Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“ISLAM DAN ORIENTALISME”


Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Studi Keislaman.

Dosen Pengampu :
Samsul Rifa’i, M. Pd. I

Disusun Oleh :
1. Nada Bilhaqi (1860308222137)

2. Sahden Adeyaksa (1860308222148)

3. Ahmad Umar Wira Hadi Kusuma (1860308222141)

SEMESTER SATU
PROGAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM 1C

FAKULTAS USHULUDIN, ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Studi Keislaman,
dengan judul Islam dan Orientalisme

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Penulis
memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan. Oleh
karena itu, penulis menerima segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Tulungagung, 13 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................................................................i

KATA PENGATAR ...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...............................................................................................................................2

C. Tujuan .............................................................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Definisi Orientalisme ...................................................................................................................4

B. Hubungan Orientalisme dan Islam ......................................................................................................5

C. Hukum Islam Menurut Pandangan Orientalisme ..........................................................................11

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................................................................16

B. Saran ............................................................................................................................................16

Daftar Pustaka ................................................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata orientalisme berasal dari Bahasa latin “oriens” yang berarti sesuatu yang
berhubungan dengan dengan terbitnya matahari. Kata lainnya yang sering dinisbatkan
untuk orientalisme adalah "oriental" yang memiliki arti berkaitan atau terletak di
timur. Timur dalam artian letak geografis yang meliputi Asia dari Himalaya dan
semenanjung Melayu di sebelah barat wallace 1. Sedangkan dalam kamus Besar
bahasa Indonesia (KBBI), orientalisme dimaknai sebagai sebuah ilmu pengetahuan
tentang ketimuran atau tentang budaya ketimuran.2

Pemaknaan secara istilah terhadap kata orientalisme akan ditemukan variasi


saat melihat pendapat-pendapat para tokoh. Dalam buku berjudul "Buhini_F at-Tahsh
r Wa al-Isti shraq" (Pembahasan Tentang Misionarisme dan orientalisme) karangan
Hasan Abdur Rauf, disebutkan bahwa kata "orientalisme" secara umum menunjukkan
tindakan aktivitas orang-orang non-Arab khususnya ilmuwan Barat yang sedang
dipelajari ilmu-ilmu tentang ketimuran, baik itu dari segi bahasa, agama, sejarah,
kebiasaan, peradaban, dan adat kebiasaannya. Khususnya orang-orang yang sedang
mempelajari tentang dunia Arab, Cina, Persia dan India.

Perkembangan "orientalisme" selanjutnya, kata Ini Identik ditujukan untuk


orang-orang Kristen kemudian melakukan studi terhadap Islam dan bahasa Arab 3.

1
Muhammad Bahar Akkase. Orientalis dan orientalisme dalam Perspektif Sejarah. "Jurnal Ilmu
Budaya 4, no. (2016):51.

2
Ahli bahasa, kekamusasteraan dan kebudayaan bangsa-bangsa Timur (Asia), Lukman Ali dkk.,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Kedua (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebadayaan Balal Pustaka, 1993),70.

3
Muhammad Babar Akkase," Orientalis dan orientalisme Dalam Perspektif Sejarah." Jurnal Ilmu Buda
ya 4, no.1(2016): 51.

1
Kemudian ada pendapat juga yang lebih umum yaitu semua kegiatan kelompok-
kelompok yang melakukan studi-studi ketimuran, baik ilmunya pengetahuan, seni,
sastra, agama dan sejarah. Salah satu objek kajian para orientalis adalah tentang
makna di sebuah sejarah Islam. Makna dan sejarah tentang islam yang dikaji dan
ditulis oleh para orientalis ini menimbulkan kontoversi di kelas akademika Islam.
Bermula sebuah masalah dari itu, tulisan ini akan mencoba memaparkan dan
menjabarkan dengan analisis-deskriptif guna mendapatkan pemahaman yang
komprehensif tentang bagaimana makna sesungguhnya dari orien serta bagaimana
pandangannya tentang sejarah Islam. Semoga dengan hadirnya tulisan ini dapat
menjadi khazanah rujukan baru dalam pemikiran Islam kontemporer.

