟i banyak belajar kepada, antara lain,
Syaikh „Abdurrahman, Syaikh Abu „Ubaidah, Syaikh Muhammad bin „Abd
„Aziz al-Habsyi, Syaikh Ahmad Usman, Syaikh „Abdul Malik, dan Syaikh
„Isa al-Birawi. 5 Perjumpaan intelektualnya dengan para Syeikh di Tanah Suci
sangat berpengaruh tehadap pola pikir Kiai Ahmad ar-Rifa‟i kedepannya.

Sepulang dari Mekah, Kiai Ahmad ar-Rifa‟i menetap di Kendal, pada


awalnya Kiai Ahmad ar-Rifa‟i ingin membantu KH Asy‟ari untuk mengajar
di pesantren kaliwungu akan tetapi seiring perkembangannya antara keduanya
terjadi kesalahpahaman berkaitan dengan langkah-langkah Kiai Ahmad ar-
rifa‟i dalam menjalankan dakwah islam di Kendal. Maka dari itu Kiai Ahmad
ar-Rifa‟i berinisiatif untuk mendirikan pondok pesantren sendiri. Pada
mulanya materi dakwah yang disampaikan oleh Kiai Ahmad ar-Rifa‟i hanya
kepada kebutuhan praktis masyarakat Kendal yaitu tentang persoalan ibadah
dan muamalah akan tetapi setelah pemerintah kolonial mengetahui bahwa di
balik dakwah yang di sampaikannya banyak mengandung semangat
perlawanan.

Langkah yang dilakukan oleh pemeritah kolonial adalah dengan jalan


mengangkat sisi-sisi yang kontroversial dari pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i
dengan tujuan untuk mengadu domba dengan ulama yang lain. Efektivitas
langkah yang dilakukan pemerintah kolonial ditandai dengan munculnya
pengaduan dari birokrat tradisional dan tokoh agama di pengadilan Kendal
dengan tuduhan bahwa ajaran yang dibawa oleh Kiai Ahmad ar-Rifa‟i

5
Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran dan Gerakan Islam K.H Ahmad Rifa’i
Kalisalak, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, Cet I, 2001), hlm. 14.

6
meresahkan masyarakat. Akhirnya Kiai Ahmad ar-Rifa‟i tidak diperbolehkan
lagi tinggal di Kendal, lalu beliau memutuskan untuk hijrah ke Kalisalak,
sebuah desa terpencil di wilayah Kabupaten Batang, Jawa Tengah dan
mendirikan pondok pesantren di desa tersebut.

Pada mulanya pesantren yang didirikan Kiai Ahmad ar-Rifa‟i hanya


dikunjungi oleh santri muda akan tetapi seiring berjalannya waktu, banyak
pula orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan yang nyantri di
Kalisalak. Selain itu, santri banyak yang berasal dari luar wilayah Kendal,
Batang dan Pekalongan. Para santri dari luar itulah generasi pertama yang
menyebarkan ajaran Kiai Ahmad ar-Rifa‟i ke luar daerah batang. Pada
umumnya banyak yang menerima ajaran dari Kiai Ahmad Rifa‟i karena
sangat mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa
berkaitan dengan urusan agama.

Kiai Ahmad ar-Rifa‟i memiliki semangat yang tinggi meskipun ia sudah


pindah ke tempat desa yang terpencil akan tetapi semangat juangnya tidak
pernah hilang justru ia manfaatkan untuk mengintensifkan penyebaran ajaran-
ajarannya kepada para santri dan masyarakat desa. Kegiatan Kiai Ahmad ar-
Rifa‟i di Kalisalak lambat laun cukup meresahkan pihak Belanda karena
mereka melihat bahwa Kiai Ahmad ar-Rifa‟i seorang ulama yang memiliki
potensi untuk merusak stabilitas politik.

Sikap perlawanan Kiai Ahmad Rifa‟iterhadap pemerintah Belanda itu juga


dimanifestasikan dalam sikap isolatif Kiai Ahmad ar-Rifa‟i dan para
pengikutnya dari kebudayaan kota yang berbau pemerintah, selain itu Kiai
Amhad Rifa‟imembuat kitab tarajjumah berbahasa Jawa dalam bentuk nazam
karena ajaran-ajaran islam yang ditulis menggunakan nazam mudah dihafal
dan itu menjadi menarik bagi santri dari pada kitab-kitab yang berbahasa
arab. Pada perkembangannya metode yang dilakukan Kiai Ahmad ar-Rifa‟i
menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga banyak santri yang berdatangan
dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Keberhasilan yang dicapai oleh Kiai
Ahmad ar-Rifa‟i dalam metode pembelajaran tersebut membuat ia semakin
semangat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Oleh karena itu,

7
ia semakin semangat menulis kitab nazam yang isinya seperti yang tercermin
dalam banyak karyanya, mengajak masyarakat untuk menjaga jaeak denegan
pemerintah.

