Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TAUHID/ILMU KALAM

PEMIKIRAN KALAM KONTEMPORER (HASAN HANAFI, MUHAMMAD


ARKOUN DAN NASR HAMID ABU ZAID)

Dosen pengampu: Dr.Ahmad Sodiq, M.Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 13:

Sindi Maelani 2211100192

Julita 2211100123

Semester: 2

Kelas: i

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

T.p 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
pemikiran kalam kontemporer menurut hasan hanafi, Muhammad alqoun dan nasr hamid
abu zaid..

Shalawat serta salam kita sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW yang
telah memberikan pedoman yakni Al-qur‟an dan sunnah untuk keselamatan umat di
dunia.dan di akhirat. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah ilmu kalam
program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan pada
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen


ahmad sodiq M.Ag. selaku dosen mata kuliah ilmu kalam dan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini , maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Bandar lampung, 10 maret 2023

Kelompok 13

ii
DAFTAR ISI

BAB I ..................................................................................................................................................iv
PENDAHULUAN...............................................................................................................................iv
A. Latar Belakang ........................................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................iv
C. Tujuan ..................................................................................................................................... v
BAB II ................................................................................................................................................. 1
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 1
A. Pengertian Kalam Kontemporer .............................................................................................. 1
B. Pemikiran menurut Hasan Hanafi ........................................................................................... 1
C. Pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid ............................................................................................ 4
D. Pemikiran kalam menurut Muhammad Arkoun ...................................................................... 8
BAB III.............................................................................................................................................. 12
PENUTUP ......................................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 12
B. Saran...................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sumber ajarannya dari AL;QUR‟AN dan
hadis. Dimana kedua sumber ini diyakini dapat menjadi pedoman bagi semua umat
islam feksibel. Pada dasarnya islam itu satu, tetapi pada kenyataannya islam
dikemas oleh berbagai kalangan menjadi beragam tampilan. Hal ini dipengaruhi
oleh perubahan zaman, berbagai macam budaya yang ada, maupun teknologi yang
semakin canggih. Biasanya terdapad komunitas yang menampilkan islam dengan
segala visi, misi maupun tujuan yang berbeda beda.
Komunitas ini ada yang menampilkan islam dengan pemerintahan
kerajaan, pemerintahan republik bahkan ada yang ingin kembali ke pemerintah yang
berbentukkhilafah. Pemikiran-pemikiran berbagai komunitas ini tidak bisa
dihindari, karenadalam komunitasnya mereka juga memiliki landasan-landasan atau
sumber yangmenurut mereka benar.Munculnya berbagai komunitas dan berbagai
macam pemikiran ini lah yang menjadi alasan adanya perdebatan kalam di
kalanganmodernis. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai
kalamkontemporer.Dimana kalam kontemporer ini merupakan gabungan dari
pemikiran pada masa klasik seperti pemikiran yang dikemukakan berbagai
golongan alirankhawarij, jabariyah dan sebagainya yang masih bisa dipakai sesuai
perkembanganzaman yang masih berlaku dengan pemikiran pada masa modern.
Terdapat beberapatokoh yang akan dibahas yaitu Hasan Hanafi dan Nasr Hamid
Abu Zaid. Selainmembahas kedua pemikiran tokoh ini penulis juga akan membahas
tentang salah satukomunitas yang eksis di zaman sekarang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kalam kontemporer?
2. Bagaimana pemikiran kalam kontemporer menurut Hasan Hanafi?
3. Bagaimana pemikiran kalam kalam menurut Nasr Hamid Abu Zaid?
4. Bagaimana pemikiran kalam menurut Muhammad Arkoun?

iv
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kalam kontemporer
2. Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Hasan Hanafi
3. Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Nasr Hamid Abu Zaid
4. Untuk mengetahui pemikiran kalam menurut Muhammad Arkoun

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kalam Kontemporer


Kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran pada masa
klasik seperti pemikiran yang dikemukakan berbagai golongan aliran khawarij,
jabariyah dan sebagainya yang masih bisa dipakai sesuai perkembangan zaman
yang masih berlaku dengan pemikiran pada masa modern.1 Adanya kalam
kontemporer inidipengaruhi oleh budaya, teknologi, perubahan zaman dan
masih banyak lagi.Seiringnya perubahan zaman ini menyebabkan adanya
pemikiran-pemikiran yangmemotivasi beberapa kalangan untuk menimbulkan
berbagai macam perubahan cara pandang tentang islam. Dalam kalam
kontemporer ini terdapat beberapa tokoh. Tokohyang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu Hasan Hanafi dan Ismail Al-Faruq.