Sejarah orientalisme sangatlah panjang. Pada tahun 1151 ada lukisan-


lukisan anonym yang mengambil latar timur dan kemudian di kategorikan sebagai
lukisan orientalisme dan kemudianbdi kategorikan sebagai lukisan orientalisme.
Montesquieu, seorang filsuf Prancis, juga mempunyai tokoh Usbek dan Rustam yang
merupakan duplikasi penggambarannya terhadap Timur seabagai paradigma yang
berbeda dengan paradigma Barat, dalam letter persanes (1792). Karya fiksi dengan
menggunakan media surat ini diterbitkan 37 tahun setelah meninggalnya filsuf
tersebut. Pada abad ke 18 perjalanan pengertian orientalisme terus berkembang, baik
dalam wilayah akademis maupun wilayah imajinatif. Orientalisme secara sepihak
menentukan apa yang di katakan tentang dunia Timur dan merupakan jaringan
kepentingan- kepentingan yang tidak terhindarkan di mana dunia Timur menjadi
pokok pembicaraan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Orientalisme Islam
2. Bagaimana Hubungan Islam dan Orientalisme
3. Bagaimana Hukum Islam Menurut Pandangan Orientalis
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian orientalisme islam
2. Mengetahui hubungan islam dan orientalisme

2
3. Mengetahui hukum islam menurut pandangan orientalis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Orientalisme

3
Ada banyak definisi yang hampir mirip tentang istilah orientalisme. Disini,
akan kita beberkan beberapa definisi tersebut.

1. Pengertian secara umum.


Pengertian ini merupakan definisi yang di batasi oleh kata orientalisme itu
sendiri, yaitu berfikir ala Barat. Metode ini menjadi acuan dalam menilai
dan memperlakukan segala sesuatu yang menjadi perbedaan fundamental
anatara Barat dan Timur, baik dalam eksistensi maupun dalam sains.
Kelebihan dalam definisi ini ialah kefanatikan terhadap ras yang sangat
terlihat dalam dunia orientalisme. Baik orientalisme dalam hal kawasan
akademi, pekerjaan maupun hasil karya tulis tentang dunia Timur. Hal ini
juga mencakup pada buku-buku kajian tentang dunia Timur, yang ditulis
oleh para budayawan,sejarawa maupun penyair. Tidak hanya dalam hal
akademis tetapi bangsa Barat juga melakukannya dalam hal non akademis
seperti Gerakan kolonialisme dan kristenisasi, yang mana hal tersebut
melalui lembaga atau organisasi ilmiah atau pun sekolah lanjutan setaraf
universitas di Barat.
2. Penenggertian secara khusus.
Yaitu orientalisme merupakan studi akademis yang di lakukan oleh
bangsa Barat dari negara-negara imperialis yang dilakukan oleh bangsa
Barat dari negara-negara imperialis mengenai dunia Timur dengan segala
aspek, baik dari sejarah, pengetahuan, bahasa, agama, tatanan sosial
politik, hasil bumi serta potensinya. Bangsa barat merasa peradaban
mereka lebih tinggi sehingga mempunyai tujuan menguasai bangsa Timur
demi menunjang kepentingan bangsa.

3. Definisi ketiga
Ini lain dari dua definisi di atas tadi, seperti yang diungkapkan oleh Dr.
Edward sa’id pengarang buku Orientalisme, bahwasannya orientalisme
merupakan kajian atau metode Barat untuk menguasai bangsa Timur,

4
dengan kedok hendak memperbaiki dan memajukan (politik dan
pemikiran), demi melancarkan kekuasaan di sana. Sebenarnya definisi
ketiga ini tidak bertentangan dengan dua definisi di atas hanya saja ada
unsur yang dikesampingkan.

