Anda di halaman 1dari 98

PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI BARAT

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam
(S.Fil.I)




















Oleh :
Ridwan Hamid
NIM: 104033101066







JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2011 M.

PENGESAHAN PANITIA UJIAN


Skripsi berjudul Pengaruh Falsafat Ibn Rusyd di Barat telah
diujikandalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 23 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memerolehgelar Sarjana FIlsafat Islam (S.Fil.I) pada program studi Aqidah
Filsafat.
Jakarta, 23 Juni 2011

SIDANG MUNAQASAH

Ketua Merangkap Anggota Ketua Merangkap Anggota






Drs. Agus Darmadji, M.Fils Dra. Tien Rohmatin, MA
NIP.19610827 199303 1 002 NIP.19680803 199403 2 002


Penguji I Penguji II






Drs. Fakhruddin, MA Dra. Tien Rohmatin, MA
NIP.19580714 198703 1 002 NIP.19680803 199403 2 002


Pembimbing






Drs. Nanang Tahqiq, MA
NIP. 19660201 199103 1001


iii

KATA PENGANTAR
Maha suci Tuhanku yang telah menciptakan akal kepada manusia. Sembah
dan sujud hamba hanya kepada-Nya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat
merampungkan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan-
Nya kepada panutan kita, Nabi Muhammad SAW. Karena perjuangan beliau kita
dapat menikmati iman kepada Allah SWT.
Dengan sangat bahagia, walau dengan bentuk dan penulisan yang
sederhana, skripsi yang berjudul PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI
BARAT dapat terselesaikan. Bagi penulis, ini bukanlah suatu pekerjaan yang
ringan, namun dengan adanya niat dan tekad serta diiringi doa dan kesungguhan
penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa tanpa kontribusi
pemikiran, gagasan serta dorongan berbagai pihak, sulit dibayangkan skripsi ini
dapat terselesaikan. Untuk itu, dengan segala hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis haturkan kepada:
1. Drs. Nanang Tahqiq, MA, sebagai pembimbing skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk mengoreksi serta memberikan banyak masukan
dalam skripsi ini.
2. Drs. Agus Darmadji, M.Fils, selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat, Dra.
Tien Rahmatin, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan Filsafat, beserta
seluruh staf pengajar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
iv

Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing penulis selama menjalankan
studi di fakultas ini.
3. Prof. Dr. Zainun Kamal, M.A., Dekan Fakultas Ushuluddin.
4. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Selanjutnya, salam tazhm penulis kepada ayahanda Hamid Adih dan Ibunda
Hayati Ningsih, selaku kedua orang tua yang selalu mendorong dan
mendoakan penulis untuk terus melanjutkan pendidikan. Buaian dan kasih
sayang yang diberikan mereka sungguh tak akan pernah terbalas oleh penulis.
6. Kepada adik-adikku Cahya, Huriah, Akbar, biar tambah dewasa.
7. My lovely Malini Aprilianti, yang telah mendedikasikan dirinya untuk penulis
dengan cinta dan kasih sayangnya yang selalu setia baik suka maupun duka,
yang sering dicuekin ketika proses pembuatan skripsi ini.
8. Arrazi, Wahyu, Mia, dan kawan-kawan yang lebih dulu lulus yang membakar
semangat penulis untuk tetap konsisten. Ali Kemal, Hasan al Banna, M. Hajid,
H. Muslim dan kawan-kawan senasib dan seperjuangan di Aqidah Filsafat
lainnya, terima kasih atas bantuan dan dorongan semangat kalian.
9. Makmun, Naldi, Amri, Rosi dan kawan-kawan KKS lainnya, KKS yang
sangat mengesankan.
10. Dodi, Abi, Zonk dan Uji, kawan-kawan ngerock di Brontox Band.
11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak disebutkan satu
persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada kalian semua.
v

Yang terakhir, penulis memanjatkan doa kepada Allah SWT, agar semua
usaha dan bantuan semua pihak yang membantu dianggap sebagai suatu amal
serta dibalas-Nya dengan balasan yang lebih baik. Kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi kawan-kawan pembaca umumnya. Sebagai penutup
hanya doa jualah yang dapat penulis mohonkan kepada Allah SWT, semoga selalu
membimbing langkah kita menuju masa depan yang lebih baik.
Ciputat, 04 Maret 2011

Penulis


vi

TRANSLITERASI



a
b
t
ts
j
h
kh
d
dz
r










z
s
sy
sh
dh
th
zh

gh
f












q
k
l
m
n
w
h

y
at
al






vii
DAFTAR ISI

SURAT PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... iii
TRANSLITERASI vii
DAFTAR ISI .. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah . 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah . 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Tinjauan Pustaka .. 8
E. Metode Penelitian . 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II RIWAYAT HIDUP IBN RUSYD ..
A. Sebelum di Istana . 12
B. Failasuf Istana 16
C. Karya-Karya Ibn Rusyd . 21
BAB III PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI BARAT 31
A. Definisi Barat . 34
viii



1. Pengertian Barat .. 34
2. Periodisasi Barat ................ 44
B. Averroisme Barat .. 49
C. Pergumulan antara Agama dan Akal ... 60
D. Pertentangan Averroisme dengan Gereja .. 66
E. Penolakan terhadap Agama 73
BAB IV PENUTUP ... 83
A. Kesimpulan 83
B. Saran-saran 88
DAFTAR PUSTAKA .. 89








1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini kita dapat melihat perkembangan peradaban Barat yang
sangat fenomenal. Barangkali, peradaban Barat ini merupakan puncak peradaban
manusia yang pernah dicapai sepanjang sejarah. Sejak Revolusi Industri di Inggris
abad ke-16 dan Revolusi Prancis pada tahun 1789, Barat bergerak maju bagaikan
anak panah yang melesat lepas dari busurnya, setelah pada Abad Pertengahan
tertinggal dalam Zaman Kegelapan.
Revolusi Industri mengawali lahirnya sains dan teknologi canggih,
penemuan demi penemuan ilmiah terus-menerus dilakukan oleh orang Barat.
Misteri alam sedikit demi sedikit dapat dikuak sehingga manusia dapat
menguasainya, hal ini melahirkan implikasi bahwa dengan kemampuan akal
dan daya ciptanya, manusia merasa superior atas alam dan mereka pun melakukan
eksploitasi alam secara besar-besaran demi memenuhi ambisi mereka. Orang-
orang Barat lebih disibukkan pada pertanyaan bagaimana menciptakan sesuatu?
dan tak peduli lagi pada pertanyaan mengapa mereka harus menciptakannya?.
Menurut Ahmad Syafii Maarif, peradaban Barat adalah peradaban how tanpa
why.
1

Pada satu sisi kemajuan Barat telah melahirkan orang-orang yang penuh
vitalitas, berdisiplin tinggi, menghargai waktu, rasional dan menjunjung tinggi

1
Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 19.
2



hak-hak asasi manusia. Namun di sisi lain, kemajuan ini juga menjauhkan mereka
dari nilai-nilai moral dan agama. Mereka telah kehilangan nilai-nilai spiritual
karena mereka tidak peduli pada hal-hal yang bersifat transenden, karena segala
sesuatu dapat diukur dengan pertimbangan rasio.
Dalam sejarah Barat, kemajuan peradaban Barat dan sikap hidup sekular
orang-orang Barat ini merupakan hasil dari sebuah proses panjang pergumulan
dan pertentangan yang hebat antara kekuatan rasionalitas ilmu pengetahuan di
satu pihak dengan kekuatan agama (gereja) di pihak lain. Dan dalam pergumulan
yang hebat ini akhirnya rasio manusia mengalahkan dominasi gereja, mereka tidak
memercayai lagi doktrin-doktrin agama Kristen yang ditafsirkan secara ekslusif
oleh gereja yang mereka anggap tidak sejalan dengan rasio. Uniknya, terjadinya
pemisahan ini justru diawali ketika Barat mulai berkenalan dengan ide-ide falsafat
Islam.
Tokoh yang paling populer dan dianggap paling berjasa dalam membuka
mata orang-orang Barat adalah Ibn Rusyd yang lahir di Cordova pada 520
H./1126 M.
2
Cordova adalah kota terbesar di Andalusia, dan di sana banyak
terlahir orang-orang pintar. Para sejarahwan umumnya sepakat, bahwa Cordova
ibarat kepala pada tubuh yang menjadi tempat berpusatnya orang-orang ternama
dan para cendekiawan.
3
Ibn Rusyd merupakan seorang yang juga memunyai

2
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), h. 221.
3
Kamil Muhammad Kamil Uwaidah, Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi,
diterjemahkan oleh:Aminullah Elhady, (Jakarta: Riora Cipta, 2001), h. 19.
3



pengaruh secara mendalam terhadap perjalanan Skolatisisme Barat serta aspek-
aspek Renaisance itu sendiri.
4

Ibn Rusyd berasal dari keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya adalah para
pecinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Pada tahun
548 H./1153 M., Ibn Rusyd pergi ke Marakesy atas permintaan Ibn Thufayl (w.
581 H./1185 M.) yang ketika itu ia menjadi dokter pribadi Khalifah Ab Yaqb
Ysuf (558-580 H./1163-1184 M.) dari Dinasti Muwahhidn. Ibn Thufayl
memperkenalkan Ibn Rusyd pada Khalifah. Dalam pertemuannya tersebut,
Khalifah yang sangat suka falsafat itu ingin mengakses karya-karya Aristoteles,
tapi sulit memahami dan mencernanya secara langsung dari bahasa Yunani.
Khalifah juga mengeluh karena buruknya terjemahan yang ada selama ini. Karena
itu Ibn Thufayl meminta Ibn Rusyd menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya
Aristoteles tersebut.
5
Ibn Rusyd juga telah melakukan kajian mengenai hubungan
antara ilmu kedokteran dengan ilmu fisika. Menurutnya, ilmu kedokteran itu
dasar-dasarnya diambil dari ilmu fisika, bedanya ilmu fisika itu teoritis dan ilmu
kedokteran itu adalah praktis.
6
Selain itu pertemuan ini juga mengantarkan Ibn
Rusyd untuk menjadi qdh di Sevilla. Setelah dua tahun mengabdi, ia diangkat
menjadi hakim agung di Cordova, jabatan yang dulu pernah dipegang ayah dan
kakeknya
Pada tahun 578 H./1184 M. Khalifah Ab Yaqb Ysuf meninggal dan
digantikan oleh putranya Ab Yaqb al-Manshr (578-595 H./1184-1199 M.)

4
Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), terj. Ahmad Syahid,
(Jakarta: Risalah Gusti, 2001), h. 1.
5
Madjid Fakhry, History of Islamic Philosophy, (New York: Columbia University Press,
1970), h. 303.
6
Ibn Rusyd, Tahfut al-Tahfut, (Kairo: Dr al-Marif, n.d), h. 121.
4



Pada awal pemerintahannya, Ab Yaqb al-Manshr juga menghormati Ibn
Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya. Namun pada tahun 1195 M. mulai terjadi
kasak-kusuk di kalangan tokoh agama. Mereka mulai menyerang falsafat dan para
failasuf. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibn Rusyd, hingga pada akhirnya ia
dipecat dari segala jabatannya dan diasingkan ke Lucena (sebuah perkampungan
Yahudi). Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan
kedokteran, matematika dan astronomi. Semua kegiatan berfikir bebas dilarang
dan berfalsafat dianggap membahayakan bagi akidah Islam.
Ketika dibuang ke Lucena, Ibn Rusyd disambut baik oleh murid-
muridnya, seperti Maimnides dan Josef Benjehovan yang beragama Yahudi dan
diberikan sarana dan prasarana yang layak, dengan demikian kegiatan mengajar
dan menulis Ibn Rusyd tetap berlangsung, dan di antara yang datang dan belajar
kepadanya adalah para pemuda Yahudi. Maka dari itu tidaklah mengherankan jika
pada waktu pembakaran buku-buku Ibn Rusyd, yang musnah adalah buku-buku
yang dalam bahasa Arab. Tetapi dalam waktu yang singkat di beberapa tempat di
Eropa muncul karya-karya Ibn Rusyd yang berbahasa Latin dan Yahudi.
7

Diperkirakan tindak penyelamatan ini dilakukan oleh murid-muridnya yang
sangat simpati teradap pemikiran-pemikiran Ibn Rusyd. Buku-buku Ibn Rusyd
yang berbahasa Arab dibawa ke Universitas Toledo dan Palermo (yang pada
waktu itu menjadi pusat penerjemahan) untuk dialihbahasakan ke dalam bahasa
Latin.
8


7
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h.126.
8
Ibid, h. 127.
5



Pemikiran Ibn Rusyd berkembang di Eropa melalui berbagai
penerjemahan dan penerbitan. Penerjemahan dilakukan oleh muridnya yang
datang dari berbagai pelosok Eropa dan oleh orang-orang Yahudi. Dalam
perkembangan berikutnya, karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin dan menjadi bacaan wajib bagi kalangan mahasiswa di beberapa Universitas
di Barat. Di Sicilia, Kaisar Frederick II memerintahkan Michael Scot untuk
memimpin gerakan penerjemahan terhadap karya-karya failasuf Muslim, bahkan
Kaisar Frederick II sendiri ikut terlibat aktif dalam melakukan penerjemahan
terhadap karya-karya Ibn Rusyd. Saking besarnya perhatian Kaisar Frederick II
terhadap gerakan penerjemahan karya-karya failasuf Muslim ini timbul dugaan
bahwa Kaisar ini telah memeluk agama Islam, namun karena pertimbangan
tertentu ia menyembunyikan keislamannya.
9
Sementara di Toledo, gerakan
penerjemahan karya-karya Ibn Rusyd dipimpin langsung oleh Uskup Raymond
dengan mendirikan lembaga penerjemahan yang didirikan oleh Arkhdeakon
Dominic Gundisalvi.
10
Selain itu, orang-orang Yahudi Spanyol juga ikut serta
dalam proses alih ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat. Dalam catatannya,
Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa proses penerjemahan ini melibatkan
seorang pendeta Spanyol yang mengerti bahasa Latin tapi tidak mengerti bahasa
Arab dan seorang Yahudi Spanyol yang mengerti bahasa Arab tapi tidak mengerti
bahasa Latin. Si Yahudi sambil membacakan setiap kalimat dalam karya-karya
yang diterjemahkan itu, menjelaskan arti kalimat-kalimat tersebut ke dalam
bahasa Spanyol yang sama-sama mereka pahami, untuk kemudian dicatat oleh

9
Omar Amin Husein, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 120.
10
Ibid, h. 192.
6



pendeta tersebut. Jadi bahasa Spanyol dalam proses penerjemahan itu berfungsi
sebagai penghubung antara kedua penerjemah tersebut.
11

Pengaruh Ibn Rusyd di Eropa tidak terjadi secara langsung, tetapi melalui
murid-muridnya dari Eropa yang belajar di Spanyol dan mereka ini dikenal
dengan Averroisme. Istilah Averroisme itu mulai digunakan di Eropa sekitar tahun
1270, atau 72 tahun setelah Ibn Rusyd meninggal. Kata yang digunakan adalah
averristae yang sesungguhnya lebih merupakan sinisme untuk merujuk pada para
pengikut dan pengagum Ibn Rusyd. Meskipun banyak orang yang menulis tentang
Ibn Rusyd, menurut Oliver Leaman, keliru jika mereka disebut dengan kaum
Averrois (pengikut Ibn Rusyd). Averrois memiliki pandangan tertentu tentang
hubungan antara bahasa falsafat dan bahasa agama, dan pandangan ini berakar
pada pemikiran Ibn Rusyd.
12

Ibn Rusyd adalah failasuf yang berhasil memberikan pengaruh yang lebih
besar di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani daripada Muslim Asia. Di
Timur Ibn Rusyd dikenal sebagai pembela falsafat dan para failasuf atas serangan
al-Ghazl, maka di Barat, Ibn Rusyd dikenal sebagai komentator Aristoteles
yang membawa semangat rasional dan pencerahan bagi mereka dan pengaruhnya
ini semakin memerlihatkan bentuknya dengan munculnya gerakan Averroisme di
Barat yang mencoba mengembangkan gagasan-gagasan rasional Ibn Rusyd. Ibn
Rusyd memang sangat Aristotelian, dan dari situlah ia menemukan
rasionalismenya.
13
Seperti ditegaskan Russel yang dikutip oleh Nurcholish

11
Nurcholis Majid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 94.
12
Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku kedua, diterjemahkan
oleh Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 1072.
13
Nurcholis Majid, h. 106.
7



Madjid, jasa Ibn Rusyd tidak mungkin diingkari dalam membuka dinamika
berfikir orang-orang Kristen Eropa (dan ironisnya, tidak pada kebanyakan orang-
orang Muslim sendiri), kemudian dari Eropa menyebar ke seluruh dunia melalui
ilmu pengetahuan.
14

Dari paparan di atas timbul suatu kenyataan yang tidak terbantahkan,
bahwa kemajuan peradaban Barat sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan
peradaban Islam yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh saintis dan para failasuf
Muslim. Orang-orang Barat banyak sekali mengadopsi pemikiran-pemikiran dari
orang Islam dan membangun peradaban mereka setelah mendapat sentuhan dari
peradaban Islam. Maka tidaklah berlebihan jikalau Gustave Lebon, sebagaimana
dikutip Harun Nasution, mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan
orang Barat memunyai Peradaban. Mereka adalah imam bagi Barat selama enam
abad. Hal ini senada pula dengan hal yang dilontarkan Rom Landau, bahwa orang
Islamlah guru orang Barat dalam berfikir objektif dan menurut logika.
15


B. Batasan dan Perumusan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis membatasi diri pada pembahasan mengenai
pengaruh falsafat Ibn Rusyd terhadap kemajuan peradaban Barat. Maka
pandangan-pandangan mengenai masalah lain tidak akan dibahas dalam skripsi
ini, karena kurang relevan dengan objek studi.
Permasalahan yang akan diangkat adalah seputar pengaruh Ibn Rusyd
yang sangat besar di Barat. Agar pembahasan tidak melebar dan tetap tercakup

14
Ibid, h. 107.
15
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, (Jakata: Universitas
Indonesia, 1986), h. 74.
8



dalam judul Pengaruh Falsafat Ibn Rusyd di Barat, maka perlu dirumuskan
sebagai berikut: bagaimana proses perkembangan pemikiran Ibn Rusyd di Barat
dan mengapa pemikirannya sangat berpengaruh di Barat, hingga pada
perkembangnya menghasilkan sikap sekular orang Barat terhadap agama?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk menemukan jawaban
kualitatif dan falsafi terhadap pertanyaan yang tersimpul dalam rumusan masalah.
Lebih rinci tujuan tersebut dapat diungkapkan sebagai berikut :
1. Untuk dapat menemukan gambaran yang lebih utuh mengenai falsafat
dan biografi Ibn Rusyd.
2. Melalui gambaran yang utuh mengenai falsafat Ibn Rusyd tersebut
diharapkan dapat diketahui proses transformasi ilmu pengetahuan dari
Timur ke Barat, terutama pemikiran Ibn Rusyd.
3. Untuk memeroleh gelar kesarjanaan strata satu dalam bidang falsafat
Islam.

D. Tinjauan Pustaka
Kajian tentang Ibn Rusyd sebenarnya telah banyak dilakukan para
ilmuwan, baik buku-buku maupun karya akademik yang membahas tentang Ibn
Rusyd. Hal tersebut setidaknya menjelaskan kebesaran pengaruh pemikirannya.
Buku dan karya ilmiah yang membahas tentang Ibn Rusyd yaitu, Ibnu Rusyd
Filosof Muslim dari Andalusia karya Kamil Muhammad Kamil Uwaidah yang
9



diterjemahkan oleh Aminullah Elhady dari buku Ibn Rusyd al-Andals Faylasf
al- Arab wa al-Muslimn. Buku ini membahas lengkap biografi, karya-karya,
serta pemikiran Ibn Rusyd termasuk di dalamnya kritik terhadap al-Ghazl.
Selanjutnya adalah Averroes and His Philosophy karya Oliver Leaman yang juga
membahas tentang biografi serta perjalanan intelektual Ibn Rusyd dan
kecenderungannya terhadap pemikiran Aristoteles.
Adapun karya akademik lain tentang Ibn Rusyd adalah, Kritik Ibn Rusyd
terhadap Konsep Teologi Asyariyah, skripsi karya Hendi Suhartono yang
membahas bagaimana kritik Ibn Rusyd terhadap konsep teologi Asyariyyah
tentang hudst, hukum kausalitas dan keadilan Tuhan. Serta skripsi karya
Amiruddin yang berjudul Konsep tentang Wujud dan Dalil-dalil Keberadaannya
menurut Ibn Rusyd, yang membahas tentang relevansi antara aspek falsafi dan
wahyu serta rasionalisasi konsep wujud Tuhan dan dalil-dalil wujud Tuhan yang
dikemukakan Ibn Rusyd secara teologis.
Dari semua karya-karya yang telah penulis sebutkan tadi, pada penelitian
ini penulis membahas tentang pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di Barat yang
dikembangkan melalui Averroisme Barat yang mencoba mengembangkan
gagasan-gagasan rasional Ibn Rusyd hingga pada perkembangnya menghasilkan
sikap sekular orang Barat terhadap agama.

