Anda di halaman 1dari 16

STUDI HADIS

“STUDI HADIS DI KALANGAN ORIENTALIS”

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Studi Hadis
Prodi Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Oleh:
Kelompok 1
Rizqa Bahriah 80200223020
Nurul Maghfirah 80200223030
Nurbahiya 80200223031
Annisa Fitriani 80200223026
Mufrihaturrahma
Muhammad Ma'azim Maksum 80200223025

Dosen Pengampu:
Dr. Darsul S Puyu, M. Ag

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2023

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah karena dengan limpahan
Rahmat dan Maghfirah-Nya kepada kita baik berupa nikmat keimanan,
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Tak lupa pula shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan menuju jalan yang
terang-benderang diridhoi oleh Allah swt, dan juga kepada keluarga, sahabat,
dan umat yang mengikuti jejak beliau.
Dalam penyusunan makalah ini, pemakalah mengulas tentang “Studi
Hadis di Kalangan Orientalis“ Tema yang diusung ini merupakan upaya
dalam mempelajari lebih lanjut terkait Studi Qur’an.
Kami mohon maaf apabila pembuatan makalah ini terdapat kesalahan,
baik dalam struktur penulisan atau daya serap penulis dalam memahami dan
menganalisa sumber dan referensi yang menyebabkan kesalahpahaman dari
sumber yang dibacanya. Kritik dan saran selalu penulis nantikan.

Makassar, 19 Oktober
2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………..i

KATA PENGANTAR .............................................................................ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………


iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….1

A. Latar belakang…………………………………………………..1
B. Rumusan masalah……………………………………………….2
C. Tujuan …………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN

D. Pengertian Orientalis……………………………………………3
E. Pandangan orientalis ……………………………………………
5

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………..10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian tentang ketimuran oleh Eropa yang biasa dikenal dengan
istilah Orientalisme telah berlangsung sejak 1636 M. Orientalisme adalah
tradisi kajian keIslaman yang berkembang di Barat yang bekerja untuk
mempelajari masalah ketimuran, baik di bidang bahasa, etika, peradaban,
dan agamanya. Adapun Orientalis adalah ilmuwan Barat yang mendalami
masalah-masalah ketimuran, yang tercakup di dalamnya tentang sejarah,
kesusasteraan, peradaban, dan agama.1
Bagi para Orientalis, hampir semua kajian tentang keIslaman
menjadi hal yang menarik. Walaupun pada mulanya kajian Orientalis
ditujukan kepada masalah bidang sastra dan sejarah. Selanjutnya mereka
mengarahkan kajian secara khusus kepada bidang hadīts Nabawi. Hal ini
bisa dipahami, karena hadīts nabi merupakan salah satu sumber dari ajaran
Islam, sehingga jika mau mengkaji masalah keIslaman tidak terlepas dari
kajian mengenai hadīts Nabi.
Kajian-kajian yang dilakukan pihak Orientalis terhadap Islam tidak
diragukan lagi menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan internal
Muslim, ada yang memandang positif dan ada pula yang menilainya
negatif. Memang dalam kajian itu terdapat beberapa kelemahan
disebabkan sikap subjektivitas mereka terhadap Islam tapi ada pula yang
dinilai masih bisa menjaga sikap objektifitas. Kapan dan siapa Orientalis
pertama kalinya mengkaji Islam tidak banyak informasi mengenainya.
Ada beberapa pendapat hal itu terjadi tatkala berkecamuk perang Mut’ah
(8 H) kemudian perang Tabuk (9 H). Pada perang-perang ini terjadi
1
Achmad Zuhdi, Pandangan Orientalis Barat tentang Islam: antara yang
Menghujat dan yang Memuji (Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004), cet.ke-1,
hal. 10-11.