B. Pemikiran menurut Hasan Hanafi


1. Riwayat Hasan Hasan
Hasan Hanafi dilahirkan pada 13 Februari tahun 1935, di
Kairo.Pendidikannyadiawali pada tahun 1948 dengan menamatkan tingkat
dasar dan melanjutkanstudinya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha, Kairo
yang dilesesaikannyaselama empat tahun.Hasan Hanafi adalah pengikut
Ikhwanul Muslimin ketika diaaktif kuliah di Universitas Kairo. Hanafi
tertarik juga untuk mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan
sosial dalam islam. Ia berkonsentrasiuntuk mendalami pemikiran agama,
revolusi dan perubahan social.2
Dari sekian banyak tulisan dan karyanya yaitu : Kiri Islam (Al-Yasar
Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak
revolusi1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema pokok dari
proyek besarHanafi, karya ini telah memformulasikan satu kecenderungan
pemikiran yangideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama bagi
kesejahteraan umatmanusia.
2. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi

1
http://lalaaliya.blogspot.co.id
2
A. H. Ridwan. Reformasi Intelektual Islam Pemikiran: Hassan Hanafi tentang Reaktualisasi Tradisi
Keilmuan.(Ittaqa Press: Yogyakarta). 1998.hlm 5

1
a. Kritik terhadap teologi Tradisional
Dalam gagasannya tentang rekobstruksi teologi tradisional,
Hanafimenegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual
kepercayaan(teologi) sesuai dengan perubahan konteks politik yang
terjadi.Hal inididasarkan pada kenyataan bahwa teologi tradisonal lahir
dalam kontekssejarah ketika inti keislaman yang bertujuan untuk
memeliharakemurniannya.Hal ini berbeda dengan kenyataan sekarang
bahwa Islammengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga
perubahan kerangkakonseptual lama pada masa-masa permulaan yang
berasal dari kebudayaan. klasik menuju kerangka konseptual yang baru
yang berasal dari kebudayaanmodern harus dilakukan.
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni
yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan
konflik sosial politik. Sehingga kritik teologi memang merupakan
tindakan yang sah dan dibenarkan karena sebagai produk pemikiran
manusia yang terbuka untuk dikritik.Hal ini sesuai dengan pendefenisian
beliaun tentang definisi teologi itu sendiri.Menurutnya teologi bukanlah
ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Tuhan
mengungkapkan diri dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu.
Teologi demikian, lanjut Hanafi, bukanlah ilmu tentang Tuhan,
karenaTuhan tidak tunduk kepada ilmu.Tuhan mengungkapkan diri
dalam sabda-Nyayang berupa wahyu.Ilmu Kalam adalah tafsir yaitu
ilmu hermeneutic yang mempelajari analisis percakapan (discourse
analysis), bukan saja dari segi bentuk-bentuk murni ucapan, melainkan
juga dari segi konteksnya, yakni pengertian yang merujuk kepada
dunia.Adapun wahyu sebagai manifestasikemauan Tuhan, yakni sabda
yang dikirim kepada manusia mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.
Hanafi ingin meletakkan teologi Islam tradisional pada tempat
yangsebenarnya, yakni bukan pada ilmu ketuhanan yang suci, yang tidak
bolehdipersoalkan lagi dan harus diterima begitu saja secara taken for
Granted.Iaadalah ilmu kemanusiaan yang tetap terbuka untuk diaadakan
verifikasi danfalsafikasi, baik secara historis maupun eiditis.
Menurut Hasan Hanafi, teologi tradisional tidak dapat menjadi
sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi
tindakan dalam kehidupan kongkret umat manusia hal ini disebabkan
oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan
kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga

2
menimbulkan keterpecahan antara keimanan teoritik dengan amal
praktiknya di kalangan umat.Secara historis, teologi yang telah
menyingkap adanya benturan berbagaikepentingan dan ia sarat dengan
konflik social-politik. Teologi telah gagal pada dua tingkat: Pertama,
pada tingkat teoritis, kedua, pada tingkat praxis,yaitu gagal karena hanya
menciptakan apatisme dan negativisme.
b. Rekontruksi teologi
Melihat kelemahan dari teologi tradisional, Hanafi lalu
mengajukansaran rekonstruksi teologi dengan tujuan menjadikan teologi
tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong, melainkan
menjelma sebagai ilmutentang pejuang sosial, yang menjadikan
keimanan-keimanan tradisional memiliki fungsi secara aktual sebagai
landasan etik dan motivasi manusia.
Langkah melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya di
latar belakangi oleh tiga hal berikut :
1. Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengah-
tengah pertarungan global antara berbagai ideology.
2. Pentingnya teologi baru ini bukan semata-mata pada sisi
teoritisnya,melainkan juga terletak pada kepentingan praktis
untuk secara nyatamewujudkan ideologi sebagai gerakan dalam
sejarah. Salah satukepentingan teologi ini adalah memecahkan
problem pendudukan tanah dinegara-negara muslim.
3. Kepentingan teologi yang bersifat praktis(amaliyah fi‟liyah) yaitu
secara nyata diwujudkan dalam realitas melalui realisasi tauhid
dalam duniaislam. Hanafi menghendaki adanya ”teologi dunia”
yaitu teologi baru yang dapat mempersatukan umat islam di
bawah satu orde.
Menurut Hassan Hanafi, rekonstruksi teologi salah satu
cara yang mesti di tempuh jika mengharapkan agar teologi dapat
memberikansumbangan yang konkret bagi sejarah kemanusiaan.
Kepentingan rekonstruksiitu pertama-pertama untuk
mentransformasikan teologi menuju antropolgi,menjadikan teologi
sebagai wacana tentang kemanusiaan, baik secaraekstensial,
kognitif, maupun kesejarahan. Tiga pemikiran penting Hanafi yang
berhubungan dengan tema-tema kalam; zat Tuhan, sifat-sifat Tuhan
dan soaltauhid. Menurut Hanafi, konsep atau nash tentang dzat dan

3
sifat-sifat Tuhantidak menunjuk pada ke-Maha-an dan kesucian
Tuhan sebagaimana yangditafsirkan oleh para teolog.
Tuhan tidak butuh pensucian manusia, karena tanpa yang
lainpunTuhan tetap Tuhan Yang Maha Suci dengan segala sifat
kesempurnaan-Nya.Semua deskripsi Tuhan dan sifat-sifat-Nya,
sebagaimana yang ada dalam al-Qur‟an maupun Sunnah,
sebenarnya lebih mengarah pada pembentukan manusia yang baik,
manusia ideal, insan kamil. Diskripsi Tuhan tentang dzat- Nya
sendiri memberi pelajaran kepada manusia tentang kesadaran akan
dirinya sendiri (cogito), yang secara rasional dapat diketahui
melalui perasaan diri (self feeling). Penyebutan Tuhan akan dzatnya
sendiri sama persis dengan kesadaran akan keberadaan-Nya, sama
sebagaimana Cogito yang ada dalammanusia berarti penunjukan
akan keberadaannya.
Itulah sebabnya, menurut Hanafi, mengapa deskripsi
pertama tentangTuhan (aushâf) adalah wujud (keberadaan). Adapun
deskrip-Nya tentang sifat-sifat-Nya (aushâf) berarti ajaran tentang
kesadaran akan lingkungan dan dunia,sebagai kesadaran yang lebih
menggunakan desain, sebuah kesadaran akan berbagai persepsi dan
ekspresi teori-teori lain. Jelasnya, jika dzat mengacu pada cogito,
maka sifat-sifat mengacu pada cogitotum. Keduanya adalah
pelajaran dan „harapan‟ Tuhan pada manusia, agar mereka sadar
akan dirinya sendiri dan sadar akan lingkungannya.3

C. Pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid


1. Riwayat Nasr Hamid Abu Zaid
Nasr Hamid Abu Zaid lahir di desa Qahafah, tanta, pada tanggal 19 juli
1943., mulai dikenal luas kalangan academisi dan cendikiawan muslim sekitar
sepuluh tahun terakhir. Di usia delapan tahun Nasr Hamid Abu Zaid telah hafal
Alqur‟an (30 juz). Diluar pendidikan formalnya ia menulis kitab Mafhumun
Nash (Membaca kembali teks) ia menempuh pendidikan SD dikampung
halamanya (1951).Setamat dari pendidikan SD ia melanjutkan ke sekolah
menengah umum yakni Al-Azhar, namun melihat keinginan yang kuat sang
ayah menginginkan anaknya sekolahdi kejuruan, guru besar Islamic Studies di

