Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU KALAM

“ILMU KALAM KONTEMPORER”

Disusun oleh
Nama : Lu’luul Khulaela
Nim : 201805290009
Prodi : Ekonomi Syariah

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.

       Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
   
    Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
   
                                                                                   

Surabaya , Maret 2019

Penyusun
Daftar Isi

 Kata Pengantar .......................................................................................... i

 Daftar Isi ....................................................................................................... ii

 Bab 1 .................................................................................................................... 1

 Pendahuluan .......................................................................................... 1

 Latar Belakang .......................................................................................... 1

 Rumusan Masalah ............................................................................. 1

 Tujuan Masalah ............................................................................. 1

 Bab 2 .................................................................................................................... 2

 Pembahasan .......................................................................................... 2

 Pengertian ilmu kalam Kontemporer ................................................... 2

 Ismail Al-Faruqi ............................................................................. 2

 Pemikiran ilmu kalam Kontemporer ...................................... 3

 Hasan Hanafi .......................................................................................... 5

 Pemikiran ilmu kalam Kontemporer ...................................... 5

 H.M Rasyidi .......................................................................................... 6

 Pemikiran ilmu kalam Kontemporer ...................................... 6

 Harun Nasution ............................................................................. 7

 Pemikiran ilmu kalam Kontemporer ...................................... 7

 Bab 3 .................................................................................................................... 9

 Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 9

 Daftar Pustaka .......................................................................................... 10


BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Ilmu kalam sudah dikenal sejak zaman khulafaur rasyidin, kemunculan
persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa
pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan muawiyah atas
kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib.
Ilmu kalam dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup pesa,
banyak Tokoh Tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan yang memiliki Argumentasi
yang berbeda –beda. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu timbulnya
pemikira-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai Tokoh-tokoh ilmu kalam
itu sendiri.
Dalam Era Kontemporer Ini Kemudian teraktualisasi perdebatan dikalangan
tokoh modernis. Di antara tokoh yang ada di era kontemporer ini adalah Hasan
Hanafi, Ismail Al-Faruqi,H.M.Rasyidi,dan Harun Nasution. Dalam makalah ini kami
akan membahas tantang ilmu kalam kontemporer tentang pemikiran tokoh yang
telah disebutkan di atas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemikiran ilmu kalam kontemporer?
2. Siapakah tokoh- tokoh pemikiran ilmu kalam kontemporer?
3. Apa saja Pendekatan pemikiran ilmu kalam kontemporer ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pemikiran ilmu kalam kontemporer ?
2. Mengetahui tokoh-tokoh pemikiran ilmu kalam kontemporer ?
3. Memahami pendekatan Pemikiran ilmu kalam kontemporer ?

BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian ilmu kalam kontemporer


Ilmu kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran pada masa klasik
seperti pemikiran yang dikemukan berbagai golongan aliran seperti Khawrij,
Jabariyah,dan sebagainya yang masih bisa dipakai sesuai perkembangan zaman yang
berlaku dengan pemikiran pada masa modern seperti pemikiaran syekh Muhammad
Abduh,Muhammad Iqbal dan lain Sebagainya.

