Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu: Drs. Dang Eif Saeful Amin, M.Ag

Disusun oleh

Ahmad Faiz 1224040002


Alya Nadia 1224040008
Alber Audwin 1224050004
Diah Ayu 1224040027
Dilan Fadilah 1224040029
Faidh Al Mubarok 1224040035
Fauziah Nur aini 1224040039
Gina Sahila 1224040043

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Metodologi Studi Islam, dengan judul “Sejarah
Islam”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan,
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak dan kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

Bandung, 11 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii


1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Pembahasan............................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 2
A. Sejarah Islam ............................................................................................................................. 2
1. Fase – Fase Sejarah Islam .......................................................................................................... 2
1.1 Islam Periode Klasik.................................................................................................................. 3
1.2 Islam Periode Pertengahan ....................................................................................................... 7
1.3 Islam Periode Modern (Sejak 1800 M.) ...................................................................................... 8
BAB III ......................................................................................................................................... 12
PENUTUP ..................................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kedatangan Islam membawa aspek-aspek peradaban dalam dimensi yang sangat luas,
termasuk sistem politik, ekonomi, budaya, bahasa, dan aksara. Mengikuti pendapat
Koentjaraningrat, yang diikuti pula oleh Badri Yatim, peradaban sering dipakai untuk
menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa,
sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Peradaban Islam adalah
peradaban umat Islam yang lahir dari ruh ajaran Islam dan mewujud dalam berbagai bentuk.

Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam, terutama wujud idealnya, sehingga
aspek-aspek yang dijangkau oleh peradaban Islam pun meliputi tujuh aspek kebudayaan.
Ketujuh aspek tersebut ialah sistem religi, sistem ilmu pengetahuan, organisasi
kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan
peralatan. Sementara itu, kebudayaan Islam lahir dari realisasi semangat tauhid yang bersumber
pada Al Qur’an. Jadi, peradaban Islam tidak lain dari hasil manifestasi nilai-nilai Al Qur’an
dalam seluruh bidang kehidupan umat Islam

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu Sejarah Islam?


2. Bagaimana Sejarah Islam pada Periode Klasik?
3. Bagaimana Sejarah Islam pada Periode Pertengahan?
4. Bagaimana Sejarah Islam pada Periode Modern?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui dan memahami Sejarah Islam


2. Mengetahui dan memahami Sejarah Islam pada Periode Klasik
3. Mengetahui dan memahami Sejarah Islam pada Periode Pertengahan
4. Mengetahui dan memahami Sejarah Islam pada Periode Modern

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Islam

Istilah “sejarah” adalah terjemah dari kata tarikh (Bahasa arab), sirah, (bahasa arab)
history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman). Semua kata tersebut berasal dari
bahasa Yunani, yaitu Istoria yang berarti ilmu. Dalam penggunaanya, filosof Yunani memakai
kata istoria untuk untuk pertelaan sistematis mengenai gejala alam. Perkembangan selanjutnya,
istoria dipergunakan untuk pertelaan ,mengenai gejala – gejala terutama hal ihwal manusia
dalam urutan kronologis. (Louis Gottschalk, 1986:27). Definisi sejarah yang lebih umum adalah
masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial,ekonomi,
maupun gejala alam. Definisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah
rekaman peristiwa masalampau manusia dengan segala sisinya.

Menurut Ibnu kholdun (t.th: 4), sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman
peristiwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu
peristiwa pada masa lampau. Dengan demikian, unsur penting dalam sejarah adalah peristiwa,
adanya batsan waktu, yaitu masa lampau, adanya pelaku, yaitu manusia, dan daya kritis dari
peneliti sejarah. Umat Islam sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya, tentu saja tidak
lepas dari peristiwa sejarah. Oleh karena itu, paparan berikut dikhususkan untuk membicarakan
sejarah umat islam meskipun, karena keterbatsan ruang, sejarah tersebutdisajikan secara singkat.

1. Fase – Fase Sejarah Islam

Dikalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah islam. Secara
umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, Sebagian sejarawan
berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi rosul. Oleh
karena itu, menurut pendapat pertama ini, selama tiga belas tahun Nabi Muhammad saw tinggal
di Mekkah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat. Kedua, Sebagian
sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw hijrah ke
Madinah, karena masyarakat muslim baru berdaulat Ketika Nabi Muhammad tinggal di
Madinah. Nabi Muhammad saw tinggal di Madinah tidak hanya rosul, tetapi juga sebagai
pemimpin atau kepala negara berdasarkan konstitusi yang disebut piagam Madinah.

