Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STUDI HADITS
KAJIAN HADITS DIKALANGAN ORIENTALIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Mata
Kuliah
Studi Hadits

OLEH:
KELOMPOK 13
LOKAL D

Bintang Ramadhan 12020114482


Putri Amelia 12020124167

Dosen Pengampu:
Ahmad Fauzi, S.H.I., M.A.

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIV ERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayahnya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Tanpa pertolongannya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat kelak.
Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok mata kuliah Studi
Haadits. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Ahmad Fauzi, S.H.I., M.A. selaku dosen pengampu mata kuliah
Studi Hadits yang telah memberikan tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan
keterbatasan dari segi penulisan maupun isi di dalamnya. untuk itu penyusun sangat
mengharapkan saran ataupun kritikan dari berbagai pihak. Terakhir kami berharap
semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya bagi
pembaca pada umumnya.

Aamiin Ya Robbal ‘Alamin......

Pekanbaru, 05 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3

A. Sejarah Kajian Hadits dikalangan Orientalis ...................................... 3

B. Sikap Orientalis Terhadap Islam ........................................................ 4

C. Pandangan Orientalis Tentang Sunnah ............................................... 7

D. Pandangan Orientalis Terhadap Sanad dan Matan Hadits ................. 9

E. Kritik Terhadap Orientalis ................................................................. 10

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 13

A. Kesimpulan ........................................................................................ 13

B. Saran ................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tentang orientalis tidak dapat dipisahkan dari studi tentang
orientalisme. Orientalisme berasal dari kata orient dan isme. Kata ‘’orient’’ diambil
dari bahasa Latin ‘’oriri’’ yang berarti terbit. Dalam bahasa Inggris, kata orient
berarti direction of rising sun (arah terbitnya matahari). 1Namun pengertian orient
dalam konteks orientalisme lebih banyak menekankan pada pengertian Dunia
Timur Islam secara keseluruhan termasuk Andalusia, Sisilia dan wilayah Balkan
dari pada mengenai Dunia Timur secara geografis atau politis. Karena ancaman
lerhadap Barat dalam sejarah, hanya kekuatan Islam sajalah yang menghadang
Eropa dengan tantangan yang gigih. sehingga Islam merupakan problem sendiri
bagi Barat. Maka istilah Timur bagi Barat tidak sinonim dengan Timur Asia secara
keseluruhan. Maka istilah yang paling ketat dipahami, berlaku untuk Islam yang
dianggap mengancam Barat. Sedangkan bubuhan ''isme'' berasal dari Bahasa
Belanda, "isma" dalam bahasa Inggris berarti; "A doctrin, theory, or system. Maka
orientaisme menurut bahasa berarti ilmu tentang ketimuran atau studi tentang Dunia
Timur, dengan pengertian ini, maka orientalis berarti orang yang mengkaji dunia
ketimuran.2
Orientalisme adalah disiplin akademis yang digunakan Barat untuk
mendekati Timur secara sistimatis sebagai topik ilmu pengetahuan, penemuan, dan
pengalaman. Dengan pendekatan orientaisme pula, Barat berhasil memantapkan
kehadirannya dalam bentuk penetrasi militer, ekonomi, budaya, dan ideologi di
hampir seluruh wilayah Dunia Timur Islam yang hingga kini pengaruhnya masih
dirasakan kuat.
Pada awal pertumbuhannya, kajian orientalis terhadap Islam bersifat umum.
Namun dalam perkembangannya kajian itu mengalami spesifikasi sehingga lahir
berbagai kajian tentang Islam seperti Al-Quran, hadis, hukum, dan sejarah. Dalam

1
Mustholah Maufur, Orientalisme Serbuan Ideologis dan Intelektual. (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar. 1995). Hal.11
2
Ibid, hal. 12

1
frame kajian orientalis yang sudah terspesifikasi menjadi beberapa bidang maka
makalah ini membahas bagaimana kajian orientalis di bidang hadits.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana sejarah kajian hadits dikalangan orientalis?
b) Bagaimana sikap orientalis terhadap Islam?
c) Bagaimana pandangan orientalis tentang sunnah?
d) Bagaimana pandangan orientalis terhadap sanad dan matan hadits?
e) Bagaimana kritik terhadap orientalis?

