Anda di halaman 1dari 3

Nama : Diah Ayu Putri Salma

NIM : 1224040027

Budaya Idul Fitri di Kampung Halaman

Latar Belakang

Hari Raya Idul Fitri adalah salah satu perayaan yang paling penting sebagai hari kemenangan setelah
menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.. Di Indonesia, Hari Raya Idul Fitri dikenal
dengan sebutan lebaran. Di hari raya ini, umat muslim merayakannya dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari
kebiasaan dan budaya di setiap daerah. Salah satu tradisi yang paling signifikan adalah mudik, di mana orang
melakukan perjalanan kembali ke kampung halaman mereka untuk merayakan bersama keluarga mereka1. Di
beberapa daerah, seperti Yogyakarta , ada pertunjukan dan acara budaya khusus yang diadakan selama liburan. Di
daerah lain, seperti Aceh , hari raya dirayakan dengan hidangan khas dan pakaian adat. Hari raya ini juga ditandai
dengan saling tukar kado dan pemberian uang kepada anak-anak yang dikenal dengan istilah "uang lebaran". Terlepas
dari perbedaan daerah, hari raya adalah waktu bagi keluarga dan masyarakat untuk berkumpul dan merayakan
berakhirnya bulan puasa Ramadhan

Rumusan Masalah

Bagaimana budaya idul fitri di Nusantara? Khususnya di kampung halaman

Tujuan

Untuk mengetahui budaya Idul Fitri di Nusantara khususnya di kampung halaman

Pembahasan

1. Mudik
Mudik menjadi istilah yang umum dipakai untuk menggambarkan kegiatan seseorang pulang ke
kampung halaman. Tradisi ini dipakai bagi umat muslim yang merayakan momen lebaran Idulfitri di kampung
halamannya. Makna mudik ini untuk melepaskan kerinduan berkumpul kembali bersama keluarga,
mengenang kembali kenangan yang ada di kampung halaman dan ada juga sebagian orang untuk pamer atas
keberhasilan mereka di tanah perantauan. Selain itu, mudik juga mengajarkan nilai-nilai penting, seperti rasa
syukur, saling peduli, dan toleransi antar suku, agama, dan budaya.
‫ ﺃﻳﻦ‬:‫ ﻗﺎﻝ‬،‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺃﺗﻰ ﻋﻠﻴﻪ‬،‫ ﻓﺄﺭﺳﻞ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺪﺭﺟﺘﻪ ﻣﻠﻜﺎ‬،‫ «ﺃﻥ ﺭﺟﻼ ﺯاﺭ ﺃﺧﺎ ﻟﻪ ﻓﻲ ﻗﺮﻳﺔ ﺃﺧﺮﻯ‬:‫ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬،‫ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ‬
‫ ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﻗﺪ‬،‫ ﻓﺈﻧﻲ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻚ‬:‫ ﻗﺎﻝ‬،‫ ﺇﻻ ﺃﻧﻲ ﺃﺣﺒﻪ ﻓﻲ اﻟﻠﻪ‬،‫ ﻻ‬:‫ ﻗﺎﻝ‬،‫ ﻫﻞ ﻟﻪ ﻋﻠﻴﻚ ﻣﻦ ﻧﻌﻤﺔ ﺗﺮﺑﻬﺎ؟‬:‫ ﻓﻘﺎﻝ‬،‫ ﺃﺯﻭﺭ ﺃﺧﺎ ﻟﻲ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﻘﺮﻳﺔ‬:‫ ﻗﺎﻝ‬،‫ﺗﺮﻳﺪ؟‬
‫ﺃﺣﺒﻚ ﻛﻤﺎ ﺃﺣﺒﺒﺘﻪ ﻓﻴﻪ‬
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Ada seseorang yang mengunjungi
saudaranya di daerah lain. Kemudian Allah mengutus malaikat searah dengan jalan orang tersebut. Malaikat
bertanya: "Mau kemana?" Ia menjawab: "Saya akan berkunjung ke saudara saya di daerah ini". Malaikat
bertanya: "Apa kamu punya hutang budi?". Ia menjawab: "Tidak ada. Aku berkunjung kepadanya karena cinta
kepada Allah". Malaikat itu berkata: "Aku adalah utusan Allah untukmu, sungguh Allah mencintaimu seperti
engkau mencintainya karena Allah" (HR Muslim dan Ibnu Hibban).
Sebagai langkah pengembangan masyarakat Islam dalam filosofi yang terkandung dalam tradisi
mudik adalah nilai silaturahmi. Dalam Islam, silaturahmi memiliki peran penting sebagai salah satu ajaran
yang harus ditegakkan. Dalam konteks mudik, tradisi ini memberikan kesempatan bagi keluarga untuk
berkumpul dan saling bersilaturahmi. Selain itu, mudik juga dapat memperkuat hubungan antar sesama
Muslim di lingkungan sekitar. Dalam konteks budaya, mudik juga memberikan kesempatan bagi umat Muslim
untuk memperkenalkan dan mempertahankan kearifan lokal atau budaya daerah. Dalam tradisi mudik, umat
Muslim akan melakukan perjalanan jauh ke kampung halaman atau tempat leluhur, di mana mereka akan
berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda. Hal ini dapat
memperkaya pengetahuan dan pengalaman umat Muslim tentang keragaman budaya yang ada di Indonesia.
Dalam kesimpulannya, filosofi mudik memiliki peran penting dalam berkembangnya masyarakat
Islam di Indonesia. Melalui tradisi mudik, umat Muslim dapat mengambil pelajaran penting tentang nilai