2
Disamping perbedaan mengenai awal sejarah umat islam, sejarawan juga berbeda
pendapat dalam menentukan fase – fase atau periodisasi sejarah islam. Paling tidak, ada dua
periodisasi sejarah islam yang dibuat oleh ulama. Indonesia, yaitu A. Hasymy dan Harun
Nasution. Menurut A. Hasymy (1978: 58), periodisasi sejarah islam adalah sebagai berikut:
1. Permulaan Islam (610 – 661 M).
2. Daulah Ammawiyah (661-750 M).
3. Daulah Abbasiyah I (750-847 M).
4. Daulah Abbasiyah II (847-946 M).
5. Daulah Abbasiyah III (946-1075 M).
6. DaulahMughal (1261-1520 M).
7. Daulah Ustmaniah (1520-1801)
8. Kebangkitan (1801- sekarang).
Berbeda dengan A. Hasymy, Harun Nasution (1975: 13-4) dan Nourouzaman Shidiqi
(1968: 12) membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut.
1. Periode Klasik (650-1250 M.)
2. Periode Pertengahan (1950-1800 M).
3. Periode Modern (1800-sekarang).
Untuk kepentingan analisis, periodisasi sejarah islam yang dipakai dalam kesempatan ini
adalah periodisasi yang dibuat oleh ulama pada umumnya, yaitu sejarah islam periode klasik,
pertengahan, dan modern.

1.1 Islam Periode Klasik


Perkembangan islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Ketika tinggal di Makkah, Nabi
Muhammad SAW dan para pengikutnya mendapat tekanan dikalangan Quraisy yang tidak setuju
terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw Karena tekanan itu, Nabi Muhammad Saw
terpaksa mengirim sejumlah pengikutnya ke Abesinia yang beragama Kristen Koptis untuk
mendapatkan suaka. Itulah fase Mekah yang membuat Nabi Saw bertahan di Mekah atas dukungan
keluarga. Setelah itu, istri nya, Khadijah, meninggal dunia. Tidak lama kemudian, kepala sukunya
meninggal, lalu digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya.

Pada tahun 620 M., Nabi Muhammad Saw membuat persetujuan dengan sejumlah penduduk
Yatsrib yang terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya diterima di kalangan mereka. Didahului
dengan kelompok kecil yang bisa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad berhijrah ke Yatsrib. Setelah
itu, Yatsrib disebut Madinah (Madinah al-Rasul) (Anas Ma'ruf, 1994: 7). Di Madinah, umat Islam
3
dikelompokkan menjadi dua: (1) umat Islam yang berasal dari Mekah dan ikut berpindah ke Yatsrib,
yang disebut Muhajirin, dan (2) umat Islam yang berasal dari Madinah, yang menerima kedatangan umat
Islam dari Mekah.Kelompok kedua ini disebut Anshar. Di samping dua kategorisasi di atas, masih erdapat
masyarakat yang tetap memeluk agamanya semula yang tidak berpindah untuk menganut agama Islam.
Peristiwa hijrah ditanggapi dengan berbagai pandangan. Orang Mekah memandang hijrah sebagai
keruntuhan terakhir Nabi Muhammad Saw.

Sedangkan bagi kalangan Muhajirin dan Arshat, hirah mengandung arti kelahiran agama baru,
yang tak lama setelah itu berkembang melintasi jazirah Arab. Struktur sosial-politik umat Islam untuk
pertama kali diletakkan oleh Nabi Muhammad saw. dengan beliau secara langsung menjadi pemimpin
tertinggi. Jadi setidaknya setelah Hijrah, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin keagamaan sekaligus
pemimpin politik. Inilah bentuk awal pengelolaan sosial-politik umat Islam dan dilaksanakan sepanjang
hidup Nabi Muhammad saw. Setelah kedudukan Islam di Madinah menjadi kuat, umat Islam
menentukan langkah berikutnya, yaitu menaklukkan Mekah setelah sebelumnya melakukan
perundingan yang hampir tanpa kekerasan (630 M.).