C. Tujuan

a) Untuk mengetahui sejarah kajian hadits dikalangan orientalis


b) Untuk mengetahui sikap orientalis terhadap Islam
c) Untuk mengetahui pandangan orientalis tentang sunnah
d) Untuk mengetahui pandangan orientalis terhadap sanad dan matan hadits
e) Untuk mengetahui kritik terhadap orientalis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Kajian Hadis di Kalangan Orientalis


Dari sekian banyak bidang kajian yang menjadi garapan para orientalis,
salah satunya adalah hadis nabi. Siapakah orientalis yang pertama melakukan kajian
dibidang ini belum direntukan kepastian sejarahnya karna para ahli berbeda
pendapat. Menurut M.Musthafa Azami, orientalis yang pertama kali melakukan
kajian hadis adalah Ignaz Goldziher, seorang Yahudi kelahiran Hongaria (1850-
1920 M) melalui karyanya berjudul: Muhamedanische Studien pada tahun 1980
yang berisi pendangannya tentang hadis. Dalam hal ini Goldziher telah berhasil
menanamkan keraguan terhadap autentisitas hadis yang di lengkapi dengan studi-
studi ilmiyah yang dilakukanya, sehingga karyanya dianggap sebagai ‘Kitab Suci’
oleh para orientalis sendiri. di samping itu , kehadiran Joseph Schacht melalui
bukunya: the origin of Muhammadaan Jurisprudence, terbit pertama kali tahun
1950, yang kemudian dianggap sebagai ‘kitab sucu kedua’ oleh para orientalis
berikutnya, juga telah membawa dampak yang kuat terhadap sejumlah penelitian
kajian hadis dikalangan orientalis. Bahkan, menurut Ali Musthafa Ya’qub, untuk
mengetahui kajian hadis cukup hanya dengan menelusuri kedua pendapat tokoh ini
(goldziher dan joseph), karena para orientalis sesudah mereka pada umumnya
hanya mengikuti pendapat keduanya.
Namun ada pula orientalis yang memiliki pandangan yang lebih jernih dan
bertentangan dengan kedua ilmuan diatas. Freedland Abbott, misalnya, dalam
bukunya Islam and Pakistan (1908) membagi substansi hadis menjadi tiga
kelompok besar:
1) Hadis yang menggambarkan kehidupan Nabi secara Umum
2) Hadis yang diprmasalahkan karena hais-hadis itu tidak konsisten dengan
ucapan Nabi,
3) Hadis yang menceritakan Wahyu yang diterima oleh Nabi.
Meskipun ketiga klasifikasi tersebut berbeda dengan klasifikasi oleh
kalangan ulama hadis, tetapi secara tidak langsung menunjukan bahwa ia mengakui

3
bahwa hadis benar-benar bersumber dari Nabi. Pengakuan yang lebih tegas di
sampaikan oleh Nabila Abbott dalam bukunya Studies in Literary papiry: Qur’anic
Commentary and tradition (1957). Menegaskan bahwa hadis-hadis Nabi dapat
ditelusuri keberadaanya hingga masa Nabi dan bukan buatan Umat Islam setelah
abad pertama hijriyah.Pandangan ini didasarkan atas manuskrip-manuskrip yang
berhubunan dengan hadis Nabi. Jadi dapat dikatakan bahwa di kalangan orientalis
telah terjadi pergeseran pendapat tentang hadis.Sebagian mereka sependapat
dengan Goldziher dan Schacht, namun ada pula yang sependapat dengan mereka
dala memandang Islam umumnya dan hadis khususnya.3
B. Sikap Orientalis Terhadap Islam
Setidaknya terdapat tiga motivasi utama orientalis di dalam melakukan
kajian Islam, yaitu sebagai berikut:
a. Sikap netral terjadi pada masa sebelum perang Salib pada, yaitu di masa-masa
awal persentuhan antara Timur dengan Barat.
b. Pasca perang Salib terjadi perubahan sikap ke arah pemutarbalikan suatu fakta
mengenai Islam yang didasari oleh pandangan negatif dan sentimen keagamaan
yang semakin kuat.
c. Pada masa perkembangan orientalisme kontemporer muncul sikap menghargai
Islam yang dilatarbelakangi oleh semangat pengembangan intelektual yang
rasional. Walaupun belum bisa dikatakan seratus persen objektif, namun pada
masa ini penghormatan dan penghargaan terhadap Islam mulai nampak.
Meskipun muncul berbagai macam stigma negatif tentang kajian
orientalisme, tak bisa dipungkiri bahwa orientalisme telah memberikan kontribusi
pemikiran yang sangat berarti. Sebagian kalangan muslim di Barat memandang
bahwa pandangan kalangan orientalis sangat penting untuk melihat sejauh mana
pandangan orang lain terhadap tradisi Islam. bahkan kalangan orientalis tidak
semua memiliki sikap anti terhadap Islam dan tradisi-tradisi yang berkembang di
dalamnya. Mereka telah mampu memberikan kontribusi bagi pengayaan khazanah
intelektual Islam. Hadirnya beberapa orientalis dalam mengkaji ajaran Islam