1
kontak antara kaum Muslim dengan orang-orang Romawi. Sementara
pendapat lain mengatakan, hal ini terjadi tatkala terjadi perang antara
kaum Muslim dengan Nasrani di Andalus (Spanyol), terutama setelah raja
Alphonse VI menguasai Toledo pada 488 H/1085 M. Dan masih banyak
pendapat lain di luar itu. Tapi yang pasti kajian keIslaman Orientalis ini
berbeda sama sekali dengan kajian para ulama’ dalam tradisi intelektual
Islam.
Para Orientalis secara umum dapat dibedakan berdasarkan
kecenderungan atau motif kajian mereka terhadap Islam. Kegiatan
penulisan hadīts pada awal Islam membuktikan bahwa sejak masa Nabi
Muhammad masih hidup, aktifitas beliau termasuk keputusan hukumnya
telah direkam dan dicatat oleh para sahabat. Penulisan biografi Nabi telah
dimulai oleh sahabat seperti ‘Abdullah bin al-‘Aṣh yang mencatat kejadian
sejarah yang mencatat sumber-sumber penulisannya. ‘Azamī kemudian
menyatakan bahwa para penulis tersebut lahir pada masa hidup Nabi. Hal
ini menunjukkan bahwa literatur Arab telah ada pada awal Islam.
Dengan melihat latar belakang tersebut maka penulis akan
mengulas mengenai studi hadis dikalangan orientalis.

B. Rumusan Masalah
1.Apa Pengertian Orientalis
2. Bagaimana Pandangan Orientalis Terhadap Hadits
3. Kritis hadis pandangan orientalis

C. Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Pengertian Orientalis
2. Pandangan Orientalis Terhadap Hadits

2
BAB 2
Pembahasan

A. Pengertian Orientalis
Orientalis adalah sebuah istilah yang berasal dari kata “orient” Bahasa
Perancis yang secara harfiah berarti “timur”. Secara geografis kata ini
berarti “dunia belahan Timur”, sedangkan secara etnologis berari bangsa-
bangsa di Timur. Kata “orient” itu memasuki berbagai Bahasa di Eropa
termasuk Bahasa Inggris. Dalam Bahasa Inggris, kata “orient”
mengandung arti “Timur”. Sedangkan arti “orang atau bangsa timur”
ditunjukkan dengan kata “oriental”.2
Sementara itu term orientalisme adalah suatu faham atau aliran yang
berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di
timur dan lingkungannya. Dunia Timur yang dimaksud adalah wilayah-
wilayah yang berada di Timur dekat (seperti Persia, Mesir dan Arabia)
sampai ke Timur jauh (seperti Jepang, Cina dan India) dan negara-negara
yang berada di Afrika Utara.3 Maryam Jamilah mendefinisikan
orientalisme adalah suatu Gerakan atau paham yang mengkaji dunia
Timur, baik agama maupun peradabannya, yang dilakukan oleh orang
barat.4 Sementara penulis-penulis barat menjelaskan orientalis secara luas
berupa kajian mengenai segala sesuatu tentang dunia Arab dan Islam.
Penulis barat tidak hanya melihat awal mula timbulnya usaha orang-orang
barat mempelajari Islam (di abad pertengahan) tetapi melihat pada
perkembangan yang lebih maju dari usaha orang barat mempelajari dunia
timur.
2
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:
Gramedia, 200), h. 408; Lihat juga, Mohd. Nuh Miraza dan Jusuf Amir Feisal, English
Pocket Dictionary, (Jakarta: Ksatrya, 1983), h. 207
3
Hassan Hanafi, Oksidentalisme: Sikap Kita terhadap Tradisi Barat, h. 26.
4
Badri Yatim (ed.), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 4,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996), h.

3
Sedangkan para orientalis adalah ilmuwan barat yang mendalami
Bahasa, kesastraan, agama, Sejarah, dan adat istiadat dunia timur. 5 Secara
analitis, orientalisme dibedakan atas:
1. Keahlian mengenai wilayah Timur
2. Metodologi dalam mempelajari masalah ketimuran
3. Sikap ideologis terhadap masalah ketimuran, khususnya Islam.6
Dalam perkembangannya, istilah orientalis mengalami penyempitan
makna. Ismail Yakub misalnya, memberikan makna orientalisme dengan
aksentuasi pada studi mengenai dunia Islam dan Arab. Studi-studi tersebut
meliputi budaya, peradaban, agama, perikehidupan dan lain-lain. 7 Hal
senada dikemukakan oleh Mahmud Hamid Zaqzuq, yang mengatakan
bahwa orientalisme adalah semua ahli barat yang mempelajari dunia timur
yang Islam. Hal-hal yang dipelajari meliputi Bahasa, sastra, Sejarah,
keyakinan-keyakinan, syariat-syariat dan peradabannya. 8 Demikian
halnya, Abdullah Laroui memberikan definisi orientalisme khusus terkait
dengan studi Islam. Dia mengatakan “an orientalist is defined as foreigner
in this case, a Westerner who take Islam as a subject of his research”.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa pemaknaan