Namun, pada tiga definisi diatas ada sedikit yang kelupaan dari satu unsur
penting, yaitu pembatasan terhadap bangsa Timur, yang mana ada hal tersebut tujuan
utama semua aktifitas orientalisme. Ada juga yang melupakan atau menyampingkan
sifat-sifat pokok kaum orientalisme itu sendiri. Satu hal lagi yang sangat penting
bahwa semjua kaum orientalsime Barat tanpa terkecuali adalah orang-orang yang
mengingkari kanabian Muhammad saw, dan sepenuhnya kafir terhadap islam.
Kebanyakan dari mereka adalah Ahli Kitab (bangsa Yahudi dan pemeluk Nasrani)
yang di kenal sangat memusuhi islam dan kaum muslimin, tak luput juga mereka
membuat tipu daya terhadap ummat islam sekaligus memberikan keragu-raguan
terhadap kebenaran ajaran isalm.

B. Hubungan Islam dan Orientalis


1. Awal Perkembangan Orientalis

Sebagaimana yang telah dimaklumi bahwa hubungan atau kontak antara


Timur dengan Barat telah terjalin sejak ribuan tahun silam yang ditandai dengan
perbenturan kepentingan maupun permusuhan. Sekitar tahun 600-330 SM telah
terjadi hubungan perebutan kekuasaan antara Grik Tua dengan dinasti Achaemendis
dari Imperium Parsi sejak masa pemerintahan Cyrus the Great (550-530 SM). Akibat
kepentingan ini mendorong masing-masing pihak untuk saling mengenal dengan yang
lainnya. Hubungan antara Timur dan Barat ini meninggalkan sebuah karya yang
ditulis oleh Xenophon (431-378 SM) yang berjudul Anabasis yang mengisahkan
10.000 pasukan Grik yang terkepung di daerah Parsi (Sou’yb, 1990:18; Ahdal,
1996:v).

Setelah agama Islam lahir dan berhasil mengembangkan pengaruhnya, bahkan


dapat mendirikan kerajaan di Andalusia (Spanyol) pada awal abad ke 8 Masehi,

5
peradaban Islam menjadi sumber cahaya yang menerangi dunia. Di Andalusia
pendidikan mencapai peringkat kemajuan tertinggi, tetapi kemudian mundur dan
menjadi kerajaan Granada. Meskipun demikian, kota ini pernah menjadi pusat
peradaban dunia Barat yang kemudian dihancurkan oleh Kristen Eropa pada tahun
1492 M. (Ahdal, 1996:v).

Ketertarikan barat pada Islam, bisa dilihat ketika dimulainya gerakan


mempelajari Islam sejak abad ke-12. Pada saat itu, beberapa rahib barat pernah
datang ke Andalusia di masa kejayaan Timur. Mereka belajar di sekolah-sekolah di
sana, menerjemahkan al-Qur‟an serta buku - buku berbahasa Arab ke dalam bahasa
mereka dalam berbagai bidangilmu pengetahuan. Di antara mereka adalah Jerbert
yang terpilih menjadi Paus Roma pada tahun 999 M, Pierrele Aenere (1156-1092),
dan Gerard de Gremone (1187-1114). Setelah kembali ke daerah asalnya, mereka
mulai mengajarkan ilmu yang telah diperoleh tersebut, sehingga dalam beberapa
tahun, Universitas-universitas di Barat bergantung sekali pada buku berbahasa Arab. 4

2. Awal Puncak Perkembangan Orientalis


a. Masa Sebelum Meletusnya Perang Salib

Ada pendapat yang mengatakan bahwa pada abad pertengahan


pandangan orang Eropa tentang Islam berasal dari gagasan kitab suci
dan teologis. Oleh karena itu, mitologis, teologis dan misionerlah
yang berperan memberikan rumusan untuk mengembangkan wacana
resmi mengenai Islam bagi kaum gereja. Secara mitologis, kaum
muslim dipahami sebagai kaum Arab (saracen) keturunan Ibrahim
(Abraham) melalui budaknya, Hajar (Hagar) dan putera mereka,
Ismail (Ishmael) (Esposito, et al, 2001:1-2).

