DOSEN PENGAMPU :
JULIANI, S.H.,M.H
NAMA KELOMPOK
KELOMPOK I
FAKULTAS SYARIAH
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Studi Islam sebagai sebuah disiplin, sebenarnya sudah dimulai sejak lama.
Studi ini mempunyai akar yang kokoh di kalangan sarjana muslim dalam tradisi
keilmuan tradisional.
Mereka telah mengupayakan interpretasi tentang Islam dan hal ini terus
berlanjut hingga sekarang. Ketika terjadi kontak antara orang Kristen dan orang
Islam, studi Islam mulai memasuki wilayah Kristen Eropa pada masa pertengahan.
Pada masa ini, kajian lebih diwarnai oleh tujuan polemik, karena Islam
dipahami oleh kalangan orientalis dengan pemahaman yang tidak layak. Meskipun
demikian, kontak dan ketegangan antara Islam dan Barat pada akhirnya
menemukan titik, di mana studi Islam memperoleh manfaat besar dari
perkembangan metodologi dan kajian ilmiah di Barat.
Dalam setiap pendekatan dijumpai beberapa kemungkinan adanya metode
tertentu yang lebih kritis dan aplikatif daripada metode lainnya. Pendekatan dan
metode yang digunakan sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui dan jenis
data yang akan diakses.1
Dikalangan Negara Eropa, Agama Islam merupakan objek studi sarjana
barat, bahkan Islam sudah menjadi karir sarjana barat yang melahirkan orientalis
dan Islamolog barat dalam jumlah yang besar. Sarjana barat menaruh perhatian
yang besar dalam studi Islam karena mereka mamandang Islam bukan sekedar
agama tetapi juga merupakan sumber peradaban dan kekuatan sosial, politik dan
kebudayaan yang patut diperhitungkan.
Pada masa berikutnya, para pengkaji mulai menyadari kelemahan kajian
filologi ini, sehingga munculah kajian sains. Para penganjur pendekatan ke dua ini
berpendapat bahwa kajian tentang masyarakat harus diupayakan melalaui metode-
1
https://123dok.com/article/sejarah-perkembangan-studi-islam-dan-
problematikanya.y4jx29rydiakses-10-Nov-2022
1
metode sains seperti yang dipahami oleh ilmuwan sosial. Pendekatan ini
berdasarkan pada sebuah keyakinan bahwa semua masyarakat akan mengalami
proses perkembangan historis.
Kajian sarjana muslim terhadap pemikiran Barat tentang al-Qur’an pada
umumnya berkisar pada konsep subtansialnya, sedangkan penelitian mengenai
metodologi yang dipergunakan masih sangat kurang dilakukan.
Edward W. Said, berpendapat bahwa studi ketimuran merupakan disiplin
keilmuan yang secara meterial dan intlektual berkaitan dengan ambisi politik dan
ekonomi Eropa. Orientalisme telah menghasilkan gaya pemikiran yang dilandaskan
pada distingsi teologis dan epistimologis antara Timur dan Barat. Dalam waktu
yang panjang, orientalisme Barat telah mengembangkan cara-cara pembahasan
tentang Timur dengan memapankan suprioritas budaya Barat atas budaya Asing.2
2
Skripsi_https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1237/2/084211008_Bab1.pdf-di Akses 10 Nov
2022
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata Islam dapat diambil dari kata ”assalama” yang berarti menyerah
kepada kehendak Allah SWT, kemudian dari kata “sillmun” yang berarti damai
dengan Allah SWT dan sesama makhluk, serta dari kata “salimah” yang berarti
selamat dunia dan akhirat. Kata “aslama” merupakan turunan dari kata assallamu,
assallam, assallamatu yang artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan
batin. Dari asal kata ini dapat di artikan bahwa dalam islam terkandung makna suci,
kata islam juga dapat di ambil dari kata asslimu dan assalmu yang berarti
perdamaian dan keamanan. Dari kata ini islam mengandung makna perdamaian dan
keselamatan.
3
atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan
ajaran, sejarah maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya”. Syamsul Arifin, dengan merujuk
Nur A. Fadhil Lubis, memberikan pengertian Studi Islam sebagai “usaha untuk
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam melalui berbagai
bentuk empirisnya, serta ajaran-ajaran idealnya”.3
Para ahli Studi Islam di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan
kaum orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi
tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia orang Islam. Dalam praktiknya,
studi Islam yang dilakukan oleh mereka, terutama pada masa-masa awal mereka
melakukan studi tentang dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan pada
pengetahuan tentang kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan ajaran
agama Islam dan praktik-praktik pengalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari umat Islam adalah :
3
Bab I, Studi Islam, Makna dan Dasar Sasaran Kajian_Hal.1
4
2. Mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam yang
asli dan penjabaran dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan
perkembangan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya.
3. Mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap
abadi dan dinamis serta aktualisasinya sepanjang sejarahnya.
4. Mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran
agama Islam dan realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta
mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman
modern ini.4
Namun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para orientalis yang
memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah terhadap
Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu akan
bermanfaat bagi pengembangan studi Islam di kalangan umat Islam sendiri.
Sementara itu, para Sahabat Nabi juga jarang bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW tentang permasalahan yang telah disampaikan oleh Nabi.
Mereka melakukan segala bentuk perintah tanpa banyak bertanya dan cukup
dengan menirukan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika terjadi
4
Buku Ajar Pengantar Studi Islam_Dr. ABD. Wahib, M.Pd I_Institut Agama Islam Negeri
Jember_2020_Hal.1
5
perselisihan di kalangan para Sahabat dalam memahami isi kandungan wahyu, Nabi
Muhammad SAW segera menyelesaikan segala permasalahan itu, sehingga
perselisihan yang muncul dapat segera diselesaikan dengan baik. Tetapi setelah
Nabi Muhammad SAW wafat dan Islam mulai melakukan kontak dengan dunia
luar, perbedaan pemahaman di kalangan umat Islam tidak dapat dikendalikan
seiring dengan semakin tajamnya perbedaan kehidupan sosialnya. Perbedaan itulah
yang melahirkan keragaman pemahaman di kalangan umat Islam. Perbedaan
pemahaman yang paling utama dan pertama di kalangan umat Islam adalah dalam
masalah kepemimpinan (imamah).
Umat Islam ada yang meyakini bahwa pengganti sah Nabi Muhammad
setelah beliau wafat adalah Ali bin Abi Thalib, karena sesuai dengan wasiat beliau
(Nabi Muhammad SAW) yang disampaikan di Ghadir Khum, setelah haji Wada’.
Sementara ada kelompok lain dari umat Islam yang tidak meyakini kebenaran
wasiat itu. Berawal dari masalah kepemimpinan itu, perbedaan pemahaman di
kalangan umat Islam berkembang ke masalah teologi, fikih, dan tasawuf beserta
institusinya (tarekat). Hingga kini, perdebatan di kalangan umat Islam (termasuk di
Indonesia), terus berkembang dan tidak dapat ditemukan satu kesepakatan.
5
Buku Ajar “Pengantar Studi Islam” UINSAS_Sunan Ampel Press-2018_hal.7-8
6
2. Sejarah Perkembangan Studi Islam di Dunia Muslim
1) Nizhamiyah di Baghdad
7
ia pun membangun pepustakaan terbesar di al-Qahira untuk mendampingi
Perguruan tinggi al-Azhar, yang diberri nama Bait-al-hikmat (Balai Ilmu
Pengetahuan), seperti nama perpustakaan terbesar di Baghdad. Pada tahun 567
H/1171 M daulat Fathimiah ditumbangkan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi yang
mendirikan Daulat al-Ayyubiah (1171-1269 M) dan menyatakan tunduk kembali
kepada Daulat Abbasiyah di Baghdad. Kurikulum pada Pergutuan Tinggi al-Azhar
lantas mengalami perombakan total, dari aliran Syiah kepada aliran Sunni. Ternyata
Perguruan Tinggi al-Azhar ini mampu hidup terus sampai sekarang, yakni sejak
abad ke-10 M sampai abad ke-20 dan tampaknya akan tetap selama hidupnya.
8
Perguruan tinggi ini berada di kota Fez (Afrika Barat) yang dibangun pada
tahun 859 M oleh puteri seorang saudagar hartawan di kota Fez, yang berasal dari
Kairwan (Tunisia). Pada tahun 305 H/918 M perguruan tinggi ini diserahkan
kepada pemerintah dan sejak itu menjadi perguruan tinggi resmi, yang perluasan
dan perkembangannya berada di bawah pengawasan dan pembiayaan negara.
Seperti halnya Perguruan tinggi al-Azhar, perguruan tinggi Kairwan masih tetap
hidup sampai kini. Diantara sekian banyak alumninya adalah pejuang nasionalis
muslim terkenal.
Kontak Islam dengan Barat (Eropa) dapat dikelompokkan menjadi dua fase,
yakni: (1) di masa kejayaan Islam (abad ke 8 M) kalau melihat Spanyol adalah abad
13 M, dan (2) di masa renaissance / runtuhnya muslim, dimana Barat yang berjaya
(selama abad ke 16 M) sampai sekarang.
9
Bentuk lain dari kontak dunia muslim dengan dunia barat pada fase pertama
adalah penyalinan manuskrip-manuskrip ke dalam bahasa latin sejak abad ke-13 M
hingga bangkitnya zaman kebangunan (renaissance) di Eropa pada abad ke-14.