3
Ibid hal 5

4
Leiden University, dengan masuk sekolahteknologi di distrik Kafru Zayyad,
Provinsi Gharbiyah. Setelah itu ia menyelesaikanstudi menegahnya, dengan
meraih ijazah diploma ( setingkat SMU ) untuk beberapawaktu ia bekerja di
sebuah perusahaan kabel (1961-1968) setelah lulus dariDiplomanya.4
ada tahun 1968 Nasr Hamid Abu Zayd melanjutkan ke fakultas Adab,
Universitas Kairo. Intensitasnya persentuhanya dengan dunia keilmuan
semakinmengkristal dan kuat. Dia tamat di perguruan bergensi ini pada tahun
1972 dengannilai memuaskan pada masa (S1). Tak menyia-nyiakan kesempatan
yang ada, NasrHamid Abu Zayd melanjutkan Pasca Sarjana (S2) di universitas
yang sama. Di jenjang ini dia menulis tesis berjudul Qadhiyat Al-Majaz fi Al-
qur‟an IndaMu‟tazilah, pada tahun 1976, juga dengan nilai memuaskan. Pada
tahun 1981, dia berhasil meraih gelar doctor dari Universitas Kairo. Nasr
Hamid Abu Zayd mengajukan risalah disertai dengan judul Ta‟wilu Al-qur‟an
Inda muhyiddin Al-Araby, dengan nilai memuaskan dengan penghargaan
tingkat pertama. Namun ia pernah tinggal di Amerika selama dua tahun (1978-
1980).
Nasr Hamid Abu Zayd merupakan ilmuwan muslim yang sangat
produktif, Iamenulis lebih dari dua puluh sembilan (29) karya sejak tahun 1964
sampai 1999, baik berbentuk buku, maupun artikel. Ada sembilan karyanya
yang penting dan sudahdipublikasikan, yaitu:
1) The al-Qur‟an: God and Man in Communication (Lcidcn,
2000).
2) .Al-Khitab wa al-Ta‟wil (Dar el-Beida, 2000)
3) Dawair al-Kawf Qira‟ah fi al-Khitah al-Mar‟ah (Dar el-
Beidah, 1999)
4) AI-Nass. al-Sultah, al-Haqiqah: a/-Fikr al-Diniy bayna lrdaat
alMa‟rifah walradat al-Haymanah (Cairo, 1995)
5) AI- Tafkir fi Zaman al- Tafkir: Didda al-.lahl wa al-Zayf wa
alKhurafah(Cairo, 1995).
6) Naqd al-Khitab al-Diniy (Cairo, 1994).
7) Mafhum al- Nash: Dirasah fi „Ulum Alquran (1994) (Cairo,
1994)

4
Nur Ichwan. Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur‟an: Te ori Hermeneutika Nasr Abu Zaid.( Teraju:
Bandung,2003), hlm 20

5
8) Fa/safat a/-Ta‟wi!: Dirasah fi a/-Ta‟wi! al-Qur „an „ind
Muhya/-Din Ibn„Arabiy (Beirut, 1993) .
9) AI-lttijah al-‟Aqli fi al-Tafsir: Dirasah Qaqiyyat al-Majaz fi al-
Qur „an(Beirut, 1982)
2. Teori Asbab Al-Nuzul Nasr Hamid Abu Zaid
Menurut Abu Zayd, Al-Qur‟an merupakan produk budaya Arab,
dan karena itu menurutnya posisi Al-Quran sama dengan teks kebudayaan
lainnya.Selain itu, kajian yang harus dipakai adalah homosentris bukan
teosentris.Kata Asbab al-Nuzul berasal dari dua kata yaitu asbab ) ‫اسباب‬
(yang artinya beberapa sebab, bentuk jama‟ (plural) dari mufrad (tunggal),
sabab, yang artinya alasan, illat (dasar logis), perantaraan,hubungan
kekeluargaan, kerabat, asal,sumber dan jalan.
Sedangkan kata artinya turun, hinggap, terjadi dan menyerang.
Yang dimaksud di sini ialah penurunan,penurunan Al-Qur‟an dari Allah Swt.
kepada Nabi Muhammad Saw. Melalui perantara malaikat Jibril. Menurut al-
Zarqani asbab al-nuzul ialah sesuatu, yang karenanya turun satu ayat atau
beberapa ayat berbicara tentangnya sesuatu itu atau menjelaskan ketentuan-
ketentuan hukum yang terjadi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.
Maksudnya, ia merupakan peristiwa yang terjadi pada peristiwa Nabi Saw,
atau pertanyaan yang diajukan kepada beliau, lalu turun suatu ayat atau
beberapa ayat, untuk menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa
itu atau menjawab pertanyaan tersebut.5
Menurut Subhi as-Shalih Asbab al-Nuzul ialah sesuatu yang karena
sesuatu itu menyebabkan satu beberapa ayat Al-Qur‟an diturunkan dalam
rangka mengcover, menjawab atau menjelaskan hukumnya di saat sesuatu
itu terjadi.15Istilah “Sebab” di sini, menurut Nashruddin Baidan tidak sama
dengan “sebab” yang dikenal dalam hukum kausalitas. Istilah “sebab” dalam
hukum kausalitas, merupakan keharusan wujudnya untuk lahirnya suatu
akibat. Suatu akibat tidak akan terjadi tanpa adanya sebab terdahulu oleh
sebab tertentu, tetapi sebab di sini, secara teoritis tidak mutlak adanya,
walaupun secara empiris telah terjadi peristiwanya. Adanya sebab-sebab
turunya Al-Qur‟an, merupakan salah satu manifestasi kebijaksanaan Allah
dalam membimbing hamba-Nya Dengan adanya asbab al-nuzul,akan lebih
tampak keabsahan alQur‟an sebagai petunjuk yang sesuai.