silaturahmi, keagamaan, dan kearifan lokal, yang semuanya memiliki kontribusi positif dalam membentuk
karakter dan identitas umat Muslim sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.
2. Sungkeman
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh anak muda kepada orang tua atau yang lebih tua. Menurut seorang
budayawan Mada Dr. Umar Khayam (alm) dari Universitas Gadjah Mada, sungkeman merupakan akulturasi
budaya Jawa dan Muslim. Istilah sungkeman sendiri diambil dari kata sungkem, yang dalam maknanya adalah
bersimpuh sambil mencium tangan dalam bahasa Jawa. Sungkeman dalam islam diperbolehkan, asal tidak
bertentangan dengan syariat dan sebagai bentuk melestarikan tradisi yang ada.
 Sayyidina Ali mengatakan:
‫ﻫﻮ ﻣﻮاﻓﻘﺔ اﻟﻨﺎس ﻓﻲ ﻛﻞ شﻴئ ﻣﺎ ﻋﺪا اﻟﻤﻌﺎﺻﻲ‬
“Beretika yang baik adalah mengikuti tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan.” (Syekh Nawawi
al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman 61)
 Al-Imam al-Ghazali mengatakan:
‫ ﺑﻞ ﺗحﻤﻞ ﻧفسﻚ ﻋﻠﻰ ﻣﺮادﻫﻢ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳخﺎﻟفﻮا اﻟشﺮع‬،‫ﻭﺣسﻦ اﻟخﻠق ﻣع اﻟﻨﺎس ﺃﻻ ﺗحﻤﻞ اﻟﻨﺎس ﻋﻠﻰ ﻣﺮاد ﻧفسﻚ‬
“Beretika yang baik dengan manusia adalah engkau tidak menuntut mereka sesuai kehendakmu, namun
hendaknya engkau menyesuaikan dirimu sesuai kehendak mereka selama tidak bertentangan dengan syari’at.”
(Imam al-Ghazali, Ayyuhal Walad, halaman 12)
Sungkeman merupakan suatu bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap kelembagaan atau orang
yang lebih tua atau lebih tinggi dalam hierarki sosial. Dalam konteks pengembangan masyarakat Islam,
sungkeman dapat memiliki arti yang penting dalam membangun kebersamaan dan keteraturan sosial. Di
dalam masyarakat Islam, filosofi sungkeman dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkuat ikatan sosial
antar anggota masyarakat. Ketika seseorang sungkem kepada orang yang lebih tua atau lebih berpengaruh,
maka hal tersebut dapat membangun rasa hormat, kepercayaan, dan kesetiaan di antara mereka. Dalam
konteks pengembangan masyarakat Islam, hal ini dapat membantu memperkuat keteraturan dan kemandirian
masyarakat. Selain itu, filosofi sungkeman juga dapat membantu memperkuat nilai-nilai keislaman di dalam
masyarakat.
3. Halal bihalal
Halal bihalal merupakan sebuah media untuk mengembalikan kekusutan hubungan persaudaraan
dengan saling memaafkan pada saat dan atau setelah hari raya Idul Fitri. halal bihalal bertujuan untuk
menghormati sesama manusia dalam bingkai silaturahmi. Halal bihalal dilihat dari sisi silaturahmi dapat
menjadi perantara untuk memperluas rezeki dan memperpanjang umur, sebagaimana keterangan sebuah hadis
dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda
 “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi”.
Hal ini sesuai dengan hadis Nabi sebagai berikut
 “Bukanlah orang yang bersilaturahim itu orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang
bersilaturahim ialah yang menyambung perkara yang putus”.
.Filosofi halal bihalal Idul Fitri pada dasarnya mengajarkan tentang pentingnya memperbaiki
hubungan antar sesama manusia dan memaafkan segala kesalahan serta memohon maaf atas kesalahan yang
telah dilakukan. Dalam konteks pengembangan masyarakat Islam, filosofi halal bi halal Idul Fitri dapat
menjadi salah satu langkah penting untuk menciptakan harmoni dan kerukunan dalam masyarakat. Dalam
masyarakat Islam, terdapat beberapa nilai yang sangat penting untuk dikembangkan agar masyarakat dapat
hidup secara berdampingan dengan damai. Beberapa nilai tersebut antara lain keadilan, toleransi, kasih sayang,
dan kebersamaan. Dalam rangka memperkuat nilai-nilai tersebut, filosofi halal bi halal dapat menjadi langkah
awal yang dapat dilakukan oleh setiap individu dan kelompok masyarakat.
Dalam hal ini, filosofi halal bihalal dapat dijadikan momentum untuk memperbaiki hubungan antar
sesama manusia dan memperkuat ikatan sosial di antara masyarakat. Selain itu, filosofi halal bi halal juga
dapat menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi, membangun kebersamaan, dan menghilangkan
kesenjangan sosial yang mungkin ada di masyarakat.