E. Metode Penelitian
Dalam upaya memeroleh data-data dan mengenai berbagai hal dalam
pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian dari berbagai sumber
10



kepustakaan (library research), yaitu meneliti sumber-sumber aktual yang
merupakan data-data tertulis, baik berupa buku-buku maupun sumber-sumber lain
yang memiliki relevansi dengan judul yang akan dibahas. Terdapat dua jenis
sumber yang akan penulis jadikan rujukan dalam skripsi ini, pertama adalah
sumber-sumber primer dengan menggunakan buku-buku asli karangan Ibn Rusyd
yang membahas tentang akal dan agama, seperti Fashl al-Maql f m bayn al-
Hikmah wa al-Syarah min al-Ittishl dan Tahfut al-Tahfut. Dan sumber-
sumber sekunder berupa teks-teks lain yang berkaitan dengan tema.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan metode deskriptif dan
analitis kritis. Metode deskriptif diketengahkan untuk menggambarkan falsafat
Ibn Rusyd yang sangat sistematis khususnya dalam mendamaikan antara agama
dan akal. Adapun metode analitis kritis diketengahkan untuk menganalisis proses
pengaruh falsafatnya di dunia Barat serta timbulnya gerakan Averroisme.
Teknik Penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Adapun transliterasi
menggunakan pedoman Paramadina.

F. Sistematika Penulisan
Untuk memeroleh gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi bahasan
dalam skripsi ini, penulis perlu memaparkan sistematika penulisannya. Skripsi ini
terdiri dari empat bab di mana setiap bab memiliki sub bab-sub bab.
11



Pada Bab I, adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
batasan rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitan
dan sistematika penulisan. Pokok utama dan arah tujuan skripsi ini
menggambarkan tesis pokok skripsi dan fokus kajian akan ditulis.
Pada Bab II, akan dibahas mengenai Ibn Rusyd yang mencakup biografi,
perjalanan intelektual dan karya-karyanya serta kehidupannya sebelum di istana
yang kemudian diangkat menjadi qdh di istana dan diasingkan karena
kepentingan politik. Kemudian juga tentang asal mula gerakan Ibn Rusyd
sehingga diminati oleh masyarakat Barat, menjadi tekanan dalam bab ini.
Pada Bab III, kajian akan diarahkan kepada pengaruh falsafat Ibn Rusyd di
Barat, termasuk di dalamnya proses penyebaran pemikirannya melalui gerakan
Averroisme yang mengembangkan gagasan rasional Ibn Rusyd. Pada bab ini juga
akan diuraikan bagaimana gigihnya gerakan ini dalam memertahankan
rasionalitasnya sehingga terjadi pergumulan besar antara akal dan wahyu dan
pemberontakan terhadap agama.
Pada Bab IV, selain memuat kesimpulan dari uraian pada bab-bab
sebelumnya dan menjawab rumusan masalah yang menjadi objek kajian, bab ini
juga memuat saran-saran yang berkaitan dengan gagasan umum dalam skripsi ini.
12
BAB II
RIWAYAT HIDUP IBN RUSYD
A. Sebelum di Istana
Sejak Abad Pertengahan, Andalusia yang menjadi pusat peradaban dunia
berjasa besar dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dan falsafat Islam ke
Barat. Tidak berlebihan jika Nouruzzaman Shiddiqi menyatakan bahwa
Andalusia (Spanyol) sebagai jembatan penyebrang kebudayaan Muslim ke
Barat.
1

Andalusia yang terletak di sekitar semenanjung Iberia dan membelah
benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke-
5 Masehi, wilayah ini disebut dengan Iberia (Les Iberes), yang diambil dari
bangsa Iberia (penduduk tertua di wilayah tersebut). Ketika berada dalam
penguasaan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke-5
M., Andalusia dikuasai oleh bangsa Vandal yang berasal dari bagian selatan
wilayah ini. Sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia, yang oleh umat Islam
disebut Andalusia.
Di Andalusia inilah banyak terlahir tokoh-tokoh ilmuwan dan failasuf
Muslim, karena penguasa-penguasanya benar-benar mendukung kemajuan ilmu
pengetahuan dan peradaban. Ab Yaqb Ysuf (558-580 H./1163-1184 M.) dari
Dinasti Muwahhidn yang berkuasa pada masa tersebut merupakan pecinta ilmu
dan falsafat. Ia menguasai dengan baik falsafat Yunani, terutama ajaran-ajaran

1
Nouruzzaman Shiddiqi, Tamadun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, (Jakarta:
Bulan Bintang, 198), h. 67.
13



Plato (427-347 SM.) dan Aristoteles (384-322 SM.). Ab Yaqb Ysuf juga
memerlihatkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan dengan menghormati dan
mengundang para ilmuwan ke istananya. Tokoh yang dapat dicatat pada masa ini
di antaranya adalah Ibn Bjjah, Ibn Thufayl, Ab Jafar Ahmad ibn Muhammad,
Ibn Zuhr, dan Ibn Rusyd. Ibn Thufayl dan Ibn Rusyd adalah dua tokoh yang
menjadi tangan kanan Ab Yaqb Ysuf. Mereka menjadi dokter pribadi serta
kawan berdiskusi dalam berbagai masalah ilmu pengetahuan dan falsafat bagi
Ab Yaqb Ysuf.
Ibn Rusyd atau Ab al-Wald Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn
Rusyd, dikenal di Barat Averroes, adalah failasuf yang berhasil memberikan
guncangan jauh lebih besar di kalangan orang Yahudi dan Nasrani daripada yang
diberikannya atas kaum Muslim
2
. Pemikirannya tentang harmonisasi antara akal
dan wahyu dianggap paling berjasa dalam membuka mata orang-orang Barat,
Dominique Urvoy menambahkan,
Ia merupakan seorang yang memunyai pengaruh secara mendalam
terhadap perjalanan Skolastisisme Barat serta aspek-aspek Renaisance
itu sendiri.
3


Selain itu, Ibn Rusyd juga merupakan komentator terbaik atas karya-karya
Aristoteles yang membuatnya dikenal luas di kalangan sarjana Barat, sehingga
seseorang yang hendak melibatkan diri dalam perdebatan Aristotelian yang

2
Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, diterjemahkan oleh Tim
Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 1071.
3
Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), terj. Ahmad Syahid,
(Jakarta: Risalah Gusti, 2001), h. 1
14



demikian lazim pada Abad Pertengahan mesti melibatkan diri pada pemikiran
Ibn Rusyd dan interpretasinya.
4

Ibn Rusyd dilahirkan di Cordova pada tahun 520 H./1126 M.,
5
dalam
keluarga yang menaruh perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Kakeknya,
Ab al-Wald ibn Rusyd (450-520 H.) adalah seorang hakim ketua di Cordova,
demikian juga dengan ayahnya. Tumbuh dalam lingkungan keluarga seperti itu,
Ibn Rusyd sudah mengenyam pendidikan tradisional sejak masa kecil terutama
ilmu yang berkaitan dengan bahasa, fiqh, Hadts dan al-Qurn di bawah
bimbingan ulama-ulama terkemuka pada zamannya.
6

Cordova sendiri, yang merupakan kota terbesar dan ibu kota Andalusia
menjadi pusat ilmu pengetahuan. Banyak tokoh ilmuwan dalam berbagai disiplin
berasal dari Cordova. Para sejarahwan umumnya bersepakat bahwa Cordova itu
ibarat kepala pada tubuh, yang menjadi tempat berpusatnya para cendekiawan
dan orang-orang terhormat.
7
Kamil Muhammad Kamil Uwaidah, mengutip dari
Ibn Bassam, mengungkapkan:
Cordova merupakan tujuan terakhir, pusat kebanggaan, ibu kota, tempat
yang tentram bagi orang-orang cerdik dan pintar, kota terpenting di
antara kota-kota lainnya, tempat tersebarnya berbagai macam ilmu, pusat
peradaban Islam, tempat munculnya pemimpin agama, tempat
munculnya pemimpin agama, tempat berkembangannya pemikiran yang
lurus, ladang yang menghasilkan banyak intelektual dan laut yang
menghasilkan cendekiawan yang cemerlang. Dari langitnya muncul
bintang-bintang bumi, bintang-bintang zaman dan pendekar-pendekar

4
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1072.
5
Muhammad Atif al-Araq, Al-Manhij al-Naqd f Falsafah Ibn Rusyd, (Kairo: Dr al-
Marif, 1980), h. 14.
6
Iysa A. Bello, The Medieval Islamic Controversy between Philosophy and Orthodoxy,
(Leiden: E. J. Brill, 1989), Vol. II, h. 10.
7
Kamil Muhammad Kamil Uwaidah, Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi,
diterjemahkan oleh: Aminullah Elhady, (Jakarta: Riora Cipta, 2001), hal. 19.
15



puisi dan prosa. Di sana disusun dan ditulis karya-karya yang
menakjubkan.
8


Di Cordova terdapat tiga orang terkenal bernama Ibnu Rusyd, ketiganya
berasal dari satu keluarga. Ketiganya adalah ulama, cendekiawan dan hakim.
Mereka adalah kakek, ayah dan cucu. Mereka adalah Muhammad ibn Rusyd
(kakek/Ibn Rusyd al-Jadd), penulis Al-Bayn wa al-Tahshl, sebuah kitab besar
yang menjadi rujukan madzhab Mlik, dan pernah menjabat sebagai qdh al-
qudht di Andalusia. Orang kedua bernama Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd
(ayah/Ibn Rusyd al-Ibn), ia juga pernah menjabat sebagai qdh di Cordova dan
qdh al-qudht di Andalusia. Dan orang ketiga adalah Ibn Rusyd (al-Hfizh),
tokoh yang akan dibahas.
Pendidikan awalnya dimulai dari belajar al-Qurn di rumahnya sendiri
dengan ayahnya. Selanjutnya ia belajar imu-ilmu keislaman seperti fiqh, tafsir,
Hadts, dan sastra Arab. Dalam bidang fiqh di bawah bimbingan ayahnya ia
memelajari kitab Muwaththa, karya Imam Mlik (94-179 H./716-795 M.),
mengomentari dan menghafalnya dalam usia yang relatif muda. Penguasaannya
dalam bidang fiqh tersebut terlihat dari karyanya yang sangat monumental yaitu
Bidyah al-Mujtahid wa Nihyah al-Muqtashid, yang sebagian besar ditulis sejak
tahun 564 H./1168 M.
9
Di sana ia tuangkan sebab-sebab timbulnnya perbedaaan
pendapat dalam fiqh serta alasan masing-masing, karena itu ia menjadi satu-
satunya pakar dalam bidang fiqh dan masalah khilafiyah di zamannya.
10
Selain
itu ia pun banyak menghafal syair-syair al-Mutanabbi dan Ab Tamm. Selain

8
Ibid, hal. 20.
9
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 419.
10
Ibid, h. 24.
16



itu ia pun memahami secara mendalam dan luas ilmu kalm terutama milik kaum
Asyar seperti karya-karya al-Juwayn, guru al-Ghazl, serta karya-karya al-
Ghazl sendiri.
11

Ia juga memelajari kedokteran dilengkapi dengan kemahirannya
berbahasa Arab serta ilmu-ilmu lainnya. Dalam kedokteran ia dianggap sebagai
imam terkemuka. Setelah mendalami ilmu-ilmu agama dan kedokteran, ia juga
mendalami matematika, fisika, astronomi, logika dan falsafat, sehingga ia
menjadi seorang ilmuwan ensiklopedis yang menguasai berbagai ilmu
pengetahuan. Ibn Rusyd tidak memisahkan kedokteran dari bidang falsafat,
karena pada masa ia hidup, semua ilmu dimasukkan dalam falsafat yang
merupakan kajian menyeluruh tentang wujud, sebagai keseluruhan yang terdiri
dari berbagai bidang. Inilah sebab kita melihat ada pengaruh falsafat dalam
kedokteran klasik.
12



B. Failasuf Istana
Ibn Rusyd berasal dari keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya adalah para
pecinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol, tetapi kedua
mereka juga memunyai hubungan dekat dengan negara dan penguasa, yakni
berupa hubungan keilmuan dalam bidang pendidikan dan hukum. Untuk pertama
kalinya Ibn Rusyd meninggalkan kota kelahirannya (Cordova) pada tahun 548
H./1153 M., pergi ke Marrakesy atas permintaan Ibn Thufayl (w. 581 H./1185

11
Iysa A. Bello, h. 10.
12
Kamil Muhammad Kamil Uwaidah, h. 32.
17



M.) yang ketika itu menjadi dokter pribadi Khalifah Ab Yaqb Ysuf (558-
580 H./1163-1184 M.) dari Dinasti Muwahhidn. Ibn Thufayl memerkenalkan
Ibnu Rusyd pada Khalifah. Dalam pertemuannya tersebut, Khalifah yang sangat
suka falsafat itu ingin mengakses karya-karya Aristoteles, tapi sulit memahami
dan mencernanya secara langsung dari bahasa Yunani. Khalifah juga mengeluh
karena buruknya terjemahan yang ada selama ini. Ibn Thfayl meminta Ibn
Rusyd menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya Aristoteles tersebut, karena
ia merasa sudah tua dan terlalu sibuk untuk melakukan pekerjaan ini.
13

Keahliannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama ilmu fiqh
menyebabkan pemerintah menetapkan Ibn Rusyd menjadi qdh, yang
merupakan jabatan pertamanya di istana. Ia menjadi hakim di Sevilla pada tahun
565 H./1170 M. setelah 2 tahun ia kemudian dipindahkan ke Cordova pada tahun
568 H./1172 M. Ibn Rusyd menunjukkan kecakapan yang luar biasa di dalam
jabatan itu, seperti juga kakek dan ayahnya yang merupakan hakim-hakim
terkenal dan sangat disegani.
Setahun kemudian, pada tahun 568 H./1173 M., ia diangkat qdh al-
qudht.
14
Jabatan yang tinggi inilah yang dipegangnya sampai hari akhir
hidupnya, dan 25 tahun lebih ia memegang jabatan ini, sampai kepada
pengasingan dirinya oleh istana ke sebuah perkampungan Yahudi, yang
membuatnya dicopot dari semua jabatannya dan kemudian dikembalikannya
jabatan serta nama baiknya oleh istana, sebagaimana akan dibahas nanti.

13
Seyyed Hossein Nasr, h. 417.
14
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di
Barat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 55.
18



Banyak sekali perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Ibn Rusyd di
dalam masa jabatannya tersebut, maka tidak heran banyak juga musuh-musuh
yang tidak menyenanginya baik di kalangan pemerintahan maupun ulama.
Setelah mengabdikan diri untuk istana selama hampir setengah abad, dengan
menerima kehormatan yang tinggi, maka menjelang kematiannya, saat Ibn Rusyd
berusia 70 tahun nasib buruk pun menimpanya.
15
Ia difitnah kemudian
diasingkan ke sebuah perkampungan Yahudi.
Khalifah Ab Yaqb Ysuf meninggal pada tahun 580 H./1184 M. dan
digantikan oleh anaknya Khalifah Ab Yaqb al-Manshr. Al-Manshr pada
mulanya adalah seorang kepala negara yang cerdas, adil, pecinta ilmu dan
ahlinya, begitu juga menempatkan segala pembesar yang mendampinginya di
istana adalah para ahli. Namun keadaan berubah, hingga pada akhirnya al-
Manshr mengasingkan Ibn Rusyd dan membakar semua karyanya dan melarang
memelajarinya kecuali yang berhubungan dengan kedokteran.
Pada tahun 593 H./1196 M.
16
Ibn Rusyd diasingkan ke Lucena, sebuah
kota kecil di selatan Cordova yang kebanyakan dihuni oleh orang Yahudi.
17

Menurut Nurcholish Madjid, penindasan dan hukuman terhadap Ibn Rusyd ini
bermula karena Khalifah al-Manshr ingin mengambil hati para tokoh agama
yang memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam.
18

Terdapat beberapa penjelasan seputar alasan terjadinya tragedi tersebut.
Menurut sebagian riwayat, hal itu karena penguasa yang saat itu sedang

15
Oliver Leaman, Averroes and His Philosophy, (Oxford: Clarendon Press, 1988), h. 4.
16
Zainal Abidin Ahmad, h. 69.
17
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 418.
18
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 97.
19



menghadapi peperangan dengan kaum Nasrani di Spanyol, Khalifah terpaksa
mengambil kebijakan tersebut guna menghimpun dukungan di kalangan fuqah
yang dalam banyak hal memusuhi doktrin-doktrin falsafat Ibn Rusyd. Riwayat
lain menyebutkan bahwa hal ini dilatarbelakangi oleh pertikaian politik lokal di
sekitar Khalifah, di mana sang penguasa berkeinginan untuk memenuhi aspirasi
para fuqah.
19

Ibn Rusyd sendiri adalah seorang faqh, demikian juga ia selalu mengaji
penyesuaian antara syariat dan akal, akan tetapi pada sisi lain ia juga meng-
hadapi orang-orang yang menggunakan fiqh sebagai pelindung untuk mencapai
tujuan yang mereka inginkan guna menghadapi musuh dalam bidang pemikiran.
Ibn Rusyd mengatakan, Berapa banyak faqh yang karena fiqh menjadi
berkurang rasa warnya dan cenderung pada dunia
20

Suatu sidang yang luar biasa telah dilakukan di Cordova pada tahun 593
H./1196 M. Sidang yang sangat menggemparkan, karena si terdakwa yang
dituntut dalam perkara ialah seorang Ketua Mahkamah Agung (qdh al-qudht)
yang besar jasanya kepada ilmu pengetahuan dan negara. Ibn Rusyd dituduh
mengajarkan doktrin-doktrin menyimpang. Dalam sidang itu karya-karyanya
dan makna-makna serta maksudnya dipahami secara tergesa-gesa dan sewenang-
wenang. Mereka menuduh Ibn Rusyd sudah murtad dari Islam, menentang
segala kepercayaan yang dianut oleh umat Islam karena ia menganut falsafat
Yunani dengan segala ilmu-ilmu purbakala yang bertentangan dengan Islam.
21


19
Oliver Leaman, h. 4.
20
Ibn Rusyd, Falsafah Ibn Rusyd: Fashl al-Maql f m bayn al-Hikmah wa al-Syarah min
al-Ittishl, (Beirut: Dr al-Afq al-Jaddah, 1978), h. 18.
21
Zainal Abidin Ahmad, h. 75-76.
20



Ab Abdillh bin Marwan yang mewakili Khalifah sebagai ketua sidang
pada hari itu, membacakan keputusan sebagai berikut :
1. Ibn Rusyd dan kawan-kawannya nyata bersalah, mengacaukan
kepercayaaan rakyat Muslimin umumnya, dengan menyebarkan
ilmu-ilmu Yunani, dijatuhi hukum buangan selama waktu yang
tidak ditentukan, Ibn Rusyd dibuang ke perkampungan Yahudi
Lucena, sedangkan kawan-kawannya ditahan di rumah.
2. Seluruh rakyat dilarang membaca buku-buku karangan Ibn Rusyd,
dan segala buku-buku falsafat Yunani harus dibakar.
3. Dikeluarkan suatu intruksi umum (dari al-Manshr) kepada seluruh
rakyat agar menyiarkan larangan itu.
22

Namun Ernest Renan menyebutkan sambutan kaum Yahudi atas Ibn
Rusyd di tempat pembuangan itu dan bagaimana pula inisiatif mereka
menyebarkan buku-buku Ibn Rusyd ke dalam bahasa mereka (Ibrani, Hebrew).
23

Ketika pembuangan ke Lucena, Ibn Rusyd disambut baik oleh murid-
muridnya, seperti Maimonides dan Josef Benjehovan yang beragama Yahudi dan
diberikan sarana dan prasarana yang layak, dengan demikian kegiatan mengajar
dan menulis Ibn Rusyd tetap berlangsung, dan di antara yang datang dan belajar
kepadanya adalah para pemuda Yahudi. Maka dari itu tidaklah mengherankan
jika pada waktu pembakaran buku-buku Ibn Rusyd, yang musnah adalah buku-
buku yang berbahasa Arab. Akan tetapi di tempat yang berbeda masih dapat

22
Ibid, h. 77.
23
Ernest Renan, Ibn Rusyd wa al-Rusydiyyah, diterjemahkan oleh Adil Zuaitir, (Kairo: Dr
Ihy al-Kitb al Arabiyyah, 1957), h. 191.
21



dijumpai buku-buku dalam bahasa Hebrew (Yahudi), berkat usaha murid-
muridnya di kalangan Yahudi di tempat pembuangannya.
Namun masa penderitaan Ibn Rusyd tidak berjalan lama, hanya satu tahun
saja. Pada tahun 594 H./1197 M., hukuman buang Ibn Rusyd dicabut oleh
Khalifah setelah mengetahui bahwa kasusnya ini dibela oleh banyak orang
terpandang di Seville.
24
Ibn Rusyd ditarik kembali dari pengasingannya di
Lucena, dan hidup berkumpul dengan keluarganya di Cordova. Ibn Rusyd diberi
kehormatan istimewa agar datang menghadap khalifah di Marrakesy, dengan
maksud dikembalikan kepada jabatannya di Istana dan memulihkan nama
baiknya kembali.