orientalisme mengalami penyempitan makna. Pada awalnya orientalisme
dipahami sebagai suatu paham atau aliran pemikiran yang dilakukan oleh
sarjana-sarjana Barat terhadap perkembangan dan kemajuan negara-negara
timur, baik dari aspek agama, Bahasa, budaya, Sejarah maupun aspek
lainnya. Belakangan, Sebagian ahli menyebutkan bahwa kajian yang

5
Maryam Jamilah, Islam and Orientalism, h. x
6
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur’an di Mata Barat, Sebuah Studi
Evaluatif (Semarang: Dina Utama Toha Putera Group, t.th) h. 37
7
Ahmad Zuhdi DH. Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam, Antara Yang
Menghujat Dan Yang Memuji (Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004), h.11.
8
Mahmud Hamid Zaqzuq, Al-Istisyr±q wa al-Khalfiyyah al-Fikriyyah li al-Sir± al-Hadhara,
diterjemahkan oleh Luthfie Abdullah dengan judul Orientalisme dan Latar Belakang
Pemikirannya, (Bangil: al-Muslimun, 1984), h. 4.

4
dilakukan oleh sarjana Barat tentang dunia Timur, terutama terkait dengan
dunia Arab dan Islam.

B. Pandangan Orientalis Terhadap Hadis

Perbedaan orientalis dalam memandang Islam, termasuk di


dalamnya hadis, tidak terlepas dari motivasi dan sikap mereka dalam
mengkaji Islam. Setidaknya sikap mereka itu dapat dibedakan menjadi
tiga. Pertama, sikap netral terjadi pada awal persentuhan antara Timur
dengan Barat pada masa sebelum Perang Salib. Kedua, pasca perang Salib
sikap tersebut bergeser ke arah pendistorsian Islam yang dilatarbelakangi
oleh sentimen keagamaan yang semakin menguat. Ketiga, sikap mulai
mengapresiasi Islam yang terjadi pada perkembangan orientalisme
kontemporer yang didorong oleh semangat pengembangan intelektual
yang rasional. Meskipun belum seratus persen objektif, pada masa ini
penghargaan dan penghormatan terhadap Islam mulai terlihat. Dalam
bidang hadis, sikap para orientalis tersebut tidak terlepas dari sikap dan
pencitraan mereka terhadap Nabi Muhammad. Sebab, bagaimana pun
pembicaraan tentang hadis akan selalu berhubungan dengan Nabi
Muhammad yang perkataan, perbuatan, dan persetujuannya melahirkan
hadis. Dalam konteks ini, pencitraan Nabi Muhammad di mata orientalis
dapat dipandang dari dua sisi. Satu sisi, Nabi Muhammad dipandang
sebagai Nabi dan Rasul yang telah membebaskan manusia dari kezaliman.
Pandangan ini dikemukakan oleh antara lain De Boulavilliers dan Savary.
Di sisi lain, Nabi Muhammad dipandang sebagai paganis, penganut
Kristen dan Yahudi yang murtad yang akan menghancurkan ajaran Kristen
dan Yahudi, intelektual pintar yang memiliki imajinasi yang kuat dan
pembohong, serta seorang tukang sihir yang berpenyakit ayan. Pandangan

5
ini dikemukakan antara lain oleh D’Herbelot, Dante Alighieri, Washington
Irving, Hamilton Gibb, Goldziher, dan Joseph Schacht.9