Model perlawanan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad ar-Rifa‟i semakin


meresahkan pihak Belanda, sampai-sampai setidaknya sudah tiga kali
Residen Pekalongan yakni Franciscus Netscher melaporkannya terhadap
pemerintah akan tetapi itu tidak langsung dikabulkan oleh pihak Belanda .
Pada tanggal 6 Mei 1859 Kiai Ahmad ar-Rifa‟i dipanggil Franciscus Netscher
untuk dimintai keterangan sehubungan dengan tuduhan-tuduhan kepadanya.
Atas dasar pemeriksaan tersebut Kiai Ahmad ar-Rifa‟i diasingkan oleh
Gubernur Jendral dengan surat keputusan Nomor 35 tanggal 9 Mei 1859. 6
Keputusan pengasingan itu didasarkan atas pertimbangan bahwa Kiai Ahamd
ar-Rifa‟i dianggap tokoh yang membahayakan secara politik karena ia tidak
mau taan terhadap kepala pribumi yang diangkat oleh Belanda dan juga ia
sering dikunjungi banyak murid.

Pada akhirnya ia diasingkan ke Ambon, kemudian dipindahkan ke


Sulawesi hingga meninggal pada hari Kamis tanggal 25 Rabiul Akhir 1286 H
atau 1870 M. Kiai Ahmad Rifa‟i dimakamkan di kompleks makam pahlawan
Kiai Mojo, di sebuah bukit yang terletak kurang lebih satu kilometer dari
kampung Jawa Tindono, Kabupaten Minahasa, Manado, Sulawesi Utara. 7

B. Perjuangan K.H. Ahmad Rifa’i


K.H Ahmad Rifa‟i adalah salah satu tokoh yang memiliki kontribusi besar
untuk eksistensi Islam di Indonesia pada masa kolonial. K.H Ahmad Rifa‟i
pada perkembangannya, menimbulkan kelompok keagamaan di masa
penjajahan.

Ahmad Rifa‟i adalah tokoh yang sejak masa mudanya sudah menolak
berbagai macam unsur modernisme. Ia mengaku pada karesidenan Kalisalak
bahwa pernah dipenjarakan di Kendal sebelum kepergiannya ke Makkah,

6
M. Adib Misbachul Islam, Puisi Perlawanan dari Pesantren Nazam Tarekat karya KH
Ahmad Ar-Rifa’I Kalisalak, (Tangerang: Transpustaka, 2016), hlm. 28.
7
Ibid, hlm. 29.

8
dengan alasan menyebarkan ajaran palsu. Tuduhan ini tidak berlangsung
lama, sebab ia akhirya dibebaskan. 8

Perjuangan Ahmad Rifa‟i dijalankannya dengan motivasi menyebarkan


ajaran yang benar dan menyempurnakan ajaran Islam, ia menyampaikan
maksud perbuatannya kepada Karesidenan Pekalongan pada 6 mei 1859.
Pada saat itu ia di hadapkan pada sidang atas tuduhan mengadakan
perpecahan antara penganut agama Islam di Kalisalak dan tidak taat kepada
kepala pemerintahan.9

Gerakan keagamaan yang diprakarsai oleh Ahmad Rifa‟i bermula sejak


kepulangannya dari Makkah. Di Makkah, Ahmad Rifa‟i menunaikan ibadah
haji dan menetap disana selama delapan tahun, untuk menuntut ilmu.
Sepulang dari Makkah Ahmad Rifa‟i menikah dengan janda dari Demang
Kalisalak bernama Merto Widjojo, karena mendapati istrinya telah meninggal
dunia. 10 Perkawinan ini menjadi salah satu faktor mengapa Ahmad Rifa‟i
tidak kembali ke daerah tempat tinggalnya sebelum ke Makkah yaitu Kendal.
Faktor lainnya, sebagaimana yang di sebutkan oleh Abdul Djamil dalam
bukunya Perlawanan Kiai Desa, menyebutkan bahwa ada faktor politik terkait
pemindahan Ahmad Rifa‟i ke Kalisalak.