C. Karya-karya Ibn Rusyd
Ibn Rusyd dikenal sebagai penulis yang sangat produktif, ia banyak
menghasilkan karya-karya dalam berbagai disiplin keilmuan, seperti kedokteran
astronomi, sastra, fiqh, ilmu kalm dan falsafat. Perhatiannya pada ilmu
pengetahuan sungguh luar biasa, karena itu Ibn Abrr, seperti yang dikutip dari
Muhammad Kamil Uwaidah, menyimpulkan bahwa di Spanyol belum pernah ada
seorang ilmuwan yang utama dan sempurna seperti Ibn Rusyd. Lebih dari sepuluh
ribu lembar kertas telah ia habiskan untuk menulis karya-karyanya, sehingga
tidak berlebihan kiranya jika ada ungkapan bahwa Ibn Rusyd tidak pernah
meninggalkkan kegiatan penelitian dan membaca sejak ia dewasa, kecuali pada

24
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 419.
22



malam ayahnya meninggal dan malam pernikahannya.
25
Karya-karyanya
menunjukan penguasaan yang luas terhadap berbagai disiplin keilmuan, meskipun
spesialisasinya di bidang falsafat.
Menurut Ernest Renan, karya Ibn Rusyd mencapai 78 buah, dengan
rincian dua puluh delapan judul tentang falsafat, dua puluh judul tentang
kedokteran, delapan judul tentang fiqh, lima judul tentang teologi, empat judul
tentang astronomi, dua judul tentang sastra dan sebelas judul dalam berbagai
ilmu.
26

Tapi sangat disayangkan, karya-karya Ibn Rusyd yang banyak itu tidak
dapat dijumpai di masa sekarang, kecuali beberapa buah yang masih tersimpan
dalam beberapa perpustakaan besar di Eropa. Kebanyakan buku-buku yang ada
tidak lagi dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, melainkan sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Hebrew. Hal itu diakibatkan dari masalah yang
menimpanya. Dalam masa itu, banyak dari karya-karyanya yang musnah dibakar
atas perintah khalifah, terutama di bidang falsafat.
Keistimewaan Ibn Rusyd di dalam segala buku-buku karangannya ialah,
menghimpun tiga cara yang berbeda, komentar, kritik dan pendapat sendiri.
Seorang komentator yang ahli belum tentu bisa menjadi seorang kritikus yang
ulung, dan dari keduanya itu pula belum tentu dapat melahirkan pendapatnya
secara original.
27

Berikut ini akan penulis uraikan beberapa karya-karya Ibn Rusyd,
1. Karangan-karangannya

25
Kamil Muhammad Kamil Uwaidah, h. 25.
26
Ernest Renan, h. 80-83.
27
Zainal Abidin Ahmad, h. 121.
23



1. Fashl al-Maql f m bayn al-Hikmah wa al-Syarah min al-Ittishl,
buku ini menegaskan bahwa al-Qurn sendirilah (Q.s. al-Hashr [59]: 2
dan Q.s. al-Isr [17]: 184) yang menganjurkan kajian rasional.
28
Buku
ini mengungkapkan metode rasional yang menjadi landasan Ibn Rusyd
dalam pembahasan persoalan-persoalan falsafat.
2. Al-Kasyf an Manhij al-Adillah f Aqid al-Millah, di dalam buku
ini pertama-tama Ibn Rusyd menampilkan pandangan para
mutakallimn, serta mengritik dengan menunjukkan pandangannya.
3. Dhammah li Masalah al-Ilm al-Qadm, dari karyanya ini ada
beberapa tinjauan yang dikemukakan oleh Ibn Rusyd dalam pesoalan
ilmu Tuhan, apakah semata-mata karena merupakan pengetahuan
universal ataukah ia merupakan pengetahuan terhadap semua
partikular secara terpisah-pisah.
4. Tahfut al-Tahfut, dalam buku ini Ibn Rusyd menolak serangan al-
Ghazli kepada para failasuf melalui karyanya Tahfut al-Falsifah.
Menurut Ibn Rusyd, statemen-statemen demonstratif dalam buku-buku
mengenai hal tersebut, khususnya buku-buku Aristoteles, bukan seperti
yang dibawakan Ibn Sn dan yang lainnya dari kalangan Islam, karena
di dalamnya ada sesuatu yang tidak diperhatikan. Pendek kata,
mengenai falsafat yang dipahami al-Ghazl tersebut tidak diambil dari

28
Seyyed Hossein Nasr, h. 427.
24



pendapat Aristoteles langsung, melainkan pendapat-pendapat yang
dibawa oleh Ibn Sn.
29

Buku ini lebih luwes daripada fashl dalam menjelaskan keunggulan
agama yang didasarkan pada wahyu atas akal yang dikaitkan dengan
agama yang murni rasional.
5. Bidyah al-Mujtahid wa Nihyah al-Muqtashid, buku ini menjadi
salah satu referensi penting dalam fiqh Malk, sebuah uraian logis
tentang hukum Islam yang monumental. Karya ini merupakan risalah
tentang ikhtilf (ilmu perbandingan madzhab) yang menilai dan
memertimbangkan dalam setiap hal, setiap sudut, pendapat-pendapat
yang diajukan oleh madzhab kecil atau individu terkemuka, bukan
hanya oleh madzhab besar.
30

6. Kulliyyt f al-Thibb, buku ini merupakan salah satu buku terpenting
dalam kedokteran Ibn Rusyd, terlihat pengaruh falsafat Aristoteles
padanya serta pengambilan teori-teori kedokterannya, di samping
kritiknya kepada pendahulunya dalam beberapa bidang pengobatan.
Buku ini juga memuat segi-segi pengobatan dan karakteristik anggota
badan.
2. Ulasan dan ringkasannya
1. Tafsr m bada al-Thabah, buku ini berisi banyak kritik Ibn Rusyd
terhadap para mutakallim dan Ibn Sn, demikian juga dengan teori-

29
Ibn Rusyd, Tahfut al Tahfut, (Kairo: Dr al-Marif, n.d), h. 67.
30
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 420.
25



teori yang dikemukakan dalam berbagai ulasannya, khususnya
mengenai persoalan kekekalan alam.
2. Talkhs m bada al-Thabah, dalam buku ini terdapat lembaran-
lembaran yang dianggap sepenuhnya berasal dari pandangan Ibn
Rusyd sendiri, sebagai pengaruh yang diterimanya dari Aristoteles
serta usahanya untuk mengukuhkan pandangannya yang berdasarkan
syariat Islam.
3. Kitb al-Burhn, dalam buku ini Ibn Rusyd secara khusus
menggunakan argumentasi Aristoteles , dan tampak dengan jelas pada
setiap bagian dari pandangannya, baik mengenai kausalitas maupun
mengenai keharmonisan antara akal dan syariat dan sebagainya.
31

3. Karya-karya berupa komentar pendek (al-Jawmi al-Shagr), di sini ia
menjelaskan secara rinci doktrin Aristoteles, menambah, mengedit, mencari
bahan-bahan dari karya-karya lain guna menyempurnakan pemikirannya dan
memerkenalkan suatu pola dan metodenya sendiri.
32
Ini mencakup
komentarnya atas karya-karya ilmu alam Aristoteles: Jawmi al-Sam al-
Thab, Jawmi al-Sam wa al-lm, Jawmi al-Kawn wa al-Fasd,
Jawmi al Asrr al-Alawiyyah.
4. Karya-karya berupa komentar menengah (Talkhsh), yaitu Talkhs Kitb al-
Maqlt, Talkhsh Kitb al-Ibrah, Talkhsh Kitb al-Qiys dan yang
lainnya. Seperti apa yang ia tulis terhadap karya-karya Aristoteles yang
sangat banyak di bidang logika dan ilmu alam serta karya-karya Jalius di

31
Kamil Muhammad Kamil Uwaidah, h. 132-135.
32
Dominique Urvoy, h. 65.
26



bidang kedokteran, di sini Ibn Rusyd bertolak dari teks umum yang ia ringkas
kemudian mengelaborasinya dalam pembahasan, penjelasan, komentar serta
perdebatan. Dr. Oemar Amin Hoesin melihat dalam karya-karya jenis ini Ibn
Rusyd tidak hanya membebaskan dirinya dari Aristoteles tapi juga
menunjukkan kematangannya sebagai seorang failasuf serta menyatakan
buah pikirannya yang sebenarnya.
33

5. Karya-karya berupa komentar panjang (al-Syurh al-Thawl). Ini mencakup
kitab Syarh Kitb al-Burhn, Syarh al-Sam al-Thab, al-Sam wa al-
lm, Syarh Kitb al-Nafs, Syarh m bada al-Thabah. Kesemuanya itu
merupakan komentar terhadap karya-karya Aristoteles. Adapun metode yang
ditempuhnya menyerupai metode yang dipakai oleh para mufassir al-Qurn.
Kitab tersebut dibahas poin per poin sambil memberikan penjelasan, alasan-
alasan dan memerdebatkan pandangan-pandangan para penafsir yang lain,
sambil menunjukkan ijtihadnya sendiri dengan kehendak yang kuat agar
sudut pandangnya bersesuaian dengan dasar-dasar yang menjadi pijakan
Aristoteles dan apa yang ditetapkan oleh pemikirannya.
6. Karya-karya pendek yang tak terbilang banyaknya, sebagian berupa
maqlah- maqlah dan sebagian berupa masil di bidang logika, ilmu alam
dan kedokteran, astronomi dan sebagainya.
Walaupun banyak dari hasil karya-karya Ibn Rusyd di dalam bahasa
aslinya (Arab) dimusnahkan, namun pada perkembangan berikutnya, karya-karya
Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, maka tidak heran setelah

33
Oemar Amin Hoesin, FIlsafat Islam, (Jakarta: Gita Karya, tt), h. 149.
27



pembakaran karya-karyanya tersebut hanya buku-buku yang berbahasa Arab
yang musnah. Oleh karena itu karya-karyanya itu tersiar dalam waktu yang dekat
di berbagai tempat di Eropa dalam bahasa-bahasa Latin dan Hebrew.
Pengaruh Ibn Rusyd di Barat bukan secara langsung, melainkan melalui
gerakan-gerakan penerjemahan dan murid-muridnya yang belajar di Spanyol,
mereka ini dikenal dengan nama Averroisme.
Seperti yang telah penulis ungkapkan di awal, pemikiran Ibn Rusyd lebih
banyak diminati di dunia Barat dibanding Islam di Asia atau afrika. Di Barat ia
dikenal sebagai komentator terhadap Aristoteles yang dijuluki Guru
Pertama.
34
Meskipun dalam banyak kesempatan menggunakan terjemahan Latin
dari bahasa Ibrani yang berasal dari komentar berbahasa Arab yang
diterjemahkannya dari bahasa Suriah dan yang terakhir dari bahasa Yunani,
pemikiran para pelajar Kristen dan sarjana Abad Pertengahan telah dikepung oleh
komentar-komentar Ibn Rusyd terhadap karya-karya Aristoteles. Tak ada penulis
lain yang memunculkan pengaruh sebesar itu. Dari abad ke-12 hingga akhir abad
ke-16, Averroisme tetap menjadi madzhab pemikiran paling dominan, dan hal itu
tanpa mengesampingkan banyaknya tentangan yang datang dari kalangan Gereja
melalui Mahkamah inquisisi. Ungkapan Philip K. Hitti menarik untuk dikutip.
Falsafat Ibn Rusyd meliputi perjalanan kembali menuju Aristote-
lianisme yang lebih murni dan lebih ilmiah, setelah menjadi objek
cercaan para pendeta Kristen, dan karya-karya Ibn Rusyd menjadi
rujukan utama di Universitas Paris dan lembaga-lembaga pendidikan
tinggi lainnya di Barat. Dengan segala kesempurnaan dan kesalah-
pahaman yang muncul atas namanya, gerakan Averroisme berlanjut

34
Philip K. Hitti, History of the Arab, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2010), h.743.
28



menjadi elemen penting dalam perkembangan pemikiran Barat sampai
lahirnya sains eksperimental modern.
35


Gerakan Averroisme ini mencoba mengembangkan gagasan-gagasan Ibn
Rusyd, terutama harmonisasi antara falsafat dan agama, yang dalam
perkembangan berikutnya akan banyak terjadi penyimpangan makna, ada yang
memahamkan secara benar, tetapi ada pula yang salah. Namun bagaimana pun
juga Averroisme dianggap aliran paling radikal, aliran akal merdeka yang
membuka zaman baru di Eropa. Maka tidaklah mengherankan jika Gereja
menganggapnya aliran yang berbahaya yang harus dibendung.
36

Kehadiran falsafat Ibn Rusyd ternyata tidak cukup mampu menerangi
gulita peradaban Islam. Rasionalitas falsafat Ibnu Rusyd justru membawa angin
segar bagi Barat, bahkan mampu membebaskan Barat dari cengkraman hegemoni
gereja. Kehadiran falsafat Ibn Rusyd telah mengobarkan api revolusi yang
menghendaki pemisahan sains dari agama. Ibnu Rusyd, dengan kemampuannya
mengomentari karya-karya Aristoteles, telah membangkitkan budaya berpikir
yang tidak pernah dialami oleh peradaban tersebut. Kesadaran akan pentinganya
akal dalam memahami ayat-ayat Tuhan mulai berkembang subur di Barat. Selain
itu, Averroisme pun berhasil membongkar ketidakbenaran doktrin Gereja dan
melepaskan diri dari kecamannya. Maka lahirlah Zaman Renaisance pada abab ke
14, dan akibatnya muncul paham Rasionalisme yang meninggalkan ajaran-ajaran
agama, Positivisme yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-

35
Ibid, h. 744.
36
Zainal Abidin Ahmad, h. 154.
29



satunya sumber pengetahuan yang benar,
37
dan Sekularisme yang membelakangi
soal-soal kerohanian dan akhirat. Dari semua aliran tersebut maka timbullah sikap
dan pendirian yang paling berbahaya, yaitu penolakan terhadap Tuhan yang
semuanya akan penulis jelaskan lebih rinci pada bab ketiga.
Demikianlah riwayat hidup Ibn Rusyd dengan segala peristiwa dan
kejadiannya. Pada hari Kamis, 9 Safar 595 H./10 Desember 1198 M.
38
Ibn Rusyd
tutup usia pada usia 75 tahun menurut hitungan Hijriyah, atau 72 tahun menurut
hitungan Masehi, di Marrakesy tak lama setelah pulang dari pengasingannya. Ibn
Rusyd telah mengalami penderitaan pahit dan sekaligus telah menikmati pula
kebesaran yang cukup. Para pengaji Ibn Rusyd mengakui keutamaan akhlaknya,
konsistensi dan pengabdiannya pada kepentingan umum, sebagaimana
diungkapkan oleh Ibn Abbr, Belum ada seorang pun di Andalus yang
menyamainya dalam kesempurnaan, keilmuan dan keutamaannya. Ia pun
menambahkan, Meskipun ia memiliki kedudukan mulia, ia adalah seorang yang
rendah hati.
39


37
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 858.
38
Ernest Renan, h. 419.
39
Oliver Leaman, h. 16.
30

BAB III
PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI BARAT

Adalah suatu yang tidak terbantahkan bahwa kemajuan peradaban Barat
sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Islam yang
dikembangkan oleh failasuf Muslim. Orang-orang Barat banyak mengambil ide-
ide dari failasuf Muslim dalam membangun peradaban mereka sendiri. Orang-
orang Muslim memberikan warna baru dalam ilmu pengetahuan Barat, walaupun
ilmu pengetahuan tersebut merupakan hasil interaksi dengan peradaban Yunani,
Persia dan India, namun orang-orang Islam mampu mengembangkannya dalam
bentuk yang inovatif dan variatif. Bidang-bidang ilmu pengetahuan ini mencakup
banyak hal seperti matematika, astronomi, kedokteran, logika, metafisika, dan
falsafat.
1
Tidak berlebihan jika Gustave Lebon, sebagaimana dikutip oleh Harun
Nasution, mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan Barat memunyai
peradaban. Mereka adalah imam bagi Barat selama enam abad. Sementara Rom
Landau menyatakan bahwa dari orang-orang Arablah orang-orang Barat belajar
berpikir objektif dan menurut logika.
2
Oliver Leman mengatakan:
Rasanya aneh jika menganggap falsafat Islam asing dari tradisi falsafat
Barat, karena falsafat Islam telah dipengaruhi oleh falsafat Yunani dan
pada gilirannya banyak memengaruhi perkembangan falsafat di wilayah
Eropa Kristen.
3


1
Aden Wijdan, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007),
h. 45.
2
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, (Jakata: Universitas
Indonesia, 1986), h. 79.
3
Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, diterjemahkan oleh
Musa Kahzim, (Bandung: Mizan, 2001), h. 16
31


Kemajuan peradaban Barat merupakan hasil dari sebuah perjalanan
panjang yang di dalamnya terdapat pergumulan dan pertentangan hebat antara
kekuatan rasionalitas ilmu pengetahuan dengan dogma Gereja. Akibat dari
pertentangan ini, orang Barat tidak lagi memercayai doktrin-doktrin Kristen yang
diterjemahkan secara ekslusif oleh Gereja. Kontradiksi antara akal dan wahyu
yang tidak bisa didamaikan, berujung pada pemisahan antara keduanya. Karena
tidak dapat didamaikan, maka keduanya mengambil jalan sendiri-sendiri.
Gereja dengan sikap keras kepala memertahankan penafsiran terhadap
doktrin Kristen yang tidak rasional dan menolak segala hal yang berbau ilmu
pengetahuan. Sementara di sisi lain para ilmuwan Barat berjalan sendiri dengan
melepaskan nilai-nilai agama hingga pada perkembangan selanjutnya berujung
pada sikap anti agama dan berujung pada penolakan terhadap Tuhan.
Terjadinya pemisahan ini justru diawali ketika Barat mulai berkenalan
dengan ide-ide falsafat Islam. Mereka melakukan transfer terhadap pemikiran para
failasuf Muslim, terutama dari Spanyol dan Sicilia, yang kemudian mengem-
bangkannya dalam kehidupan mereka. Tokoh yang paling popular yang dianggap
paling berjasa dalam membuka mata orang-orang Barat adalah Ibn Rusyd melalui
gerakan pemikiran yang disebut Averroisme yang berusaha mengembangkan
pemikiran-pemikirannya. Ibn Rusyd terkenal sangat konsisten dengan pemikiran
Aristoteles sehingga oleh orang Barat ia dikenal dengan komentator terhadap
Aristoteles yang dijuluki Guru Pertama.
4
Dari Ibn Rusyd-lah mereka

4
Philip K. Hitti, History of the Arab, diterjemahkan oleh cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2010), h.743.
32

memelajari kembali falsafat Aristoteles maupun failasuf Yunani lainnya. Ciri
utama falsafat Aristoteles yang diserap kemudian dipantulkan Ibn Rusyd serta
diterima kembali oleh orang-orang Barat adalah argumen-argumen logis yang
membukakan jalan bagi pemikiran rasional di Barat.
Dalam perkembangan berikutnya, karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin dan menjadi bacaan wajib bagi kalangan mahasiswa di
beberapa universitas Barat. Di Sicilia gerakan penerjemahan ini disponsori oleh
kaisar Frederick II yang memerintahkan Michael Scot untuk memimpin
penerjemahan ini. Sementara di Toledo, gerakan penerjemahan karya Ibn Rusyd
dipimpin langsung oleh Uskup Raymond dengan mendirikan lembaga
penerjemahan yang dipimpin oleh Arkdeakon Dominic Gundisalvi. Dari sini
gerakan Averroisme selanjutnya mengembangkan pengaruhnya ke Universitas
Paris.
5

Averroisme sesungguhnya berdampak pada pembentukan pandangan
Barat mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.
6
Sejalan dengan pesatnya
pergerakan rasionalisme Averroisme di Barat, pelopor-pelopor gerakan ini juga
menentang paham-paham Gereja yang mereka anggap tidak sesuai dengan logika
dan ilmu pengetahuan. Akibatnya, para ilmuwan Barat mengalami perlakuan yang
kejam dari Gereja melalui inquisisi terhadap orang-orang yang keluar dari agama
Kristen. Di antara mereka ada yang dipenjara bahkan tidak sedikit di antara
mereka yang dibunuh dengan dibakar hidup-hidup. Sejarah mencatat, dari akhir

5
Omar Amin Husein, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 192.
6
Oliver Leaman, h. 168.
33

abad ke-12 hingga abad ke-18 paling sedikit 48.000 orang telah dibakar hidup-
hidup di Spanyol, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh Averroisme.
7

Atas perlakuan Gereja tersebut, kalangan ilmuwan Barat semakin jauh dari
agama. Menurut mereka agama harus dipisahkan dari kehidupan sosial dan ilmu
pengetahuan, karena agama dilihat sebagai penghambat kemajuan. Iman kepada
Tuhan pun dipandang sebagai sisa-sisa mitos yang juga perlu diatasi, sehingga
tidak menjadi penghambat potensial dalam pengembangan sains.
8

Paparan historis di atas merupakan sedikit gambaran tentang apa yang
akan penulis bahas dalam bab ini. Namun sebelum membahas tentang pengaruh
falsafat Ibn Rusyd di Barat, perlu kiranya untuk memahami pengertian Barat itu
sendiri, serta aspek-aspek pembentukannya.