Kesuksesan Nabi menjadi lengkap ( Tempat-tempat suci seperti Kabah, sumur zam-zam, dan
makam Nabi Ibrahim as) dikuasai oleh umat Islam. Dengan demikian, pada zaman Nabi Muhammad
Saw terdapat dua kota sebagai pusat pengembangan Islam, yaitu Madinah dan Mekah. Setelah Nabi
Muhammad Saw wafat, umat Islam berikhtilaf tentang penggantinya. Menurut satu versi, Nabi
Muhammad Saw telah menentukan penggantinya dengan cara wasiat.

Kelompok yang beranggapan seperti ini, dalam sejarah, disebut Syi'ah Sedangkan versi kedua
berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka bermusya
warah di Tsaqifah Bani Sa'dah untuk memilih pengganti Nabi. Kelompok kedua ini kemudian dikenal
sebagai kelompok Sunni. Tidak lama setelah dipimpin oleh khalifah, umat Islam yang pada waktu itu pada
umumnya berasal dari suku-suku Arab, mulai melakukan berbagai penaklukan. Pada tahun 633 M.,
pasukan umat Islam dikirim ke Suriah di Utara dan Persia di Timur. Enam tahun kemudian, umat Islam
maju ke Barat, dan Sungai Nil diduduki. Setelah itu, beberapa kota satu per satu berhasil ditaklukkan,
seperti Damaskus (635 M.), Bait al- Maqdis, Meso- potamia dan Babilonia, dan Hulwan (640 M.),
Nihawand (642 M.), Isfahan (643 M.), Persia, Iskandariah (642 M.), Mesir (639-641 M.), Tripoli (647
M.),dan Siprus (649 M.).

Dengan terlaksananya penaklukan-penaklukan itu, Islam yang pada zaman Nabi Muhammad
Saw bersifat Arab menjadi bersifat internasional. Khazanah kebudayaan klasik pun diserap, dan orang-
orang non- Arab, terutama Persia, kian banyak mengambil alih jabatan pemerintahan di negeri-negeri
taklukan. (Anas Ma'ruf, 1994: 10-11). Akhir kekuasaan al-khulafa al-rasyidun ditandai dengan
terpecahnya umat Islam menjadi dua kubu besar: pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung
Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang ketika itu berkedudukan sebagai Gubernur Suriah. Perang dua kubu ini
diakhiri dengan perdamaian yang dalam sejarah dikenal dengan tahkim.
4
Hasil tahkim mengecewakan pendukung Ali. Sebagian pendukungnya ada yang kecewa secara
"berlebihan" yang akhirnya mencabut dukungannya terhadap Ali, dan berbalik menentang semua pihak
yang terlibat dalam tahkim. Kelompok ini, dalam sejarah, dikenal sebagai Khawarij. Meskipun berakhir
dengan perpecahan, kekuasaan al-khulafa al-rasyidun telah berhasil mengubah sifat Islam yang bercorak
lokal Arab menjadi bercorak "internasional." Pusat-pusat penyebaran Islam ketika itu sudah berpindah;
bukan hanya di Mekah dan Madinah, melainkan juga di Suriah di Utara dan Persia di Timur, Damaskus,
Bait al-Maqdis, Mesopotamia, Babilonia, Hulwan, Nihawand, Isfahan, Persia, Iskandariah, Mesir,
Tripoli, dan Siprus.Kekuasaan Bani Umayah dimulai setelah khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib,
meninggal dunia.
Tidak berbeda dengan fase sebelumnya, kekuasaan Bani Umayah ditandai dengan perluasan
wilayah yang luar biasa. Ibu kota negara dipindahkan ke Damaskus, dekat Bait al-Maqdis, oleh Dinasti
Umayah. Dari ibu kota ini, umat Islam yang sebelumnya telah menduduki Tripoli (sekarang Libia),
melanjutkan penaklukan ke Afrika (sekarang Tunisia, Aljajair, dan Maroko). Pada akhir abad ke-7 M.,
umat Islam melakukan penjajagan yang dipimpin oleh Thariq bin Jiyad di gunung karang besar yang
Mereka akhirnya sampai di Eropa. Dua tahun kemudian, umat Islam menguasai Selat Laut Tengah dan
Samudra Atlantik (711 M.).lam bisa tiba di Austria.
Dari Spanyol, serangan diteruskan ke daerah Perancis melalui pegunungan Pirenia. Pada tahun
732 M., umat Islam dipukul mundur oleh Tours dan Poitiers (Anas Ma'ruf (ed.), 1994: 11).Di sebelah
utara, Umat Islam bertempur secara bergelombang melawan tentara Kerajaan Bizantium. Prajurit Bani
Umayah kadang- kadang masuk ke wilayah Asia Kecil, bahkan mengepung Konstantinopel, tetapi tidak
sampai pada perluasan wilayah yang tetap. Di sebelah timur, umat Islam menduduki Transoxiana
(sekarang Uzbekistan) dan Sind. Sungai Syr Darya dan Sungai yang Indusmenjadi batas timur kekuasaan
Islam (Anas Ma'ruf (ed.), 1994: 11). Akhirnya, kekuasan Bani Umayah berakhir atas pembe- rontakan
yang dimotori oleh Abu al- Abbas dari Bani Abbas y bekerja sama dengan Abu Muslim al-Khurasani
dari Syiah.
Abu al-Abbas pendiri Dinasti Bani Abbas (750-654 M.) - usaha mempertahankan dinasti yang
berada di tangannya, al- Manshur memindahkan ibu kota negara, dari Damaskus ke Bagdad. Selain itu, ia
juga tidak menjadikan orang-orang Arab sebagai pengawalnya. Ia lebih memilih orang-orang Persia.
Tradisi baru yang dilakukan oleh al-Manshur adalah mengangkat jabatan wazir yang membawahi kepala-
kepala departemen. Wazirnya yang terpilih adalah Khalid bin Barmak yang berasal dari persia. Sumber-
sumber ekonomi Bani Abbas adalah pertanian dan perdagangan. Dalam bidang pertanian, dibangun
sistem pengairan yang sekarang dikenal dengan irigasi. Dalam bidang perdagangan, dinasti ini memiliki
pelabuhan yang merupakan daerah transit perdagangan antara Barat dan Timur. (Harun Nasution, I, 1985:
68) Harun al-Rasyid (785-809 M.) adalah raja termasyhur pada dinasti ini. Kekayaan negara, oleh Harun
al-Rasyid, digunakan untuk mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran, sekolah farmasi, dan
pemandian-pemandian umum. (Harun Nasution, L 1985: 68).