Pada zaman keemasan dunia Islam, negeri-negeri Islam,


khususnya Baghdad dan Andalusia (Spanyol) menjadi pusat
peradaban dan ilmu pengetahun. Bangsa-bangsa Eropa yang menjadi

4
Musaafâ al-Sibâ„î, Akar-akar Orientalisme, terj. Ahmadie Thaha (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), 21.

6
penduduk asli Andalusia meggunakan bahasa Arab sebagai alat
komunikasi dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka menuntut ilmu di perguran-perguruan Tinggi Arab. Sejarah
mencatat bahwa di antara rajaraja Spanyol yang non muslim ada
yang hanya mengenal huruf Arab (misalnya, Peter I (w. 1140, raja
Aragon). Raja Alfonso IV mencetak uang dengan huruf Arab. Hal ini
sama dengan di Sicilia, Raja Normandia, Ronger I menjadikan
istananya sebagai tempat para filosof, dokter-dokter, dan ahli Islam
lainnya dalam berbagai ilmu pengetahuan. Keadaan ini berlanjut
sampai Ronger II. Dimana pakaian kebesarannya digunakan pakaian
Arab, bahkan gerejanya dihiasi dengan ukiran Arab. Wanita kristen
Sicilia meniru wanita Islam dalam berbusana.

Dalam suasana inilah orientalisme mulai berkembang dengan


mereka mencoba menerjemahkan beberapa literature keilmuwan dari
Bahasa arab ke Bahasa latin. Dengan demikian mereka mulai
mempelajari islam itu bagaimana dan mulai memahami beragam
kebudayaan dari islam

b. Masa Perang Salib Sampai Renaisans

Pada masa ini terjadi perang salib yen mengakibatkan


kekalahan dari pihak Kristen dan memberikan kemenangan untukk
umat muslim. Akan tetapi karena peperangan juga mengakibatkan
korban jiwa baik moriil ataupun metarial dan membuat kerugian yang
amat besar bagi umat muslim seperti kebodohan dan degradasi moral.
Lain halnya dengan piihak Kristen yang saat itu mendapatkan
pencerahan untuk mengibarkan bendera perubahan yaitu renaisans

Di masa ini para orientalis memiliki misi untuk meneliti agama


islam untuk membenci umat islam. Pada saat inilah Peter Agung
(sekitar 1094-1156 M) memutuskan untuk melakukan sebuah proyek

7
besar untuk melibatkan beberapa penerjemah dan sarjana, untuk
memulai studi sistematis tentang Islam. Ketika Peter memberika
notoritas untuk penerjemahan dan penafsiran teks-teks Islam yang
berbahasa Arab terjadilah cerita-cerita cabul tentang Nabi
Muhammad. Cerita itu melukiskan Muhammad sebagai Tuhan,
pendusta, penggemar wanita, seorang kristen yang murtad, tukang
sihir dan sebagainya (Esposito, et al, 2001:2).

Dalam situasi sosial politik ini, ternyata aktivitas penerjemahan


jauh lebih menarik di Eropa Kristen. Pada akhir abad ke 12 muncul
sekumpulan karya peripatetik Muslim Ibn Sina (w. 1037) dan beredar
di Eropa. Semakin banyaknya karya filosofis dan ilmiah
diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin, para sarjana Eropa
akhir abad pertengahan memandang Dunia Muslim kontemporer
sebagai peradaban sarjana dan filosofis, yang sangat kontras dengan
popularitas pandangan menghina Muhammad dan praktik religius
Islam (Esposito, et al, 2001:2). Sebab lain yang menyebabkan dunia
Islam dihormati adalah akibat kesuksesan militer dan diplomasi
Ayyubiyah, Shalah al-Din (1138-1193) terhadap perang salib.

c. Munculnya Masa Pencerahan di Eropa Sampai Sekarang

Pada masa Enlightment di Eropa yang diwarnai keinginan


mencari kebenaran (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1999:56).
Sikap positif ini muncul akibat adanya perubahan religius, politik,
dan intelektual yang mendalam pada reformasi pada abad ke 16
(Esposito, et al, 2001:3).