Referensi
Fuad, Muskinul. “ Makna Hidup di Balik Tradisi Mudik Lebaran”. Jurnal Komunika, vol. 5 No. 1, Januari
2011
Maladi, Agus. “Mudik dan Keretakan Budaya”. Jurnal Sastra Indonesia, Mei 2020
Sri Yudari Kade, dkk. “Reinterpretasin Makna Budaya Sungkem Sebagai Ajaran Budi Pekerti dalam Sloka
Sarasamuccaya”. Jurnal Penelitian Agama Hindu, vol 6 No. 3, Juli 2022
Anggraeni, 2021. “Tradisi Halal Bihalal dalam Menjaga Silaturahmi pada Masas Pandemi Covid-19 di Desa
Bandar Jaya Barat Lampung Tengah”. Skripsi. Lampung : UIN Raden Intan Lampung
Zulfikar, Eko. “Tradisi Halal Bihalal dalam Perspektif Al-Quran dan Hadis”. Jurnal Studi Al-Qur’an, vol. 14
No, 2 Juli 2018
Raharjo, 2018. “Makna Fenomena Suara Takbiran di Wilayah Kartasura”. Skripsi. Surakarta: Institut Seni
Indonesia
https://eprints.walisongo.ac.id/6415/5/BAB%20IV.pdf
https://www.indonesia-investments.com/id/news/todays-headlines/idul-fitri-celebrations-and-mudik-tradition-
in-indonesia-relatively-smooth/item2266
https://www.indoindians.com/how-lebaran-is-celebrated-in-indonesia/
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/BANYUASIN/jupz1346688761.pdf

Anda mungkin juga menyukai