3
Idri, Studi Hadis. (Jakarta: Kencana, 2010). Hal. 300

4
terlihat lebih bersahabat dan kajiannya lebih bersifat ilmiah. Nama-nama Islamisis
yang dianggap sangat produktif melalui karya-karyanya saat ini adalah John L.
Esposito, Karen Armstrong, Martin Lings, Annemarie Schimmel, John O. Voll, Ira
M. Lapidus, Marshal GS Hodgson, Leonard Binder dan Charles Kurtzman. Bahkan
di antara mereka ada yang kemudian mendapatkan hidayah dan memeluk Islam,
seperti Annemarie Schimmel.
Walaupun demikian, agama masih menjadi sasaran empuk bagi para
orientalis dalam menjalankan misinya. Hal ini terutama dimulai sejak dan sesudah
Perang Salib ketika para pendeta menyaksikan umat Kristen berduyun-duyun
memeluk agama Islam, kemudian banyak umat Kristen yang juga takjub terhadap
kekuatan Islam baik dari segi kemajuan dan kekuatan militer kaum Muslimin.
Peradaban yang dimiliki Islam juga dianggap menjadi momok mematikan yang
dapat merusak akidah umat Kristen, sehingga tak ayal mereka menyatakan Islam
adalah satu-satunya musuh yang wajib diperangi oleh agama Nasrani. Karena itu,
mereka menganggap penting menyudutkan agama Islam, menjelek-jelekkan, dan
memutar-balikan kebenarannya. Pada saat itu, mereka melihat agama Islam sebagai
musuh nyata yang tidak boleh maju dan terus berkembang sedangkan umat Islam
dipandang sebagai orang yang biadab, perampas harta orang, dan pembunuh. 4
Kemudian muncul sebuah kajian yang cukup menarik dalam kancah dunia
orientalisme, yakni dengan lahirnya sebuah karya dari Jacques Waardenburg
dengan judul L’Islam Dans le Miroir de l’Occident. Dikatakan menarik karena
dalam karya ini disebutkan bahwa ada lima orang yang dianggap cukup
berpengaruh dalam “pencitraan agama Islam”. Dalam karya-karya orientalis yang
ditinjau Waardenburg terdapat visi-visi yang begitu tendensius, bahkan empat dari
lima karya yang ia tinjau tampak saling bermusuhan terhadap Islam, seolah-olah
dalam Islam setiap manusia bisa melihat dan becermin akan kehinaannya masing-
masing. Lima penulis karya tersebut memiliki pengetahuan-pengetahuan yang
masing-masing memiliki gaya kontribusi yang cukup unik bagi tradisi orientalisme
selama periode akhir abad XIX dan awal XX, yaitu tepatnya pada tahun 1880-an

4
Idri, Hadis dan Orientalis Perspektif Ulama Hadis dan Orientalis Tentang Hadis Nabi,
(Jakarta: Kencana.2008). hal. 17-18