Setelah masa pencerahan datanglah masa kolonialisme. Orang


Barat datang ke dunia Islam untuk berdagang dan kemudian juga
untuk menundukkan bangsa-bangsa Timur. Untuk itu bangsa-bangsa
Timur perlu diketahui secara dekat, termasuk agama dan kultur

8
mereka, karena dengan itu hubungan menjadi lancar dan mereka
lebih mudah ditundukkan. Pada masa ini muncullah karya-karya
yang mencoba memberikan gambaran tentang Islam yang sebenarnya
(Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1999:56).

awal abad ke-20 juga ditandai dengan munculnya para


orientalis yang berusaha menulis dunia Islam secara ilmiah dan
objektif. Orientlaisme dijadikan sebagai usaha pemahaman terhadap
dunia Timur secara mendalam. Dalam tradisi ilmiah yang baru ini,
bahasa Arab dan pengenalan teks-teks klasik mendapat kedudukan
utama. Di antara mereka itu adalah Sir Hamilton A.R. Gibb, Louis
Massingnon, W. C. Smith, dan Frithjof Schuon.

Meskipun demikian, tidak semua pendapat yang ditulis oleh


para orientalis modern tentang Islam dapat diterima oleh rasa
keagamaan umat Islam, meskipun secara rasional pendapat tersebut
benar. Beberapa di antara mereka tidak luput dari kesalahan dalam
memberikan interpretasi terhadap ajaran-ajaran Islam, di samping
juga banyak yang benar.

3. Periode Perkembangan Orientalisme

Dari perkembangan hubungan islam dengan Orientalisme dapat


disimpulkan bahwa periode perkembangan orientalisme dapat dibagi menjadi
periode benci, periode sangsi, periode mendekati dan periode toleransi

a. Periode Benci

Pada periode ini yang dimulai sejak kaum orientalis melaksanakan


penelitian terhadap Islam sampai datang periode sesudahnya. Kaum orientalis
memandang agama Islam dalam segala aspeknya dengan pandangan benci dan
permusuhan. Hal ini dapat dipahami karena kaum orientalis awal terdiri dari
kaum gereja Katolik. Sebagai contoh dapat dijumpai dalam karangan Dante
(1265-1321) bernama Divina Commedia. Dalam karangannya ini ia

9
menjelaskan perjalanannya ke surga dan neraka. Katanya di surga ditempati
orang-orang yang berbuat baik semasa hidupnya. Sedangkan di neraka
ditempati orang yang mempunyai dosa besar. Di antaranya banyak pemuka
agama Katolik yang berada di neraka paling rendah, karena semasa hidupnya
berani menjual harta kekayaan gereja demi kepentingan pribadi. Nabi
Muhammad ditempatkan di neraka dalam salah satu tingkat neraka terendah,
karena dianggap sebagai penyebar suatu aliran agama Kristen yang sesat.

b. Periode Sangsi

. Pada periode ini kaum orientalis memandang Islam dengan bimbang


mengenai kebenaran yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh, dapat
dilihat pada apa yang dikatakan Prof. D.B. Macdonald (1863-1943), bahwa
salah satu aspek yang masih harus diselidiki adalah pantologi tentang jiwa
Nabi Muhammad apakah waras atau tidak.

c. Periode Mendekati.

Periode ini dapat juga dinamakan dengan periode tidak menampakkan


diri, bagaimana sebenarnya hati mereka (orientalis) terhadap Islam. Mereka
meneliti agama Islam dan umatnya dengan pendekatan ilmiah. Sejak periode
mendekati ini, seringkali ada penghargaan terhadap agama Islam walaupun
secara tidak ikhlas. Atau mereka menggambarkan hal yang yang simpatik
kepada Islam, lalu menyisipkannya hal yang negatif yang sering tidak disadari
oleh para pembaca meskipun orang Islam sendiri.

d. Periode Toleransi.

Dalam masa yang disebut dengan toleransi ini adalah lebih menekankan
pada penelitian yang menghasilkan sesuatu yang lebih obyektif dan demi
kesejahteraan umat manusia secara umum.