Berkat penyalinan karya-karya ilmiah dari manuskrip-manuskrip Arab itu,
terbukalah jalan bagi perkembangan cabang-cabang ilmiah tersebut di Barat.
Apalagi sesudah aliran empirisme yang dikumandangkan oleh Francis Bacon
menguasai alam pikiran di Barat dan berkembangnya observasi dan eksperimen.
Uraian berikut adalah gambaran kontak muslim dengan dunia barat pada
periode kedua yang berlangsung selama abad renaissance. Selama abad renaissance
Eropa menguasai dunia untuk mencari mata dagangan, komersial dan penyebaran
agama.
Kedatangan muslim fase kedua ke dunia barat, khususnya eropa barat dilatar
belakangi oleh dua alasan pokok, yakni: (1) alasan politik dan (2) alasan ekonomi.
Alasan politik adalah kesepakatan kedua negara, yang satu sebagai bekas penjajah,
sementara yang satunya sebagai bekas jajahan. Misalnya Perancis mempunyai
kesepakatan dengan negara bekas jajahannya, bahwa penduduk bekas jajahannya
boleh masuk ke Perancis tanpa pembatasan. Maka berdatanglah muslim dari Afrika
Barat dan Afrika Utara, khususnya dari Algeria ke Perancis. Adapun alasan
ekonomi adalah untuk mencukupi tenaga buruh yang dibutuhkan negara-negara
Eropa Barat. Untuk menutupi kebutuhan itu Belgia, Jerman, Belanda merekrut
buruh dari Turki, Maroko, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya, sementara
Inggris mendatangkan dari negara-negara bekas jajahannya. Adapun kategori
Muslim yang ada di Eropa Barat ada dua, yakni pendatang (migran) dan penduduk
asli.
10
4. Sejarah Perkembangan Studi Islam di Indonesia
11
Kemudian dasawarsa kedua abad ke 20 muncul madrasah-madrasah dan
sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU,
Jama‘at al-Khair, dan lain-lain.
Pada saat ini, umat Islam sedang menghdapi tantangan dari kehidupan dunia
dan budaya modern, studi Islam menjadi sangat urgen. Urgensi studi Islam dapat
dipahami dan diuraikan sebagai berikut:
Saat ini umat Islam masih berada dalam posisi marginal dan lemah dalam
segala bidang kehidupan sosial budaya. Dalam kondisi ini, umat Islam harus bisa
melakukan gerakan pemikiran yang dapat menghasilkan konsep pemikiran yang
cemerlang dan operasional untuk mengantisipasi perkembangan dan kemajuan
tersebut. Dalam posisi problematis ini, jika umat Islam hanya berpegang pada
ajaran-ajaran Islam hasil penafsiran ulama‘ terdahulu yang merupakan warisan
doktriner turun temurun dan dianggapnya sebagai ajaran yang sudah mapan,
sempurna dan sudah paten, serta tidak ada keberanian untuk melakukan pemikiran
ulang, berarti mereka mengalami kemandekan intelektual yang pada gilirannya
akan menghadapi masa depan yang suram.
12
Di sisi lain, jika umat Islam melakukan usaha pembaruan dan pemikiran
kembali secara kritis dan rasional terhadap ajaran-ajaran agama Islam guna
menyesuaikan terhadap tuntutan perkembangan zaman dan kehidupan modern,
maka akan dituduh sebagai umat yang meninggalkan atau tidak setia lagi terhadap
ajaran Islam warisan ulama‘ terdahulu yang dianggapnya sudah mapan dan
sempurna tersebut.
13
Dengan demikian, manusia modern pun berada dalam kondisi yang serba
problematis. Jika ilmu pengetahuan dan tehnologi modern dibiarkan berkembang
terus secara bebas tanpa kontrol dan pengarahan maka akan menyebabkan
terjadinya kehancuran dan malapetaka yang mengancam kelangsungan hidupnya
dan peradaban manusia itu sendiri.
Pengetahuan menjadi terpisah dari nilai kekuatan besar telah dicapai tetapi
tanpa kebijaksanaan. Manusia telah menciptakan kekuatan besar dalam bidang
sains dan tehnologi tetapi kekuatan-kekuatan itu sering digunakan untuk merusak
(destruktif). Manusia telah mampu menemukan cara-cara untuk memperoleh
keamanan dan kenikmatan tetapi pada waktu yang sama mereka merasa tidak aman
dan risau karena mereka tidak yakin akan arti kehidupnnya tidak memiliki
kebermaknaan hidup dan tidak tahu arah mana yang mereka pilih dalam kehidupan
itu.