5
Al-Makmun (813-833 M.) sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani ke dalam ba hasa Arab, ia menggaji para penerjemah dari golongan Kristen Sabi, dan
penyembah bintang. Di samping itu, ia pun mendirikan Bait al-Hikmah. Al-Mu'tasim (833-842 M.)
adalah raja pertama yang mengangkat pengawalnya dari kalangan Turki. Tentara-tentara Turki dalam
perjalanannya ternyata sangat berkuasa di istana. Akhirnya, raja hanya berkuasa secara simbolik; yang
berkuasa secara de facto adalah tentara-tentara Turki. (Harun Nasution,)1985: 68). Al-Watsiq (842-847
M.) berusaha melepaskan ceng. kraman tentara-tentara Turki dengan memindahkan ibu kota ne gara dari
Bagdad ke kota Samara. Tetapi kekuasaan tentara-tentara Turki tidak dapat disingkirkan.

Al- Mutawakkil (847-861 M.) merupakan raja besar terakhir dari Dinasti Bani Abbas; khalifah
sesudahnya pada umumnya lemah dan tidak bisa mengendalikan kehendak para sultan dan para
pengawal. Akhirnya, al-Muta'adid (870-892 M.) memindahkan kembali ibu kota negara dari Samara ke
Bagdad. Khalifah terakhir Dinasti Bani Abbas adalah al- Mu'tasim (1242-1258 M.). Pada zamannyalah
Bagdad dihancurkan oleh Hulagu.Harun Nasution (I, 1985: 69) menyimpulkan bahwa Bani Umayah,
dengan Damaskus sebagai ibu kotanya, mementingkan kebudayaan Arab. Bani Abbas dengan Baghdad
sebagai ibu kota- nya, agak jauh dari pengaruh Arab, tetapi banyak dipengaruhi oleh unsur Persia. Jabatan
wazir yang diberikan oleh al-Manshur kepada Khalid bin Barmak kemudian dipegang secara turun-
temurun oleh anak dan cucu Khalid bin Barmak

