Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGANTAR STUDI PEMIKIRAN ISLAM


Tentang
PEMIKIRAN FILSAFAT TOKOH TOKOH MUSLIM KONTEMPORER

Di Susun Oleh Kelompok 7 :

1. Dida Meiditya Fradofa (2314030069)


2. Asrari Fauziah (2314030076)

Dosen Pengampu :
Silmi Novita Nurman, S.Th.I.,M.Ag.

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (C)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL
PADANG TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-nya serta berbagai upaya,tugas
makalah mata kuliah Pengantar Studi Pemikiran Islam yang berjudul “Pemikiran
Tokoh-Tokoh Klasik Filsafat Islam” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengantar Studi Pemikiran Islam yaitu Ibu
Silmi Novita Nurman, S.Th.I.,M.Ag

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Silmi Novita Nurman, S.Th.I.,M.Ag
yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga
kepada teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, kepada


pembimbing dan teman-teman mohon sarannya apabila menemukan kejanggalan
dalam makalah ini, untuk dijadikan pegangan dan upaya peningkatan selanjutnya
lebih baik. Akhirnya, kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak yang sempat membaca makalah ini pada umumnya dan bagi penulis
khususnya.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Padang, 25 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... I


DAFTAR ISI ......................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemikiran Hassan Hanafi ......................................................................... 2
B. Pemikiran Mohammad Arkoun ................................................................ 3
C. Pemikiran Fatimah Mernissi .................................................................... 4
D. Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd ............................................................ 5
E. Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi......................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 8
B. Saran .......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan
dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu
sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu.
Tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai
periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari zaman klasik, zaman
pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Begitu pula dengan filsafat, dalam perkembangannya filsafat dibagi
menjadi 4 babakan yakni Filsafat klasik meliputi filsafat Yunani dan Romawi
pada abad ke-6 M dan berakhir pada 529 M dominasi oleh rasionalisme. Filsafat
abad pertengahan meliputi pemikiran Boethius sampai Nicolaus pada abad ke-6 M
dan berakhir pada abad ke-15 M didominasi dengan doktrin-doktrin agama
Kristen. Filsafat modern dan filsafat kontemporer yang didominasi kritik terhadap
filsafat modern.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pemikiran Hassan Hanafi ?
2. Apa saja pemikiran Mohammad Arkoun ?
3. Apa saja pemikiran Fatimah Mernissi ?
4. Apa saja pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd ?
5. Apa saja pemikiran Badiuzzaman Said Nursi ?

C.Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pemikiran dari tokoh filsafat kontemporer yaitu :
1. Hassan Hanafi
2. Mohammad Arkoun
3. Fatimah Mernissi
4. Nasr Hamid Abu Zayd
5. Badiuzzaman Said Nursi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Hassan Hanafi


Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas
Kairo. Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin,
daerah perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para
mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas
Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu
mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan
kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak
masa Fir‟aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai
dengan Eropa moderen.Satu hal ini menunjukkan bahwa Mesir, terutama kota
Kairo, mempunyai arti penting bagi perkembangan awal tradisi keilmuan Hassan
Hanafi.
Untuk memudahkan uraian pada bagian ini, kita dapat
mengklasifikasikan karya-karya Hanafi dalam tiga periode: Periode pertama
berlangsung pada tahun- tahun 1960-an; periode kedua pada tahun-tahun 1970-an,
dan periode ketiga dari tahun-tahun 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada awal
dasawarsa 1960-an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh faham-faham dominan
yang berkembang di Mesir, yaitu nasionalistik-sosialistik populistik yang juga
dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme, karena situasi nasional yang kurang
menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun
1967. Pada awal dasawarsa ini (1956-1966), sebagaimana telah dikemukakan,
Hanafi sedang berada dalam masa-masa belajar di Perancis. Di Perancis inilah,
Hanafi lebih banyak lagi menekuni bidang-bidang filsafat dan ilmu sosial dalam
kaitannya dengan hasrat dan usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran
Islam. Sejak pulang dari Perancis tahun 1966, semangat Hanafi semakin tinggi
untuk mengembangkan tulisan-tulisannya tentang pembaharuan pemikiran Islam.
Akan tetapi, kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel tahun 1967 telah
mengubah niatnya itu. la kemudian ikut serta dengan rakyat berjuang dan
membangun kembali semangat nasionalisme mereka.
Pada sisi lain, untuk menunjang perjuangannya itu, Hanafi juga mulai
memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan akademis yang telah ia peroleh dengan
memanfaatkan media massa sebagai corong perjuangannya. Ia menulis banyak
artikel untuk menangggapi masalah-masalah aktual dan melacak faktor kelemahan
umat Islam. Pada fase awal pemikirannya itu, tulisan-tulisan Hanafi masih bersifat
ilmiah murni. Baru pada akhir dasawarsa itu, ia mulai berbicara tentang keharusan
Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dan berdimensi
pembebasan (taharrur, liberation). Ia mensyaratkan fungsi pembebasan jika
memang itu yang diinginkan Islam agar dapat membawa masyarakat pada
kebebasan dan keadilan, khususnya keadilan sosial, sebagai ukuran utamanya.
Pada akhir periode ini, dan berlanjut hingga awal periode 1970-an, Hanafi juga
memberikan perhatian utamanya untuk mencari penyebab kekalahan umat Islam
dalam perang melawan Israel tahun 1967.
Oleh karena itu, tulisan-tulisannya lebih bersifat populis. Di awal periode
1970-an, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-
Adab, Al-Fikr al-Mu‟ashir, dan Mimbar Al-Islam. Pada tahun 1976, tulisan-
tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi
Fikrina al-Mu’ashir. Kemudian, pada tahun 1977, kembali ia menerbitkan
Qadhaya Mu `ashirat fi al Fikr al-Gharib. Buku kedua ini mendiskusikan
pemikiran para sarjana Barat untuk melihat bagaimana mereka memahami
persoalan masyarakatnya dan kemudian mengadakan pembaruan. Periode
selanjutnya, yaitu dasawarsa 1980-an sampai dengan awal 1990-an,
dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa-
masa sebelumnya. Dalam periode ini, Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al-
Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis
yang memuat dasar-dasar ide pembaharuan dan langkah-langkahnya. Kemudian,
ia menulis Al- Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan
sebuah “manifesto politik” yang berbau ideologis, sebagaimana telah saya
kemukakan secara singkat di atas.

B. Pemikiran Mohammad Arkoun

Pemikiran Arkoun dalam karyanya “aina huwa al-fikral-islāmiy”berawal


dari kelemahan para teologi klasik yaitu ketidak mampuannya menjawab segala
tantangan realistik yang terjadi jika hal tersebut dihadapkan dengan realita sosial
empiris yang tumbuh sesuai dengan perkembangan zamannya. Sehingga literatur
yang ada atau pemikiran yang telah menjadi dotrin keagamaan terasa kering dan
kaku serta jumud. Kehadiran Arkoun menjawab seluruh kegersangan yang terjadi
terlebih dalam implementasi agama dalam kehidupan bersosial masyarakat pada
umumnya. Sehingga langkah yang diambil oleh Arkoun adalah membaca kembali
hal hal yang berkaitan seperti yurisprudensi islam/ al-Fiqh al Islaamiy, Teologi,
dan seterusnya karena dapat berdampak pada kesalahan fahaman dalam
mengaplikatifkan wawasan keislaman. Selanjutnya, melakukan studi sejarah dan
antropologis serta mencoba untuk memadukan beberapa pendekatan pada
tradisi/al-Turāts Arab-Islam. Secara umum, Mohammad Arkoun menganggap
hukum agama sebagai mandat dari teks agama, dan dengan demikian
membayangkan bahwa penilaian yang dihasilkan adalah ilahi, dan karena itu tidak
ada otoritas manusia yangdapat memodifikasinya atau mengem- bangkannya agar
sesuai dengan persyaratan keadaan dan kondisi baru.