A. Definisi Barat
1. Pengertian Barat
Kata Barat dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah western atau
west.
9
The west atau western dapat dikatakan sebagai kata benda (noun) dalam
arti negara-negara bagian yang terletak di bagian barat, kata sifat (adjective) atau
kata keterangan (adverb) yang menunjukkan arah menurut letak geografisnya.
10


7
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di
Barat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 175.
8
Franz M. Suseno, Menalar Tuhan, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 57.
9
Dr. Ingo Wandelt, Dictionary on Comprehensive Security in Indonesia: Terminology,
(Jakarta: FES, 2009), h. 70.
10
Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 643.
34

Barat adalah kebalikan dari timur, menurut arah mata angin dengan konvensi, sisi
kiri peta adalah barat.
11

Maksud penggunaan Barat dalam skripsi ini merupakan penggambaran
terhadap negara-negara yang terletak di bagian barat berikut peradaban dan
pembentukan pemikirannya. Konsep Barat di sini menunjukkan pengertian Eropa,
karena kawasan inilah yang bersentuhan langsung dengan gagasan-gagasan falsafi
dan rasional Islam, khususnya Ibn Rusyd. Ia bermula dari kontak peradaban Islam
dengan Spanyol, hingga akhirnya memerluas pengaruhnya ke wilayah-wilayah
Eropa lainnya seperti Prancis, Itali, Inggris dan J erman.
Barat merujuk kepada negara-negara yang berada di benua Eropa dan
Amerika. Barat dibedakan dari Timur yang digunakan untuk merujuk kepada
Asia. Meskipun begitu, pada umumnya kata ini lebih sering diasosiasikan
terhadap negara-negara yang memunyai mayoritas penduduk berkulit putih. Oleh
karena itu, Australia dan Selandia Baru juga sering dianggap sebagai bagian dari
Barat.
Penggunaan istilah Barat dan Timur dalam berbagai konteks apabila
direnungkan secara mendalam akan menimbulkan bias dan mengundang banyak
pertanyaan. Kalau klasifikasi dibuat berdasarkan geografi maka akan banyak
timbul pertanyaan. Mengapa Amerika, Canada dan Australia yang secara
geografis tidak terletak di barat tetapi disebut Barat? Begitu juga sebaliknya,
mengapa Turki yang wilayahnya terbentang dari semenanjung Anatolia di Asia
barat daya dan daerah Balkan di Eropa tenggara, serta negara lain seperti Tunisia,

11
Wikipedia, West, artikel diakses pada 8 Maret 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/West
35

Algeria dan Marokko dipandang sebagai Timur. Siapa yang layak dianggap
mewakili masing-masing kelompok? Dan apa yang digunakan sebagai dasar
pengelompokannya? Dari fenomena tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
klasifikasi Barat dan Timur lebih merupakan klasifikasi budaya, sosial atau
ekonomi daripada klasifikasi geografis.
Sejak awal manusia diciptakan beraneka ragam yang diturunkan dari
beraneka ragam makhluk induk. Berdasarkan cara berpikir itu, terdapat suatu
pandangan poligenesis, yang menganggap bahwa kebudayaan manusia yang
berkembang di Eropa itu berasal dari makhluk yang lebih kuat, lebih mampu dan
lebih tinggi daripada manusia-manusia ras lain di benua-benua lain, sekaligus
menganggap bahwa bangsa-bangsa Eropa adalah yang lebih dahulu mencapai
kemajuan dibanding bangsa-bangsa lain. Hal ini menunjukkan bahwa Eropa
meligitimasikan diri sebagai pusat dari kebudayaan dan sekaligus menjadi pusat
orientasi dari pemikiran, di mana pengaruh gagasan-gagasan, pranata-pranata dan
orang-orang tidak terjadi melalui dominasi, melainkan melalui apa yang
dinamakan oleh Gramsci sebagai kesepakatan. Karenanya dalam masyarakat yang
bersifat tidak totaliter, bentuk-bentuk budaya tertentu menguasai bentuk-bentuk
budaya lainnya sebagaimana halnya ide-ide tertentu lebih berpengaruh daripada
lainnya. Bentuk kepemimpinan budaya ini diidentifikasikan oleh Gramsci sebagai
hegemoni, sebagai suatu konsep yang tidak dapat dihindarkan untuk dapat
memahami kehidupan budaya dalam masyarakat Barat yang industrialis.
12

Sedangkan penggunaan istilah Barat ada hipotesis lain yang bertitik tolak dari

12
Edward W. Said, Orientalisme, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), h. 9.
36

zaman kekaisaran Romawi, di mana kekuasaannya meliputi hampir seluruh
daerah Eropa, Afrika Utara dan Asia barat.
Penemuan Columbus atas Dunia Baru,
13
yang didanai oleh Ratu Isabella I
dari Spanyol (pemimpin kebijakan Inquisisi di Spanyol) yang sangat memusuhi
Islam,
14
telah memfasilitasi bangsa Eropa untuk merampas dan menjarah sisa-sisa
dari Tanah Amerika. Columbus sendiri, yang ditampilkan sebagai seorang
penjelajah petualang di banyak buku teks sekolahan, telah menerapkan kebijakan
perbudakan dan pembasmian masal bagi populasi Taino di Kepulauan Karibia. Ini
hanyalah permulaannya saja. Saat bangsa Eropa lainnya mulai sadar mengenai
penemuan baru Columbus atas sumber-sumber kekayaan, bangsa Eropa lainnya
juga mulai membuat rencana atas Dunia Baru demi memerkaya diri mereka.
Jutaan orang dibantai di seluruh Amerika, saat Bangsa Kolonial Spanyol dan
Portugis menjarah emas, perak, dan komoditas lainnya. Bangsa kolonial Spanyol,
kemudian lebih dikenal dengan sebutan Conquistadors (Penjajah).
15

Contoh lainnya adalah suku-suku yang menghilang cepat dalam belantara
Brazil
16
serta pembasmian dan penelantaran Bangsa Indian-Amerika oleh bangsa-
bangsa Eropa dan para pemukim baru di seluruh Amerika Utara. Indian-Amerika
adalah warga pribumi. Diperkirakan, pada saat Christopher Columbus
menemukan Amerika Utara pada tahun 1492 M., terdapat sekitar 12 juta warga
pribumi Indian yang jumlahnya menurun drastis hingga hanya sejumlah 237.000

13
Ibid, h. 74.
14
Zainal Abidin Ahmad, h. 185.
15
Rizki S. Saputro, Sejarah Barat dan Exspansionisme Penuh Kekerasan, artikel diakses
pada 20 Maret 2011 dari http://rizkisaputro.wordpress.com
16
Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man: Kemenangan Kapitalisme dan
Demokrasi Liberal, diterjemahkan oleh Amrullah, (Yogyakarta: Qalam, 2003), h. 185.
37

warga saja pada peralihan abad ke-20. Berbagai penelitian telah memberikan label
terhadap peristiwa ini bukan hanya Amerika saja yang menderita. Afrika juga
dikolonisasi secara brutal oleh bangsa-bangsa Eropa selama bertahun-tahun
lamanya. Benua Afrika dipotong dan dibagi-bagi di antara negara-negara Eropa.
Italia menguasai Eritrea dan Somalia. Spanyol menduduki Afrika Barat. Bagian
yang kini dikenal sebagai Burundi, Rwanda, Tanzania, dan Namibia, pernah
dikendalikan oleh J erman. Bangsa Portugis mengamankan untuk dirinya, Angola,
Mozambique, dan teritorial kecil lainnya. Belgia secara brutal memerintah di
Kongo. Adapun Inggris mendirikan mandat-mandatnya di Afrika Selatan, di
seluruh Afrika Timur, dan wilayah-wilayah yang kini dikenal sebagai Sudan,
Ghana, Zambia, Zimbabwe, Malawi, dan Nigeria. Perancis sendiri menguasai
lusinan bangsa-bangsa Afrika Barat, termasuk yang sekarang ini menjadi negara
Senegal dan Ivory Coast, juga Chad, Madagaskar, dan Kepulauan Komoro.
17

Dari paparan di atas, penggunaan kata Barat dalam skripsi ini jelas
bukan merupakan klasifikasi geografisnya, melainkan pemikiran, budaya dan
peradabannya. Dalam hal ini Eropa dan peradabannya sangat berpengaruh
terhadap peradaban-peradaban lain di dunia. Edward W. Said mengatakan:
Kita orang-orang Eropa sebagai yang berbeda dari mereka orang-orang
non-Eropa, dan sungguh kita dapat berargumentasi bahwa unsur utama
dalam budaya Eropa persisnya adalah apa yang menjadikan budaya
tersebut berkuasa baik di Eropa maupun di luar Eropa: gagasan-gagasan
identitas Eropa sebagai identitas yang lebih unggul dibandingkan dengan
semua bangsa dan budaya non Eropa.
18



17
Rizki S. Saputro, Sejarah Barat dan Exspansionisme Penuh Kekerasan.
18
Edward W. Said, h. 9.
38

Kebudayaan Barat (Western Civilization) berkembang mewarisi unsur-
unsur kebudayaan lain. Ada tiga peradaban yang memunyai peranan penting
terhadap pembentukan tradisi keilmuan dan pemikiran Barat. Yunani-Romawi,
Yahudi-Kristen dan Islam
19
. Dalam hal ini menurut Francis Fukuyama, Kristen
merupakan unsur penting yang membentuk kebudayaan Barat.
20

Suatu hal yang lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari
kebudayaan yang maju, dan kebudayaan yang terbelakang mengadopsi konsep-
konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang
berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban
Islam unggul dibanding peradaban Barat, mereka mau tak mau harus berinteraksi
dan meminjam konsep-konsep penting dalam Islam sebagai peradaban yang lebih
dulu berkembang. Dalam Yahudi misalnya, yang mengambil bulat-bulat semua
ide-ide dalam Islam. Oliver Leaman mengatakan:
Orang Yahudi tertarik oleh keragaman sudut pandang teoritis yang ada,
dan secara antusias menceburkan dirinya terlibat dalam kehidupan
intelektual masa itu. Mereka bahkan mengadaptasi banyak teori yang
berhubungan dengan bidang-bidang penyelidikan yang khas Islam,
seperti fiqh dan teologi dengan teks-teks hukum dan agama mereka
sendiri.
21


Pada Abad Pertengahan sebelum Renaisance, Barat berada dalam
keterbelakangan dalam berbagai lapangan. Peradaban Barat jauh tertinggal dari
peradaban dunia lainnya, khususnya Islam, dalam sistem kehidupan, sosial,
politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Pemikiran Barat pada Abad Pertengahan
didominasi oleh hegemoni Gereja yang bercorak skolastik atau dogmatis, di mana

19
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta : PT Gramedia, 2001), h. 1.
20
Francis Fukuyama, h. 96.
21
Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, diterjemahkan oleh Tim
Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 947.
39

perilaku manusia dan organisasi masyarakat itu sudah dijelaskan dalam
hubungannya dengan kepercayaan agama daripada oleh gaya penelitian yang
ilmiah yang terbuka dan objektif .
22

Dalam mendiskusikan sejarah pemikiran dan falsafat Barat, kita memiliki
beberapa istilah yang memiliki pengertian dan semangat yang kurang lebih sama
dalam pembentukan tradisi keilmuan dan pemikiran Barat.
Pertama, adalah Renaisance, secara etimologis Renaisance berasal dari
bahasa Latin yaitu kata Re berarti kembali dan naitre berarti lahir yang secara
harfiah berarti kelahiran kembali. Kata ini merujuk kepada gerakan falsafat,
budaya, dan sains di Eropa. Dimulai di Italia pada abad ke-14 dan berakhir di
Inggris pada akhir abad ke-16, secara historis Renaisance adalah suatu gerakan
yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya telah dilahirkan kembali
dalam keadaban. Bangkitnya kembali minat terhadap hal-hal kuno telah
mengambil tempat dalam Renaisance yang memberikan sesuatu menuju ke zaman
modern.
23
Di dalam kelahiran kembali itu orang-orang Barat kembali kepada
sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan.
24
Gerakan
Renaisance ini juga menjadi pembatas yang memisahkan dua zaman, yakni masa
kegelapan (Abad Pertengahan) dan masa pencerahan (Modern). Renaisance
melahirkan banyak sekali failasuf dan tokoh besar, di antaranya Brahe,
Copernicus, Kepler, Galileo, Machiavelli, Erasmus, Leonardo da Vinci,
Michelangelo, dan Rafael.

22
Doyle Paul J ohnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, diterjemahkan oleh Robert MZ,
(Jakarta: Gramedia, 1986), h. 14.
23
Francis Fukuyama, h. 97.
24
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Kanisius: Yogyakarta, 1980), h. 11.
40

Kedua, adalah Reformasi yang secara harfiah berarti pembangunan
kembali. Istilah ini tak ada kaitannya dengan reformasi politik seperti yang terjadi
di Indonesia sejak tahun 1998, tetapi hanya pada agama. Era Reformasi merujuk
sepenuhnya kepada gerakan perbaikan agama. Dimotori oleh, antara lain, Huldrych
Zwingli, Martin Luther, dan J ohn Calvin, Reformasi dikenal sebagai gerakan
protes terhadap Gereja Katolik yang dianggap tak lagi sanggup mengikuti
perkembangan zaman. Gerakan yang kemudian melahirkan banyak sekali madzhab
Protestan ini dimulai pada abad ke-16 di J erman dan berakhir satu abad kemudian
di Perancis.
Ketiga, adalah pencerahan (enlightenment). Para sejarahwan kerap merujuk
abad ke-18 sebagai periode pencerahan yang memang berakar pada Renaisance
dan diketahui memiliki semangat revisi atas kepercayaan-kepercayaan
tradisional.
25
Dari Perancis, gerakan pencerahan menyebar ke kota-kota besar
Eropa. Di Skotlandia, gerakan pencerahan memunculkan beberapa nama besar
seperti David Hume dan Francis Hutcheson (yang kemudian diikuti beberapa
failasuf Inggris seperti Edward Gibbon dan J eremy Bentham). Di J erman, gerakan
pencerahan terpusat di Universitas Gottingen, dengan para tokoh pentingnya,
antara lain, J ustus Moser, Johann Gottsched, Lessing, Immanuel Kant, Moses
Mendelssohn, Winckelmann, dan Herder.
26

Pengalaman Eropa selama periode Renaisance dan Pencerahan telah
melahirkan asumsi baru dalam pemikiran Barat, di antaranya:

25
Ibid, h. 47.
26
Ibid, h. 62.
41

a. Kebebasan berpikir dan kemajuan ilmu tidak akan berpengaruh kecuali
dengan menundukkan Gereja dan merebut dominasi agama tradisional.
b. Penemuan keilmuan sering berlawanan dengan beberapa pemikiran
keagamaan.
c. Ilmu dan pengetahuan berjalan seiring dengan kebebasan.
d. Dalam beberapa aspek, agama identik dengan totaliterisme dan
pemenggalan terhadap aneka kebebasan.
e. Akal manusia tidak terbatas dan sanggup menguak sebagian besar
gejala yang ada.
27

Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan
Barat mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk peradaban Islam.
Revolusi Industri mengawali lahirnya sains dan teknologi canggih, penemuan
demi penemuan ilmiah terus-menerus dilakukan oleh orang Barat. Misteri alam
sedikit demi sedikit dapat dikuak sehingga manusia dapat menguasainya, hal ini
melahirkan implikasi bahwa dengan kemampuan akal dan daya ciptanya, manusia
merasa superior atas alam dan mereka pun melakukan eksploitasi alam secara
besar-besaran demi memenuhi ambisi mereka.
Dari ujung kaki sampai ujung rambut, masyarakat zaman sekarang
merasakan bagaimana besarnya pengaruh Peradaban Barat dalam kehidupan
sehari-hari. Cara berpakaian, visi kewarganegaraan dan hubungan antar-bangsa,
bahkan menghibur diri pun kini orang kebanyakan menggunakan ukuran-ukuran

27
Ahmed O. Altwajri, Islam, Barat dan Kebebasan Akademis, diterjemahkan oleh Mufid,
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 1.
42

kesenangan orang-orang Barat. Barat memang sedang jadi peradaban yang
dominan saat ini.
Pada satu sisi kemajuan Barat telah melahirkan orang-orang yang penuh
vitalitas, berdisiplin tinggi, menghargai waktu, rasional dan menjunjung tinggi
hak-hak asasi manusia. Namun di sisi lain, kemajuan ini juga menjauhkan mereka
dari nilai-nilai moral dan agama. Mereka telah kehilangan nilai-nilai spiritual
karena mereka tidak peduli pada hal-hal yang bersifat transenden, karena segala
sesuatu dapat diukur dengan pertimbangan rasio.
Barat dengan falsafat dan kebudayaannya memiliki karakternya tersendiri.
peradaban Barat memiliki sejumlah ciri. Pertama, berdasarkan falsafat dan bukan
agama. Kedua, falsafat itu menjelma menjadi humanisme yang meneriakkan
dengan lantang prinsip dikotomi sebagai nilai dan kebenaran. Ketiga, berdasarkan
pandangan hidup yang tragis. Artinya, manusia adalah tokoh dalam drama
kehidupan di dunia. Pahlawannya adalah tokoh-tokoh yang bernasib tragis. Ini
dikarenakan di zaman hegemoni kekuasaan Gereja lahir sebuah institusi Gereja
yang terkenal kejahatan dan kekejamannya dengan memraktikkan inquisisi, di
mana para pemikir yang menolak otoritas gereja ditangkap dan dibunuh dengan
cara yang mengenaskan.
28

Itulah Barat yang falsafat, sains-teknologi, dan ekonominya sedang
merajai pentas sejarah dunia. Budayanya menyebar bagai gelombang melalui
berbagai gerakan kultural, falsafatnya dipahami secara luas melalui pendidikan
dan pembangunan sumber daya manusia, sains dan teknologinya dikagumi dan