Jasa besar Dinasti Bani Abbas adalah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Pada
zaman Harun al-Rasyid dan al- Makmun, buku-buku Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Bait
al-Hikmah yang didirikan oleh al-Makmun bukan hanya menjadi pusat penerjemahan, melainkan juga
berfungsi sebagai akademi yang di dalamnya terdapat perpustakaan. Di antara ilmu-ilmu yang diajarkan
di Bait al- Hikmah adalah ke- dokteran, matematika, optik, geografi, fisika, astronomi, sejarah, dan
filsafat. Pada zaman Bani Abbas terjadi integrasi bahasa. Bahasa Arab dipakai di mana- mana
menggantikan bahasa Yunani dan bahasa Persia sebagai bahasa administrasi. Di samping itu, bahasa
Arab juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan.

Di pulau Malta, bahasa Arab bercampur dengan bahasa Italia. Integrasi bahasa juga ber
implikasi pada kebudayaan. Orang Eropa belajar peradaban kepada Dunia Islam. Berikut adalah contoh
integrasi bahasa: beras yang dalam bahasa Inggris disebut rice, berasal dari al- urz (bahasa Arab), jeruk-
yang dalam bahasa Inggris disebut lemon- berasal dari al- laimun (bahasa Arab); dan gula yang dalam
bahasa Inggris disebut sugar dan suiker- berasal dari kata al-sukkar (bahasa Arab). (Harun Nasution, I,
1985:74) Umat Islam berkembang sedemikian rupa sehingga menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
Dalam bidang astronomi terdapat al-Fazari (abad VIII) yang pertama kali menyusun astrolabe (alat yang
menyusun ilmu astronomi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.Dalam bidang optik, terdapat
Abu Ali al- Hasan bin al-Haitsam (abad X) yang terkenaldengan teorinya yang menyatakan bahwa benda
dapat dilihat karena benda me- ngirim cahaya ke mata. Dalam bidang kimia, terdapat Jabir Ton Hayyan
yang terkenal sebagaibapak kimia, dan juga Abu Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M.).

6
Dalam bidang fisika, terdapat Aby Raihan Muhammad al-Baituni (973-1048 M) yang
mengemukakan teori perputaran bumi sebelum Galileo. Dalam bidang geografi, terdapat Abu al-Hasan
Ali al-Mas'ud yang mengarang Muruj al- Dzahab. Dalam bidang kedokteran, terdapat al- Razi yang
menyu- sun buku tentang penyakit cacar dan campak, Ibnu Sina (980-1037 M.) yang menyusun kitab al-
Qanun fi al-Thib.Ulama yang terkenal dalam bidang ilmu-ilmu agama yang hidup pada waktu itu adalah
sebagai berikut: dalam bidang tafsir terdapat al-Thabari (839-923 M.), dalam bidang hadis terdapat
Bukhari dan Muslim (abad IX), dalam bidang fikih terdapat Abu Hanifah, Malik bin Annas, al-Syafi'i,
Ahmad bin Hanbal, dan Daud al-Zhahiri, dalam bidang sejarah terdapat Ibnu Hisyam (abad VIII), dalam
bidang teologi terdapat Washil bin Atha (pendiri Muktazilah), dan dalam bidang tasawuf terdapat Yazid
a Bustami dan Husein bin Manshur al-Hallaj. (Harun Nasution, I 1965: 71-3)

DISINTEGRASI (1000-1250 M.)

Disintegrasi di bidang politik sebenarnya ditandai dengan adanya keinginan wilayah-wilayah


yang jauh dari ibu kota negara, yaitu Bagdad, untuk melepaskan diri. Dinasti-dinasti kecil sebenarnya
sudah ada sejak abad IX M. Di antaranya Dinasti Samani (874-999 M.) di Transoxania, Dinasti
Thahiri (820-872 M.) di Khurasan, Dinasti Thulun di Mesir, Dinasti Aghlabi (800-969 M.) di Tunisia,
dan Dinasti Idrisi (788-974 M.) di Maroko. Munculnya keinginan taerah-daerah itu untuk melepaskan
diri dari kekuasaan Bagdad karena khalifah di Bagdad di bawah kendali dinasti lain, yaitu di hwah
kendali Buwaihi (945-1055 M.) dan Saljuk (1055-1199 M.). Di sampingitu, Dinasti Fatimiah (909-1171
M.) yang beraliran Syrah di Mesir mengambil bentuk khilafah yang menjadi saingan Dinasti Bani
Abbas di Bagdad. Disintegrasi mencapai klimaksnya dengan jatuhnya Dinasti Bani Abbas di Bagdad ke
tangan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M.