5
hingga tahun-tahun antara Perang Dunia 1 dan II. Lima ahli tersebut adalah Ignaz
Goldziher, Duncan Black, Carl Becker, Snouck Hurgronje, dan Louis Massignon.
Ignaz Goldziher dikenal dengan sikap ketidaksenangannya terhadap antro-
fomorfisme Muhammad serta teologi dan jurisprudensi Islam yang terlalu eksterior.
Minat Duncan Black Macdonald terhadap kesalehan dan ortodoksi (ajaran yang
benar) Islam dihancurkan oleh tanggapannya tentang apa yang disebutnya sebagai
bid'ah kristiani-nya Islam. Pemahaman Carl Becker terhadap peradaban Islami
membuatnya berfikir bahwa peradaban tersebut tak lebih dari peradaban yang
terbelakang. Kajian- kajian pelik C . Snouck Hurgronje terhadap mistisme Islami
yang dianggapnya sebagai bagian mendasar dari Islam membuatnya mengambil
keputusan tidak cermat mengenai keterbatasan-keterbatasan Islam yang semakin
lumpuh. Sedangkan, identifikasi Louis Massignon terhadap teologi Muslim, selera
mistik, dan seni puisi, membuat dia semakin yakin untuk tidak bisa memaafkan
Islam atas apa yang dianggapnya sebagai penentangan Islam gagasan inkarnasi.
Kajian-kajian kaum orientalis telah menimbulkan keresahan bagi agama
Islam dan pemeluknya. Contoh riil mengenai hal ini adalah pernyataan seorang
orientalis kenamaan, Montgomery Watt, tentang persepsi negatif historis Barat
terhadap Islam. Menurutnya, asumsi yang berkembang tentang Islam antara lain
sebagai berikut:
a. Islam merupakan agama yang dibuat dan tidak benar.
b. Islam disebarkan dengan cara kekerasan dan memakai hunusan pedang.
c. Nabi Muhammad merupakan musuh Kristus.
d. Islam merupakan agama yang terlalu memanjakan diri pengikutnya
Selain asumsi dan pernyataan negatif kaum orientalis yang telah disebutkan
di atas, masih terdapat keyakinan-keyakinan lain yang mendeskreditkan dan
menyudutkan Islam dan umat muslimin, seperti klaim bahwa peradaban Barat lebih
diterima oleh akal, maju, humanis, dan superior dibandingkan peradaban Timur
yang sesat, irasional, terbelakang, dan inferior. Dan dengan melihat kenyataan-
kenyataan ini maka tidak mengherankan jika absurditas kajian mereka berpengaruh
cukup dalam terhadap masyarakat muslim dan bahwa objektivitas kajian mereka
menjadi dipertanyakan. Dalam hal ini, Fazlur Rahman adalah salah satu di antara

6
sekian banyak tokoh muslim yang meragukan objektivitas kajian sarjana-sarjana
Barat terhadap Islam. Akibatnya, banyak kajian akademis yang bersifat ilmiah pun
akhirnya dicurigai dan dianggap jelek oleh sebagian besar kaum muslimin. Hal
demikian dapat dimaklumi mengingat terdapat banyak pengalaman traumatik di
masa lalu yang pada akhirnya memunculkan berbagai pandangan kurang baik
terhadap historis, yang antara lain terjadi akibat dari Perang Salib), prasangka
Kristenisasi, dan pra-sangka superioritas ras.
C. Pandangan Orientalis Tentang Sunnah
Kajian orientalisme terhadap Islam tidak hanya terbatas pada satu atau dua
bidang saja. Bahkan hampir seluruh aspek Islam tidak luput dari pembahasan
mereka. Ada ahli-ahli tertentu dari orientalis yang khusus menekuni sistem ideologi
Islam. Ada pula yang spesialisasinya sekitar kitab Al-Qur’an. Mereka mengkritik
dan menyerang Al-Qur’an. Setelah upaya-upaya mereka meragukan Al-Qur’an
mengalami kegagalan karena tidak menunjukkan pengaruh yang positif di kalangan
kaum muslimin maka orientalis Barat mencoba mengarahkan sasaran mereka
kepada sumber Islam kedua, yaitu as-Sunnah.5
Dalam kajian ilmu hadis, istilah hadis sering disejajarkan dengan istilah
sunnah, walaupun kedua istilah itu tidak selalu identik karena keduanya juga
memiliki perbedaan. Dikalangan ulama hadis, hadis merupakan sinonim sunnah,
namun hadis pada umumnya digunakan untuk istilah segala sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah setelah diutus menjaddi nabi. Sebagian ulamaa
berpendapat bahwa hadis hanya terbatas ucapan dan perbuatan Nabi saja, sedang
persetujuan dan sifat-sifatnya tidak termasuk hadis karena keduanya merupakan
ucapan dan perbuatan sahabat. Berbeda dengan ulama hadis, ulama Ushul Fiqh
berpendapat bahwa hadis lebih khusus daripadaa sunnah sebab hadis, menurut
mereka, adalah sunnah qawliyah. Dalam pandangan kaum orientalis, hadis juga
dipandang berbeda dengan sunnah. Perbedaan Perbedaan ini antara lain terlihat
pada pendapat Goldziher yang menyatakan bahwa hadis bermakna suatu disiplin
ilmu yang bersifat teoritis, sedang sunnah berisi aturan-aturan praktis. Menurutnya,