II. Tokoh-tokoh Pemikiran Ilmu kalam Kontemporer


1) Ismail Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi, Lahir pad tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa Palestina.
Pendidikan dasarnya di madrasah,lalu pendidikan menengah nya di Colloge des
Freses St. Joseph,dengan bahasa pengantar Perancis,Sedangkan pendidikan
kuliahnya di American University, Beirut
Ia kemudian bekerja sebgai Pegawai negeri sipil Pada pemerintahan
inggris.Karena kepemimimpinannya menonjol pada usia 24 tahun ia diangkat
menjadi Gubernur di Galilea.Pada tahun 1948, Palestina dijarah Israel dan Faruqi,
Seperti warga Palestina yang lainnya,terusir dari tanah kelahirannya, Faruqi
hijrah ke AS untuk melanjutkan kuliahnya. Ia mendapat gelar Master Filsafat Dari
Universitas Indiana. Dua tahun kemudian, Gelar Master filsafata kembali ia raih
dari Universitas Harvard.Meras kurang pengetahuannya mengenai islam
waluapun suadah bergelar Doctor Faruqi lalu pergi ke mesir selama tiga tahun ia
menyelesaikan Pascasarjana di Al-Azhar.Pada tahun 1964 faruqi kembali ke AS
menjabat menjadi guru besar agama pada Universitas Temple.Bersamaan itu
juga ia menjabat sebagai Professor Studi keislaman pada Central Institute of
Islamic Research, Karachi. Sebagai anak Palestina, al-Faruqi mengecam keras apa
yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang menjadi dalang pencaplokan
Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan Zionisme dan Yahudi. Dalam
buku Islam and Zionism, ia berkata bahwa Islam adalah agama yang menganggap
agama Yahudi sebagai agama Tuhan, yang ditentang Islam adalah politik
Zionisme.Pembunuhan atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang
keras terhadap kaum Zionis Yahudi. Kematian Ismail Raji al-Faruqi meninggal
dunia karena dibunuh pada tanggal 27 Mei 1986 di rumahnya

 Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi


Pemikiran Al-Faruqi tentang kalam dapat ditelusuri melalui karyanya yang berjudul,Tahwid :
Its Implications for Thought and Life (Edisi Indonesianya berjudul Tuahid). Sesuai dengan
judulnya, buku ini mengupas hakikat tauhid secara mendalam.
Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Inti pengalaman agama, kata Al-Faruqi adalah Tuhan. Kalimat syahadat menempati
posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim.
Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam setiap waktu. Bagi kaum Muslimin,

Tauhid sebagai pandangan dunia


Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan
waktu, sejarah manusia, dan takdir.

Tauhid sebagai intisari Islam


Tidak ada satu perintah pun dalam Islam yang dapat dilepaskan dari tauhid. Tanpa
tauhid, Islam tidak aka nada.

Tauhid sebagai prinsip sejarah


Islam terlahir lengkap dalam Al-Qur’an, dan tidak mempunyai kaitan dengan situasi para
pengikutnnya pada masa kelahirannya seperti halnya dalam agama Yahudi atau Kristen.
Is dipandang sebagai suatu klimaks moral bagi kehidupan di atas bumi.

Tauhid sebagai prinsip pengetahuan


Berbeda denga “iman” Kristen, iman Islam adalah kebenaran yang diberikan kepada
pikiran, bukan kepada perasaan manusia yang mudah dipercayai begitu saja. Kebenaran,
atau proposisi iman bukanlah misteri, hal yang dipahami dan tidak dapat diketahui dan
tidak masuk akal, melainkan bersifat kritis dan rasional. Kebenaran-kebenarannya telah
dihadapkan pada ujian keraguan dan lulus dalan ditetapkan sebagai kebenaran

Tauhid sebagai prinsip metafisika


Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan, ia bersifat teleologis,
sempurna, dan teratur. Sebagai anugerah, ia merupakan kebaikan yang tak mengandung
dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuannya agar manusia melakukan kebaikan dan
mencapai kebahagiaan

Tauhid sebagai prinsip etika


Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanat-Nya kepada manusia, suatu
amanat yang tidak mampu dipikul oleh langit dan bumi. Amanat atau kepercayaan Ilahi
tersebut berupa pemenuhan unsur etika dari kehendak Ilahi, yang sifatnya
mensyaratkan bahwa ia harus direalisasikan dengan kemerdekaan, dan manusia adalah
satu-satunya makhluk yang mampu melaksanakannya. Dalam Islam, etika tidak dapat
dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun di atasnya.

Tauhid sebagai prinsip tata sosial


Dalam Islam tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Masyarakat
Islam  adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh bergabung dengannya, baik
sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang dilindungi (dzimmah).

Tauhid sebagai prinsip ummah


Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi membaginya kedalam
tiga identitas, yakni: pertama, menenentang etnosentrisme yakni tata sosial Islam
adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak hanya untuk
segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat
manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia. Ketiga totalisme,
yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan hidup manusia dalam artian Islam
tidak hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi
menyangkut aktivitas manusia disetiap masa dan tempat.