28
Muhammad Abduh, Ilmu dan Peradaban menurut Islam dan Kristen, diterjemahkan oleh:
Mahyuddin Syaff, (Bandung: Diponegoro, 1992), h. 53.
43

ditiru bagi pembangunan sarana dan prasarana kehidupan manusia. Gelombang
kebudayaan Barat yang disebut dengan modernisme itu pada mulanya
mencerminkan gaya hidup elitis, tapi kini disebut dengan postmodernisme yang
bersifat populis. Secara konseptual dampaknya dahsyat. Ia tidak saja mampu
mengubah konsep sejarah secara agresif, tapi juga mengubah sikap orang terhadap
agama menjadi skeptis. Agama dan kitabnya diposisikan hanya sebagai suatu
bentuk narasi besar yang kering, dan dapat dipermainkan melalui bahasa dan
imajinasi liar yang mencampuradukkan realitas dan fantasi.
2. Periodisasi Barat
Sebuah kebudayaan atau peradaban memiliki sejarahnya masing-masing
untuk bangkit dan berkembang. Seperti yang telah penulis bahas sebelumnya,
suatu peradaban tidak mungkin lahir dan berkembang tanpa bersentuhan dengan
kebudayaan lain dan saling meminjam.
Setelah sekian lama peradaban manusia mengukir kejayaannya di Timur,
muncul Barat beberapa ribu tahun kemudian. Peradaban baru itu diawali dengan
munculnya kajian falsafat pada abad ke-6 SM. Thales telah dianggap sebagai
failasuf pertama Yunani. Falsafat kian pesat berkembang di Yunani melalui
kiprah failasuf kenamaan Socrates, Plato dan Aristoteles yang bermuara di
sebuah sudut kota bernama Athena.
Semenjak munculnya para failasuf di atas, ilmu pengetahuan mulai
berkembang di Yunani sebagai embrio lahirnya peradaban Barat. Namun,
perkembangan falsafat dan ilmu pengetahuan tersebut seakan-akan terhenti
ketika kekaisaran Yunani runtuh, dan pada tahap berikutnya disusul pula dengan
44

runtuhnya kekuasaan Romawi pada abad ke-6 dan ke-7 M.
29
Setelah berakhirnya
dua kekaisaran tersebut, muncullah kekuatan dan kekuasaan gereja sebagai
penggantinya. Sejak itu, semua aktivitas keilmuan yang bertentangan dengan
dogma Gereja akan dimusuhi, bahkan ilmuwannya dijatuhi hukuman mati.
Berikut ini akan penulis uraikan periodesasi Barat pada periode Klasik dan
Pertengahan.
1. Periode Klasik
Peradaban Barat adalah peradaban yang bermula dari Yunani dan
Romawi, karena kedua wilayah tersebut merupakan wilayah asli bagian Barat.
J ika menoleh sejarah ke belakang, ternyata Yunani dan Romawi merupakan
bangsa yang memiliki budaya senang berperang. Walaupun kedua wilayah
tersebut telah mengalami kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang kehidupan
sejak masa lalu, namun boleh dikatakan bahwa Yunani dan Romawi benar-benar
memiliki watak dan bakat berperang.
Terlepas dari watak aslinya tersebut, yang jelas bangsa Yunani tetap
menganggap diri mereka sebagai Hellenes atau makhluk beradab, sedangkan
bangsa lain dianggapnya sebagai bangsa yang tidak beradab atau biadab.
30
Oleh
sebab itu, semuanya bisa diteliti dan diurai oleh akal manusia. Asumsi inilah
yang menjadi intisari dari ilmu pengetahuan Barat, yang bermula dari
Ionia.
31
Bangsa Yunani telah memiliki manusia-manusia yang mampu
berspekulasi tentang alam dan cara kerjanya. Thales adalah orang yang diakui

29
Harun Hadiwijono, h. 181.
30
M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher ed., Agama dan Dialog Antar Peradaban, (Jakarta:
Paramadina, 1999), h. 63.
31
Burhanuddin Daya, Pergumulan Timur Menyikapi Barat: Dasar-dasar Oksidentalisme,
(Yogyakarta: Suka Press, 2008), h. 52.
45

oleh Aristoteles sebagai failasuf pertama Yunani. Falsafat semakin pesat
berkembang di Yunani melalui kiprah para failasuf kenamaan, seperti Socrates,
Plato, dan Aristoteles.
Sesudah berakhirnya Zaman Yunani oleh Aristotles atau yang paling akhir
Plotinus, di sana tidak ada lagi perkembangan yang berarti, khususnya dalam
bidang falsafat dan sains.
32
Dari periode ini hingga abad ke-8 M. Barat memulai
periode perkembangannya yang baru sebagai persiapan menuju kebangkitan.
Zaman baru yang kemudian disebut dengan Abad Pertengahan.
2. Periode Pertengahan
Istilah Abad Pertengahan seringkali dianggap sebagai kata yang rendah
derajatnya, terutama dalam kamus-kamus abad modern. Kata itu tidak hanya
menunjukkan keterbelakangan dan penindasan terhadap aneka kebebasan,
namun juga kebuasan dan teror keagamaan. Ada beberapa alasan atau faktor
penyebab terjadinya kondisi seperti itu, di antaranya, hegemoni Gereja untuk
mewujudkan dominasinya. Gereja memiliki otoritas mutlak dalam
menafsirkan doktrin-doktrin agama Kristen, maka dari itu pemahaman
apapun yang tidak sejalan dengan penafsiran Gereja terhadap doktrin
tersebut dianggap keluar dari ajaran Kristen. H.J . Muller menyatakan:
Tatkala orang-orang Kristen memeroleh kejayaan, mereka langsung
tidak memercayai kebebasan agama. Mereka menghendaki agar
kebebasan agama itu hanya milik mereka saja. Mereka pun mulai
menindas pemuja-pemuja patung dan orang-orang Yahudi untuk
kemudian disusul dengan tindakan keras terhadap orang-orang Kristen
yang melakukan penyimpangan. Kebebasan pemikiran agama dan

32
Harun Hadiwijono, h. 180.
46

kesadaran untuk mengamalkannya diredam dengan ketegasan dan
kejelian yang tidak dikenal dalam sejarah sebelumnya.
33


Hilangnya semangat toleransi tersebut berlangsung selama 1000 tahun.
Intoleransi itu tidak hanya terbatas pada agama saja, tetapi juga diterapkan pada
sebagian besar aspek kegiatan pemikiran. Selain itu, pemberian hukuman yang
keji dan ekstrim melalui Mahkamah Inquisisi terhadap orang-orang yang dicurigai
serta dituduh tidak sejalan dengan dogma Gereja adalah corak reputasi Abad
Pertengahan yang mengerikan.
Abad ke 14 menjadi saksi awal era baru dalam sejarah Eropa, yang
kemudian dikenal dengan istilah Renaisance. Setelah berabad-abad dilanda
kemunduran falsafat dan kemandegan pemikiran, Eropa mulai bangkit secara
perlahan dan bertahap melepaskan diri dari genggaman Gereja untuk kemudian
meraih kembali peradaban Yunani dan Romawi. Failasuf-failasuf dan para
ilmuwan Renaisance tidak menebarkan aksi pemberontakan secara terbuka, tetapi
dengan penuh waspada dan hati-hati mereka menabur benih-benih pencerahan.
Pemberontakan terhadap kepercayaan ortodoks di Barat terus berlanjut dan
berubah menjadi penolakan total terhadap agama.
Peradaban Yunani yang telah tenggelam selama berabad-abad
dibangkitkan kembali oleh umat Islam. Di zaman kekhalifahan Bani Umayyah
misalnya, orang-orang Muslim telah banyak menransmisikan pemikiran Yunani.
Hampir semua karya Aristoteles, dan juga tiga buku terakhir Plotinus, beberapa
karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid,

33
H. J. Muller, Freedom in the Ancient World, (New York: Harper & Broters, 1961), h. 289-
290.
47

Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi.
Dalam hal ini bahkan Khalifah al-Mamn mendirikan Bayt al-Hikmah sebagai
pusat perpustakaan dan terjemahan, dan ini tercatat sebagai institut terbesar
sepanjang sejarah penerjemahan karya-karya Yunani.
34

Orang Muslim tidak hanya menerjemahkan karya-karya Yunani tersebut.
Mereka mengaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan meng-
asimilasikannya dengan ajaran Islam dan mampu mengembangkannya dalam
bentuk yang lebih inovatif dan variatif.
35
J adi, proses asimilasi terjadi ketika
peradaban Islam telah kokoh. Artinya, umat Islam mengadapsi pemikiran Yunani
ketika peradaban Islam telah mencapai kematangannya dengan pandangan
hidupnya yang kuat.
Dalam hal ini, tokoh yang paling populer dan dianggap paling berjasa
dalam membuka mata orang-orang Barat adalah Ibn Rusyd, seorang yang juga
memunyai pengaruh secara mendalam terhadap perjalanan Skolatisisme Barat
serta aspek-aspek Renaisance itu sendiri.
36
J asanya sangat besar di berbagai
bidang ilmu pengetahuan dan telah mengharmonisasikan agama dan falsafat yang
kemudian dikembangakan oleh gerakan Averroisme di Barat. Averroisme adalah
gerakan intelektual yang berkembang di Barat pada abad ke 13 hingga ke 17 M.
pada prinsipnya gerakan Averroisme berusaha mengembangkan gagasan
pemikiran Ibn Rusyd yang rasional, falsafi dan ilmiah yang mendorong lahirnya

34
Aden Wijdan, h. 30.
35
Ibid, h. 45.
36
Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), diterjemahkan oleh
Ahmad Syahid, (Jakarta: Risalah Gusti, 2001), h. 116.
48

Renaisance di Barat, yang pada gilirannya membawa orang-orang Barat pada
zaman modern.
37


B. Averroisme Barat
Ketika Barat berada dalam kegelapan pada Abad Pertengahan, Islam telah
mencapai puncak peradaban yang gemilang. Di Timur, peradaban Islam terpusat
di kota-kota seperti Kairo dan Baghdad. Sementara di Barat, yang menjadi mercu
suar peradaban Islam adalah daerah Sicilia dan Spanyol dengan kota-kotanya
seperti Toledo, Granada, Seville dan Cordova.
Falsafat Islam, terutama falsafat Ibn Rusyd berkembang di Barat melalui
gerakan penerjemahan atas karya-karyanya. Maka dari itu tidaklah mengherankan
jika pada waktu pembakaran atas karya-karyanya, yang musnah hanyalah buku-
buku yang berbahasa Arab saja, tetapi dalam waktu yang singkat muncul karya-
karya Ibn Rusyd dalam bahasa Latin dan Yahudi.
38
Penyelamatan ini dilakukan
oleh murid-muridnya yang sangat simpati terhadap pemikiran-pemikiran Ibn
Rusyd.
Banyak nama muncul dalam proses penerjemahan karya-karya berbahasa
Arab ke bahasa Latin, bahkan gerakan penerjemahan ini didukung sepenuhnya
oleh Raja Frederick II dengan mendirikan universitas di Neplas pada tahun 1224
M. di universitas inilah Thomas Aquinas (1225-1274 M.), menuntut ilmu dan
berkenalan dengan pemikiran Aristoteles melalui pemikir-pemikir Islam,
khususnya Ibn Rusyd. Besarnya perhatian Raja Frederick II terhadap gerakan

37
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), h. 116.
38
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999), h. 126.
49

penerjemahan karya-karya failasuf Muslim ini menimbulkan dugaan bahwa kaisar
telah memeluk agama Islam, namun karena pertimbangan tertentu ia menyem-
bunyikannya.
39
Di antara penerjemah lain yang terkenal adalah Michael Scot dari
Skotlandia, Hermann dari J erman, dan Calonymos dari Yahudi. Terjemahan ini
berkali-kali diterbitkan di Vanesia, Napoli, Bologna, Paris, Lyon dan J enewa, di
samping itu, buku-buku tersebut juga menjadi pelajaran wajib di berbagai
perguruan tinggi di Eropa.
40

Tulisan Ibn Rusyd diterjemahkan pada tahun 1220 M. di Sicilia, dan
Michael Scot menerbitkan versi-versi Latin dari komentar-komentar besar Ibn
Rusyd atas De Anima, Metaphysics, Physics, dan De Caelo, versi-versi Latin dari
komentar-komentar menegah atas De Generatione et Corruptione dan
Meteorologica. Kemudian pada sekitar tahun 1240-an, Hermann Alemannus yang
bekerja di Toledo, menulis versi Latin komentar-komentar menengah Ibn Rusyd
atas Ethics dan Poetics. Sedangkan, Tahfut al-Tahfut baru diterjemahkan pada
awal abad ke-14 oleh Calonymos yang beragama Yahudi.
41

Dari pengamatan ini, jelaslah bahwa karya-karya Ibn Rusyd yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada setiap kasus nyaris selalu terkait
dengan kajian terhadap Aristoteles. Hal ini bukan terjadi secara kebetulan,
melainkan karena refleksi dan minat para pemikir Kristen Abad Pertengahan.
Dalam hal ini Ibn Rusyd tidak hanya bisa dipandang sebagai penyambung tradisi,

39
Omar Amin Husein, h. 120.
40
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 256.
41
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1337-1338.
50

ia juga berperan sebagai juru tafsir yang mampu mengemas teks hampa falsafat
Yunani dalam bentuk yang menerangkan dan mencerahkan isu-isu pentingnya.
42

Pada mulanya pengaruh falsafat Ibn Rusyd masuk ke Eropa melalui paham
Aristoteles, karena memang Ibn Rusyd dianggap sebagai komentator terbaik
terhadap Aristoteles. Pemahaman Ibn Rusyd atas karya-karya Aristoteles mereka
pandang sebagai paling benar dibandingkan dengan komentar-komentar yang
dihasilkan oleh penulis-penulis lain sebelumnya.
43
Dalam dunia Yahudi, banyak
pemikir terkemuka seperti Gersonides, Hasdai Crescas dan Abravanel yang mau
tak mau menggunakan Ibn Rusyd sebagai pengantar menuju Aristoteles,
walaupun mereka juga mampu membedakan antara pandangan Aristoteles itu
dengan komentatornya. Mengingat gaya Aristoteles yang singkat dan padat serta
abstrak, ia sepertinya membutuhkan seorang penafsir, dan Ibn Rusyd-lah seorang
penafsir yang dapat memenuhi kebutuhan itu dengan baik melalui sekumpulan
besar komentarnya dalam berbagai bentuk atas karya-karya Aristoteles.
44
Dalam
hal ini Muhammad bid al-J bir berpendapat:
Kepedulian utama Ibn Rusyd bukanlah untuk membela Aristoteles dalam
keseluruhannya, melainkan untuk memahaminya. Adalah karena
usahanya untuk memahami dan menafsirkan tersebut sehingga
orisinalitas failasuf ini bisa dimunculkan dengan sangat baik. Ada banyak
ide yang dipahami oleh Ibn Rusyd sendiri yang dihubungkannya dengan
Aristoteles, sehingga hal ini dapat menjadi bagian dari sistem Aristotelian
dan dapat menjembatani jurang antara sistem yang dibicarakan dan visi
Islam.
45



42
Oliver Leaman, h. 173.
43
Abdul Aziz Dahlan, Pemikiran Filsafat dalam Islam, (Padang: IAIN IB Press, 1999), h.
117.
44
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1072.
45
Muhammad bid al-Jbir, Kritik Pemikiran Islam: Wacana Baru Filsafat Islam,
diterjemahkan oleh Burhan, (Yogyajarya: Fajar Pustaka Baru, 2003), h. 141.
51

Pengaruh Ibn Rusyd di Barat bukan secara langsung, melainkan melalui
gerakan-gerakan penerjemahan dan murid-muridnya yang belajar di Spanyol,
mereka ini dikenal dengan nama Averroisme. Averroisme merupakan gerakan
intelektual yang berkembang di Barat pada abad ke-13 sampai abad ke-17 M.
Istilah Averroisme digunakan di Barat sekitar tahun 1270, atau 72 tahun setelah
Ibn Rusyd meninggal dunia.
Kehadiran falsafat Ibn Rusyd ternyata tidak mendapat sambutan hangat
dari peradaban Islam. Sebaliknya, rasionalitas falsafat Ibn Rusyd justru membawa
angin segar bagi dunia Barat, bahkan mampu membebaskannya dari cengkraman
hegemoni gereja. Kehadiran falsafat Ibn Rusyd telah mengobarkan api revolusi
yang menghendaki pemisahan sains dari agama. Ibnu Rusyd, dengan
kemampuannya mengomentari karya-karya Aristoteles, telah membangkitkan
budaya berpikir yang tidak pernah dialami oleh peradaban tersebut.
Ibn Rusyd adalah failasuf yang berhasil memberikan guncangan jauh lebih
besar di kalangan orang Yahudi dan Kristen, sehingga ia memiliki karir lain
dalam budaya dan perkembangan intelektual di Barat. Oleh sebab itu, di tengah-
tengah dunia Kristen ia termasuk tokoh penting, baik dalam periode pertengahan
maupun Renaisance.
46

Dalam dunia Yahudi, meskipun banyak failasuf besar menulis tentang Ibn
Rusyd, namun menurut Oliver Leaman, keliru jika mereka disebut Averroisme.
Kaum Averroisme memiliki pandangan tertentu tentang hubungan antara bahasa

46
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1072
52

falsafat dan agama, dan pandangan ini berakar dari Ibn Rusyd.
47
Akan tetapi,
Averroime Yahudi bukanlah pengikut buta Ibn Rusyd, karena mereka
menggabungkan interpretasi mereka terhadap Ibn Rusyd dengan bantuan
Maimonides dan Abraham ibn Erza yang sama tertariknya kepada Ibn Rusyd
tentang pertalian antara falsafat dan agama dan sama-sama menaruh hormat
terhadap Aristoteles.
48

Averroisme Yahudi Pertama adalah Isaac Albalag, yang berasal dari
wilayah Pyrenee pada paruh kedua abad ke-13. Ia menghormati Ibn Rusyd jauh
lebih besar daripada Maimonides dan juga para failasuf Islam lainnya. Albalag
berpendapat bahwa ada prinsip-prinsip tertentu dari agama yang harus diterima,
seperti adanya pahala dan hukuman bagi perbuatan seseorang, keabadian jiwa
setelah mati dan hakikat pemeliharaan dan pengaturan yang memungkinkan
Tuhan memerhatikannya. Dalam Sefer Tikkun ha-Deot, ia menghargai bahwa Ibn
Rusyd mengritik interpretasi yang lazim atas gagasan-gagasan yang sangat
penting, seraya menegaskan bahwa gagasan-gagasan itu harus diterima oleh orang
awam yang tidak terbiasa atau tidak dapat berfalsafat.
49
Dengan mengikuti
kepercayaan agamanya yang lazim, orang-orang awam pun dapat mencapai
tingkat kebahagiaan yang sesuai bagi mereka, dan sebagaimana diharapkan,
agama memberikan ketentuan bagi kesejahteraan dan kebahagiaan tertinggi para
penganut awam.