5
Yusuf Qordhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur‟an, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani,
1999), hal 360.

6
Yusuf Qordhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur‟an, 6 Subhi as-
Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur‟an,dengan kebutuhuan dan
kesanggupan manusia.16 Dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang penting
diketahui terkait dengan asbab al-nuzul adalah adanya satu atau beberapa
kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat,dan ayat-ayat itu
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu. Jadi ada
beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-
nuzul,yaitu adanya suatu kasus atau peristiwa, adanaya pelaku
peristiwa,adanya tempat peristiwa dan adanya waktu peristiwa.17 Adapun
tentang jarak waktu antara peristiwa yang mendahului ayat yang turun,
ulama tidak sepakat.
a. Sebagian ulama menyatakan, bahwa antara peristiwa dengan ayat yang
turun, dapat saja berjarak waktu cukup lama. Pendapat ini antara lain
dianut al-Wahidi. Ia mengemukakan contoh Surat al-Fil. Menurutnya,
surat ini turun karena peristiwa terjadinya penyerangan tentara
(pasukan) gajah ke Ka‟bah, penyerangan pasukan gajah itu terjadi di
saat nabi lahir. Itu berarti, jarak waktu antara peristiwa yang terjadi
dengan turunnya ayat, sekitar 40 tahun.
b. Sebagian ulama menyatakan bahwa jarak waktu antara peristiwa
dengan ayat yang turun tidak boleh terlalu lama. Golongan ini
mengkritik pendapat al-Wahidi itu dengan menyatakan bahwa
kedudukkan peristiwa penyerangan tentara gajah sama dengan kisah-
kisah kaum Ad,Tsamud, pembangunan Ka‟bah,diangkatnya Nabi
Ibrahim sebagai khalil Allah, dan lain-lain. Kisah-kisah itu bukanlah
sebab turunya suatu ayat, karena jarak waktunya dengan ayat yang
turun lama sekali. Tetapi golongan ini tidak pula menegaskan secara
pasti tentang berapa jarak waktu yang ditolerir sehingga suatu
peristiwa dapat dinyatakan sebagai sebab turunnya suatu ayat.7
Berbagai penjelasan asbab al-nuzul yang dikemukakan di atas tampak
tidak jauh berbeda, artinya secara substansial, mereka sepakat bahwa
yang dimaksud dengan asbab al-nuzul itu ialah sesuatu yang menjadi
latarbelakang turunnya suatu ayat baik berupa peristiwa atau dalam
bentuk pertanyaan kepada Nabi. Problematika Teori Asbab Al-Nuzul
Nasr Hamid Abu Zaid Pada masa kontemporer ini, kajian mengenai

6
Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur‟an, terj: Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1985), hal 132.
7
Nashruddin Baidan, “Wawasan Baru Ilmu Tafsir”,hal 135.

7
Asbab al-nuzul mulai dimunculkan kembali. Namun kali ini konsep
Asbab al-nuzul yang ditawarkan muncul dari kalangan orang-orang
yang berpandangan liberal, sehingga kesimpulan yang mereka hasilkan
sepenuhnya bertolak belakang dengan kajian para ulama terdahulu.
Menurut para ulama terdahulu, Al-Qur‟an harus selalu disesuaikan
dengan konteks dari masa ke masa. Produk tafsir zaman dahulu hanya
berlaku untuk zamannya saja, sedangkan zaman sekarang perlu adanya
pengkajian ulang terhadap Al-Qur‟an sesuai dengan konteks yang
dihadapinya. Mereka menyebut kajian seperti ini dengan istilah kajian
Al-Qur‟an kontekstual.
Kajian Asbab al-Nuzul bagi pemahaman Al-Qur‟an telah disadari
oleh ulama bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya kajian
tafsir. Awalnya Asbab al-nuzul merupakan bagian dari kajian tafsir.
Dalam perkembangannya asbab al-nuzul menjadi kajian yang terpisah
Tafsil li Asbab al-nuzul‟an merupakan kitab pertama yang membahas
asbab al-nuzul

