Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEMUHAMMADIYAHAN

PROFIL DAN KARAKTER KH. AHMAD DAHLAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi


Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Dosen Pengampu : Afifun Nidlom, S.Ag., M.Pd., M.H.

Disusun Oleh :
Yulis Fitriyani
NIM. 231335300025

PRODI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TA 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya yang

telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas mata

kuliah Kemuhammadiyahan “Profil dan Karakter KH. Ahmad Dahlan”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal skripsi ini masih

banyak kekurangaan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon

dengan segala kerendahan hati, pembaca berkenan memberikan kritik dan saran

yang membangun guna kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan bagi

masyarakat pada umumnya.

Sidoarjo, 11 Nopember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................iii

BAB I : Pendahuluan .................................................................................... 1


BAB II : Pembahasan ..................................................................................... 3
2.1 Latar Belakang Keluarga K.H. Ahmad Dahlan........................ 3
2.2 Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan .............................................. 5
BAB III : KESIMPULAN ............................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...………..11
BAB I

PENDAHULUAN

Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan tokoh yang memiliki peran penting

dalam sejarah perjuangan bangsa khususnya pada masa kebangkitan nasional.

Melalui organisasi Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan melakukan gerakan

pembaharuan dalam bidang agama, pendidikan, sosial dan budaya. Kerja keras

Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam melakukan pembaharuan berhasil merubah

pandangan masyarakat terhadap gagasan-gagasan barunya, mereka yang semula

menolak berlahan-lahan mulai menerima dan mengikuti.

Keberhasilan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam memperkenalkan dan

melakukan pembaharuan terletak pada keikhlasan dan strategi yang

diterapkannya. Ia selalu membuka ruang dialog dengan pihak kawan maupun

lawan, sehingga permasalahan yang muncul bisa didiskusikan dengan jelas. Kyai

Haji Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai pribadi yang konsisten, sehingga terjadi

keselarasan antara ucapan dan tindakannya.

Berdirinya Muhammadiyah tidak terlepas dari jasa besar Kyai Haji Ahmad

Dahlan sebagai tokoh sentral. Berkat pemikiran, ijtihad serta kemauan kerasnya,

maka Muhammadiyah dapat berdiri tegak serta mampu mengabdikan dirinya pada

umat Islam Indonesia pada khususnya dan seluruh rakyat Indonesia pada

umumnya. Keteladanan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam melaksanakan

pembaharuan menarik anggota masyarakat untuk terlibat dan mendukung

kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, termasuk pada saat mendirikan dan

mengembangkan organisasi Muhammadiyah. Pemikiran dan perjuangan Kyai

1
Haji Ahmad Dahlan dalam mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera

perlu dipahami dan diteladani oleh masyarakat sehingga perilaku Kyai Haji

Ahmad Dahlan akan dijadikan teladan oleh masyarakat dalam menjalani

kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga cita-cita para pendiri bangsa untuk

mewujudkan masyarakat yang sejahtera akan segera terwujud.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Keluarga KH. Ahmad Dahlan

KH Ahmad Dahlan terlahir 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis.

Ayahnya Barulah sepulang menunaikan ibadah haji namanya berganti menjadi

Ahmad Dahlan. Kauman, kampung kelahirannya unik karena nilai historisnya.

Sebagaimana area kauman di kota-kota di Jawa Tengah, kampung Kauman di

Yogyakarta juga terletak di sekitar Masjid Besar Kraton Ngayogyakarta

Hadiningrat. Tepatnya di sisi Barat Alun-alun Utara. KH Ahmad Dahlan

dilahirkan dari ibu bernama Siti Aminah dan ayahya KH Abu Bakar. Ayahnya

adalah pejabat agama Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yaitu sebagai Imam dan

Khatib Masjid Besar Kraton.

Dari Garis ibu, KH Ahmad Dahlan adalah cucu Penghulu Kraton yaitu KH

Ibrahim. Sementara dari garis ayahnya, KH Ahmad Dahlan masih memiliki

hubungan darah dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim (penyebar Islam di Gresik

pada abad ke 15) sebagai turunan ke-11.