Sikap mendua di atas telah membentuk citra yang sama terhadap


hadis. Dalam pengertian bahwa mereka yang berpandangan negatif
terhadap Nabi Muhammad akan berpandangan negatif pula terhadap
hadis, demikian pula sebaliknya. Meskipun hal ini tidak menunjukkan
keharusan. Demikian halnya, jika diklasifikasi secara keseluruhan ternyata
kelompok orientalis yang mencela hadis lebih banyak dibanding kelompok
yang mengakui eksistensi hadis. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
mayoritas orientalis memandang hadis secara negatif dan ini berakibat
pada labilitas fondasi otentisitas dan kebenaran hadis di mata meraka,
sehingga mereka tidak akan mengakui kebenaran hadis sebagai sesuatu
yang berasal dari Nabi, termasuk sebagai sumber dan dasar (hujjah) ajaran
Islam yang dapat dipercaya kebenarannya.

Menurut Sa’d al-Marsafi, sebagian orientalis berpandangan skeptis


terhadap keberadaan dan otentisitas hadis Nabi, sebab menurut mereka,
pada masa-masa awal pertumbuhan Islam, hadis tidak tercatat
sebagaimana al-Qur’an karena tradisi yang berkembang saat itu terutama
pada masa Nabi dan sahabat adalah tradisi lisan bukan tradisi tulisan dan
sekaligus ada larangan secara umum untuk menulis sesuatu dari Nabi
selain al-Qur’an meskipun ada juga hadis yang menyatakan sebaliknya
secara khusus , maka dimungkinkan banyak hadis yang dipertanyakan
otentitasnya atau sama sekali diragukan keberadaannya, bahkan semua
hadis, terutama yang berkaitan dengan hukum dikatakan sebagai hasil
karya sahabat, tabi’in, atau para ulama dan fuqaha’ pada abad pertama
Hijriyah dan permulaan abad kedua Hijriyah, dan menjadi suatu sistem
9
Edward Said, Orientalisme (Bandung: Pustaka Salman, 1994), 85, Joesoef
Sou’yb, Orientalisme dan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 102-109, juga Tim
Penyusun, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoove, 1994), 56.

6
yang matang sejak munculnya kompilasi hadis pada abad ketiga Hijriyah
yang ingin menjadikan Islam sebagai agama yang multi dimensional,
komprehensif yang mencakup seluruh aspek kehidupan.10

Goldziher menyatakan bahwa kebanyakan hadis yang terdapat


dalam kitab-kitab koleksi hadis mengandung ’semacam keraguan
ketimbang dapat dipercaya’. Ia menyimpulkan bahwa hadis-hadis itu
bukan merupakan dokumen sejarah awal Islam, akan tetapi lebih
merupakan refleksi dari tendensi-tendensi (kepentingan-kepentingan) yang
timbul dalam masyarakat selama masa kematangan dalam perkembangan
masyarakat itu. Ia mendasarkan pandangan pada beberapa hal. Di
antaranya adalah material yang ditemukan pada koleksi yang lebih akhir
tidak merujuk kepada referensi yang lebih awal, penggunaan isnād juga
mengindikasikan transmisi (periwayatan) hadis secara lisan, bukan
merujuk kepada sumber tertulis. Selain itu, dalam hadis-hadis banyak
ditemukan riwayat yang betentangan. Hal lain yang membuat dia skeptis
terhadap otentisitas hadis adalah fakta adanya sahabat-sahabat yunior yang
meriwayatkan hadis lebih banyak daripada sahabat-sahabat senior yang
diasumsikan mengetahui lebih banyak karena lamanya mereka
berinteraksi dengan nabi.

Dalam pandangan kebanyakan orientalis, hadis hanya merupakan


hasil karya ulama dan ahli fiqh yang ingin menjadikan Islam sebagai
agama yang multi dimensional. Mereka menganggap bahwa hadis tidak
lebih dari sekedar ungkapan manusia atau jeblakan dari ajaran Yahudi dan
Kristen. Hamilton Gibb menyatakan bahwa hadis hanya merupakan
jiblakan Muhammad dan pengikutnya dari ajaran Yahuudi dan Kristen.
Sementara Ignaz Goldziher dan Joseph Schatch, dua pemuka orientalis,

10
Shubhi al-Shalih, ‘Ulūm al-Hadīth wa Mustalahuh (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin,
1988), 19.

7
menyatakan bahwa hadis tidak bersumber dari Nabi Muhammad,
melainkan sesuatu yang lahir pada abad pertama dan kedua Hijriyah
sebagai akibat dari perkembangan Islam.