47
Ibid, h. 1072.
48
Oliver Leaman, h. 178.
49
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1076
53

Selanjutnya, ialah Moses Narboni yang lahir di Perpignan sekitar tahun
1300 M.
50
Di antara karya tulisannya adalah sejumlah komentar penting atas Ibn
Rusyd. Pembahasan Intelek Aktif dalam falsafat Ibn Rusyd sangat menarik.
Intelek Aktif memainkan peran sangat penting dalam falsafat Ibn Rusyd, seperti
dalam semua falsafat Abad Pertengahan, dan dianggap sebagai prinsip pemikiran
rasional. Ketika pemikiran manusia menjadi semakin sempurna, maka pemikiran
itu menjadi semakin abstrak dan identik dengan Intelek Aktif. Ia juga
menambahkan, pertalian antara teori dan praktik adalah gagasan khas Averroistik,
yang mengikuti pendekatan terpadu yang coba dilakukan oleh Ibn Rusyd terhadap
dikotomi-dikotomi seperti jiwa dan raga, falsafat dengan agama dan Intelek Aktif
dan para pemikir individual.
51

Tokoh Averroisme berikutnya yaitu, Elijah Delmedigo. Pengaruh falsafat
Ibn Rusyd sangat kental sekali dalam falsafatnya. Ia menulis dalam bahasa Latin
dan Ibrani, yang sebagian besar karya Ibn Rusyd. Karyanya yang paling menonjol
adalah Benihat ha-Dat (menguji agama). Karya ini didasarkan terutama atas karya
Ibn Rusyd, Fashl Maql, dan dibuka dengan mengikuti doktrin karya tersebut,
yang tajam membedakan peran-peran tulisan religius dan falsafi.
52
Berbeda dengan
Ibn Rusyd, menurutnya agama dan falsafat merupakan usaha yang sangat berlainan
dan tidak bisa diharapkan keduanya dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang
lainnya, karena ia memuat penegasan bahwa wilayah diskursus agama dan falsafat
sangat berbeda.
53


50
Ibid, h. 1080.
51
Ibid, h. 1082.
52
Ibid, h. 1083.
53
Ibid, h. 1084.
54

Selain nama-nama yang telah disebutkan di atas, sebenarnya ada banyak
lagi Averroisme dalam dunia Yahudi, seperti J oseph ibn Waqar, J osep Ibn Caspi
dan Moses Ibn Crispin. Banyak pemikir di dunia intelektual Yahudi merasa
bahwa mereka harus menggeluti pemikiran Ibn Rusyd dalam satu dan hal lain.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Averroisme Yahudi bukanlah pengikut
buta Ibn Rusyd. Mereka jelas sangat berbeda baik dari falsafat Ibn Rusyd maupun
dari Averroisme Kristen.
Kontribusi khas Averroisme Yahudi adalah pendekatan hubungan antara
kebenaran falsafat dan kebenaran agama. Seperti halnya Ibn Rusyd yang
memertemukan kembali falsafat dan agama yang dianggapnya sebagai saudara
kembar yang menyusu kepada seorang ibu, yaitu Islam.
54
Permasalahan ini sangat
rumit setelah al-Ghazli menyerang para failasuf Muslim dalam karyanya Tahfut
al-Falsifah.
Kebutuhan yang harus diperhatikan terkait dengan upaya untuk
menerjemahkan agama ke dalam falsafat diterima dengan sungguh-sungguh oleh
kaum Averroisme Yahudi karena dua alasan. Pertama, falsafat dan agama adalah
dua kegiatan yang sangat berbeda, dan tidak ada banyak masalah ketika hendak
dicoba untuk mereduksi satu sama lain. Kedua, gagasan bahwa kebenaran
Yudaisme tidak dapat direduksi ke dalam falsafat dapat mendorong pada
skeptisisme dan keingkaran, bahkan dapat mengakibatkan seseorang memer-

54
Zainal Abidin Ahmad, h. 19
55

tanyakan apa maknanya memertahankan ketaatan kepada suatu agama jika
berlawanan dengan yang lain.
55

Seperti halnya dengan Yahudi, dalam dunia Kristen pun falsafat Ibn Rusyd
berkembang pesat disana. Para failasuf Latin bergantung pada terjemahan-
terjemahan untuk mengetahui pemikiran Islam dan Yahudi. Tingkat keakraban
yang semakin meningkat dengan teks-teks Aristoteles melalui komentar-komentar
Ibn Rusyd menjadi permulaan transformasi falsafat Ibn Rusyd ke dunia Kristen.
Karya Ibn Rusyd digunakan di Universitas Paris pada akhir 1220-an,
meskipun ada larangan untuk mengaji banyak Aristoteles dan komentar-komentar
atas karya-karya tersebut di Fakultas Sastra.
56
Kurikulum Aristotelian diadopsi
oleh Fakultas Sastra di Paris dan Oxford, komentar-komentar Ibn Rusyd yang
sangat terperinci terbukti menjadi penolong yang tak ternilai harganya bagi para
ahli di sana. Ibn Rusyd memainkan peran ini, yang tak ayal memberikan bantuan
terperinci yang mereka butuhkan untuk mengikuti argumen-argumen Aristoteles.
Selain peran umum ini, Ibn Rusyd juga sering dipandang sebagai ilham di balik
sebuah gerakan pemikiran yaitu Averroisme Latin
57
.
Tokoh yang paling terkenal sebagai pelopor Averroisme adalah Singer van
Brabant (1235-1282 M.) dan diikuti oleh murid-muridnya seperti Boethius de
Decie, Berner van Nijvel dan Antoniuos van Parma.
58
Para tokoh tersebut
memelajari, meneliti dan menelaah karya-karya ulasan Ibn Rusyd terhadap
falsafat Aristoteles. Landasan rasionalitas yang dikembangkan Ibn Rusyd ternyata

55
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1085
56
Ibid, h. 1339.
57
Ibid, h. 1339.
58
Zainal Abidin Ahmad, h. 170.
56

sangat menarik perhatian mereka, hingga pada akhirnnya timbul kesadaran untuk
mengoptimalkan penggunaan akal dan meninggalkan paham-paham yang
bertentangan dengan semangat rasional.
Inovasi Singer van Brabant adalah memresentasikan Ibn Rusyd sebagai
pandangan yang benar, atau setidaknya sebagai pembacaan yang benar terhadap
Aristoteles. Sedangkan Boethius de Decie adalah untuk menekankan otonomi akal
dalam dalam ruang lingkup akal itu sendiri yang tidak memiliki hubungan
langsung dengan falsafat Ibn Rusyd, ia mementingkan penggunaan akal semata-
mata tanpa wahyu.
59

Gagasan-gagasan Singer dan Boethius tidak banyak berpengaruh terhadap
para penerus mereka, ini diakibatkan karena mereka termasuk dalam serangkaian
pengutukan yang dilakukan oleh Uskup Agung Paris pada 1270 M. Dalam
deklarasi itu, Tempier tidak merinci ajaran-ajaran yang dianggap terlarang.
Namun, pada Maret 1277 M., ia mengeluarkan lagi pengumuman lanjutan dengan
memberikan 219 daftar ajaran yang dianggap heretik dan pengikutnya harus
dihukum seberat-beratnya.
60
Surat pengumuman kali ini juga mengarah kepada
beberapa nama, seperti Siger van Brabant dan Boethius de Dacia, mahasiswa
falsafat yang aktif dalam gerakan itu. Siger, Boethius, dan kebanyakan orang yang
setuju dengan ke-219 ajaran yang didaftar Tempier adalah pengikut Averroisme.
Sedianya daftar itu untuk menjaring para pemikir liberal yang dianggap telah
meresahkan masyarakat Paris.

59
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1343.
60
Zainal Abidin Ahmad, h. 155.
57

Akibat dari pengutukan tersebut, tidak seorang pun yang berani
menyatakan dirinya sebagai pendukung Averroisme. Namun, pada awal abad ke-
14, J hon J andun (1285-1328 M.), menegaskan secara terbuka sebagai Averroisme
dan mengutamakan pandangan bahwa interpretasi yang dianggap berasal dari Ibn
Rusyd adalah pembacaan yang tepat terhadap Aristoteles.
61
Hal ini juga diikuti
oleh Urban dari Bologna, serta Paul dari Venesia dan para pendukung falsafat Ibn
Rusyd lainnya mulai berani secara terang-terangan menyatakan pendirian
mereka.
62

Tulisan-tulisan J hon J andun dibaca luas di Eropa, dan Averroisme ala
J hon J andun ini diadopsi pada dasawarsa-dasawarsa berikutnya oleh para sarjana
di Bologna dan Padua, di Erfurt pada akhir abad ke-14, dan Krakow pada
pertengahan abad ke-15. Di Italia abad ke-16, pandangan-pandangan yang
dianggap berasal dari Ibn Rusyd menjadi unsur penting dalam berbagai
pembahasan mengenai intelek dan jiwa.
63
Di Universitas Padua, tokoh
Averroisme yang terkenal adalah Paul dari Venesia, Cejatanus dari Thienis,
Agustino Nifo, Marcatonio Zimara dan Allesandro Achillini. Menurut Oliver
Leaman, Averroisme telah mendominasi seluruh universitas di Itali, Universitas
Padua malah menerima bulat-bulat pemikiran Ibn Rusyd melalui gerakan
Averroisme.
64


61
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1344.
62
Paul Edward., eds, The Encylopaedia of Philosphy, (New York: Macmillan Publishing Co,
1972), h. 224.
63
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1344.
64
Oliver Leaman, Averroes and His Philosophy, (Oxford: Oxford University Press, 1980), h.
167-168.
58

Averroisme sesungguhnya berdampak pada pembentukan pandangan
Barat mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.
65
Begitu tinggi penilaian
mereka terhadap Ibn Rusyd sehingga mereka tidak menyadari bahwa pemikiran
Ibn Rusyd yang mereka adopsi hanya penempatan tinggi kepada kemerdekaan
berfikir, sedangkan rekonsialiasi falsafat dengan agama yang merupakan ciri
utama dari falsafat Ibn Rusyd tidak mereka perhatikan.
Pada akhirnya, pengajian mereka dalam bidang falsafat menghasilkan
pandangan-pandangan yang sebenarnya tidak pantas lagi mereka nisbahkan
kepada Ibn Rusyd, tetapi mereka masih menisbahkannya, seperti pandangan
bahwa akallah satu-satunya sumber kebenaran, sedang agama hanya membawa
kepalsuan, dan pandangan bahwa tidak ada imortalitas (keabadian) jiwa secara,
personal.
66
Pada perkembangan selanjutnya Averroisme merupakan sebagai
gerakan anti agama, dan hanya mengagungkan akal. Oliver Leaman mengatakan:
Bagaimanapun persisnya pandangan-pandangan Averroisme mengenai
isu-isu tersebut, Ibn Rusyd mampu menempatkan pemikirannya dalam
prespektif yang sepenuhnya modern dengan secara jujur menempatkan
agama dan falsafat pada kedudukan yang setara. Dan Averroisme
menggali ide radikal tersebut jauh lebih jujur daripada yang hendak atau
dapat dilakukan oleh pelopornya.
67


Baik Averroisme Yahudi maupun Averroisme Latin menganggap Ibn
Rusyd telah berjasa menyelesaikan persoalan pelik yang selama berabad-abad
menjadi momok bagi kaum agamawan, yakni bagaimana mendamaikan wahyu
dengan akal, falsafat dengan agama. Dalam karyanya, Fashl Maql, yang sudah

65
Oliver Leaman, Pengantar, h. 168.
66
Abdul Aziz Dahlan, h. 113.
67
Oliver Leaman, h. 172.
59

diterjemahkan ke berbagai bahasa penting Eropa, Ibn Rusyd menjawab semua
persoalan ini dengan lugas.

C. Pergumulan antara Akal dan Wahyu
Pembahasan mengenai hubungan akal dengan wahyu (falsafat dan syariat)
sudah muncul sejak pertengahan abad ke-4 H. di tangan kelompok Ikhwn al-
Shaf. Ketika itu, mereka berpandangan bahwa syariat sudah dinodai dan
tercampur baur dengan kebodohan dan kesesatan. Karena itu, tak ada jalan untuk
menyucikannya lagi kecuali lewat falsafat.
68
Bagi mereka, falsafat sudah
mencakup kebijaksanaan dalam keyakinan dan pertimbangan maslahat dalam
berpikir. Permasalahan ini selalu muncul di tiap zaman dan tak pernah kunjung
tuntas. Pada zaman al-Kind, al-Frb dan Ibn Sn, masalah ini menjadi isu besar
yang memerhadapkan para teolog secara langsung dengan para failasuf. Tetapi Ibn
Rusyd menghadapi situasi baru yang sangat sulit karena serangan hebat yang
dilakukan al-Ghazl terhadap falsafat, dan membuat jurang pemisah antara agama
dan falsafat.
69

Dalam kaitannya dengan akal dan wahyu, gerakan Averroime itu sendiri,
dalam beberapa hal terdapat beberapa penyimpangan-penyimpangan dan
kesalahpahaman eksponen Averroisme terhadap ajaran-ajaran Ibn Rusyd. Pada
abad ke-13, para pemikir Barat menganut konsep kebenaran ganda (double
truth).
70
Mereka memandang bahwa kebenaran yang dihasilkan oleh pemikiran
falsafi adalah benar dan juga kebenaran yang datang dari agama pun benar.

68
Ibid, h. 5.
69
Zainal Abidin Ahmad, h. 21.
70
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1352.
60

Namun, memasuki abad ke 14, permasalahan kebenaran ganda ini semakin
meruncing ketika kebenaran hasil penyelidikan akal tidak dapat diterima oleh
kebenaran penafsiran Gereja terhadap Kitab Suci. Akibatnya, pemikiran Ibn Rusyd
yang mereka adopsi hanya penempatan tinggi kepada kemerdekaan berpikir,
sedangkan rekonsialiasi falsafat dengan agama yang merupakan ciri utama dari
falsafat Ibn Rusyd tidak mereka perhatikan.
Pada akhirnya, pengajian mereka dalam bidang falsafat menghasilkan
pandangan-pandangan yang sebenarnya tidak pantas lagi mereka nisbahkan
kepada Ibn Rusyd, tapi mereka masih menisbahkannya kepada Ibn Rusyd, seperti
pandangan bahwa akallah satu-satunya sumber kebenaran, sedang agama hanya
membawa kepalsuan, dan pandangan bahwa tidak ada imortalitas (keabadian)
jiwa secara, personal.
71

Pandangan asli dari Ibnu Rusyd memang harus dibedakan dari pandangan-
pandangan kaum Averroisme Barat. Ibn Rusyd memang menghargai tinggi
martabat dan kemampuan akal manusia, tapi tidak pernah mengingkari kebenaran
wahyu (agama), dan ini berbeda dari kaum Averroisme yang mengagungkan akal
sampai ke taraf mengingkari kebenaran agama (wahyu). Pandangan Ibn Rusyd
yang menghargai tingginya akal, jelas berpengaruh kuat pada kaum Averroisme.
Akan tetapi pandangan Ibnu Rusyd yang menghargai tinggi agama, tidak
berpengaruh kuat pada mereka.
Untuk menentukan hubungan antara agama dan falsafat dalam bukunya
Fashl Maql, Ibn Rusyd pertama kali menetapkan prinsip ketunggalan hakikat

71
Abdul Aziz Dahlan, h. 113.
61

(wahdah al-haqqah), yaitu, satu kebenaran dalam banyak manifestasinya. Karena
kebenaran hanya satu dalam banyak manifestasinya, falsafat oleh Ibn Rusyd harus
didefinisikan sama dengan syariat. Ia mendefinisikan falsafat tak lain merupakan
bentuk pengamatan atas segala makhluk yang ada secara seksama, demi
mengetahui siapa penciptanya.
72
Ketika falsafat sudah didefinisikan seluhur itu,
maka tatkala falsafat yang bertujuan untuk memerdalam pengetahuan tentang
apa yang dicipta (al-mashn) tadi sudah memadai, maka tak ayal pengetahuan
tentang Sang Pencipta akan menjadi lebih lengkap, dan itu semua sama saja
dengan mengamalkan tuntutan syariat yang senantiasa menganjurkan untuk
memerhatikan ciptaan Allah. Dan banyak sekali ayat al-Qurn yang bisa dijadikan
rujukan untuk itu semua, misalnya dalam surat al-Arf : 185:
`l `L., _ ,>l. ,...l _ !. _l> <
Apakah mereka tidak memerhatikan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang dijadikan oleh Tuhan?

Surat al-Hasyr: 2:
.., _|`!., .s!
Hendaklah kamu mengambil itibar wahai orang yang memunyai
pandangan
73


Falsafat dan syariat sudah ditetapkan bertujuan sama. Karena itu, apapun
pengetahuan penting yang ditinggalkan orang-orang masa lampau, baik mereka
seagama ataupun bukan seagama, perlu untuk ditinjau, bahkan wajib. Para failasuf
Muslim muncul sebagai kelompok yang tidak sama mandirinya dengan para

72
Ibn Rusyd, Fashl al-Maql f m bayn al-Hikmah wa al-Syarah min al-Ittishl, (Beirut:
Dr al-Masyriq, 1995), h. 27.
73
Poerwantana, Seluk-beluk Filsafat Islam, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 1993), h. 105.
62

failasuf Yunani dalam menetapkan kesimpulan. Bagaimanapun, para failasuf
Muslim adalah orang-orang Islam yang hasil-hasil kesimpulan mereka selalu
terikat dengan agama.
74
Karena itu, orang yang melarang menggunakan potensi
akalnya untuk berfalsafat, padahal dia punya bakat, moderasi dalam agama, dan
keluhuran budi pekerti, maka ia telah menghambat anjuran Tuhan dalam
mengenal Tuhan
75
. Karena itu, Ibn Rusyd mengatakan bahwa:
Kebenaran yang dicapai lewat pembuktian demonstratif tidak akan
bertentangan dengan kebenaran syariat, tapi mencocokinya, bahkan
memerkuat argumentasinya.
76


Dengan itu, hakikat agama dan falsafat adalah satu, yang beda hanya
ungkapannya, bukan esensinya. J adi Ibn Rusyd tidak mengajarkan dualisme
kebenaran agama dan falsafat sebagaimana didengungkan Avveroisme Barat.
Keduanya adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Ibn Rusyd juga tidak
menyebut adanya kebenaran ganda yaitu kebenaran agama dan kebenaran akal.
Dia menyebut satu kebenaran saja. Hanya saja, jalan untuk sampai pada kebenaran
itu beragam. Artinya, banyak jalan menuju Tuhan, baik lewat agama maupun lewat
falsafat.
J adi, agama dan falsafat tidaklah saling berhadapan karena keduanya
menelaah kebenaran yang satu dengan jalan yang berbeda-beda, keduanya tidak
bisa diperhadapkan karena tidak ada alasan untuk itu. Oliver Leaman
mengibaratkan,
Perjalanan dari Hampstead ke Pimlico di London, bisa dengan naik bus
nomor 24 atau kereta api bawah tanah. Dua sarana transportasi ini tidak
saling bertentangan, konyol kiranya jika menanyakan mana jalan yang

74
Oliver Leaman, h. 187.
75
Ibn Rusyd, h. 33
76
Ibid, h. 35.
63

benar dan yang salah.
77


Pengetahuan yang dicapai melalui pembuktian demonstratif pun bagi Ibn
Rusyd tidak akan keluar dari dua kemungkinan, sudah dibicarakan oleh syariat
ataupun belum. Kalau syariat belum bicara apa-apa, maka kita akan bebas
menentukan dan tidak ada persoalan lagi. Tapi ketika syariat sudah bicara, maka
ada lagi dua kemungkinan, sesuai atau tidak sesuai dengan pembuktian
demonstratif. Kalau sudah sesuai, maka tidak ada lagi persoalan. Tapi kalau tidak
sesuai, maka harus dicari jalan keluarnya melalui cara takwil.
78

Falsafat Ibn Rusyd telah membawa perjalanan kembali menuju
Aristotelianisme yang lebih murni dan lebih akademik. Setelah menjadi objek
cercaan para pendeta Kristen, karya-karya Ibn Rusyd menjadi rujukan utama di
Universitas Paris dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi lainnya di Barat.
Dengan segala kesempurnaan dan kesalah pahaman yang muncul atas namanya,
gerakan Averroisme berlanjut menjadi elemen penting dalam perkembangan
pemikiran Barat sampai lahirnya sains eksperimental modern.
79

Averroisme dalam hal ini, walaupun keliru memahami falsafat Ibn Rusyd
mengenai akal dan wahyu, hal tersebut justru berdampak besar terhadap pemikiran
Barat. Averroisme sesungguhnya berdampak pada pembentukan pandangan Barat
mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.
80

Perjalanan panjang peradaban Barat telah melahirkan sikap hidup sekular
dalam masyarakatnya. Kontradiksi antara akal dan wahyu yang tidak bisa

77
Oliver Leaman, h. 167.
78
Ibn Rusyd, h. 35.
79
Philip K. Hitti, h. 708.
80
Oliver Leaman, h. 168.
64

didamaikan, berujung pada pemisahan antara keduanya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kemerdekaan berpikir yang diperoleh orang-orang Barat melalui gerakan
Averroisme memberi pengaruh besar terhadap pemisahan antara akal dan wahyu.
Meningkatnya semangat kebebasan berfikir di kalangan ilmuwan Barat semakin
memudarkan kepercayaannya terhadap doktrin-doktrin Gereja.
Karena tidak dapat didamaikan, maka keduanya mengambil jalan sendiri-
sendiri. Gereja dengan sikap keras kepala memertahankan penafsiran terhadap
doktrin Kristen yang tidak rasional dan menolak segala hal yang berbau ilmu
pengetahuan. Sementara di sisi lain para ilmuwan Barat berjalan sendiri dengan
melepaskan nilai-nilai agama. Inilah akar-akar terjadinya sekularisasi di Barat,
diawali dengan penolakan para ilmuwannya terhadap hal-hal yang sebelumnya
dipandang sakral dan dianggap sebagai ajaran-ajaran dasar agama, dalam
perkembang selanjutnya, sekularisasi Barat menuju ke dalam bentuk yang falsafi.
Mereka memisahkan semua hal yang berbau agama dari kehidupan sosial politik
dan ilmu pengetahuan, karena Gereja di Barat selama berabad-abad telah menjadi
penghalang kemajuan berfikir dan kemajuan ilmu pengetahuan.
81



D. Pertentangan Averroisme dengan Gereja
Averroisme yang berkembang di Barat pada hakekatnya merupakan
pemahaman terhadap falsafat Aristoteles secara murni dan benar sesuai dengan
yang dikemukakan Ibn Rusyd. Namun, mereka tidak mengikuti falsafat Ibn Rusyd
secara menyeluruh, hanya sebagian dari pendapat Ibn Rusyd tentang kedudukan

81
Sirajuddin Zar, h. 107.
65

akal. Hal ini disebabkan karena para penganut Averroisme bukanlah seorang
Muslim, yang pemahamannya selalu berbenturan dengan dogma Gereja. Ini
berbeda dari para failasuf Islam yang mengaji teks-teks dari Yunani, memberi
komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam dan
mampu mengembangkannya dalam bentuk yang lebih inovatif dan variatif.
82