10
C. Hukum Islam Menurut Kaum Orientalis

A. Biografi Singkat Para Tokoh Orientalis

Berikut ini beberapa tokoh orientalis yang dapat mewakili tokoh orientalisme
lain, antaralain:

1. Cristian Snouck Hurgronje

Hurgronje adalah seorang orientalis kristen yang berasal dari Belanda. Setelah
lulus dari sekolah menengah di Belanda, ia melanjutkan studinya ke Leiden pada
tahun 1975. Setelah 5 tahun belajar ia lulus cumlaude dengan disertasi yang
berjudul “Het Mekaansche Feest (perayaan di Mekah)”. Konsep yang diusung
oleh Snouck ini berlandaskan pengalamannya selama meneliti secara langsung
budaya dan tingkah laku orang orang islam di Aceh. Snouck beranggapan bahwa
masyarakat Islam tidak memiliki organisasi yang terstruktur dan hirarkis serta
universal dan tidak ada lapisan clerical kependetaan seperti halnya Katolik.

2. Arthur Jeffery

Arthur adalah seorang orientalis dari Australia. Ia telah menumbuhkan ide-ide


kritis-historis dari Al Quran sejak tahun 1926. Jerffery mulai menghimpun segala
jenis teks keagamaan mulai dari tafsir, hadist, kamus, qira’ah, dan berbagai karya
filosofis lainnya. Secara fokus pemikiran Jeffery ini mengkritisi penyatuan dan
bacaan qira’at Utsmani yang ditetapkan pada masa khalifah Utsman bin Affan.
Gagasan Jeffery ini berlandaskan standar kritik terhadap bibel tentang varian
bacaan penjanjian baru.

3. Evariste Leri Provencal

11
Leri adalah seorang orientalis yahudi yang berasal dari Prancis dan
memiliki semangat imperalis, yang bekerja sebagai profesor. Tumbuh di
lingkungan Yahudi dan belajar di Universitas Aljir. Salah satu karya tulisnya
adalah “Sejarah Spanyol Islam”, pada tahun 1953. Leri juga dianggap sebagai
pemimpin Prancis dan spesialisasi Muslim Spanyol yang melengkapi
penelitian dan inovasinya tentang Muslim Spanyol pada abad pertengahan.

4. Joseph Franz Schacht


Joseph lahir tanggal 15 Maret 1902 di Rottburg, Jerman. Ia adalah profesor
Inggris dan Jerman di bidang Bahasa Arab dan Islam di Universitas Columbia
di New York, Amerika Serikat. Karyanya yang sampai sekarang disebut
sebagai kitab suci kedua orientalis, yaitu berjudul “The Origin of Muhammad”
yang diterbitkan pada taun 1950.
5. Ignaz Goldziher
Goldziher lahir pada 22 Juni 1850 di sebuah kota di Hungaria dari sebuah
keluarga Yahudi terpandang dan berpengaruh. Sejak dini ia sudah terlatih
dalam bidang pemikiran. Pendidikannya dimulai di Universitas Budapest,
Hongaria. Kemudian dilanjutkan di Berlin pada tahun 1869 dan pindah ke
Universitas Leipzig, Jerman. Pada tahun 1872 Goldziher menjadi asisten
profesor di Universitas Budapest, dan melanjutkan studinya di Wina dan
Lieden. Pada tahun 1894, Goldziher berhasil menjadi profesor studi bahasa
semitik, Goldziher meninggal pada 13 November 1921 di Budapest. Dapat
dikatakan bahwa corak pemikiran Goldziher lumayan berbahaya jika
dibandingkan dengan tokoh-tokoh orientalis lainnya.