D. Pemikiran kalam menurut Muhammad Arkoun


a. Biografi Muhammad Arkoun
Muhammad Arkaoun lahir pada 1 Februari 192817 di Tourirt-
Mimoun, Kabyliah, Aljazair. Kabila merpakan daerah pegunungan
berpenduduk Berber,terletak disebelah timur Aljir. Berber adalah penduduk
yang tersebar di Afrika bagianutara. Bahasa yang dipakai adalah bahasa non-
Arab („ajamiyah). 8 Pendidikan dasar Arkoun dimulai dari desa asalnya
Kabilia.24 dan kemudian melanjutkan sekolahmenengah di kota pelabuhan
Oran, sebuh kota utama di Aljazair bagian barat yang jauh dari Kabilia.
kemudian Arkoun melanjutkan studi bahasa dan sastra diUniversitas
Aljir(1950-1954), sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah
sekolahmenengah atas di Al-Harach yang berlokasi didaerah pinggiran ibu
kota Aljazair.
Pada saat perang kemerdekaan Aljazair dari Prancis (1954=1962).
Arkounmelanjutkan studi tentang bahasa dan sastra Arab di Universitas
Sorbonne, paris.Ketika itu, dia sempat bekerja sebagai agrege bahasa dan
kesusastraan Arab di Parisserta mengajar SMA (Lyce) di Strasbourg (daerah

8
Hermeneutika muhammed arkoun: sekedar pengantar,(T.tp.:T.pn.,2009). Hlm 10

8
Prancis sebelah timur laut) dandiminta member kuliah di Fakultas sastra
Universitas Strasbourg (1956-1959).
b. Pemikiran Muhammad Arkoun
Enam garis pemikiran (six heuristic lines of thinking) yang diajukan
Arkoun untuk mereka pitulasikan ilmu pengetahuan Islam dan
mengkonfrontasikannyadengan ilmu pengetahuan kontemporer. Hal itu yang
mendasari pentingnya modernitas dilakukan bagi kemajuan pemikiran Islam.
Enam garis pemikirantersebut adalah sebagai berikut:
a. Di dalam masyarakat, manusia menggunakan berbagai cara yang
berubah-ubah, yang dialihbentukkan menjadi sebuah tanda, di mana.
sistem tanda ituditampilkan melalui bahasa. Tanda-tanda tersebut
merupakan persoalan yangradikal bagi ilmu pengetahuan yang kritis dan
terkendali. Persoalan ini munculmendahului berbagai usaha untuk
menafsirkan wahyu. Kitab-kitab suci itusendiri dikomunikasikan melalui
bahasa-bahasa alami yang digunakan sebagaisistem tanda dan telah
diketahui bahwa setiap tanda merupakan locus daritindakan-tindakan
convergent yang berlaku di semua hubungan antara bahasadan
pemikiran. Persoalan tanda dalam bahasa merupakan isu di dalam
pendekatan strukturalis-semiotik dari metodologi linguistik yang
antropologis.Menurut Greimas, J. Courtes, agama merupakan lahan
subur bagi analisissemiotis, sebab tanda akan memainkan peran penting
di dalamnya, semiotikdapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan
signifikasi yang hanya menekankanaspek tertentu dari jangkauan ilmu
pengetahuan tanda. Semiotik, secara radikal juga dianggap sebagai ilmu
yang membahas segala gejala budaya sebagai proses komunikasi.
b. Semua hasil semiotik manusia dalam proses penampakan sejarah dan
budayamerupakan sasaran dari perubahan sosial yang oleh Arkoun
disebut sebagaihistoricity. Dan sebagai artikulasi makna bagi alat sosial
dan budaya, teksa al-Quran juga merupakan sasaran dari historicity.
Dengan demikian, tidak adaakses dari keberadaan historis kita terhadap
fenomena absolut di luarfenomena dunia wilayah kita. Penampakan-
penampakan yang ditampilkan oleh ontologi (keberadaan kebenaran
yang pertama) dan transendensi miliknalar teologis dan nalar metafisis
tentu telah meniadakan historisitas sebagaidimensi kebenaran. Hal ini
terjadi karena, karena alat-alat, konsep-konsep,definisi-definisi dan
postulat-postulat yang terus berubah digunakan untukmengetahui
kebenaran. Hal ini bertentangan dengan semua pemikiran abad