Pemikiran Mohammad Arkoun mengatakan dekonstruksi pemikiran yang


dimaksud disini berupa kritik konstruktif dalam upaya membangun emansipasi
manusia dalam islam dari berbagai perbudakan yang dibangunnya sendiri. Dalam
penelitian ini menekankan pada metode penafsiran dalam memahami teks Al-
Qur‟an secara benar sehingga adanya pemahaman yang lebih aplikatif. Dalam
penelitian ini juga, metode dekonstruksi yang digunakan Arkoun untuk
membongkar model penafsiran yang bersifat literatur historiografi yang
mempertajam konfrontasi dalam tubuh intern umat islam agar tidak adanya
ketundukan kepada wahyu dan ketaatan kepada otoritas teks semata. Peneliti lebih
tertarik dengan Mohammad Arkoun, karena dia adalah seorang pemikir
kontemporer yang sangat berjasa dalam membangun pemikiran di dalam dunia
islam. Mohammad Arkoun membangun nalar islam kontemporer, agar nalar islam
tidak lagi terjebak dogmatisme logosentris.

C Pemikiran Fatimah Mernissi

Fatimah Mernissi lahir di Maroko pada tahun 1940, di kota Fez (Harem).
Ia dibesarkan dalam keluarga yang demikian patuhberpedoman pada adat dan
tradisi yang membedakan antara priadan wanita. Perbedaan tersebut digambarkan
dalam hak-hak yang melingkupi dunia pria dan wanita. Pria berhak bebas
menikmati dunia kehidupan di luar rumah, mendengar kabar dan berita,
mengadakan transaksi bisnis, sedangkan kaum wanita sama sekali tidak
memperoleh hak sebagaimana kaum pria. Fatimah Mernissi menggambarkan
keadaan di sekitarnya:

“Gerbang raksasa kami berbentuk lingkungan baru raksasa dengan pintu


berukir membatasi Harem perempuan dan laki-laki asing pengguna jalanan. Anak-
anak boleh keluar dari gerbang itu dengan izin orangtuanya, tetapi perempuan
dewasa tidak diperkenankan” (Khudori, 2003: 128). Fatimah Mernissi pada waktu
mengenyam pendidikan Al Qur‟an masih demikian muda dan ia telah menerima
penjelasan dari gurunya Lala Tam selaku Kepala sekolah mengatakan bahwa
pendidikan bertujuan untuk mengetahui batas-batas kesucian (hudud), menjadi
muslim bermakna menghargai hudud, dan hal inilah membuat Fatimah Mernissi
ragu-ragu terhadap segala sesuatu yang ia kerjakan. Ia masih beruntung karena
memiliki nenek yang arif Lala Yasmina namanya, banyak memberi penjelasan
dan menjadikan hatinya lebih tenang. Fatimah Mernissi memperoleh bimbingan
dari neneknya berupa cerita-cerita sejarah yang berkaitan dengan hidup dan
kehidupan Nabi Muhammad SAW beserta ajaran Islam yang berisi kasih sayang
kepada sesama manusia.

Hal inilah yang membuat Fatimah Mernissi lebih mengetahui dengan


mata hatinya aatas adat istiadat masyarakat yang sebagian besar merendahkan
harkat dan martabat kaum wanita; menghadapi hal yang demikian timbullah
semangat yang tidak dapat dibendung lagi untuk segera mengubah adat-istiadat
yang dalam pikirannya dinilai tidak mewujudkan keadilan. Fatimah Mernissi
sebagai icon feminis modern telah banyak memberikan sumbangsi pemikirannya
terhadap umat Islam. Banyak penafsiran beliau yang mengangkat martabat
seorang wanita dari ketidak adilan dan berhasil merubah nasib seorang wanita
dengan asumsi ilmiahnya. Dengan diterbitkannya beberapa karya Fatimah
Mernissi antara lain;

1. Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry,


2. Islam and Democracy: Fear of Modern World,
3. The Forgotten Queens of Islam
4. Women in Moslem Paradise”, dalam Equal Before Allah
5. Women in Muslim History: Traditional Perspectives and New Strategis”
dalam Equal Before Allah
6. Membahas tentang wanita dan politik. “Can We Women Head A Muslim
State”? dalam Equal Before Allah
7. Membahas tentang wanita dan politik. “The Fundamentalist Obsession
With Women: A Current Articulation of Class Conflict in Modern
Muslim Societies” dalam Equal Before Allah.

D. Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd

Nasr Hamid Abu Zayd (selanjutnya disebut Nasr Hamid) adalah seorang
tokoh kontroversial di abad 21. Begitu banyak pandangannya tentang Islam yang
memancing reaksi keras dari kalangan ulama-ulama muslim
(konservatif/fundamentalis). Pandangannya dianggap jauh melenceng dari prinsip-
prinsip ajaran Islam. Karena itu, bagi sebagian ulama mesir menganggap Nasr
Hamid sudah keluar dari Islam/kafir.1Namun, di sisi lain, bagi kalangan
akademisi (baik insider dan outsider) Nasr Hamid dianggap sebagai cendekiawan
revolusioner/pembaharu dalam Pemikiran Islam, terkhusus dalam Qur‟anic
Studies. Nasr hamid mencoba untuk menawarkan sebuah metodologi/pembacaan
baru terhadap al-Qur‟an. Hal ini bisa dikatakan sebagai sebuah upaya
merekonstruksi metode ulama-ulama terdahulu yang cenderung atomistis kepada
sebuah pengkajian yang lebih menyeluruh (holistic of method).

Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan sebuah penafsiran yang tentunya


sesuai dengan semangat zaman,. Atau dalam kata lain bahwa hal yang dilakukan
oleh Nasr Hamid adalah sebuah upaya kontekstualisasi pesan-pesan al-Qur‟an.
Upaya kontekstualisasi dimaksudkan untuk bagaimana penafsiran itu tidak
semata-mata berpegang pada makna lahirian teks (literal), melainkan menekankan
pada dimensi konteks yang menyertainya, terutama nilai-nilai substantif teks
meminjam istilah Fazlur Rahman, ideal moral, dan Nasr hamid menggunakan
istilah maghza (Signifikansi) yang bermuara pada kepentingan maslahat manusia
dalam situasi kondisi yang berubah. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Nasr
Hamid ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena itu artikel ini akan
mengkaji lebih jauhtentangbagaimana paradigma dan prinsip-prinsip penafsiran
Nasr Hamid Abu Zayd. Nasr Hamid Abu Zayd (selanjutnya disebut Nasr Hamid)
dilahirkan di Tantha, Mesir pada 10 Juli 1943. Ia dilahirkan dikeluarga yang taat
beragama, karena itu, sejak kecil Nasr Hamid sangat akrab dengan pengajaran
agama, dan Nasr Hamid adalah seorang qari dan hafiz dan kemudian ia mampu
menceritakan isi al-Qur‟an sejak usia delapan tahun.
Nasr Hamid mengawali pengembaraan keilmuannya di Sekolah Teknik
Tantha dan lulus dari sekolah tersebut pada tahun 1960. Pada tahun 1968 Nasr
Hamid kuliah di jurusan bahasa dan sastra Arab pada Fakultas Sastra di
Universitas Kairo. Dari situlah awal mula Nasr Hamid menunjukkan bakatnya
dalam ilmu bahasa dan sastra yang kemudian mampu menghasilkan sebuah
pembacaan baru dengan pendekatan linguistik dalam studi Qur‟an. Pada tahun
1972 ia memperoleh gelar kesarjanaannya, kemudian menjadi asisten dosen di
jurusan yang sama. Nasr Hamid melanjutkan rihlah ilmiahnya pada program
magister di jurusan yang sama dan selesai pada tahun 1981.Sejak tahun 1976
sampai 1987 Nasr hamid mengajar untuk orang asing di Pusat Diplomat dan
Menteri Pendidikan.

Karena melihat bakat yang luar biasa dari Nasr Hamid, pengurus jurusan
itu menetapkannya untuk menjadi asisten dosen dengan mata kuliah pokok “Studi
Islam” pada tahun 1982, dan mendapat kehormatan sebagai “professor penuh”
pada tahun 1995 di bidang yang sama. Pada tahun 1975-1977 mendapat bantuan
dana beasiswa dari Ford Foundation Fellowship untuk studi di Universitas
Amerika Kairo. Selanjutnya ia juga mendapat beasiswa pada tahun 1978 sampai
1979 untuk belajar di Center For Middle East Studies Karirnya semakin menanjak
ketika ia juga diangkat menjadi Profesor Tamu di Osaka University of Foreign
Studies Jepang pada tahun 1985 sampai 1989 dan di Universitas Leiden
Netherlands pada tahun 1995 sampai 1998. Di antara sejumlah pemikir
kontemporer, Nasr Hamid tergolong paling artikulatif dalam mengelaborasikan
isu keterciptaan al-Qur‟an. Ia berargumen, sekali diwahyukan kepada Nabi
Muhammad, al-Qur‟an memasuki sejarah manusia dan menjadi teks, seperti teks
lainnya. penafsiran tentang al-Qur‟an yang dikembangkan oleh Nasr Hamid Abu
Zayd berangkat dari pemahaman tentang hakikat teks Al-Qur‟an.