Wilayah Kalisalak pada masa itu merupakan wilayah yang masih


belantara, masih berupa hutan dan jauh dari kehidupan kota. Daerah terisolir
ini disebutkan oleh Abdul Djamil adalah tempat pengasingan K.H Ahmad
Rifa‟i, sebab sebelum kepergiannya ke Makkah, Ahmad Rifa‟i‟i sudah
berulang kali dilaporkan memiliki berbagai pertentangan karena sikap dan
perilakunya.11 Meski diidentifikasikan sebagai pengasingan, dari wilayah ini
justru kemudian tumbuh gerakan keagamaan yang mampu membuat takut
pemerintah Belanda saat itu.

8
Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19, (Jakarta:
P.T Bulan Bintang, Cet.I, 1984), hlm. 109.
9
Ibid, hlm. 109.
10
Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran Dan Gerakan Islam K.H Ahmad
Rifa’i Kalisalak, (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, Cett.I, 2001), hlm. 181.
11
Ibid, hlm. 179-181.

9
Dari Desa Kalisalak, Ahmad Rifa‟i mulai mengajarkan ilmu agama yang
sejalan dengan pemikirannya. Ahmad Rifa‟i membangun sebuah pesantren di
Kalisalak yang awalnya ditujukan untuk anak-anak saja, pesantren ini
kemudian lambat laun ramai dikunjungi juga oleh orang dewasa hingga
masyarakat dari luar desa Kalisalak. 12 Kegiatan mencari ilmu di pesantren
Kalisalak perlahan berubah menjadi komunitas keagamaan. komunitas ini
pada akhirnya menamakan diri mereka sebagai Rifa‟iyyah, merujuk pada
nama guru besar mereka.

Metode dakwah yang digunakan Ahmad Rifa‟i adalah dengan


menterjemahkan Al-Qur‟an, Hadis, dan kitab-kitab berbahasa Arab karya
ulama Salaf ke dalam bahasa Jawa dengan huruf pegon dalam bentuk nadzam
atau syair.13 Dia juga mengadakan rumah ke rumah, menyelenggarakan
pengajian umum dan dakwah keliling daerah yang masyarakatnya kurang
paham tentang ilmu agama Islam. Ahmad Rifa‟i juga mengadakan dialog di
masjid atau mushola, kegiatan kesegaran jasmani bagi para pemuda, dan
gerakan protes sosial keagaaman pada pemangku pemerintahan pribumi dan
Belanda.

Ahmad Rifa‟i memulai pengajarannya dengan sosialisasi ajaran


menggunakan kitab Tarajumah yang mana kitab ini bersifat praktis, sehingga
memudahkan orang-orang, terutama orang awam, untuk memahami kajian
keIslaman. 14 Dari kitab-kitab yang ditulis oleh Ahmad Rifa‟i terlihat, meski
tujuannya adalah menyebarkan ajaran yang benar dan sering kali mengutip
ayat al-qur‟an, Ahmad Rifa‟i tidak hanya menggunakan al-qur‟an saja namun
juga mempelajari kitab Arab lainnya.

Gerakan pembaharuan Ahmad Rifa‟i didominasi oleh pemikiran Ahmad


Rifa‟i sendiri, yang mana ia dapat dikatakan adalah seorang yang menolak
berbagai macam pembaharuan yang bersinggungan dengan orang diluar

12
Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19,
(Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1984), hlm. 110.
13
Dahrul Muftadin, “Fikih Perlawanan kolonialisme Ahmad Rifa’I”, dalam jurnal
Penelitian vol. 14 No. 2 2017, hlm.252.
14
Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran Dan Gerakan Islam K.H Ahmad
Rifa’i Kalisalak, (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, Cett.I, 2001), hlm. 224.

10
Islam. Pemikirannya ini menjadikannya mendapat banyak kecaman dari
berbagai pihak yang tidak setuju dengan penolakannya terhadap pengaruh
orang non-Islam. Hal ini pula yang menjadikan nanti Ahmad Rifa‟i
diasingkan lebih jauh lagi, yaitu ke Ambon. Meski begitu keras mengecam
praktik islam yang dilakukan untuk pemerintah yang bukan islam,
gerakannya tidak mengancam fisik berupa perang maupun pemberontakan,
hal ini disampaikan lansung oleh Ahmad Rifa‟i.