Tauhid sebagai prinsip keluarga


Al-Faruqi memandang bahwa selama tetap melestarikan identitas mereka dari
gerogotan kumunisme dan idiologi-idiologi Barat, umat Islam akan menjadi masyarakat
yang selamat dan tetap menempati kedudukan yang terhormat. Keluarga Islam memiliki
peluang lebih besar tetap lestari sebab ditopang oleh hukum Islam dan dideterminisi
oleh hubungan erat dengan tauhid.

Tauhid sebagai tata politik


Al-Faruqi mengaitkan tata politik dengan pemerintahan. Kekhalifahan didefenisikan
sebagai kesepakatan tiga dimensi, yaitu: kesepakatan wawasan (ijma’ ar-ru’yah),
kehendak (ijma’ al-iradah), dan tindakan (ijma’ al-amal). Wawasan yang dimaksud al-
Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak iIahi. Kehendak
yang dimaksud Al-Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk
kehendak Ilahi. Adapun yang dimaksud dengan tindakan adalah peelaksanaan kewajiban
yang timbul dari kesepakatan.

Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi


Al-Faruqi melihat implikasi Islam untuk tata ekonomi ada dua prinsip, yaitu: pertama, tak
ada seorang atau kelompok pun yang dapat memeras yang lain. Kedua, tak satu
kelompok pun boleh mengasingkan atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya
dengan tujuan untuk mebatasi kondisi ekonomi mereka pada diri mereka sendiri.

Tauhid sebagai prinsip estetika


Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang kretaivitas manusia, tidak juga menentang
kenikmatan dan keindahan. Menurutnya Islam menganggap bahwa keindahan mutlak
hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-
firman-Nya.

2) Hasan Hanafi
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo. Ia berasal dari keluarga
musisi. Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan pendidikan tingkat
dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha, kairo yang
diselesaikannya selama empat tahun. Semasa di Tsanawiyah, ia aktif mengikuti dislusi
kelompok Ikhwan Al-Muslimin. Oleh karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui
pemikiran yang dikembangkan kelompok itu dan aktivitas sosialnya. Hanafi tertarik juga
untuk mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan dalam Islam. Ia
berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan sosial.
Dari sekian banyak tulisan atau karya Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan
salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun
baru memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah
memformulasikan satu kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana
seharusnya sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.
 Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
Kritik terhadap teologi Tradisional
Dalam gagasannya tentang rekobstruksi teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya
mengubah orientasi perangkat konseptual kepercayaan (teologi) sesuai dengan
perubahan konteks politik yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa teologi
tradisonal lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang bertujuan untuk
memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda dengan kenyataan sekarang bahwa Islam
mengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga perubahan kerangka konseptal lama
pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik menuju kerangka
konseptual yang baru yang berasal dari kebudayaan modern harus dilakukan.
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam
kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik. Sehingga kritik
teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena sebagai produk
pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik. Hal ini sesuai dengan pendefenisian
beliaun tentang definisi teologi itu sendiri. Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang
Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Tuhan mengungkaplan diri dalam Sabda-
Nya yang berupa wahyu.
Teologi demikian, lanjut Hanafi, bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak
tunduk kepada ilmu. Tuhan mengungkapkan diri dalam sabda-Nya yang berupa wahyu.
Ilmu Kalam adalah tafsir yaitu ilmu hermeneutic yang mempelajari analisis percakapan
(discourse analysis), bukan saja dari segi bentuk-bentuk murni ucapan, melainkan juga
dari segi konteksnya, yakni pengertian yang merujuk kepada dunia. Adapun wahyu
sebagai manifestasi kemauan Tuhan, yakni sabda yang dikirim kepada manusia
mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.