Hal ini berkaitan dengan perdebatan antara Mu‟tazilah dan Asy‟ariyah


mengenai hakikat al-Qur‟an. Bagi Mu‟tazilah al-Qur‟an adalah bukan merupakan
sifat melainkan perbuatan Tuhan, dengan demikian Al-Qur‟an tidak bersifat kekal
tetapi bersifat baru dan diciptakan Tuhan. Sedangkan menurut Asy‟ariyah, al-
Qur‟an adalah sifat Tuhan, dan sebagai sifat Tuhan mestilah kekal sebagaimana
kekekalan Tuhan itu sendiri. Dari kedua pandangan tersebut, Nasr Hamid lebih
sepakat pada pandangan Mu‟tazilah bahwa al-Qur‟an itu diciptakan Tuhan, hal
tersebut kemudian memunculkan pemahaman bahwa al-Qur‟an adalah sebuah
fenomena historis dan mempunyai konteks spesifiknya sendiri.

E. Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi

Badiuzzaman Sa‟id Nursi lahir di desa Nurs, wilayah Bitlis yang terletak
di sebelah timur Anatolia. Sebuah kampung yang di kelilingi gunung-gunung
yang menjulang tinggi dengan salju abadi yang selalu menutupi puncak-
puncaknya, desa yang berpayung langit biru dengan udara yang terkenal bersih
dan terbebas dari polusi. Perkampungan ini luar biasa kaya akansayur-mayur, dan
beragam pepohonan hijau seperti walnūt, poplar. Badiuzzamān Sa‟id Nursi lahir
saat menjelang fajar terbit pada tahun 1877 M. Di tanah dinasti Ottoman, Sa‟id
Nursi tumbuh remaja melalui dekade-dekade terakhir dari kekuasaan tua tersebut.
Dibuat untuk merealisasikan impian lama untuk menyatukan orang-orang Turki di
bawah satu bendera, Dinasti Ottoman mempertahankan kekuasaannya selama
lebih dari enam abad dari 1299 hingga 1923 M. Wilayah-wilayahnya menyebar
dari Asia Kecil ke Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa tenggara. Ia beroperasi
melalui sebuah sistem Negara dengan provinsi-provinsi yang berbeda yang terdiri
dari orang-orang yang berbeda agama dan ras.

Dinasti ini berlokasi di pusat dari tiga benua dan menjembatani


perbedaan budaya dan agama. Istanbul, yang secara historis dikenal sebagai
Konstantinopel, adalah ibukota dari dinasti itu untuk sekitar lima abad. Kota
tersebut terus menjadi area metropolitan yang paling dinamis dari Turki modern,
terus merefleksikan keragaman bangsa dan populasinya. Said Nursi merupakan
tokoh yang lebih dikenal dengan ulama‟ sufi. Ia juga dikenal dengan pemikir
Muslim revolusioner berkat buah karangan dan gagasannya dalam membangun
Turki. Ia memilih pandangan yang berbeda dengan pemerintahan yang skuler, dia
lebih pada pemikiran sufistiknya.. Said Nursi mengetahui bahwa Turki akan
dirancang dengan desain modern ketika ia diundang ke Ankara. Melihat
perubahan drastis tersebut, menggugah hati Said Nursi. Sa‟id Nursi memiliki
kecerdasan yang luar biasa. Ia mampu memahami dan menghafal kitab-kitab yang
cukup berat dalam waktu singkat, sepeti Jam„ū al-Jawāmi„, Syarhu al-Mawāqif
dan Tuḥfah al- Muḥtāj karya Ibnu Hajar al-Haitami yang merupakan kitab induk
fikih Syafi‟i.