5
Daud Rasyid, Pembaruan Islam &Orientalisme Dalam Sorotan. (Jakarta: CV Hilal
Media Group, 2014), hal. 211

7
kebiasaan-kebiasaan yang muncul dalam ibadah dan hukum yang diakui sebagai
tata cara kaum muslimin periode awal yang dipandang autoritatif dan telah
dipraktikkan dinamakan sunnah, sedangkan pernyataan tentang tata cara itu disebut
hadis. Ia juga menyatakan bahwa hadis bercirikan berita lisan yang diklaim
bersumber dari Nabi, sedangkan sunnah merupakan segala hal yang menjadi adat
kebiasaan yang muncul pada abad kedua di awal pertumbuhan dan perkembangan
Islam, terlepas dari apakah kebiasaan itu ada hadisnya atau tidak.
Jika disimpulkan, baik pendapat ulama hadis maupun ulama Ushul Fiqh
dengan pendapat orientalis sangat berbeda dalam menanggapi pengertian hadis dan
sunnah. Bagi ulama hadis dan ulama Ushul Fiqh hadis dan sunnah sama-sama
beraasal dari Nabi meskipun uuntuk hal-hal tertentu teradi perbedaan, misalnya dari
segi kapan sesuatu disebut hadis apakah sebelum atau sesudah Nabi diutus menjadi
rasul, cakupan hadis dan sunnah pada wilayah perbuatan dan ketetapan, dan
sebagainya. Sementara para orientalis tidak memahami dua istilah ini sebagai
sesuatu yang berasal dari nabi, tetapi dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
bersifat teoritis (hadis) dan peraturan-peraturan praktis (sunnah) yang berasal dari
kebiasaan-kebiasaan uumat Islam awal dalam bidang ibadah dan hukum.
Pada kesempatan lain, Ignaz Goldziher menyatakan bahwa perbedaan
antara sunnah dan hadis bukan saja dari maknanya, tetapi melebar pada adanya
pertentangan dalam materi hadis dan sunnah. Menurutnya, hadis bercirikan berita
lisan yang dinilai bersumber dari Nabi, sedangkan sunnah berdasar kebiasaan yang
lazim digunakan dikalangan umat Islam awal yang menunjuk pada permasalahan
hukumdan keagamaan, baik ada atau tidak ada berita lisan tentang kebiasaan
sebagai sunnah, tetapi tidak berarti sunnah harus mempunyai hadis yangitu. Suatu
kaidah yang terkandung di dalam hadis biasanya dipandang relevan dan
mengukuhkannya. Lebih lanjut Goldziher menyatakan bahwa sunnah sebenarnya
hanyalah sebuah revisi atas adat istiadat bangsa Arab yang sudah ada. Dengan
demikian, menurut Goldziher sunnah bukanlah suatu yang berasal dari Nabi tetapi
merupakan kebiasaan yang sudah berkembang di kalangan bangsa Arab yang
direvisi dan kemudian dilanjutkah oleh umat Islam sebagi suatu tradisi.