1.2 Islam Periode Pertengahan

Islam zaman pertengahan dapat dibagi menjadi dua: zaman kemunduran dan zaman tiga
kerajaan besar. Zaman kemunduran berlangsung sekitar 250 tahun (1250- 1500), dan zaman tiga
kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun (1500-1800). Kemunduran umat Islam pada zaman
pertengahan diawali dengan kehancuran Bagdad oleh Hulagu Khan (cucu Jengis Khan). Dari Bagdad, ia
meneruskan serangan ke Suria dan Mesir. tetapi di Mesir ia berhasil dipukul mundur oleh Baybars,
jenderal Mamluk di Ain Jalut. Bagdad selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan (gelar bagi Hulagu). Di
Mesir, dinasti yang berkuasa silih berganti dan saling menjatuhkan. Dimulai dari Dinasti Fatimiah, yang
beraliran Syiah, digantikan oleh Dinasti Ayubiah yang beraliran Sunni. Ayubiah di Mesir berakhir tahun
1250, digantikan oleh Dinasti Mamluk

Perpecahan juga terjadi di antara para pengikut mazhab fikih. sampai tahun 1517. Para ulama
pengikut mazhab disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang dianutnya,
7
bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar. Hal ini mendorong semakin
turunnya semangat ijtihad dan akhirnya "meninggalkan" ijtihad. Akhirnya, fikih tidak berkem bang;
yang berkembang adalah budaya ittiba dan taqlid. Dalam suasana yang demikian, muncullahtiga kerajaan
besar yang berusaha menyadarkan kembali umat Islam dari keterbelakangan dan kemundurannya

Fase tiga kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun (1500- 1800). Tiga kerajaan besar
dimaksud adalah Kerajaan Utsmani di Turki (1290-1924), Kerajaan Safawi di Persia (1501-1736), dan
Kerajaan Mughal di India (1526-1858). Dalam bidang agama, Akbar (1556-1606 M.), salah satu raja
Mughal India, mempunyai pendapat yang liberal. la ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk
agama baru yang yang diberinama Din Ilahiy (Harun Nasution, I, 1985: 85). Di Turki, bahasa Turki
meningkat menjadi bahasa ilmu sedangkan sebelumnya ulama Turki menulis dalam bahasa Persia. Di
India, bahasa Urdu meningkat menjadi bahasa ilmu, menggantikan bahasa Persia. Di India muncul
ulama besar, seperti Syah Waliyullah al-Dahlawi (1703-1762) yang mengarang kitab Hujjat Allah al-
Baligah.

Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya kerusakan
internal dan serangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain:
Kerajaan Utsmani digantikan oleh Republik Turki (1924), Safawi di Persia diganti oleh Dinasti Qajar
dan Kerajaan Mughal di India diganti oleh penjajah Inggris (1875-1947). Akhirnya, usaha ketiga
kerajaan besar ini untuk memajukan umat Islam, "tidak berhasil" dan umat Islam memasuki fase
kemunduran kedua. Akhirnya, India mulaitahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan
Mesirdikuasai oleh Napoleon dari Perancis tahun 1798.

1.3 Islam Periode Modern (Sejak 1800 M.)

Periode modern disebut pula oleh Harun Nasution (I, 1985: 88) sebagai zaman kebangkitan
Islam. Ekspedisi Napoleon yang berakhir tahun 1801 membuka mata umat Islam, terutama Turki dan
Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kekuatan dan kemajuan Barat.
Ekspedisi Napoleon di Mesir memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan membawa 167 ahli dalam
berbagai cabang ilmu. Dia pun membawa dua set alat percetakan huruf Latin, Arab, dan Yunani.
Ekspedisi itu datangbukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Untuk
kepentingan Ilmiah, Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang disebut Institut d'Egypte yang
mempunyai empat bidang kajian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi dan politik, serta ilmu sastra dan
seni. Selain itu, diterbitkan juga majalah ilmiah Courier (Harun Nasution, 1992: 30) yang bernama Le.