      Rekontruksi Teologi
Melihat sisi-sisi kelemahan teologi tradisional, Hanafi lalu mengajukan saran rekontruksi
teologi. Menurutnya, adalah mungkin untuk memfungsikan teologi menjadi ilmu-ilmu
yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekontruksi dan revisi, serta
nenbangun kembali epistemologi lama yang rancu dan palsu menuju epiatemologi baru
yag sahih dan lebih signifikan. Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah menjadikan
teologi tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma
sebagai ilmu tentang pejuang social, yang menjadikan keimanan-keimanan tradisonal
memiliki fungsi secara actual sebagai landasan etik dan motivasi manusia.
Adapaun langkah untuk melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya
dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu:
1)        Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengah pertarungan global
anatar berbagai  ideologi.
2)        Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya, tetapi juga terletak
pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi gerakan dalam
sejarah. Salah satu kepentingan teologi ini adalah memecahkan problem pendudukan
tanah di Negara-negara muslim.
3)        Keperingan teologi yang bersifat praktis  (amaliyah fi’liyah) yang secara nyata
diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam. Hanafi menghendaki adanya
‘teologi dunia’ yaitu teologi baru yang dapat mempersatukan umat Islam di bawah satu
orde.
Kepentingan rekontruksi itu pertama-tama untuk mentranformasikan teologgi menuju
antropologi, menjadikan teologi sebagai wacana tenntang kemanusiaan, baik secara
eksistensi, kognitif, maupun kesejarahan.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu
dalam teologi Islam yaitu:
1)      Analisis bahasa. Bahasa serta istilah-istilah dalam teologi tradisonal adalah warisan
nenek moyang di bawah teologi, yang merupakan bahasa khas yang seolah-olah menjadi
ketentuan sejak dulu.
2)      Analisis realitas. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-
sosiologis munculnya teologi di masa lalu, mendiskripsikan pengaruh-pengaruh nyata
teologi bagi kehidupan masyarakat. Dan bagaimana ia mempunyai kekuatan
mengarahkan terhadap prilaku para pendukungnya. Analsis realitas ini berguna untuk
menentukan stressing ke arah mana teologi kontemporer harus diorientasikan.

3) H. M Rasyidi
Dalam konteks pertumbuhan kajian akademik Islam di Indonesia, orang akan sulit
mengesampingkan H. M Rasyidi, lembaga lulusan pendidikan Islam di Mesir yang
melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalam mengajar di Kanada. Ia adalah
orang Indonesia memperoleh tidak hanya perkenalan, tetapi juga penyerapan ramuan-
ramuan intelektual dari gudang oreantalis. Dialah yang berpengaruh dalam usaha
pengiriman para lulusan IAIN  atau sarjana lain ke Montreal sehingga banyak  orang yang
benar-benar berterima kasih padanya
 Pemikiran Ilmu Kalam H.M Rasyidi 
Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi.
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan
teologi. Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan
teologi adalah ilmu kalam Kristen.” Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah kemunculan
teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk menunjukkan tauhid atau
kalam karena mereka tak memiliki istilah lain. adapun sebab timbulnya teologi dalam Kristen
adalah ketuhananNabi Isa, sebagai salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Namun kata
teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang di luar kepercayaan
(yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah deskripsi aliran-
aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di
Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan pendapat antara
Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman
para mahasiswa. Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua
belas abad yang lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang
sudah tidak relevan. Pada waktu sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih
dirasakanlah oleh umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.

  Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan Nurcholis
Madjid Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan
Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia
dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak
merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seseorang saja dari sejuta orang.
Jadi, yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan
kemasyarakatan.

4) Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari selasa 23 september  1919 di Sumatera. Ayahnya, Abdul
Jabar Ahmad, adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi. Pendidikan
formalnya dimulai di sekolah HIS. Setelah tujuh tahun di HIS, ia meneruskan ke MIK (modern
islamietische kweekschool) di Bukittinggi pada  tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan di
Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar, ia kuliah pula di Universitas Amerika di
Mesir. Pendidikannya lalu di lanjutkan di Mc. Gill, Kanada, pada tahun 1962.
Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk
dikawasan IAIN Ciputat sejak paruh kedua dasarwasra 70-an. Sentralitas Harun Nasution
didalam jaringan itu tentu saja banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya, dan kemudian
oleh kedudukan formalnya sebagai rektor sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam
kapasitas akhir ini, ia memegang beberapa mata kuliah terutama menyangkut sejarah
perkembangan pemikiran yang terbukti menjadi salah satu sarana awal menuju
pembentukan jaringan anatara Harun Nasution dan mahasiswa-mahasiswanya.