Komentar-komentar Ibn Rusyd yang dikembangkan oleh Averroisme
tentang Metaphysics dan De Anima Aristoteles, serta ajaran-ajaran mengenai
kebenaran ganda, keazalian dunia dan Intelek Aktif sangat mengganggu para
pembaca Kristen.
83
Keberatan Gereja terhadap Averroisme adalah karena ajaran-
ajarannya yang lebih mengutamakan akal dan menolak paham-paham yang
dianggap tidak sesuai dengan akal. Dalam Kristen sendiri sumber kebenaran ialah
satu, yaitu kebenaran yang datang dari agama. Dalam hal ini, Gereja memiliki
otoritas mutlak dalam menafsirkan doktrin-doktrin agama. Akibatnya, dengan
mudah diterima untuk menyatakan bi l kayfa. Artinya, orang harus bisa menerima
apa adanya sekalipun tidak bisa menalar sebab-musababnya.
84
J adi, pemahaman
apapun yang tidak sejalan dengan penafsiran Gereja dianggap keluar dari ajaran
Kristen. H.J . Muller menyatakan:
Tatkala orang-orang Kristen memeroleh kejayaan, mereka langsung
tidak memercayai kebebasan agama. Mereka menghendaki agar
kebebasan agama itu hanya milik mereka saja. Mereka pun mulai
menindas pemuja-pemuja patung dan orang-orang Yahudi untuk
kemudian disusul dengan tindakan keras terhadap orang-orang Kristen
yang melakukan penyimpangan. Kebebasan pemikiran agama dan

82
Aden Wijdan, h. 45.
83
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1355.
84
Oliver Leaman, h. 172.
66

kesadaran untuk mengamalkannya diredam dengan ketegasan dan
kejelian yang tidak dikenal dalam sejarah sebelumnya.
85


Averroisme sesungguhnya berdampak pada pembentukan pandangan
Barat mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.
86
Sejalan dengan pesatnya
pergerakan rasional Averroisme di Barat, pelopor-pelopor gerakan ini juga
menentang paham-paham Gereja yang mereka anggap tidak sesuai dengan logika
dan ilmu pengetahuan. Akibatnya, timbullah sikap pro-kontra terhadap gerakan
Averroisme. Ajaran-ajaran Aristoteles yang dikembangkan melalui komentar-
komentar Ibn Rusyd dan dipelajari di Barat yang kemudian mendapat tentangan
dari Gereja. Penguasa Kristen menganggap ajaran Ibn Rusyd berbahaya bagi
Kristen, bagi mereka Kristen tidak perlu menerapkan konseptual Islam guna
memecahkan persoalan teoritis.
87

Karena besarnya pengaruh falsafat Ibn Rusyd di Barat melalui
Averroisme, maka Gereja mengambil perhatian yang sangat besar terhadapnya.
Beberapa Gereja telah bersidang untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap
Averroisme yang dianggap telah keluar dari ajaran Kristen. Di antaranya:
1. Pada tahun 1209 M. berlangsung sidang Agama di Paris yang terkenal
dengan Provincial Council of Paris. Sidang tersebut telah
memutuskan, bahwa segala buku Aristoteles mengenai falsafat beserta

85
H. J. Muller, Freedom in the Ancient World, (New York: Harper & Broters, 1961), h. 289-
290.
86
Oliver Leaman, h. 168.
87
Ibid, h. 174.
67

komentarnya tidak boleh dibaca, baik di muka umum maupun secara
diam-diam.
88

2. Paus Gregorius IX mengeluarkan dekrit pada tahun 1231 M., yang
menolak dan mengharamkan pengajaran karya-karya Aristoteles dan
komentar-komentar dari Ibn Rusyd terhadap karya-karya tersebut.
89

3. Aartsbishop Etienne Tempier di Paris pada 1270 M., dalam deklarasi itu,
Tempier tidak merinci ajaran-ajaran yang dianggap terlarang. Namun,
pada Maret 1277 M., ia mengeluarkan lagi pengumuman lanjutan
dengan memberikan 219 daftar ajaran yang dianggap heretik dan
pengikutnya harus dihukum seberat-beratnya. Lalu beberapa bulan
kemudian, Robert Kilwadby, Aartsbishop

di Canterbury, Inggris,
menolak 30 asas-asas Averroisme.
90

Bukan hanya itu, seperti halnya Ibn Rusyd yang dijatuhi hukuman buang
oleh pemerintah Muwahhidn pada tahun 1196 M., gerakan Averroisme juga
mendapat kecaman dari Gereja. Untuk memertahankan dogma-dogma Kristen,
pada akhir abad ke-15 Paus juga melakukan inquisisi terhadap orang-orang yang
dicurigai keluar dari agama.
Mereka mengutuk gerakan Averroisme dan menyatakannya sesat. Pada
tahun 1233 M., Paus Gregorius IX mengeluarkan perintah agar membunuh semua
orang yang murtad dari agama mereka dan menganut paham yang berbeda dari
Gereja. Perintah ini diperkuat oleh paus Inocent IV pada tahun 1252 yang

88
Ernest Renan, Ibn Rusyd wa al-Rusydiyyah, diterjemahkan oleh Adil Zuaitir, (Kairo: Dr
Ihy al-Kitb al Arabiyyah, 1957), h. 233 .
89
M.M. Syarif, et al., A History of Muslim Philosophy, (Wiesbaden: Otto Harrasowitz,
1966), h. 1369.
90
Zainal Abidin Ahmad, h. 155.
68

meresmikan tata cara pemburuan tersebut sebagai bagian dari upaya melindungi
agama. Perburuan inilah yang dinamakan inquisisi.
91
Inquisisi inilah yang
memakan banyak korban para ilmuwan Barat, termasuk kaum Averroisme di
dalamnya.
Inqusisi ini memang efektif, menangkap dan membunuh para ilmuwan dan
siapa saja yang tidak sesuai dengan otoritas Gereja, pada masa 18 tahun saja,
yakni 1481-1499 M., telah dijatuhkan hukuman bakar hidup-hidup terhadap
ilmuwan sebanyak 10.220 orang, lalu 6.860 orang dihukum gantung dan 97.023
orang dihukum dengan berbagai macam siksaan dan hukuman.
92

Seorang Averroisme dari Den Haag, Belanda, bernama Herman van
Reeswijk telah dijatuhi hukuman pada tahun 1502 M., dipenjarakan selama hidup,
dan 10 tahun kemudian dia dihadapkan sekali lagi ke mahkamah inquisisi dengan
tuduhan yang sama, yaitu murtad dan dijatuhkan hukuman bakar hidup-hidup
yang dijalaninya pada 14 Desember 1512. Sebelum dilontarkan ke dalam api, ia
masih sempat berkata:
Sarjana yang paling besar adalah Aristoteles, dan komentatornya Ibn
Rusyd. Kedua mereka lebih mendekati kebenaran, karena pimpinan
mereka saya menemui jalan kebenaran dan berkat ajaran mereka berdua,
saya melihat cahaya yang selama ini saya buta darinya.
93


Selanjutnya adalah Lucio Vanini, seorang ateis malang yang dibakar hidup-
hidup pada tahun 1600 M. di Toulose, Prancis, menampilkan diri sebagai murid

91
Ibid, h. 175.
92
Muhammad Abduh, Ilmu dan Peradaban menurut Islam dan Kristen, diterjemahkan oleh:
Mahyuddin Syaff, (Bandung: Diponegoro, 1992), h. 53.
93
J.B. Bury, Sejarah Kemerdekaan Berpikir, diterj oleh LM Sitorus, (Jakarta: Yayasan
Pembangunan, 1951), h. 57.
69

dari Ibn Rusyd.
94
Selain dari kalangan Averroisme, J .B. Bury menyebutkan para
ilmuwan Barat yang mengalami inquisisi, diantaranya :
1. Roger Bacon, dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun pada abad
ke-XIII.
2. Gironalo Savonarola, dari Itali, yang dihukum mati oleh Paus Alexander
VI pada 1498 M.
3. Giordano Bruno, dijatuhi hukuman mati di Roma dan dibakar hidup-
hidup di Campo de Fiori pada tahun 1600 M.
4. Severtus dari Spanyol, dibakar hidup-hidup tahun 1553 M. karena
menentang ajaran Trinitas.
5. Legate dan Wightman dari Inggris dibakar di Inggris pada 1611 M., dan
para ilmuwan lainnya.
95

Sejarah mencatat, dari akhir abad ke-12 hingga abad ke-18 paling sedikit
48.000 orang telah dibakar hidup-hidup di Spanyol, termasuk di dalamnya tokoh-
tokoh Averroisme seperti Singer van Brabant yang pada akhirnya dihukum mati
oleh Gereja. Selain hukuman yang di luar perikemanusiaan tersebut, Gereja tidak
segan memakai kata-kata yang sangat kotor, seperti perkataan Petrarchus mencaci
Ibn Rusyd: Dia adalah anjing menggonggong yang menimbulkan amarah yang
terkutuk . . ..
96
kemudian Duns Scouts menyebut Ibn Rusyd yang terkutuk itu
dan mengatakan tidak lebih daripada sejenis binatang irasional yang meng-
ungguli binatang-binatang lainnya karena jiwa sensitif irasional yang lebih unggul
dari jiwa-jiwa lainnya, kemudian Thomas Aquinas mengatakan Aristoteles

94
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1356 .
95
J.B. Bury, h. 73-86.
96
Zainal Abidin Ahmad, h.173-176.
70

memang tidak terlalu religius, tetapi penafsirnya, Ibn Rusyd, tidak beriman sama
sekali.
97

Selain dengan cara-cara tersebut, muncul pula usaha untuk memer-
tahankan dominasi mutlak Gereja dan menolak gerakan Averroisme, Gereja juga
melakukan sistematisasi falsafat Aristoteles dengan ajaran-ajaran Kristen. Dalam
hal ini Thomas Aquinas, merasa berkepentingan membela ajaran-ajaran Katholik.
Ia khawatir umat Kristen lebih mementingkan tafsiran-tafsiran Ibn Rusyd dan
Averroisme, maka orang akan curiga pada Aristoteles.
98
Karena itu, ia perlu
membuat tafsiran yang lebih sesuai dengan dogmatisme Kristen. Melalui On the
Unity of the Intellect against the Averroists, Thomas Aquinas mengarahkan
risalah singkatnya untuk melawan Averroisme di Paris yang meyakini pandangan
(yang menurut mereka Aquinas berasal dari Ibn Rusyd) bahwa hanya ada satu
intelek yang mungkin bagi seluruh manusia.
99

Walaupun Averroisme dilarang oleh Gereja, ini tidak membuat gerakan ini
surut, justru sebaliknya, semangat rasional Ibn Rusyd melalui Averroisme
menyebar ke berbagai kota di Barat. Pusat studi iImu dan falsafat semakin ber-
kembang di Barat (antara lain di Padua, Palermo, Bologna, Paris, dan Oxford)
dan semakin banyak muncul lingkungan-lingkungan yang bersemangat
Averoisme. Di Oxford misalnya, Ibn Rusyd diagungkan sebagai Komentator
Agung bagi karya-karya Aristoteles, bahkan Averroisme mendominasi seluruh
universitas di Itali, menurut Oliver Leaman, dan Universitas Padua malah

97
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1356 .
98
Hasbullah Bakry, Di Sekitar Skolastik Islam, (Jakarta: Tintamas, 1984), h. 97.
99
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1342.
71

menerima bulat-bulat pemikiran Ibn Rusyd melalui Averroisme.
100
Di Paris
muncul kelompok kaum terpelajar yang skeptis terhadap agama. Ancaman Gereja
kepada Kopernikus, dan Galilei Galileo agar meninggalkan teori helio-sentris
menjadi contoh yang paling populer di kemudian hari untuk menunjukkan bahwa
betapa Gereja di Barat selama berabad-abad telah menjadi penghalang kemajuan
berpikir dan kemajuan ilmu pengetahuan.
101
Averroisme berjalan terus sampai
akhir abad ke 17, selanjutnya Hasbullah Bakry mengatakan:
Sesudah itu secara resmi orang tidak mendengar lagi Averroisme di
Eropa. Tetapi ini, bukan berarti bahwa kumandangnya atau pengaruhnya
telah lenyap. Yang sebenarnya ialah: J iwa rasionalisme dari Averroisme
masih tetap ada dengan megahnya di Eropa, malahan sekarang dia lebih
berkuasa lagi meskipun dengan baju-baju baru dalam diri pentolan-
pentolan Rasionalisme seperti Descartes (1595-1650), Spinoza (1632-
1677) dan Leibniz (1640-1716) mengalir jiwa radikalisme dari
Averroisme yang amat mementingkan akal.
102


J ika falsafat Ibn Rusyd banyak memberi inspirasi bagi para pemeluk
Yahudi dan Kristen, pandangan falsafatnya banyak mendorong kalangan
akademisi di Eropa melawan kemapanan pemahaman-pemahaman falsafat yang
datang dari Gereja, karena pada Abad Pertengahan sumber kebenaran hanya
datang dari satu penjuru, yaitu Gereja. Dunia akademi hanyalah sebuah perluasan
dari imperium pengetahuan yang dibangun para teolog dan tokoh agama.
Sebagian penghuni akademi itu bahkan adalah para tokoh Gereja. Dengan aroma
gereja yang begitu kuat, sangat sukar bagi para akademisi berpikir independen
karena, sekali saja ketahuan, mata-mata Tuhan akan mengirimkan mereka
sebuah undangan ke Mahkamah Inquisisi. Namun, bagi orang-orang yang

100
Oliver Leaman, Averroes and His Philosophy, (Oxford: Clarendon Press, 1988), h.168.
101
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Dari al-Ghazl ke Ibn Rusyd, (Padang: IAIN IB Press,
1999), h. 107.
102
Hasbullah Bakry, h. 97-98.
72

tercerahkan, seperti Siger van Brabant dan Boethius de Decia, otoritas itu
bukanlah segala-galanya. Ada otoritas lain di luar Gereja, yakni akal manusia
yang berpikir secara independen. Di sinilah peran Ibn Rusyd menyadarkan para
pemilik akal-akal independen bahwa kedudukan akal mereka sama tinggi dan
sama mulianya dengan wahyu. J ika kebenaran bisa diperoleh melalui wahyu, ia
juga bisa diperoleh lewat pemikiran yang independen.

E. Penolakan Agama
Falsafat Ibn Rusyd meliputi perjalanan kembali menuju Aristotelianisme
yang lebih murni dan lebih ilmiah, setelah menjadi objek cercaan para pendeta
Kristen, karya-karya Ibn Rusyd menjadi rujukan utama di Universitas Paris dan
lembaga-lembaga pendidikan tinggi lainnya di Barat. Dengan segala
kesempurnaan dan kesalah pahaman yang muncul atas namanya, gerakan
Averroisme berlanjut menjadi elemen penting dalam perkembangan pemikiran
Barat sampai lahirnya sains eksperimental modern.
103

Pada awal abad ke-18, Barat memasuki zaman baru yang kemudian
dikenal sebagai Abad Modern. Abad ini merupakan awal kemenangan supremasi
rasionalisme, empirisme, dan posivisme terhadap dogma agama. Kenyataan ini
dapat dipahami karena abad modern Barat ditandai dengan adanya upaya
pemisahan antara ilmu pengetahuan dan falsafat dari pengaruh agama, sehingga
disebut sekularisme. Perpaduan antara rasionalisme, empirisme dan sekularisme

103
Philip K. Hitti, h. 708.
73

dalam satu paket epistimologi, melahirkan dengan apa yang disebut metode
ilmiah (Scientific Method)
104
.
Munculnya aliran-aliran tersebut sangat berpengaruh pada peradaban
Barat selanjutnya. Dengan metode ilmiah ini, kebenaran sesuatu hanya dapat
diperhitungakan dari sudut falsafi (lahiriyyah) saja, atau dengan kata lain, ilmu
pengetahuan hanya diukur dari korehensi dan korespodernsi. Dengan wataknya
tersebut sudah dapat dipastikan bahwa, segala pengetahuan yang ada di luar
jangkauan indera dan rasio serta pengujian ilmiah ditolak, termasuk di dalamnya
pengetahuan yang bersumber dari agama.
Averroisme dalam hal ini, walaupun keliru memahami falsafat Ibn Rusyd
mengenai akal dan wahyu, hal tersebut justru berdampak besar terhadap pemikiran
Barat. Averroisme sesungguhnya berdampak pada pembentukan pandangan Barat
mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.
105

Perjalanan panjang peradaban Barat telah melahirkan sikap hidup sekular
dalam masyarakatnya. Kontradiksi antara akal dan wahyu yang tidak bisa
didamaikan, berujung pada pemisahan antara keduanya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kemerdekaan berpikir yang diperoleh orang-orang Barat melalui gerakan
Averroisme memberi pengaruh besar terhadap pemisahan antara akal dan wahyu.
Meningkatnya semangat kebebasan berfikir di kalangan ilmuwan Barat semakin
memudarkan kepercayaannya terhadap doktrin-doktrin Gereja.
Karena tidak dapat didamaikan, maka keduanya mengambil jalan sendiri-
sendiri. Gereja dengan sikap keras kepala memertahankan penafsiran terhadap

104
Aden Wijdan, h. 50.
105
Oliver Leaman, h. 168.
74

doktrin Kristen yang tidak rasional dan menolak segala hal yang berbau ilmu
pengetahuan. Sementara di sisi lain para ilmuwan Barat berjalan sendiri dengan
melepaskan nilai-nilai agama. Inilah akar-akar terjadinya sekularisasi di Barat,
diawali dengan penolakan para ilmuwanya terhadap hal-hal yang sebelumnya
dipandang sakral dan dianggap sebagai ajaran-ajaran dasar agama, dalam
perkembang selanjutnya, sekularisasi Barat menuju ke dalam bentuk yang falsafi.
Mereka memisahkan semua hal yang berbau agama dari kehidupan sosial politik
dan ilmu pengetahuan, karena Gereja di Barat selama berabad-abad telah menjadi
penghalang kemajuan berfikir dan kemajuan ilmu pengetahuan.
106

Dalam Positivisme misalnya, membatasi diri pada apa yang tampak dan
segala gejala.
107
Dengan demikian Positivisme mengesampingkan metafisika,
karena metafisika bukan sesuatu yang real, yang tidak dapat dibuktikan secara
empiris dan tidak dapat dibuktikan.

Positivisme hanya menyatakan ilmu-ilmu
alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar.
108
Menurut
kaum positivis, wahyu dan kepercayaan-kepercayaan agama hanyalah tahayul
belaka, yang menurut mereka pasti akan diganti oleh ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan mencakup suatu pendekatan sistematis dalam mengumpulkan data
empiris dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukum alam. Suatu hukum alam
hanyalah merupakan satu pernyataan mengenai suatu keseragaman hubungan
yang terdapat di antara gejala-gejala empiris.
109


106
Sirajuddin Zar, h. 107.
107
Harun Hadiwijono, h.109.
108
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 858.
109
Doyle Paul Johnson, h. 26
75

Selanjutnya Sekularisme, yang dalam penggunaan masa kini secara garis
besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan
harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.
110
Sekularisme juga merujuk
kepada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang
politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta,
dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.