Sikap dan pandangan orientalis yang menyangsikan kebenaran


hadis tersebut dapat berdampak negatif baik bagi ajaran Islam, umat Islam,
maupun non muslim. Dampak-dampak itu antara lain:

1. Adanya kesan negatif tentang Islam dan khususnya hadis di


mata orang-orang Barat yang membaca dan bahkan
terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran para orientalis itu. Hal
ini dapat menyebabkan salah pengertian (misunderstanding)
dan salah persepsi (misperception) mereka terhadap Islam dan
kaum muslimin.
2. Kalau demikian, para pemerhati Islam dan juga umat Islam
tidak mendapatkan informasi yang objektif dan ilmiah tentang
hadis -- sebagaimana menjadi tradisi di kalangan Barat dalam
mengkaji sesuatu – sehingga mereka ’dibodohi’ secara
akademik.
3. Metodologi kritik hadis yang dikemukakan oleh para orientalis
dan menjadi ’alternatif’ bagi pengkajian hadis, tidak hanya
bertentangan dengan metodologi kritik hadis yang mentradisi
di kalangan umat Islam, tetapi juga berarti merobohkan teori-
teori ilmu hadis yang dikenal dengan Mustalah al-Hadīth.
4. Pendapat para orientalis tersebut dapat dijadikan dasar
argumentasi oleh orang-orang yang tidak mengakui hadis
(kelompok inkar sunnah) di kalangan umat Islam, meskipun
minoritas.
5. Tidak hanya hadis yang terbantahkan kebenarannya, ayat-ayat
al-Qur’an yang mendukung dan membuktikan kebenaran hadis

8
Nabi juga ikut terbantah. Ini berarti bahwa menyangsikan
kebenaran hadis nabi sama saja dengan menyangsikan
kebenaran sebagian ayat-ayat al-Qur’an.
6. Jika pendapat para orientalis tersebut dibenarkan dan diikuti
oleh umat Islam, maka mereka akan meninggalkan hadis nabi
sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an dan
keberagamaan mereka akan keluar dari ajaran Islam yang
sebenarnya

B. Kritik dan Koreksi Terhadap Pandangan


Orientalis Kritik dan tuduhan yang dilontarkan oleh orientalis
tentang keabsahan dan autentisitas hadis di atas banyak mendapatkan
jawaban dari para ulama hadis , sebagai upaya meluruskan kritik dan
tuduhan tersebut . Di antara ulama yang melakukan kritik dan koreksi
terhadap pendapat para orientalis tersebut adalah Musthafa al - Siba'i ,
Muhammad ' Ajjaj al - Khathib , Shubhi al - Shalih , dan Muhammad
Musthafa Arami . Berikut dikemukakan sebagian jawaban ulama hadis
terhadap tuduhan para orientalis tersebut .
Mengenai tuduhan mereka tentang adanya larangan penulisan
hadis oleh Nabi dan tidak adanya peninggalan tertulis , Shubhi al - Shalih
mengatakan bahwa larangan penulisan Dalam kaitannya dengan tuduhan
Ignaz Goldziher tentang pe- ‫اجد‬OO‫ة مس‬OO‫ال إال إلى ثالث‬OO‫د الرح‬OO‫ ال تل‬: malsuan al -
Zuhri tehadap hadis ( Janganlah melakukan perjalanan kecuali pada tiga
masjid ) , menurut Azami , tidak ada bukti historis yang memperkuat
tuduhan tersebut . karena pada satu sisi hadis tersebut diriwayatkan
dengan 19 sanad termasuk al - Zuhri dan kelahiran al - Zuhri sendiri masih
diperselisihkan oleh ahli sejarah antara tahun 50 H dan 58 H , dan ia tidak
pernah bertemu dengan ' Abd Malik ibn Marwan sebelum tahun 81 H. Di
sisi lain , pada tahun 68 H , orang - orang Dinasti Umayah berada di