 Pemikiran Kalam Harun Nasution


Peranan Akal
Besar kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suaatu kaum sangat berpengaruh pada
dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran agama islam. Harun Nasution
sangat menghargai peranan akal beliau berpendapat demikian
“Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesangupan
untuk menaklukkan kekuatan mahluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia,
bertambah tinggilah kesangupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut”
Dalam rangka menghormati penggunaan akal itulah Harun Nasution  menginginkan agar
umat islam melakukan ijtihad dan menjauhi taklid, suatu ide yang sudah sering di
kumandangkan kaum moderenis sebelumnya.

Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi Harun Nasution pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa
keterbelakangan dan kemunduran umat islam disebabkan oleh “adanya kesalahan” dalam
teologi mereka. Teologi umat islam masa kini yang pasrah terhadap nasib telah membawa
umat islam kedalam kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan demikian, jika hendak
mengubah nasib umat islam, menurut Harun Nasution perlu diadakan perubahan teologi
menuju teologi yang berwatak  rasional, serta mandiri.

Hubungan Akal dan Wahyu


Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal dan wahyu. Ia
menjelaskan bahwa wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya
tidaklah bertentangan. Akal hanya mengetahui hal-hal yang masih bersifat umum saja akan
tetapi wahyu datang untuk menspesifikasikan hal yang diketahui oleh akal. Akal dapat
mengetahui kebaikan dan keburukan sebelum datangnya wahyu, akal dapat mengetahui
adanya tuhan sebelum adanya wahyu. Akan tetapi akal tidak mampu menjelaskan secara
lebih terperinci seperti akal tahu menyembelih kambing itu buruk akan tetapi wahyu
memperinci hal tersebut dengan mengatakan bahwasanya menyembelih kambing untuk
dibagikan kepada orang miskin itu baik. Akal tahu bahwa alam ini tidak bisa jadi begitu saja,
pasti ada penciptanya akan tetapi akal tidak tahu siapa penciptanya dan wahyu datang
menjelaskannya. Di dalam wahyu juga ada ayat yang membutuhkan peranan akal untuk
dapat memahami isinya. Jadi jelas bahwa akal dan wahyu tidaklah bertentangan akan tetapi
yang bertentangan dalam islam adalah pendapat akal ualama tertentu dengan pendapat
akal ulama lainnya.
Harun Nasution sangat mengapresiasi pemikiran kaum mu’tazilah yang sangat menhargai
akal, oleh karena itu Harun Nasution penah dijuluki sebagai kaum mu’tazilah baru
(Neomu’tazilah), akan tetapi beliau menyanggah dan mengatakan bahwa dirinya adalah
seorang ahlussunnah yang rasional.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemikiran kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran klasik yang masih
relevansi dan sesuai dengan perkembangan zaman dengan pemikiran modern yang
baru dikemukakan oleh para tokoh-tokoh guna memberikan kontribusi bagi kemajuan
umat Islam yang semakin lemah dan kurang termotivasioleh karena kemunduran yang
dialami umat Islam.

B. SARAN

Adapun saran dalam  penulisan  makalah ini yaitu agar dapat menggunakan makalah
ini sebagaimana mestinya sehingga dapat memberikan manfaat yang diharapkan. Dan
para pembaca dapat mengetehui penjelasan mengenai perkembangan ilmu kalam
kontemporertersebut. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaannya makalah ini

Daftar Pustaka
Al-Faruqi, Lamya, Allah, Masa Depan Kaum Wanita, Terj. Masyhur Abadi, Surabaya: Al-Fikr, 1991

Al-Faruqi, Ismail  Raji Tauhid, terj. Rahmani Astuti, Jakarja: Pustaka, 1988

Kusnadiningrat, E. Teologi dan Pembebasan; Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi, Jakarta:Logos, 1999

Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, bandung: Pustaka Setia, 2006

Ridwan, A.H. Reformasi Intelektual Islam,Yohyakarta: Ittaqa Press, 1998

ilmu kalam oleh Benyamin Abrahamov, Penerbit Serambi 2006

Ilmu kalam oleh prof. Dr . h .Abdul Rozak M. Ag. Dan prof. Dr. H. Rosihon Anwar M. Ag. , penerbit
pustaka setia 2012.

Anda mungkin juga menyukai