8
D. Pandangan Orientalis Terhadap Sanad dan Matan Hadits
Dalam mengkaji sanad dan matan hadis, para orientalis berbeda dengan
ulama hadis dan umat Islam pada umumnya. Jika ulama Hadis mengkaji sanad dan
matan lebih pada definisi dan esensinya, maka para orientalis lebih menekankan
pada asal usulnya. Mereka lebih banyak menyoroti tentang kapan sanad itu dimulai
dalam periwayatan hadis. 6
1) Kritik orientalis terhadap sanad
Para orientalis beranggapan bahwa hadis yang telah dikodifikasikan dalam
kitab-kitab hadis tidak asli dari Rasulullah, karna sanadnya tidak benar dan para
perawi dianggap palsu.Caetani Berpendapat bahwa Urwah (W. 93 H) adalah oranng
yang menghimpun hadis tetapi tidak menggunakan sanad.
Joseph Schacht dalam The Origins of Muhammadan Jurisprudence, berpendapat
bahwa bagian terbesar dari sanad hadis adalah palsu.Menurutnya, semua orang
yang mengetahuibahwa sanad pada mulanya muncul dalam bentuk yang saangat
sederhana, kemudian mencapai tingkat kesempurnaanya pada paruh kedua aabad
ke tiga hijriah.Dia menyatakan bahwa sanad merupakan hasil rekayasa para ulama
abad kedua hijriah dalam menyandarkan sebuah hadis kepada tokoh-tokoh
terdahulu hingga akhirnya samppai kepada Nabi untuk mencari legitimasi yang
kuat terhadap hadis tersebut.
2) Kritik orientalis terhadap matan
Para orientalis juga telah telah melontarkan kritik mereka terhadap matan
hadis. A.J. Wensink menyatakan bahwa perkembangan dan aktifitaspemikiran umat
islam pasca-wafatnya nabi membuka peluang bagi para ulama untuk menjelaskan
roh agama islam itu melalui hadis. Ucapan-ucapan para ulama inilah yang
kemudian dikenal sebagi matan.Pandangan ini sejajar dengan pendapat para
orientalis yang bermuara pada pandangan bahwa matan itu bukanlah ucapan
Nabi.Melainkan capan para ulamaa yang kemudian di sandarkan pada Nabi.
Keterangan diatas juga menunjukan bahwa pandangan para orientalis terhadap
sanad sebenarnya berangkat dari pemahaman mereka tentang sunnah itu sendiri

6
Idri, Hadis dan Orientalis......, Op. Cit . hal.134

9
yang mereka yakini sebagai sesuatu yang bukan berasal dari Nabi. Mereka
beranggapan bahwa sanad dan matan yang berada pada kitab-kitab hadis adalah
uatan ulama dan umat isam pada abad kedua dan ketiga hijriah.untuk mendukung
keyakinan ini mereka kemudian mencari-cari argumentasi sehingga sanad_dan
otomatis matan_ dipahami sebagai hasil rekayasa oleh para ulama, demikian pula
matan merupakan perkataan mereka.7
E. Kritik Terhadap Orientalis
Kritik dan tuduhan yang dilontarkan oleh orientalis tentang keabsahan dan
autentisitas hadis banyak mendapat jawaban dari ulama hadis, sebagai upaya
meluruskan kritik dan tuduhan tersebut.Di antara ulama yang melakukan kritik dan
koreksi terhadap pendapat para orientalis tersebut adalah Musthafa al-Siba’i,
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Shubhi al-Shalih dan Muhammad Musthafa Azami.
Terkait dengan tuduhan mereka tentang adanya larangan penulisan hadis oleh Nabi
dan tidak adanya peninggalan tertulis, Shubhi Al-Shalih mengatakan bahwa
larangan penulisan tersebut disampaikan secara umum pada masa awal turunnya
wahyu al-Quran karena Nabi khawatir hadis tercampur dengan Al Quran. Tetapi
setelah sebagian besar Al Quran diturunkan, maka Nabi memberikan izin penulisan
hadis secara umum kepada para sahabat.Kenyataan ini diperkuat dengan
dikemukakannya catatan-catatan hadis pada masa Nabi seperti catatan Sa’id ibn
‘Ubaddah, Samrah ibn Jundub (w. 60 H), Jabir ibn ‘Abd Allah (w. 78 H), ‘Abd
Allah ibn ‘Umar ibn al – Ash (w. 65 H), dan ‘Abd Allah ibn al-Abbas (w. 69 H).
Tuduhan orientalis bahwa sanad dan matan hadis merupakan rekayasa umat Islam
abad pertama, kedua, dan ketiga Hijriah, oleh Musthafa Azami dibantah sebagai
berikut.
1. Kenyataan sejarah membuktikan bahwa permulaan pemakaian sanad adalah
sejak masa Nabi, seperti anjurannya kepada para sahabat yang menghadiri
majelis Nabi untuk menyampaikan hadis kepada yang tidak hadir.
2. Mayoritas pemalsuan hadis terjadi pada tahun keempat puluh tahun Hijriah
yang dipicu oleh persoalan politik, karena di antara umat Islam saat itu ada

7
Ahmad Hikmi, ‘’Kajian Orientalis Terhadap Sanad dan Matan Hadis Sebagai Sumber
Hukum Islam’’, Jurnal Kosmik Hukum, Vol.21 No.03 (2021). Hal 214-224