9
pertengahan yang didasarkan pada esensi-esensi dan substansi-substansi
yangtelah mapan. Konsep wahyu harus ditinjau ulang menurut sistem
semiotikyang menjadi sasaran historisitas. Definisi Aristotelian tentang
logika formaldan kategori abstrak, harus direvisi dalam konteks teori
semiotik tentangmakna dan historisitas nalar. Garis pemikiran kedua ini
merupakan pendekatan post-strukturalis dekonstruksionis dari linguistik
kritis. Di dalamnya ada,demistifikasi dan demitologisasi fenomena kitab
suci dari semua sakralisasidan interpretasi yang dilahirkan oleh nalar
teologis.9
c. terdapat berbagai tingkatan dan bentuk nalar yang berinteraksi dengan
angan-angan (imagination) sebagaimana yang telah ditunjukkan di
dalam keteganganantara logos (kalam yang dipedebatkan) dengan
mythos (kalam yang tidakdapat dipertanyakan), simbol dengan konsep,
metafora dengan realitas, maknadhahir dan makna batin pada sejarah
Islam. Imagination dan imaginairedianggap sebagai bagian dinamis dari
ilmu pengetahuan dan tindakan.Ideologi-ideologi yang membuat
mobilisasi, baik dalam kerangka agamamaupun dalam kerangka sekuler,
dihasilkan dan digunakan oleh imaginairesosial. pengaruh maginaire
tersebut sangat menentukan di dalam masyarakatMuslim seperti di
Timur Tengah, karena budaya rasional hanya mempunyai pengaruh yang
sedikit, berbeda dengan masyarakat Barat yang meski jugamasih
memiliki imaginaire. Garis pemikiran seperti ini merupakan
pendekatanmitis dalam metodologi analisis antropologis.
d. Discours sebagai artikulasi ideologis tentang realitas sebagaimana
yangdipersepsikan dan digunakan oleh kelompok-kelompok yang saling
berkompetisi itu, datang mendahului iman yang diekspresikan,
ditemukan dandiaktualisasikan di dalam dan melalui discours.
Sebaliknya, setelah mengambil bentuk dan akar dari discourse Arkoun
…keagamaan, politik dan keilmuan, iman kemudian memberikan arah
dan postulat-postulat bagi dicsours dan perilaku-perilaku yang
mengikutinya (baik individu maupun kolektif). Dengandemikian, iman
merupakan kristalisasi dari angan-angan, penampilan- penampilan, dan
ide-ide yang diberikan secara umum oleh tiap kelompok yang berada di
dalam pengalaman sejarah. Dari garis keempat ini, dapat diketahui
bahwa pendekatan Arkoun adalah post-strukturalis semiotis sosiokritis

9
Moh.Fauzan dan Muhammad Alfan, Dialog Pemikiran Timur Barat, hlm 214 - 222

10
denganmetodologi linguistik kritis. Dan perlu diketahui bahwa kata
discoursmenuntut adanya pembicara yang menyampaikan pesan
(pengirim), penerima pesan yang bereaksi terhadap pesan yang
disampaikan sesuai dengan situasi(konteks) pembicaraan yang berupa
suatu lingkungan semiologis yangmenentukan emisi dan penerimaan
pesan, serta menuntut adanya bahasa yang digunakan sebagai alat
penyampaian pesan yang tentu sangat terikat erat dengan cara pandang
dan cara pikir para penuturnya. 10
e. Saat ini, kita sedang mengalami krisis legitimasi sebab sistem
legitimasitradisional yang dikemukakan oleh ilmu Ushul Ad-Din dan
Ushul Al-Fiqhtidak lagi memiliki relevansi historis. Belum ada sistem
legitimasi baru yangdi bangun dengan suara bulat di kalangan umat.
Sekalipun demikian, menurutArkoun, saat ini kita sedang tertantang
untuk mengajukan sebuah sistemlegitimasi bagi ilmu pengetahuan,
terutama bagi pemikiran Islam denganmemakai prinsip-prinsip
epistemologi kritis. Hal yang perlu dipertanyakanlebih lanjut adalah apa
persyaratan teoretis dari sebuah teologi yang modern,yang ditujukan
tidak hanya pada lembaga-lembaga polotik, tetapi juga padailmu
pengetahuan yang universal dari tiga agama wahyu (Islam, Yahudi,
danKristen)? Pendapat Arkoun ini bertentangan dengan jaminan teologis
dari pengwahyuan atau ontologi klasik mengenai keberadaan awal dari
neo- platonik yang didasarkan pada legitimasi syariat yang tidak
dapatdipertanyakan sehingga Arkoun menggugat adanya legitimasi
kekuasaan yangdimonopoli oleh sekelompok orang. Garis pemikiran
kelilma ini merupakan pendekatan kritik epistemologis dari metodologi
historis filosofis. Titik sentral pemikiran Arkoun terletak pada kata kunci
kritik epistemologis yangdigunakan dalam banyak konteks yang
berbeda-beda dan barangkali terinspirasi dari istilah “kritik” dalam
pemikiran Immanuel Kant, sekalipun bisa jadi memang karena budaya
kritik yang pernah hidup subur di kalanganumat Islam. Kritik
epistemologis ditujukan pada bangunan keilmuan agamasecara
keseluruhan, yang dilihat Arkoun sebagai produk sejarah yang
terkaitdengan ruang dan waktu tertentu.