Situasi semacam ini bukan hanya menimpa dan merupakan tantangan bagi
bangsa-bangsa modern tetapi ia juga menimpa dan merupakan tantangan bagi
seluruh umat manusia di seluruh dunia termasuk di dalamnya umat Islam. Sebagai
agama rahmatan lil ‘alamin, Islam tentunya mempunyai konsep-konsep atau ajaran-
ajaran yang bersifat manusiawi dan universal, yang dapat menyelamatkan manusia
dan alam semesta dari kehancurannya. Karena itu, Islam harus bisa menawarkan
nilai-nilai, norma-norma dan aturan-aturan hidup yang bersifat manusiawi dan
universal itu kepada dunia modern dan diharapkan dapat memberikan alternatif-
alternatif pemecahan terhadap keadaan problematis.
Disinilah letak urgensi studi Islam terhadap problematis umat Islam itu
sendiri dan untuk menggali kembali ajaran-ajaran Islam yang murni dan yang
bersifat menusiawi dan universal yang mempunyai daya untuk mewujudkan dirinya
sebagai rahmatan lil ‘alamin.
14
3. Situasi keberagamaan di Indonesia cenderung menampilkan kondisi
keberagaman yang leglistik-formalistik.
Situasi legalistik-formalistik menjadikan agama harus dimanifestasikan
dalam bentuk ritual formal, sehingga muncul formalisme keagamaan yang lebih
mementingkan “bentuk” daripada “isi”. Kondisi seperti itu, menyebabkan agama
kurang dipahami sebagai dasar moral dan etika yang bertujuan membebaskan
manusia dari kebodohan ataupun kebobrokan moral. Di samping itu, formalisme
keagamaan yang cenderung induvidualistik daripada kesatuan sosial
mengakibatkan munculnya sikap negatif seperti nepotisme, kolusi dan korupsi.
15
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari berbagai paparan di atas maka pada bagian ini dapat disimpulkan
dalam beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Studi Islam di perguruan tinggi adalah melakukan kajian terhadap Islam secara
ilmiah melalui beberapa pendekatan bekerja dengan data yang mengandung
makna-makna keagamaan dalam masyarakat atau komunitas, kelompok atau
individu dengan menggunakan bantuan metodologi dan memperhatikan secara
penuh apa yang dimaksud dengan beragama dan agama. Karena Islam telah
dipahami oleh penganutnya secara beragam (multi interpretation) tidak satu
model pemahaman (single interpretation).
2. Studi Islam merupakan terjemahan dari bahasa Arab dirasah Islamiyah. Di
Barat, studi Islam disebut dengan istilah Islamic studies, yang artinya adalah
kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Tentu makna ini
sangat umum karena segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam dapat
dikategorikan studi Islam. Oleh karena itu, perlu ada spesifikasi pengertian
terminologis tentang studi Islam.
3. Studi Islam secara terminologis adalah memahami dengan menganalisis secara
mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, pokok-pokok ajaran
Islam, sejarah Islam, maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan. Untuk
mempelajari beberapa dimensi di atas diperlukan metode dan pendekatan yang
secara operasional konseptual dapat memberikan pandangan tentang Islam.
4. Penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu
melainkan meneliti agama pada dimensi kemanusiaannya. Dengan kata lain
penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologis atau filosofis akan tetapi
bagaimana agama itu ada dalam ranah pemeluknya baik di wilayah kebudayaan
dan sistem sosialnya berdasarkan pada fakta atau realitas sosio-kultural.
16
5. Islam sebagai agama tidak cukup dipahami melalui pintu wahyunya belaka
tetapi juga perlu dipahami melalui pintu pemeluknya yaitu masyarakat muslim
yang menghayati, meyakini dan memperoleh pengaruh dari Islam tersebut.
Alasannya adalah bahwa Islam itu dipahami oleh pemeluknya secara berbeda
karena setiap manusia memiliki pemahaman yang beragam sehingga tidak
dapat dipaksakan umat Islam untuk memiliki satu bentuk pemahaman yang
sama.
6. Perlu keluar dari sikap spesialisasi keilmuan yang sempit karena sikap seperti
itu dapat menyebabkan terpisahnya seorang ilmuan dari ilmuan lainnya
sehingga tidak mampu menghadirkan sebuah pemahaman yang benar dan
menyeluruh dari peristiwa yang terjadi di masyarakatnya. Sikap ini dapat
menyebabkan penyudutan obyek kajian, gambaran yang sepotong, dan tidak
menyeluruh.
1.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, N., & Marwan. (2016). Metodologi Studi Islam. Pekanbaru: Cahaya
Firdaus Publishing and Printing.
Danil, M. (2020). Pentingnya Memahami Peran Metodologi Studi Islam. Jurnal
Studi Islam, Vol.21, No. 2,, 223-230.
Surabaya), P. S.-1.-4. (2018). https://123dok.com/article/sejarah-perkembangan-
studi-islam-dan-problematikanya.y4jx29ry.
Syafaq, H. (2018). Pengantar Studi Islam (8 ed.). Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press.
18