KH Ahmad Dahlan naik haji pertama kali tahun 1890, dalam usia 22

tahun. Tiga belas tahun kemudian (1903) naik haji kedua kalinya bersama putra

laki-lakinya, Siraj Dahlan yang kadang dipanggil Djumhan. Sepulang ibadah haji

tahun 1904-1905, beliau mendirikan pondok untuk menampung para pelajar dari

luar daerah yang belajar di Yogyakarta.

3
Setelah berumur 24 tahun, Kiai Dahlan menikahi Siti Walidah, sepupunya

sendiri yang kemudian dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Dari pernikahannya

dikaruniai 6 anak, yaitu: Siti Johannah (lahir 1890), Siraj Dahlan (lahir 1898), Siti

Bsyro (lahir 1903), Siti Aisyah (lahir 1905), Irfan Dahlan dan Siti Aisyah (lahir

kembar), dan Siti Zuharoh (lahir 1908).

KH Ahmad Dahlan tidak pernah menjalani pendidikan formal dengan

memasuki sekolah tertentu. Namun ia menguasai beragam ilmu yang diperoleh

secara otodidak baik berguru kepada ulama atau seorang ahli, atau dengan

memebaca buku atau kitab-kitab. Ilmu-ilmu yang dikuasainya atau pernah

dipelajarinya yaitu: Nahwu (tata bahasa Arab), Ilmu Fiqih, Ilmu Falaq, Ilmu

Hadits, Qiroatul Qur’an, Ilmu Pengobatan dan Racun, serta Tasawuf.

Guru-guru Kiai Ahmad Dahlan sebagaian dari dalam negeri dan lainnya

dari luar negeri khususnya Saudi Arabia. Guru-gurunya antara lain: ayahnya

sendiri (KH Abu Bakar), KH Mohammad Shaleh (Kakak iparnya), untuk ilmu

Fiqih, KH Muchsin dan KH Abdul Hamid untuk ilmu Nahwu, KH Raden Dahlan

(Pesantren Termas), untuk ilmu falaq, Kiai Machfud (Pesantren Termas) untuk

ilmu Fiqih dan Hadits, Syekh Khayyat untuk ilmu Hadits, Syekh Amin dan

Sayyid Bakri Satock untuk Qiroatul Qur’an, Syekh Hasan untuk ilmu Pengobatan

da Racun, Sayyid Ba-bussijjil untuk ilmu Hadits, Mufti Syafi’i untuk ilmu Hadits,

Kiai Asy’ari Baceyan dan Sykeh Misri Makkah untuk Qiroatul Qur’an dan ilmu

Falaq.

Kiai Ahmad Dahlan pernah bertemu dan berdialog dengan ulama-ulama

luar negeri, terutama ketika bermukim di Makkah. Antara lain: Syekh Muhammad

Khatib Minangkabau, Kiai Nawawi Al-Bantani, Kiai Mas Abdullah Surabaya,

4
Kiai Faqih (Pondok Mas Kumambang) Gresik. Buku-buku dan kitab karya ulama

besar yang dipelajarinya secara mandiri antara lain karya-karya: Imam Syafi’i,

Imam Al-Ghazali, IbnuTaimiyah, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak hanya memfokuskan kegiatannya untuk

dakwah saja, Ia juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Berbekal modal uang 500 gulden dari bapaknya, Kyai Haji Ahmad Dahlan

menekuni usaha batik dan perdagangan. Pada 1890 saat sedang berjuang

mengembangkan usahanya, ibundanya meninggal dunia. Oleh karena itu, Kyai

Haji Ahmad Dahlan untuk sementara tinggal di rumah keluarga menemani

ayahnya. Pada 1896 Kyai Haji Abu Bakar meninggal dunia. Masyarakat

kehilangan guru yang sangat dicintai, karena itu proses pemakamannya mendapat

perhatian dan penghormatan dari masyarakat dan keraton Yogyakarta. Jenazah

disholatkan di Masjid Gede Kauman, kemudian diantarkan oleh ribuan orang ke

tempat peristiraharatan terakhir di pemakaman Nitikan.