10
Nuril Hidayati, Modernitas dalam Pemikiran Islam Mohammad Arkoun.hlm 10-11

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran pada masa klasik seperti
pemikiran yang dikemukakan berbagai golongan aliran khawarij, jabariyah dan
sebagainya yang masih bisa dipakai sesuai perkembangan zaman yang masih
berlaku dengan pemikiran pada masa modern.
2. Pemikiran kalam kontemporer menurut hasan hanafi yaitu rekonstruksi teologi salah
satu cara yang mesti di tempuh jika mengharapkan agar teologi dapat
memberikansumbangan yang konkret bagi sejarah kemanusiaan. Tiga pemikiran
penting Hanafi yang berhubungan dengan tema-tema kalam; zat Tuhan, sifat-sifat
Tuhan dan soaltauhid. Menurut Hanafi, konsep atau nash tentang dzat dan sifat-sifat
Tuhantidak menunjuk pada ke-Maha-an dan kesucian Tuhan sebagaimana
yangditafsirkan oleh para teologi.
3. Pemikiran kalam kontemporer menurut nasr hamid abu zaid yaitu Al-Qur‟an
merupakan produk budaya Arab, dan karena itu menurutnya posisi Al-Quran sama
dengan teks kebudayaan lainnya.Selain itu, kajian yang harus dipakai adalah
homosentris bukan teosentris.Kata Asbab al-Nuzul berasal dari dua kata yaitu asbab
) ‫( اسباب‬yang artinya beberapa sebab, bentuk jama‟ (plural) dari mufrad (tunggal),
sabab, yang artinya alasan, illat (dasar logis), perantaraan,hubungan kekeluargaan,
kerabat, asal,sumber dan jalan.
4. Pemikiran kalam kontemporer menurut Muhammad arkoun yaitu Enam garis
pemikiran (six heuristic lines of thinking) yang diajukan Arkoun untuk mereka
pitulasikan ilmu pengetahuan Islam dan mengkonfrontasikannyadengan ilmu
pengetahuan kontemporer. Hal itu yang mendasari pentingnya modernitas dilakukan
bagi kemajuan pemikiran Islam.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya, kami menyadari
adanya kesalahan. Oleh karena itu, kami mnegharapkan kritik maupun saran yang
bersifat membantu dan membangun agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama
dalam penyusunan makalah yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://lalaaliya.blogspot.co.id

A.H. Ridwan. Reformasi Intelektual Islam Pemikiran: Hassan Hanafi tentang


Reaktualisasi Tradisi Keilmuan.(Ittaqa Press: Yogyakarta). 1998

Nur Ichwan. Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur‟an: Te ori Hermeneutika Nasr Abu
Zaid.( Teraju: Bandung,2003)

Yusuf Qordhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur‟an, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,


(Jakarta: Gema Insani, 1999),

Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur‟an, terj: Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985),

Nashruddin Baidan, “Wawasan Baru Ilmu Tafsir”

Hermeneutika muhammed arkoun: sekedar pengantar,(T.tp.:T.pn.,2009).

Moh.Fauzan dan Muhammad Alfan, Dialog Pemikiran Timur Barat

Nuril Hidayati, Modernitas dalam Pemikiran Islam Mohammad Arkoun

13
14

Anda mungkin juga menyukai