9
Mekkah menunaikan ibadah haji , Palestina pada tahun tersebut belum
berada di bawah kekuasaan Bani Umayah ( Malik ibn Marwan ) , dan
pembangunan Qubbah al - Sakhrah dimulai tahun 69 H ( saat itu al - Zuhri
berumur antara 10 sampai 18 tahun ) dan baru selesai tahun 72 H.
Karena itu , tidak mungkin ' Abd Malik ibn Marwan bermaksud
mengalihkan umat Islam berhaji dari Mekkah ke Palestina dan tidak
mungkin al- Zuhri membuat hadis palsu dalam usia antara 10 sampai 18
tahun . " mengenai Terhadap tuduhan A. J. Wensinck tentang kepalsuan
hadis mengenai syahadat sebagai salah satu rukun Islam : ‫بي اإلسالم على‬
‫ خمس‬: Islam didinikan atas lima nukunt ) ‫ول هللا‬O‫دا رس‬O‫ان ال اله اال هللا وأن محم‬
mengucapkan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muham mad
adalah rasul Allah .... ) , menurut Azami terlalu mengada - ada , karena
Wensinck tahu persis bahwa dua kalimat syahadat menjadi bagian dari
shalat yang dilakukan berjemaah oleh umat Islam semenjak masa Nabi di
samping shalat - shalat sunnah , dan kalimat tersebut termasuk dalam
adzan yang dikumandangkan sejak na Nabi . " Dengan demikian , tuduhan
dan pendapat para orientalis tentang Islam dan aspek - aspeknya termasuk
hadis Nabi tidak mesti didasari oleh ketidaktahuan mereka tentang Islam
yang sebenarnya , tetapi didasari oleh pretensi dan faktor- faktor tertentu
yang menyebabkan mereka berpendapat demikian .

10
BAB III
Penutup
a. Kesimpulan
Berdaaran pemahasan di atas maka dapa disimpulkan :
Pada awalnya orientalisme dipahami sebagai suatu paham atau aliran
pemikiran yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat terhadap
perkembangan dan kemajuan negara-negara timur, baik dari aspek agama,
Bahasa, budaya, Sejarah maupun aspek lainnya. Belakangan, Sebagian
ahli menyebutkan bahwa kajian yang dilakukan oleh sarjana Barat tentang
dunia Timur, terutama terkait dengan dunia Arab dan Islam.

Ada beberapa tipikal orientais dalam memamndang islam termasuk dalam


hadits yaituada yang bersikap netral, kemudian bergeser ke arah
pendistorsian Islam, dan ada pula yang sikapnya mulai mengapresiasi
Islam

Berikut beberapa orientalis dalam menanggapi Hadits yaitu


Hamilton Gibb menyatakan bahwa hadis hanya merupakan jiblakan
Muhammad dan pengikutnya dari ajaran Yahuudi dan Kristen. Sementara
Ignaz Goldziher dan Joseph Schatch, dua pemuka orientalis, menyatakan
bahwa hadis tidak bersumber dari Nabi Muhammad, melainkan sesuatu

11
yang lahir pada abad pertama dan kedua Hijriyah sebagai akibat dari
perkembangan Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Achmad, Pandangan Orientalis Barat tentang Islam: antara yang
Menghujat dan
yang Memuji ,Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 2000
Hanafi, Hassan Oksidentalisme: Sikap Kita terhadap Tradisi Barat
Yatim, Badri (ed.), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid
4, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1996)
Jamilah, Maryam, Islam and Orientalism
Natsir, Moh. Mahmud, Orientalisme: al-Qur’an di Mata Barat, Sebuah
Studi Evaluatif
Semarang: Dina Utama Toha Putera Group, t.th
Zuhdi, Ahmad DH. Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam, Antara
Yang Menghujat
Dan Yang Memuji Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004

12
Abdullah, Luthfie dengan judul Orientalisme dan Latar Belakang
Pemikirannya, (Bangil:
al-Muslimun, 1984
Said, Edward Orientalisme (Bandung: Pustaka Salman, 1994
al-Shalih, Shubhi ,‘Ulūm al-Hadīth wa Mustalahuh ,Beirut: Dar al-‘Ilm li
al-Malayin,
1988

13

Anda mungkin juga menyukai