2.2 Kehidupan KH. Ahmad Dahlan

Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan

berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai

khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin. Satu tahun kemudian

(1907) KH. Ahmad Dahlan memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat

pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.

Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan

itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan

berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi

warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad

5
Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat,

Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan

Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai

Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada

kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.

Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo.

Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar

aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika

Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung

dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat

erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai

Ahmad Dahlan.

Di sisi lain Dr. Soetomo—pendiri Boedi Oetomo—juga banyak terlibat

dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur

Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya),

Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan

Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit

dan panti asuhannya kemudian. Dr. Soetomo pun membantu memperlancar

pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.

Keanggotaannya di Boedi Oetomo memberikan kesempatan luas

berdakwah kepada para anggota Muhammadiyah dengan mengajar agama Islam

kepada siswa-siswa yang belajar di sekolah Belanda. Antara lain Kweeck School

di Jetis. OSVIA (Opleiding School Voor Indlandsch Amtenaren), Sekolah

6
Pamong Praja (Magelang). Selain dakwah yang diadakan di rumahnya di

Kauman.

Tahun 1908-1909, Kiai Dahlan mendirikan sekolah yang pertama yaitu

Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah (setingkat SD). Kegiatan belajar

mengajarnya diadakan di ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 x 6 meter.

Meskipun demikian sudah dikelola secara modern dengan menggunakan metode

dan kurikulum. Dengan menggunakan papan tulis, meja, dan kursi. Sistem

pengajarannya secara klasikal. Waktu merupakan sesuatu yang sangat asing bagi

sekolah pribumi. Untuk pertama kali muridnya hanya 6 orang. Dan setengah

tahun kemudian meningkat menjadi 20 orang.

Ketika besluit pengakuan sah Muhammadiyah keluar dari pemerintah

Belanda tahun 1914, Kiai Ahmad Dahlan pun mendirikan perkumpulan kaum ibu

yaitu Sapatresna. Yang tahun 1920, kemudian diubah namanya jadi Aisiyah.

Tugas pokoknya mengadakan pengajian khusus bagi kaum wanita. Dengan ciri

khusus peserta pengajian Sapatresna diwajibkan memakai kerudung dari kain

sorban berwarna putih. Perkumpulan ini pertama kali dipimpin Nyai Ahmad

Dahlan.

Tahun 1920 didirikan Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah. Dan

tahun 1922 didirikan Nasyiatul Asiyiyah (NA), yang semula bagian dari Aisiyyah

kalangan muda. Sedangkan tahun 1918 didirikan kepanduan Hizwul Wathan

(HW) bagi kalangan angkatan muda. Diketuai Haji Muhtar. Diantara alumni HW

(yang juga berkembang di Banyumas) adalah Jenderal Sudirman. Tahun 1917

Kiai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian Malam Jum’at sebagai forum dialog

dan tukar pikiran warga Muhammadiyah dan masyarakat simpatisan. Dari forum

7
ini kemudian lahir Korps Mubaligh keliling, yang bertugas menyantuni dan

memperbaiki kehidupan yatim piatu, fakir miskin, dan yang sedang dilanda

musibah.

Tahun 1918 didirikan sekolah Al Qism Al Arqa, yang dua tahun kemudian

menjadi Pondok Muhammadiyah di Kauman. Tahun 1921 berdiri badan yang

membantu kemudahan pelaksanaan ibadah haji bagi orang Indonesia, yakni

Penolong Haji. Selain itu mendirikan pula mushala kaum wanita, sebagai yang

pertama di Indonesia.

Untuk mendukung aktivitasnya, Kiai Dahlan menyerahkan harta benda

dan kekayaannya sebagai modal bagi perjuangan dan gerak langkah

Muhammadiyah. Kiai seringkali melelang perabot rumah tangganya untuk

mencukupi keperluan dana bagi gerakan Muhammadiyah.