Guru-guru beliau juga takjub pada Said Nursi. Ilmu yang semestinya
dipelajari selama 15 tahun mampu ia kuasai dalam waktu tiga bulan. Kecerdasan
Sa‟id Nursi terkenal luar biasa, ia mampu menghafal semua yang diajarkan
gurunya dalam waktu singkat. Setelah dari Tag, ia belajar di desa Pirmis, lalu
madrasah Syeikh Abdul Rahman di desa Nursin, Kugak, Geyda, Arvas, madrasah
Syaikh Muhammad Emin Effendi di Bitlis, Madrasah Mir Hasan Wali di Mukus,
Gevas dan Beyazid. Said Nursi adalah anak yang terkenal cerdas. Bahkan
pemahaman Said mengungguli teman yang lebih dahulu masuk madrasah
tersebut. Pemikiran dan tindakan Said Nursi tidak terlepas dari seorang ayah yang
beraliran Naqsyabandiah. Adapun misi yang dibawa aliran Naqsyabandiah adalah
:

1. Pengabdian langsung pada kebenaran-kebenaran iman tanpa ada pengaruh-


pengaruh yang ada di antaranya, Imam Rabbani memasuki ibadah sejenis
ini khususnya pada tahun-tahun terakhir dari hidupnya.
2. Berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan dan menjunjung perintah-
perintah wajib agama dan sunnah Rasul, dengan mengikuti perintah
rohani.
3. Kita mengikuti jalan untuk dapat dibersihkan dari penyakit-penyakit
rohani.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat Kotemporer merupakan filsafat yang terjadi pada masa kekinian


atau sedang terjadi pada saat ini yang tidak terikat dengan aturan aturan jaman
dulu dan berkembang sesuai dengan jaman sekarang. Sehingga kontemporer
tidaklah sama dengan modern, karena modern adalah masa kini yang sudah
lewat.
Secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nalar islam
kontemporer yang dikembangkan oleh Arkoun berangkat dari isu sentral yakni
dengan mempertanyakan Al-Qur‟an dan sunnah secara historis kritis.

Feminisme Islam yang diperjuangkan oleh Fatima Mernissi dengan


mengandung karakter Islam yang tetap bersumber pada Al-Qur‟an dan sabda Nabi
Muhammad. Gerakan Feminisme Islam berusaha menciptakan masyarakat yang
adil bagi laki-laki dan perempuan di berbagai bidang kehidupan sosial.

Dapat disimpulkan bahwa pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd sangat


dipengaruhi oleh pemikiran Mu‟tazilah dalam hal hakikat teks, Amin Al-Khuli
dalam hal kritik sastra dan Hirch dalam hal makna dan signifikansi.

B. Saran

Dengan keterbatasan penulis dalam menyusun makalah, sehingga terdapat


kekurangan dalam penyusunan sehingga pembahasan makalah ini menjadi kurang
sempurna. Oleh karena itu penyusun menyarankan agar pembaca meluaskan
wawasan tentang pembahasan makalah ini, dengan menemukan referensi yang
berkaitan dengan hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme: Telaah Kritits


Pemikiran Hassan Hanafi, terjemah: M. Imam Aziz dan M. Jadul Maula,
Jogjakarta: LkiS, 2007, Cet. Ke-7

Hanafi, Hassan, Al-Salafiyat wa al-‘Ilmaniyat fi Fikrina al-Mu’ashir, dalam al-


Azminat, III, 15, 1989

Darwis Muhdina, “Dekonstruksi Pemikiran Mohammad Arkoun” dalam Jurnal


Al-fikr Volume 24/14 Nomor 1 Tahun 2010)

Arkoun, Mohammed, Islam To Reform or to Subvert, London: Saqi Books, 2006

Mernissi Fatima, The Forgotten Queens of Islam, Terj. Rahmani Astuti dan Enna
Hadi, Ratu Islam yang Terlupakan (Bandung : Mizan, Cet. I, 1994)

Zayd, Nasr Hamid. Mafhum al-Nas, terj. Khoiron Nahdyyin. Yogyakarta: LKIS,
2005

Nursi, Said Badiuzzaman, terj. Fauzi Faisal Bahreisy. Kumpulan Mukjizat Nabi
Muhammad SAW. Banten: Risalah Nur Press, 2014

Anda mungkin juga menyukai