Satu hal yang membedakan gerakan perjuangan keagamaan Rifa‟iyyah


dari gerakan lainnya adalah tidak surutnya gerakan ini, meski pemimpinya
tidak lagi berada di sekitar para pengikutnya. Hingga wafat di pengasingan di
Manado, gerakan Rifa‟iyyah tidak mati, seperti penggambaran oleh Snouck
Hugronje yang dikutip oleh Karel a. Steenbrink, bahwa gerakan ini adalah
kebangkitan Islam yang murni. Gerakan ini masih bertahan bertahun-tahun
setelahnya dengan mengandalkan kitab-kitab berisi pemikiran dari K.H
Ahmad Rifa‟i. 15 Hal yang membuat pengikutnya mengalami kekakuan dalam
perubahan zaman yang terus ke arah modern.

C. Pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Rifa’i


Pemikiran dari Ahmad Rifa‟i tertuang dalam kitab yang ia tulis,
Tarajjumah. Menurut Darban dalam buku Islam menerangkan bahwa teks
nazam tarekat sebagai syair yang berisi doktrin protes dan perlawanan
terhadap pemerintah kolonial dan kaum birokrat tradisional. 16 Kandungan
yang ada di kitab Tarajjumah sangat menarik karena banyak mengandung
berbagai nilai kehidupan. Ahmad Rifa‟i meramu konsep ajaran agama dengan
pemikirannya terhadap penguasa di kala itu.

Dakwah yang dilakukan oleh Ahmad Rifa‟i mengkritik pihak kolonial.


Dakwah yang mengkritik dengan tajam ini membuat pihak kolonial
memberikan beberapa teguran. Akan tetapi, Ahmad Rifa‟i tidak

15
Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19,
(Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1984), hlm. 114-115.
16
M. Adib Misbachul Islam, Puisi Perlawanan dari Pesantren Nazam Tarekat karya KH
Ahmad Ar-Rifa’i Kalisalak, (Tangerang: Transpustaka, 2016), hlm. 3.

11
menggubrisnya dan hasilnya dia dipenjara oleh pihak kolonil. 17 Sikap yang
ditanjukkan oleh Ahmad Rifa‟i mengindikasikan bahwa ia seorang
pendakwah yang tidak takut akan ancaman dan tetap teguh akan pendiriannya
dalam penyebaran ajaran Islam.

Pihak kolonial yang sudah lama di Nusantara membuat banyak pribumi


mulai menolak kehadiran mereka. Banyaknya kebijakan yang merugikan
pribumi, mereka akhirnya sadar dan ingin mengusir pihak kolonial. Akan
tetapi, ini tidak ada yang berhasil. Karena perlawan yang dilakukan pribumi
bercorak kedaerahan. Perlawanan seperti ini tidak bisa membuat kolonial
dipukul mundur.

Sepanjang abad 19 dan akhir abad 20, menurut Sartono Kartodirjo, sejarah
nusantara ditandai dengan berbagai pergolakan dan perlawanan yang silih
berganti oleh para pribumi. Ini terjadi karena konflik dengan pihak pribumi
dengan kolonial. 18

Kritik yang dilontarkan Ahmad Rifa‟i dapat dijumpai pada salah satu
syairnya yang ada di kitab Tarekat Nazam Tarajjumah.

Tanbihun wuwuh gedhé dosa maksiat

Keduwé wong dadi ratu zalim dihajat

Bupati demang lurah dosa jelunat

Iku kabèh maksiaté sangsaya kuat

(Catatan, bertambah besar dosa maksiat

Bagi orang yang menjadi ratu zalim dihajat

Bupati demang lurah dosa bejat semua itu maksiatnya bertambah kuat)19

17
Ibid. hlm. 22.
18
Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984),
hlm. 207.
19
M. Adib Misbachul Islam, Puisi Perlawanan dari Pesantren Nazam Tarekat karya KH
Ahmad Ar-Rifa’i Kalisalak, (Tangerang: Transpustaka, 2016), hlm. 463.