Peter E. Glasner menambahkan,
Bahkan dalam suatu negara yang benar-benar sekular, seorang manusia
dapat dilahirkan, dikawinkan, boleh bekerja dan menerima honor, dan
pada akhirnya meninggal, semuanya tanpa bantuan bentuk-bentuk
relegius institusional.
111


Ide-ide sekular yang menyangkut pemisahan falsafat dan agama dapat
dirunut baik ke falsafat Ibn Rusyd yang dikembangkan oleh Averroisme.
Averroisme maupun para ilmuwan Barat lainnya menghadapi pemburuan inquisisi
selama berabad-abad dan melahirkan reaksi balik yang keras pula dari kalangan
ilmuwan, bahkan mereka makin berani menentang kekuasaan Gereja. Bagi
mereka segala yang tidak dapat dipikirkan secara rasional dianggap tidak sejalan
dengan hukum alam dan tidak mendukung kemajuan harus ditolak. Dan yang
lebih parah lagi mereka juga menolak keberadaan agama, karena agama dalam
pandangan mereka hanya membawa kemunduran dan bertentangan dengan
semangat rasional mereka. Semua itu merupakan bentuk-bentuk protes orang
Barat terhadap eksistensi agama dan otoritas Gereja yang selama ini mengekang
kebebasan berpikir mereka. Akibatnya, timbul rasa skeptis dan ketidakpercayaan

110
Peter E. Glasner, Sosiologi Sekularisasi: Suatu Kritik Konsep, diterjemahkan oleh
Mochtar Zoerni, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992), h. 70.
111
Ibid, h. 49.
76

orang-orang Barat terhadap sesuatu yang bersifat transendental yang dibawa
agama dan puncaknya adalah penolakan terhadap Tuhan.
Sejak Renaisance abad ke-14 (di Italia) sampai pada era Reformasi abad
ke-16, sudah banyak hal yang berubah dalam perspektif manusia tentang dirinya
sendiri.
112
Manusia mulai semakin menyadari dirinya sebagai subjek realitas, yang
dalam terminologi teknis, disebut antroposentrisme. Apapun dipertanyakan dari
sudut pandang kepusatan manusia sebagai subjek, termasuk pertanyaan tentang
Tuhan.
113
Subjektivitas inilah yang kemudian menjadi unsur hakiki dalam
paradigma antroposentris yang khas dari modernitas, yang membedakannya
dengan paradigma teosentris Abad Pertengahan.
114

Melalui Renaisance, kebudayaan Barat merasa menemukan kembali nilai-
nilai, seperti: penghargaan atas dunia, penghargaan atas martabat manusia, dan
pengakuan atas kemampuan rasio.
115
Nilai-nilai itulah yang kemudian menjadi
dasar bagi lahirnya humanisme, rasionalisme, sekularisme, positivism dan
empirisme di Barat, yang benar-benar bergulir sejak zaman Pencerahan
(Aufklarung) pada abad ke-17, yang mulai menundukkan agama dan Tuhan
dengan kemampuan rasio. Sedangkan, pada era Reformasi (khususnya pada akhir
abad ke-16), melalui antusiasme baru terhadap Aristotelianisme, orang-orang
Barat mulai cenderung mendiskusikan Tuhan seolah dia tidak lebih dari fakta-
fakta objektif lainnya. Dari kecenderungan itulah yang kemudian memberi
peluang bagi kaum ateis pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, bisa

112
Franz M. Suseno, Menalar Tuhan, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 45-46.
113
Ibid, h. 46.
114
Ibid, h. 50.
115
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 9.
77

mengenyahkan Tuhan sama sekali, sebagaimana yang digambarkan oleh Karen
Armstrong:
Orang-orang mulai yakin bahwa mereka mampu mencapai pencerahan
lewat usaha mereka sendiri. Mereka tidak lagi merasa perlu untuk
bersandar pada warisan tradisi, sebuah institusi, sekelompok elit atau
bahkan wahyu dari Tuhan untuk menemukan kebenaran.
116


Kemajuan sains dan teknologi melahirkan semangat otonomi dan
independensi baru yang mendorong sebagian orang untuk mendeklarasikan
keterbebasannya dari Tuhan. Dalam abad inilah nama-nama besar seperti Ludwig
Feuerbach, Karl Marx, dan Friedrich W. Nietzsche dan J ean Paul Sartre
menyusun tafsir falsafi dan ilmiah mereka tentang realitas, tanpa menyisakan
tempat buat Tuhan. Bahkan pada akhir abad ini, sejumlah besar orang mulai
merasakan bahwa sekiranya Tuhan belum mati, maka adalah tugas manusia yang
rasional dan teremansipasi untuk membunuhnya.
117

Menurut Ludwig Feuerbach, Tuhan adalah hasil proyeksi diri dari
manusia. Maksudnya ialah, manusia memiliki potensi-potensi hakiki seperti,
berpikir tentang kesempurnaan, menghendaki kebaikan, dan mengalami cinta.
Semua potensi hakiki manusia ini, serba terbatas dan tidak sempurna, maka
manusia membayangkan adanya sebuah kenyataan lain yang memiliki
kesemuanya itu, secara tak terbatas. Kenyataan itu, lalu dibayangkan berada di
luar dirinya sebagai sebuah kenyataan objektif. Padahal, kenyataan itu sebenarnya
tidak lain dari objektivikasi kesadarannya sendiri. Proyeksi diri itu adalah sebuah

116
Karen Armstrong, Sejarah Tuhan : Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-
orang Yahudi, Kristen, dan Islam Selama 4000 Tahun, diterjemahkan oleh Zaimul Am, (Bandung:
Mizan Media Utama, 2004). h. 386.
117
Ibid, h. 446.
78

alienasi.
118
Ini berarti, bahwa bagi Feuerbach, proyeksi diri adalah sesuatu yang
negatif. Dikatakan negatif, karena hasil proyeksi diri itu oleh manusia, dianggap
sebagai sebuah kenyataan otonom yang berada di luar dirinya dan menghadapi
dirinya. Manusia merasakan bahwa hasil proyeksinya itu menghadapi dirinya
sebagai objek. Manusia kemudian meletakkan dirinya lebih hina daripada hasil
proyeksinya sendiri, contohnya: manusia itu lemah, sedang Tuhan mahakuasa,
manusia itu berdosa, sedangkan Tuhan itu suci, dan sebagainya. Alienasi diri
inilah yang terjadi di dalam agama.
119

Kemudian Karl Marx. Dalam mengritik agama, Marx dikenal melalui
ucapannya bahwa agama adalah candu rakyat.
120
Ucapan Marx ini hendak
mengatakan bahwa agama, dengan menjanjikan surga, membuat orang miskin
dan tertindas menerima begitu saja nasib mereka daripada mengubahnya. Dalam
arti, agama dilihat sebagai sebuah lingkaran setan yang sengaja diciptakan oleh
kaum-kaum berkuasa untuk menenangkan rakyat tertindas.
121

Selanjutnya, Nietzsche dikategorikan sebagai failsuf eksistensialisme-
ateistis, yang dengan lantang memroklamirkan kematian Tuhan. Mengapa
Nietzsche berkeras untuk mematikan Tuhan? Dengan tidak adanya Tuhan dan
akhirat, Nietzsche menggagas sebuah konsepsi tentang kembalinya segala sesuatu
secara sama. Bahwa dunia menjadi bernilai ketika Tuhan sudah lenyap, apapun
yang pergi akan kembali lagi, apa pun yang kering akan merekah lagi. Dunia ini,
adalah abadi bagi Nietzsche.

118
F. Budi Hardiman, h. 230.
119
Franz M. Suseno, 67.
120
Ibid, h. 72.
121
Ibid, h. 72.
79

Itulah sebabnya, Nietzsche memandang Tuhan dari orang beragama,
sebagai absurd,
122
karena telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tuhan dalam agama (khususnya agama Kristen), dipandangnya sebagai penyebab
yang membuat manusia takut terhadap tubuh, hasrat, seksualitas, dan yang
memromosikan moralitas belas kasih yang membuat manusia lemah. Bagi
Nietzsche, Tuhan telah lama digunakan untuk mengasingkan manusia dari
kemanusiaannya, melalui tindakan menolak dunia (asketisme).
123
Moralitas dan
mentalitas agama, adalah sentimen dari orang-orang yang kalah dalam kehidupan,
maka mereka mengharapkan bahwa setelah hidup ini, mereka akan dimenangkan
oleh kekuatan di akhirat. Karenanya, bagi Nietzsche, Tuhan mesti dibunuh!.
Melampaui dinamika tersebut di atas, manusia modern dianggap telah
keluar dari kegelapan Abad Pertengahan, dan akan terus maju menjadi umat
manusia yang cerah, rasional, beradab, dan toleran. Kepercayaan akan ilmu
pengetahuan sebagai pemecah segala masalah manusia itulah, yang kemudian
disebut saintisme. Menurut pandangan ini, agama mesti digantikan dengan ilmu
pengetahuan, karena agama dilihat sebagai penghambat kemajuan. Iman kepada
Tuhan pun dipandang sebagai sisa-sisa mitos yang juga perlu diatasi, sehingga
tidak menjadi penghambat potensial dalam pengembangan sains.
124


122
Tuhan sebagai absurditas merupakan pandangan falsafi yang ditawarkan oleh
eksistensialisme ateis. Absurditas dalampengertian ini berarti sama dengan kemustahilan untuk
mencari jawaban pada yang transenden. A. Camus sangat mengagumi Nietzsche yang dengan
lantang menyatakan Allah sudah mati, supaya manusia setia pada buminya sendiri. Bagi
Nietzsche mencari jawaban pada yang transenden mengenai persoalan-persoalan manusia dan
dunia ini merupakan tindakan orang malas yang hanya mau mencari sesuatu tanpa kesungguhan.
Dikutip dalam., Lorens Bagus, h. 10.
123
Adian, D. Gahral, h. 17
124
Franz M. Suseno, h. 57.
80

Kesan positif dan negatif atas falsafat Islam pada periode modern awal
memberikan keterangan yang sangat berharga mengenai pembentukannya. Hal ini
disebabkan dalam beberapa hal. Pertama, para failasuf Islam telah mengubah
berbagai anggapan dasar falsafat Yunani dengan memikirkan secara menyeluruh
Platonisme dan Aristotelianisme yang dengan demikian memastikan relevansi
bagi Kristen. Kedua, dalam Averroisme yang hubungannya dengan falsafat Ibn
Rusyd sebenarnya sangat problematik, Averroisme menciptakan bidah yang kuat
dan menggugah keingintahuan yang bersanding dengan doktrin Kristen. Ketiga,
meskipun mereka jarang mengutip dan membuat rujukan-rujukan yang eksplisit,
para pengarang modern awal menggunakan contoh-contoh dan bentuk-bentuk
argumen khas yang diambil dari komentar-komentar para failasuf Muslim dan
bersamaan dengan testimasi yang telah dilakukan sejak Abad Pertengahan hingga
modern.
125

Inilah fenomena hidup yang terjadi dalam mayarakat Barat. Semuanya
terjadi setelah melalui proses panjang pergumulan antara agama dan akal. Seperti
diungkapkan sebelumnya peradaban Yunani yang telah tenggelam selama
berabad-abad, pada Abad Pertengahan dibangkitkan kembali oleh umat Islam.
Kalau peradaban Yunani ditandai oleh semangat materialisme dan melepaskan
diri dari ikatan-ikatan agama, maka di tangan umat Islam peradaban tersebut
diadaptasi dan dipadukan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan demikian
gerakan intelektual di dunia Islam tidak bertentangan dengan agama. Namun,
ketika peradaban Islam ditransfer oleh Barat, ternyata terjadi pertentangan yang

125
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1351
81

sangat tajam dengan Kristen. Dogma-dogma Gereja ternyata tidak dapat
menerima pemikiran rasional Islam yang dikembangkan Ibn Rusyd dari pemikir
Yunani Aristoteles.





78
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Falsafat Ibn Rusyd berkembang di Barat melalui berbagai gerakan
penerjemahan atas karya-karyanya. Averroisme mencoba mengembangkan
gagasan rasionalisme Ibn Rusyd. Begitu tinggi penilaian mereka terhadap Ibn
Rusyd sehingga mereka tidak menyadari bahwa pemikiran Ibn Rusyd yang
mereka adopsi hanya penempatan tinggi kepada kemerdekaan berfikir, sedangkan
rekonsialiasi falsafat dengan agama yang merupakan ciri utama dari falsafat Ibn
Rusyd tidak mereka perhatikan. Pada akhirnya, pengajian mereka dalam bidang
falsafat menghasilkan pandangan-pandangan yang sebenarnya tidak pantas lagi
mereka nisbahkan kepada Ibn Rusyd, tetapi mereka masih menisbahkannya.
Gerakan Averroime itu sendiri, dalam beberapa hal terdapat beberapa
penyimpangan-penyimpangan dan kesalahpahaman eksponen Averroisme terhadap
ajaran-ajaran Ibn Rusyd. Pada abad ke-13, para pemikir Barat menganut konsep
kebenaran ganda (double truth). Mereka memandang bahwa kebenaran yang
dihasilkan oleh pemikiran falsafi adalah benar dan juga kebenaran yang datang dari
agama pun benar. Namun, memasuki abad ke 14, permasalahan kebenaran ganda
ini semakin meruncing ketika kebenaran hasil penyelidikan ilmiah tidak dapat
diterima oleh kebenaran penafsiran Gereja terhadap Kitab Suci. Pada
perkembangan selanjutnya Averroisme merupakan sebagai gerakan anti agama,
79

dan hanya mengagungkan akal yang berdampak pada pembentukan pandangan
Barat mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.
Averroisme yang berkembang di Barat pada hakekatnya merupakan
pemahaman terhadap falsafat Aristoteles secara murni dan benar sesuai dengan
yang dikemukakan Ibn Rusyd. Namun, mereka tidak mengikuti pemikiran falsafat
Ibn Rusyd secara menyeluruh, tetapi hanya sebagian dari pendapat Ibn Rusyd
tentang kedudukan akal. Pemikiran Yunani yang telah tenggelam selama berabad-
abad, pada Abad Pertengahan dibangkitkan kembali oleh umat Islam. Kalau
peradaban Yunani ditandai oleh semangat materialisme dan melepaskan diri dari
ikatan-ikatan agama, maka melalui Ibn Rusyd pemikiran tersebut diadaptasi dan
dipadukan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan demikian gerakan intelektual
di dunia Islam tidak bertentangan dengan agama. Namun, ketika peradaban Islam
ditrasnfer oleh Barat, ternyata terjadi pertentangan yang sangat tajam dengan
Kristen.
Perjalanan panjang peradaban Barat telah melahirkan sikap hidup sekular
dalam masyarakatnya. Kontradiksi antara akal dan wahyu yang tidak bisa
didamaikan, berujung pada pemisahan antara keduanya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kemerdekaan berpikir yang diperoleh orang-orang Barat melalui gerakan
Averroisme memberi pengaruh besar terhadap pemisahan antara akal dan wahyu.
Meningkatnya semangat kebebasan berfikir di kalangan ilmuwan Barat semakin
memudarkan kepercayaannya terhadap doktrin-doktrin Gereja.
Karena tidak dapat didamaikan, maka keduanya mengambil jalan sendiri-
80

sendiri. Gereja dengan sikap keras kepala memertahankan penafsiran terhadap
doktrin Kristen yang tidak rasional dan menolak segala hal yang berbau ilmu
pengetahuan. Sementara di sisi lain para ilmuwan Barat berjalan sendiri dengan
melepaskan nilai-nilai agama. Inilah akar-akar terjadinya sekularisasi di Barat,
diawali dengan penolakan para ilmuwanya terhadap hal-hal yang sebelumnya
dipandang sakral dan dianggap sebagai ajaran-ajaran dasar agama, dalam
perkembang selanjutnya, sekularisasi Barat menuju ke dalam bentuk yang falsafi.
Mereka memisahkan semua hal yang berbau agama dari kehidupan sosial politik
dan ilmu pengetahuan, karena Gereja di Barat selama berabad-abad telah menjadi
penghalang kemajuan berfikir dan kemajuan ilmu pengetahuan.
B. Saran-saran
Adapun mengenai saran-saran yang perlu disampaikan berkaitan dengan
penelitian skripsi ini, antara lain:
1. Dalam hal ini, Ibn Rusyd tidak dapat dianggap sebagai penyebab
sekularisasi bagi orang-orang Barat. Penyimpangan pemahaman Averroisme
terhadap falsafat Ibn Rusyd inilah yang berdampak pada pembentukan
pandangan Barat mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat serta
dualisme kebenaran yang didengungkan Averroisme yang berujung pada
penolakan terhadap agama.
2. Dalam beberapa hal, falsafat Ibn Rusyd juga tidak kondusif diterapkan
dalam masyarakat Barat Abad Pertengahan yang didominasi oleh pemikiran-
pemikiran irasional Gereja. Benturan keras antara agama dan akal
membuktikan bahwa keduanya tidak dapat didamaikan. Berbeda dengan
81

Islam yang dalam hal ini, Ibn Rusyd dinilai telah berhasil
mengharmonisasikan antara falsafat dan agama tanpa adanya pemisahan
antara keduanya.
3. Dari pengalaman masyarakat Barat ini, kita bisa menarik sebuah pelajaran
berharga, bahwa penafsiran agama tidak dapat didominasi mutlak oleh
sekelompok tertentu saja. Ketika suatu kelompok mengklaim bahwa
penafsirannya yang paling benar, maka sesungguhnya mereka telah
memerkosa agama itu sendiri dan memaksakan keseragaman bagi yang
lainnya. Karena dalam Islam perbedaan merupakan rahmat.

89
Daftar Pustaka

Abduh, Muhammad, Ilmu dan Peradaban menurut Islam dan Kristen,
diterjemahkan oleh: Mahyuddin Syaff, Bandung: Diponegoro, 1992.
Ahmad, Zainal Abidin, Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam
Terbesar di Barat, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Altwajri, Ahmed O. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis, diterjemahkan oleh
Mufid, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Araqi, Atif al-, Al-Manhij al-Naqd f Falsafati Ibn Rusyd, Kairo: Dr al-
Marif, 1980.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996.
Bakry, Hasbullah, Di Sekitar Skolastik Islam, Jakarta: Tintamas, 1984.
Bello, Iysa A, The Medieval Islamic Controversy between Philosophy and
Orthodoxy, Leiden: E. J. Brill, 1989.
Dahlan, Abdul Aziz, Pemikiran Filsafat dalam Islam, Padang: IAIN IB Press,
1999.
Daya, Burhanuddin, Pergumulan Timur Menyikapi Barat: Dasar-dasar
Oksidentalisme, Yogyakarta: Suka Press, 2008.
Echols, Jhon M. dan Shadily, Hassan. An English-Indonesian Dictionary, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
90

Fakhry, Madjid, History of Islamic Philosophy, New York: Columbia University
Press, 1970.
Fukuyama, Francis, The End of History and The Last Man: Kemenangan
Kapitalisme dan Demorasi Liberal, diterjemahkan oleh Amrullah,
Yogyakarta: Qalam, 2003.
Glasner, Peter E, Sosiologi Sekularisasi: Suatu Kritik Konsep, diterjemahkan oleh
Mochtar Zoerni, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius: Yogyakarta, 1980.
Hitti, Philip K, History of The Arab, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Husein, Omar Amin, Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Ibn Rusyd, Tahfut al-Tahfut, Kairo: Dr al-Marif, n.d.
_________, Fashl al-Maql f m bayn al-Hikmah wa al-Syarah min al-Ittishl,
Beirut: Dr al-Masyrq, 1995
Johnson, Doyle Paul, Teori sosiologi Klasik dan Modern, diterjemahkan oleh
Robert MZ, Jakarta: Gramedia, 1986.
Leaman, Oliver, Averroes and His Philosophy, Oxford: Clarendon Press, 1988.
_____________, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, diter-
jemahkan oleh Musa Kahzim, Bandung: Mizan, 2001.
Maarif, Ahmad Syafii, Peta Bumi Intelektual Islam di Indonesia, Bandung:
Mizan, 1993.
91

Majid, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, 1997.
Muller, H. J, Freedom in The Ancient World, New York: Harper & Broters, 1961.
Nasr, Seyyed Hossein, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku pertama,
diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan, 2003.
_____________________, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku kedua,
diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan, 2003.
Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan,
1995.
______________, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, Jakata:
Universitas Indonesia, 1986.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999
Poerwantana, Seluk-beluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993
Renan, Ernest, Ibn Rusyd wa al-Rusydiyyah, diterjemahkan oleh Adil Zuaitir,
Kairo: Dr Ihy al-Kitb al Arabiyyah, 1957.
Ahmad, Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta : PT Gramedia, 2001.
Said, Edward W., Orientalisme, Bandung: Penerbit Pustaka, 1985
Saputro, Rizki S. Sejarah Barat dan Exspansionisme Penuh Kekerasan, artikel
diakses pada 20 Maret 2011 dari http://rizkisaputro.wordpress.com
Suseno, Franz M., Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
92

Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy vol II, Wiesbaden: Otto
Harrasowitz, 1966.
Shiddiqi, Nouruzzaman, Tamadun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan Muslim,
Jakarta: Bulan Bintan Muhammad
Tamara, M. Nasir dan Elza Peldi Taher ed., Agama dan Dialog Antar Peradaban,
Jakarta: Paramadina, 1999.
Urvoy, Dominique, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), diterjemahkan
oleh Ahmad Syahid, Jakarta: Risalah Gusti, 2001.
Uwaidah, Kamil Muhammad Kamil, Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi,
diterjemahkan oleh:Aminullah Elhady, Jakarta: Riora Cipta, 2001.
Wandelt, Ingo, Dictionary on Comprehensive Security in Indonesia: Terminology,
Jakarta: FES, 2009.
Wijdan, Aden, Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Safiria Insania
Press, 2007
Wikipedia, West, artikel diakses pada 8 Maret 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/West
________, Sekularisme, artikel diakses pada 28 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
93

____________, Filsafat Islam: Dari al-Ghazl ke Ibn Rusyd, Padang: IAIN IB
Press, 1999.

Anda mungkin juga menyukai