Tahun 1922 Muhammadiyah sudah memiliki 9 sekolah dengan 73 orang

guru dan 1019 siswa. Yaitu Opleiding School di Magelang, Kweeck School

(Magelang), Kweeck School (Purworejo), Normal School (Blitar), NBS

(Bandung), Algemeene Midelbare School (Surabaya), Hoogers Kweeck School

(Purworejo).

Pada tahun 1921 Muhammadiyah sudah memiliki 5 cabang yaitu:

Srandakan (Yogyakarta), Imogiri (Yogyakarta), Blora (Jawa Tengah), Surakarta

(Jawa Tengah), Kepanjen, Malang (Jawa Timur). Tahun 1922 menyusul berdiri

cabang Muhammadiyah di: Solo, Purwokerta, Pekalongan, Pekajangan, Jakarta,

Garut (Jawa Barat), dan Sungai Liat (Bangka).

Selain itu Muhammadiyah sudah menerbitkan majalah yaitu Suara

Muhammadiyah (SM) sejak tahun 1914. dan Kiai Ahmad Dahlan duduk sebagai

8
Staf Redaksi. Kemudian Muhammadiyah pun mendirikan Perpustakaan pada

tahun 1922, untuk para anggota dan Umat Islam pada umumnya.

Muhammadiyah sebagai organisasi dan gerakan sosial keagamaan yang

didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan gerakan yang bersifat tajdid

(reformasi, pembaharuan pemikiran Islam) yang di kontekstualisasikan dengan

kondisi sosial dan budaya Jawa dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Perkembangan Muhammadiyah sebagai sabagai wujud reformasi masyarakat

Islam bisa diterima masyarakat dan berkembang sangat pesat. Orientasi

pengembangan pendidikan yang dijadikan sebagai pondasi pergerakan

berkembang kebidang sosial yang lain seiring semakin besar dan meluasnya

organisasi Muhammadiyah pada saat itu. Wilayah ijtihad dan tajdid

Muhammadiyah sejak awal sebenarnya selalu berfokus pada persolan historitas

kemanusiaan, yang sekaligus juga menyentuh pada persoalan kebangsaan dan

keummatan. Pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan

kesehatan merupakan persoalan keummatan yang kongkrit dan otentik. Sosok

Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai man of action. He made history for his work

than his words bersama dengan murid-muridnya memecahkan problem kronis

ummat dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, panti yatim dan rumah miskin.

9
BAB III

KESIMPULAN

Kyai Haji Ahmad Dahlan dikaruniai akal yang cerdas, sehingga diberi

kemudahan dalam mempelajari dan memahami pengetahuan. Penguasaannya

terhadap beragam ilmu pengetahuan menjadikannya mampu bersikap inklusif

dalam menjalani kehidupan, sehingga kehadirannya selalu memberi pengaruh

baik dalam lingkungan Praktek kegamaan yang dijalankan oleh Kyai Haji Ahmad

Dahlan selalu dilandasi oleh rasa ikhlas. Menurutnya, “Manusia itu semua mati

(perasaannya) kecuali para ulama (orang-orang yang berilmu). Ulama itu dalam

kebingungan, kecuali mereka yang beramal, mereka yang beramalpun semuanya

khawatir kecuali mereka yang ikhlas dan bersih”.

beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau

tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang

sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.

10
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, P., & Faizah, I. (2017). Buku Ajar Al-Islam Dan


Kemuhammadiyahan – 3. Sidoarjo : Umsida Press

Mu’thi, A., Mulkan Munir, A., Marihandono, D., & Tim Museum
Kebangkyan nasional. (2023). Buku K.H. Ahmad Dahlan (1868 – 1923). Jakarta :
Museum Kebangkitan Nasional

Abdul Munir Mulkhan, Prof.Dr.SU, Kisah dan Pesan Kiai Ahmad Dahlan,
Pustaka, Yogyakarta, 2005

11

Anda mungkin juga menyukai