Ide-ide baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesir adalah (a) sistem negara republik yang
kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu tertentu, (b) persamaan (egalite), dan (c) kebangsaan
(nation) (Harun Nasution, 1992: 31-2). Raja dan para pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan
keluar untuk mengembalikan balance of power yang telah membahayakan umat Islam. Maka timbullah

8
gerakan pembaruan yang dilakukan di berbagai negara, terutama Turki Utsmani dan Mesir. Para
pembaru di Turki melahirkan berbagai aliran pembaruan: Utsmani Muda yang dipelopori oleh Ziya
Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal (1840-1888), Turki Muda yang dimotori oleh Ahmed Reza (1859-
1931), Mehmed Murad (1853-1912), dan Sabahuddin (1877-1948).

Di samping itu, ada juga aliran pembaru lain, yaitu aliran Barat yang dimotori oleh Tewfik
(1867-1951) dan Abdullah Jewdat (1869-1932), aliran Islam yang dimotori oleh Mehmed Akif (1870-
1936), dan aliran- aliran nasionalis yang dimotori oleh Zia Gokalp (1875-1924). Di Mesir, pembaruan
digagas dan dilakukan oleh para pembaru, di antaranya Rifa'ah Badawi Rafi' al- Thahthawi
(1801-1873), yang menjadi redaktur surat kabar al-Waqa'i al- Mishriyyah, Jamaluddin al-Afgani (1839-
1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridla (1865-1935). Gagasan mereka juga dipelajari
oleh ulama Indonesia yang sempat menuntut ilmu di Mesir.

Zaman modern menjadi relevan bukan semata karena namanya yang menarik, tetapi karena
kandungan substantifnya yang disebut modernitas. Dalam wacana pemikiran tentang modernitas
ditemukan banyak sekali saran dan pendapat tentang nilai-nilai fundamental dari modernitas tersebut.
Dalam kesempatan ini akan dikutipkan pandangan yang diramu oleh Syahrin Harahap. Beliau
berpendapat bahwa manusia modern, yaitu manusia yang telah menghayati modernitas, menganut dan
menerapkan nilai-nilai fundamental berikut:

1. Penghormatan terhadap akal. Manusia modern menghormati akal sebagai anugerah Allah
swt. yang membedakannya dari segala jenis ciptaan lainnya. Penghormatan di sini bermakna
pemanfaatan yang sebaik- baiknya fungsi akal dalam kehidupan manusia.

2. Jujur dan memiliki tanggungjawab personal. Kejujuran adalah salah satu simpul akhlak
yang sangat fundamental dan semua lawan dari kejujuran adalah tercela dalam sistem Islam.
Kejujuran juga merupakan awal dari sikap dan perilaku bertanggungjawab. Seorang yang
tidak jujur atau curang pada dasarnya adalah mengalihkan tanggungjawab personalnya
kepada orang lain dan pada saat yang sama mengalihkan hak orang lain kepadanya.

3. Kemampuan menunda kesenangan sesaat demi kesenangan abadi. Kemampuan menunda


adalah kompetensi mental manusia modern. Secara sistemik, kemampuan ini
memungkinkan orang melihat sesuatu yang kompleks dan mampu mengelola sebuah proses
berjangka panjang. Dalam konteks kesalehan, kesenangan sesaat adalah dunia dan segala
dimensi material kehidupan; sementara kesenangan abadi adalah kehidupan akhirat yang
kekal.

4. Komitmen waktu dan etos kerja tinggi. Manusia modern menghargai waktu dan mampu
mengelola penghargaan itu menjadi perilaku tepat waktu, efisiensi waktu, dan prioritas
waktu. Komitmen waktu yang baik harus pula diimbangi dengan etos kerja yang baik. Maka

9
manusia modern adalah seseorang pekerja keras, pantang menyerah, dan menghargai waktu.

5. Keyakinan akan keadilan yang merata. Manusia modern meyakini bahwa keadilan dapat
diperjuangkan sehingga merata di tengah masyarakat. Keadilan sosial, dengan demikian,
menjadi salah satu cita-cita dari seorang manusia modern. Sebaliknya, manusia modern
memusuhi kesenjangan sosial dan mengambil bagian dalam menguranginya.