12
Alasan Ahmad Rifa‟i sering melakukan kritik kepada birokrat pemerintah
dan kolonial Belanda karena ia ingin menghapus Tahayul, bid‟ah, dan
khurafat di Nusantara. Dalam masalah pernikahan, menurut Ahmad Rifa‟i
syarat menjadi saksi nikah adalah bukan orang fasik, sehingga pernikahan
yang di dalamnya ada orang fasik maka harus diulang. 20 Dalam kitab tabyin
al iislah disebutkan bahwa pernikahan yang dilakukan oleh penghulu yang
bukan pengikut Rifaa‟iyyah tidak sah. Pengikut yang ingin menikah
diharuskan untuk mempelajari kitab ini sebagai syarat sah pernikahan agar
pernikahannya shahih secara fiqh. 21 Ahmad Rifa‟i mengolongkan penghulu
atau pemuka agama yang setuju atau diangkat oleh pemerintah Belanda
adalah termasuk orang fasik karena telah membantu dan mendukung
pemerintahan orang kafir.

Ahmad Rifa‟i beserta pengikutnya sangat ketat pada permasalahan fikih


seperti salat dan rukun Islam. Mereka menganggap kebanyakan para imam
yang ada di masjid tidak memenuhi syarat karena fasik dan ahli bid‟ah. Oleh
karena itu pengikut Ahmad Rifa‟i dilarang bermakmum pada imam salat yang
bukan dari kelompok atau pengikut Ahmad Rifa‟i. Akhirnya jamaah Rifaiyah
mengasingkan diri pergaulan umum dan hanya mencari hubungan dengan
sesama anggotanya. 22

20
Dahrul Muftadin, “Fikih Perlawanan kolonialisme Ahmad Rifa’I”, dalam jurnal
Penelitian vol. 14 No. 2 2017 hlm. 258-259.
21
Hanif Ahmad Saifuddin, Tradisi Pernikahan Jam’iyah Rifa’iyah Di Desa Jetis
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, Skripsi, Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, 2015.
22
Ibid, hlm. 259-260.

13
BAB III
KESIMPULAN

K.H. Ahmad Rifa‟i merupakan salah satu tokoh ulama di


Nusantara yang lahir di Kendal Jawa Tengah. Ia sudah yatim sejak kecil,
sehingga dia diasuh oleh pamannya, yakni K.H. Asyari yang merupakan
pengasuh PP. Kaliwangu. Ahmad Rifa‟i belajar ilmu-ilmu agama di sana.
Ia juga belajar ilmu agama di Makkah selama 8 tahun. Dakwah yang dia
lakukan sering kali mengkritik orang-orang yang mau bekerja sama
dengan pihak kolonial. K.H. Ahmad Rifa‟i pernah dipenjara dan
diasingkan karena dakwahnya dan akhirnya wafat pada hari Kamis tanggal
25 Rabiul Akhir 1286 H.
Sejak masih muda K.H. Ahmad Rifa‟i menolak akan modernisme
dan kolonialisme bangsa barat. Setelah kembali dari Makkah, dia
memprakarsai gerakan sosial keagamaan yang pengikutnya disebut dengan
Rifa‟iyah. Gerakan tersebut selalu menolak dan mengkritik birokrat yang
bekerja sama dengan pihak Belanda. K.H. Ahmad Rifa‟i mendirikan
pondok di Kalisalak, walaupun ia sudah wafat, gerakan atau pengikutnya
berkembang menjadi lebih pesat.
Pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Rifa‟i dituangkan dalam kitab-
kitabnya. Dalam ajarannya ia menolak akan kolonialisme Belanda serta
orang-orang pribumi yang bekerja sama dengan mereka. Menurutnya
orang-orang pribumi yang bekerja sama dengan Belanda adalah orang
fasik dan ahli Bid‟ah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Abdul. 2001. Perlawanan Kiai Desa Pemikiran dan Gerakan Islam K.H
Ahmad Rifa’i Kalisalak. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

Islam, M. Adib Misbachul. 2016. Puisi Perlawanan dari Pesantren Nazam


Tarekat karya KH Ahmad Ar-Rifa’I Kalisalak. Tangerang: Transpustaka.

Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ma‟mun. 2018. Teologi Eksklusif Era kolonial-Potret Pemikiran KH. Ahmad


Rifa‟I tentang Konsep Iman. Religia 21.2 : 170-187.

Muftadin, Dahrul. 2017. Fikih Perlawanan kolonialisme Ahmad Rifa‟i. Penelitian


14.2 : 247-264.

Saifuddin, Hanif Ahmad. 2015. Tradisi Pernikahan Jam’iyah Rifa’iyah Di Desa


Jetis Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Skripsi. Fakultas
Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Steenbrink, Karel A. 1984. Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-
19. Jakarta: P.T Bulan Bintang.

15

Anda mungkin juga menyukai