B. Hukum Islam Menurut Dalam Pandangan Orientalis

1. Menurut Cristian Snouck. H

12
Hukum islam menurut pandangan Snouck lebih mengarah kepada adat dan
kebiasaan. Dalam masanya ketika menjabat sebagai Penasehat Bahasa-Bahasa timur
dan Hukum Islam, Snouck membuat kategorisasi pola perbuatan umat islam dalam
rangka menggariskan politik Islam Pemerintah Kolonial. Dalam hal ini Snouck
mengkategorikan Islam menjadi tiga kategori, yaitu; bidang agama dan peribadatan,
bidang sosial, dan bidang politik.

a. Bidang Ibadah
Menurut Snouck, dalam hal ibadah dan ritual selama tidak mengganggu politik
dan kebijakan pemerintah kolonial belanda, maka semestinya mereka memberi
umat islam keleluasaan dalam beribadah. Seperti halnya dalam masalah haji.
Snouck menolak kebijakan pemerintah untuk melarang umat islam pergi haji.
Karena menurutnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mencatat siapa
saja yang pergi haji dan melarang mereka untuk tinggal lebih lama di kota
mekah.5
b. Bidang Sosial
Menurut Snouck, dalam hal sosial adalah tentang adat yang ada di suatu daerah.
Sebagai seorang etnog yang memiliki pengalaman riset di berbagai daerah ia
membuat sebuah gagasan bahwa dengan berkembangnya adat akan membatasi
perluasan islam terlebih tentang hukum dan peraturan. Konsep ini dikenal
sebagai “Theorie Resptie”. Proses ini bertujuan untuk membenturkan hukum
islam dan adat setempat.
c. Bidang Politik
Bagi Snouck Hurgronje Islam politik adalah sesuatu yang perlu dihindari,
dibatasi bahkan harus dilarang. Pembiaran terhadap aktifitas politik hanya akan
melahirkan fanatisme keagamaan yang sangat membahayakan kekuasaan
kolonialisme. Berbagai bentuk agitasi politik Islam akan mendorong rakyat
kepada fanatisme dan Pan Islam. Pemerintah diperbolehkan untuk menumpas

5
Sonuck Hurgronje. 1996. Kumpulan Karangan
Snouck Hurgronej, Jilid III, IV, V, VII dan XII, (Jakarta: INIS).
Dialektika:

13
Islam politik, bila diperlukan, dengan kekerasan dan kekuatan senjata. Namun
demikian segera setelah diperoleh ketenangan, pemerintah kolonial harus
menyediakan pendidikan, kesejahtera.6
2. Menurut Arthur. J
Hukum islam menurut Arthur lebih mengarah pada keberadaan surat alfatihah
dalam alquran. Menurutnya, Fatihah ini hanyalah merupakan susunan doa
(prayer composed) sebagaimana buku suci lainnya dalam agama-agama di Timur
Dekat.7
3. Menurut Joseph Franz. S
Hukum islam menurut Joseph lebih mengarah pada al hadis. Ali Musthafa
Ya’qub dalam bukunya yang berjudul Kritik Hadis8
disebutkan bahawa Scahcht berpendpat Adanya Hukum Islam itu baru dikenal
semenjak masa pengangkatan para Qodi. Selanjutnya Schacht juga beranggapan
bahwa Safi’I juga merupakan orang pertama yang menyusun buku tentang teori
hukum Islam, dengan suatu argumentasi bahwa Abu Yusuf adalah orang yang
pertama kali menyusun karya hukum Islam atas ajaran doktrin Abu Hanifah
tanpa didukung dengan beberapa sumber tertua. Pendapat Schacht tentang fatwa
Syafii bahwa apa yang diungkapan al
safii tentang Sistemisasi dan Islamisasi pemikiran hukum Islam itu telah
mencapai puncaknya pada masa al Safii. Safii mengungapkan teorinya bahwa
sumber-sumber hukum Islam secara hirarki itu meliputi al qur an, Sunnah, Ijma’
dan Qiyas. Hampir sama dengan ulama’ sebelumnya bahwa al safii
memposisikan al qur an sebagai sumber hukum utama, Sunnah dianggap sebgai
hukum kedua yang dihubungan oleh nabi Muhammad SAW. Konsensus ulama’
yang telah dipegang oleh pendahulunya menjadi tidak relevan bagi al Safii.
Sebagai sumber terakhir yang dipakai Safii adalah Qiyas. Safii menganggap
bahwa Qiyas adalah model pemikiran yang analogis dan sistematis yang tepat
untuk menggambarkan adanya aturan-aturan hukum dari ketiga sumber
6
Aqib Suminto. (1985). Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES. h.8.
7
Jeffery, "A Variant Text of the Fatihah", 158.
8
Ali Musthafa Ya’qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 20