10
yang lemah keimanannya sehingga membuat hadis untuk kepentingan
politik atau golongan mereka.
3. Objek penelitian para orientalis di bidang sanad tidak dapat diterima karena
yang mereka teliti bukan kitab-kitab hadis melainkan kitab-kitab fiqh
dan sirah.
4. Teori projecting back (al-qadhf al khalfi) yang dijadikan dasar argumentasi
beserta contoh-contoh hadis yang dijadikan sampel, karenanya menjadi
gugur dengan banyaknya jalan periwayatan suatu hadis.
5. Tidak pernah terjadi perkembangan dan perbaikan terhadap sanad seperti
membuat marfu’ hadis yang mawquf atau menjadikan muttashil hadis
yang mursal. Demikian pula, tuduhan bahwa sanad hanya dipakai untuk
menguatkan suatu pendapat atau suatu madzhab merupakan tuduhan yang
tidak mempunyai bukti dan melawan realitas sejarah.
6. Penelitian dan kritik ulama hadis atas sanad dan matan hadis, dengan segala
kemampuan mereka, dilakukan atas dasar keikhlasan dan tanpa tendensi
duniawi.8
Dari segi matan, diantara orientalis yang melakukan kritik hadits dari segi
Ini adalah Ignaz Goldziher dan A.J. Wensinck. Keduanya menganggap lemah
metode kritik sanad yang dipakai para ulama sehingga produk yang dihasilkannya
otomatis tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Goldziher menyangsikan
seluruh matan dan menilainya sebagai buatan ulama ahli hadits dan ulama ahli ra’yi.
Goldziher mencontohkan hadis:

(janganlah melakukan perjalanan kecuali pada tiga mesjid) .9Menurut Azami,


tidak ada bukti historis yang memperkuat tuduhan tersebut, karena pada satu sisi

8
Idri, Hadis dan Orientalis......, Op. Cit . hal.139
9
Muhammad Ibn Ismail al –Bukhari, Sahih al-Bukhari, juz II, hal. 60.; Idri, Hadis dan
Orientalis Perspektif Ulama Hadis dan Orientalis Tentang Hadis Nabi, (Jakarta: Kencana.2008).
hal. 139.

11
hadis tersebut diriwayatkan dengan 19 sanad termasuk al-Zuhri. Kelahiran al-Zuhri
sendiri masih diperselisihkan oleh ahli sejarah antara tahun 50 H dan 58 H, dan ia
tidak pernah bertemu dengan ‘Abd Malik ibn Marwan sebelum tahun 81 H.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan,


antara lain:
1. Orientalis adalah segolongan sarjana-sarjana Barat yang melakukan
pengkajian terhadap dunia timur, baik agama, bahasa, sejarah, adat-istiadat
dan lain-lain, juga terkait hadis Nabi Muhammad saw.
2. Ignaz Goldziher dan Schacht adalah dua tokoh orientalis yang dipandang
sebagai pemula yang mengkaji hadis oleh orientalis lainnya
3. Kritik terhadap hadis yang dilakukan bertujuan untuk menggoyahkan
otentisitas hadis sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an.
4. Kritik hadis yang dilakukan oleh Goldziher dan Schacht meliputi kritikan
terhadap terminologi, materi, ketokohan dan literatur hadis.

B. Saran
Mengingat betul bahwa makalah kami ini masih sangat jauh dari kesempurnaan ,
untuk itu kami sangat mengharap kepada para sahabat pembaca untuk memberikan
partisipasinya baik berupa kritik maupun saran agar kami bisa memperbaiki makalah kami
untuk yang akan datang

13
DAFTAR PUSTAKA

Hikmi, Ahmad. 2021. ‘’Kajian Orientalis Terhadap Sanad dan Matan Hadis
Sebagai Sumber Hukum Islam’’, Jurnal Kosmik Hukum, Vol.21 No.03.

Idri, Studi Hadis. 2010. Jakarta: Kencana.


Idri. 2008. Hadis dan Orientalis Perspektif Ulama Hadis dan Orientalis Tentang
Hadis Nabi, Jakarta: Kencana.

Maufur, Mustholah. 1995. Orientalisme Serbuan Ideologis dan Intelektual. Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar.

Rasyid, Daud. 2014. Pembaruan Islam &Orientalisme Dalam Sorotan. Jakarta:


CV Hilal Media Group.

Anda mungkin juga menyukai