6. Penghargaan tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Manusia modern menghargai ilmu


pengetahuan: mendorong pengembangannya, memanfaatkannya secara baik dalam
kehidupannya. Ia tidak akan tebelenggu oleh mitos, klenik, dan aneka praktik yang tidak
berbasis ilmu pengetahuan.

7. Perencanaan masa depan. Manusia modern, karena berpikiran jangka panjang, memiliki
perencanaan tentang masa depan. Ia memiliki proyeksi masa depan dan bagaimana perannya
dalam masa depan itu. Lalu ia berupaya keras dan sistematis untuk merealisasikan
rencananya itu. Manusia modern tidak pasif dan menunggu garis nasib menentukan masa
depannya.

8. Penghargaan terhadap bakat dan kemampuan. Manusia modern menghargai setiap bakat
yang kemudian ditransformasikan ke dalam serangkaian kemampuan. Ia menghargai orang
lain berdasarkan kompetensi dan profesionalitas.

9. Penegakan moralitas. Manusia modern menerapkan dan memperjuangkan penegakan


moralitas, baik pada tataran personal maupun pada tataran sosial. Ia percaya bahwa
moralitas adalah anasir mutlak dalam eksistensi dan perkembangan masyarakat manusia.

Dalam konteks sejarah Islam, modernitas jelas menjadi tujuan atau cita-cita utama dalam dua
abad terakhir. Ini dikatakan dengan tetap mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang terkadang sangat
tajam tentang apa yang dimaksud dengan modernitas tersebut. Rangkaian pengupayaan yang dilakukan
untuk mencapai modernitas itu disebut sebagai modernisasi. Modernisasi dapat diposisikan sebagai tema
besar sejarah Islam periode modern. Modernisasi merambah semua aspek kehidupan umat Islam tanpa
kecuali. Modernisasi berlangsung di semua wilayah Dunia Islam, meskipun dengan intensitas dan
tingkat kemajuan yang saling berbeda.

Ringkas kata, sejarah Islam periode modern adalah sebuah episode sejarah di mana mimpi-
mimpi modernitas diupayakan secara kolosal oleh umat Islam, dengan harapan mampu merengkuh nilai-
nilai modernitas, sehingga benar-benar menjadi masyarakat Islam yang modern. Ini adalah sebuah
episode yang penuh dengan dinamika menarik, mulai dari tataran perumusan pemikirannya, pilihan-
pilihan aksi pengupayaannya, proses-proses negosiasi sosiologisnya, hingga variasi tingkat
keberhasilannya.

10
Demikian sejarah Islam singkat yang pada kontak Islam dan Barat pertama menampilkan
keunggulan peradaban Islam atas Barat. Sedangkan dalam kontak berikutnya, menampilkan keunggulan
peradaban Barat atas Islam, dan peradaban kita sekarang masih ketinggalan dari Barat.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah berasal dari bahasa Yunani, yaitu Istoria yang berarti ilmu. Definisi sejarah
yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa
politik, sosial,ekonomi, maupun gejala alam. unsur penting dalam sejarah adalah peristiwa,
adanya batsan waktu, yaitu masa lampau, adanya pelaku, yaitu manusia, dan daya kritis dari
peneliti sejarah.
Harun Nasution (1975: 13-4) dan Nourouzaman Shidiqi (1968: 12) membagi sejarah
islam menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut.
1. Periode Klasik (650-1250 M.), ditandai dengan perluasan wilayah dan majunya
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah.

2. Periode Pertengahan (1950-1800 M), ditandai dengan Kemunduran umat Islam pada zaman
pertengahan diawali dengan kehancuran Bagdad oleh Hulagu Khan dan kemajuan tiga
kerajaan besar yaitu, Kerajaan Utsmani di Turki (1290-1924), Kerajaan Safawi di Persia
(1501-1736), dan Kerajaan Mughal di India (1526-1858). Namun Kemajuan tersebut tidak
bertahan lama karena adanya serangan dari internal dan eksternal.

3. Periode Modern (1800-sekarang), pada periode ini jelas menjadi tujuan atau cita-cita utama
dalam dua abad terakhir. Pengupayaan dalam segala aspek umat islam tanpa terkecuali.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Atang Abd, dan Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya,
2017.
Asari, Hasan. Sejarah Islam Modern Agama dalam negosiasi Historis Sejak Abad XIX. Medan :
Perdana Publishing, 2019.

13

Anda mungkin juga menyukai