14
sebelumnya. Bagaimanapun pendapat Schacht tersebut adalah peringatan bagi
kita dalam jangka panjang. Pendapat tersebut hanya akan menimbulkan suatu
kekakuan.9 Joseph juga dikenal memikili tiga teori yang sangat terkenal
a. Teori Projecting Black
Dalam teori ini ia melakuka penelusuran sejarah dari sebuah hadis untuk
membuktikan keaslian hadis tersebut dan hubungannya dengan hukum islam.
Joseph mengemukakan sebuah pemahaman bahwa jika sebuah hadis
ditemukan yang terkait dengan hukum islam, maka hadis tersebut dibuat oleh
orang-orang yang hidup setelah Ash-Sya’bi, seorang Tabi’in terkemuka pada
tahun 104 H.
b. Teori E Silentio
Dalam teori ini sebuah hadis dapat dibuktikan cukup dengan menunjukkan
bahwa hadis tersebut tidak pernah dijadikan argumen dalam pembahasan
fuqaha. Dalam teori ini juga disebutkan jika sebuah hadis pertama kali
ditemukan dengan tanpa sanad lengkap kemudian ditulis dengan sanad
lengkap, maka isnad juga dikategorikan salah.
c. Teori Common Link
Teori ini bisa juga disebut sebagai penghubung. Karena dalam teori ini sering
digunakan untuk membahas tentang hadis dari mereka yang mendengar hadis
dari pihak berwenang untuk membahas hadis kemudian mereka yang
mendengar menyampaikan kepada murid mereka yang berjumlah dua orang
atau lebih.

BAB IV

9
Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam (Jakarta: Nuansa, 2010), 78.

15
PENUTUP

A. Kesimpulan
Membahas tentang orientalisme islam yang mana orientalisme dalam
kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), orientalisme dimaknai sebagai sebuah
ilmu pengetahuan tentang ketimuran atau tentang budaya ketimuran.
Sedangkan islam adalah suatu agama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
orientalisme islam adalah ketertarikan bangsa barat terhadap agama islam.
Kemudian antara islam dan orientalisme dapat dikatakan memiliki keterkaitan
yang erat terlebih dalam permasalahan sejarah.
Hukum islam menurut pandangan orientalis terpisah menjadi tiga sesuai
pendapat tokoh masing-masing:
1. Menurut Cristian Snouck. H yang mana menurut pendapat Snouck terbagi
menjadi tiga bidang, yaitu; ibadah, sosial, dan politik.
2. Menurut Arthur. J yang membahas tentang keberadaan surat alfatihah
dalam alquran.
3. Menurut Joseph Franz. S yang mana memiliki tiga teori, yaitu; projecting
black, E silentio, dan common link.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu kami
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan kami. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus
menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA

16
Abdul Hamid Ahmad, 1991. Menyikap Tabir Orientalsime, Jakarta 13340: Pustaka
Al-kautsar.

Haqan, Arina. 2011. "ORIENTALISME DAN ISLAM DALAM PERGULATAN SEJARA


H." Mutawâtir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis.

Rahim, Abd. 2010. "SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALISME." Jurnal Hunafa,


Vol. 7, No.2.

Rasyid, Daud MA, Mei 2003. Pembaruan islam dan Orientalisme dalam sorotan.
Cimanggis, Depok: CV HILAL MEDIA GROUP.

Pudjitriherwabnti Anastasia dkk, 1 juli 2019. Ilmu Budaya dari strukturalisme


Budaya sampai Orientalisme Kontemporer, Banyumas-Jawa Tengah:
CV.RIZQUNA.

17

Anda mungkin juga menyukai