Anda di halaman 1dari 36

Pemuda dan Toleransi: Studi atas Pandangan Remaja Masjid di Desa

Tamanyeleng Kabupaten Gowa terhadap Isu Toleransi Beragama

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Agama pada Prodi Studi Agama-Agama
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
ABDUL RAJUWANDY RAKHMAT
NIM: 30500118007

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu Negara berdaulat yang memiliki

keanekaragaman suku, ras, bahasa, dan agama. Meskipun Indonesia Negara

multikultural akan tetapi pendiri bangsa sudah memahami pentingnya untuk

menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Hal ini berkaca pada

ideologi Negara yaitu pada Pancasila sila ke tiga yang berbunyi “Persatuan

Indonesia”. Tentu hal ini menjadi dasar kepada seluruh rakyat Indonesia

kedepannya untuk menjaga kesatuan. Walaupun beranekaragam suku, ras, bahasa,

dan agama tetapi harus tetap saling menghargai untuk selalu menjaga persatuan

Indonesia.

Undang-undang Dasar juga menyatakan bahwa “Negara Menjamin

Kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu" atas dasar undang-undang

ini, semua warga, dengan beragam identitas agama, kultur, suku, jenis kelamin, dan

sebagainya, wajib dilindungi oleh Negara.1 Kemajemukan yang ada di NKRI tidak

hanya terlihat dari beragamnya jenis suku, ras, dan bahasa. Akan tetapi juga terlihat

dari beragamnya agama yang dianut oleh masyarakat. Berbicara mengenai

keragaman di Indonesia, Indonesia memiliki enam agama resmi, yaitu Islam,

1
Baidi Bukhori, Toleransi Terhadap Umat Kristiani (Semarang: IAIN Walisongo
Semarang, 2012), h. 1.

1
2

Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Di setiap agama tersebut memiliki

perayaan dan cara ibadah masing-masing. Seperti hal nya yang dikatakan oleh

Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab kita kenal dengan Gus Mus, “perbedaan

adalah hal yang fitri, maka upaya penyeragaman merupakan upaya yang sia-sia”.2

Dari opini beliau dapat kita pahami bahwasannya perbedaan merupakan sebuah

garis takdir dalam kehidupan, khususnya di Indonesia perbedaan agama yang ada

akan tetap terjalin sebagai sikap toleransi antar umat beragama bukan malah sebagai

pemecah belah bangsa. Untuk menciptakan kerukunan tetap terjalin maka harus

menjunjung tinggi sikap toleransi.

Toleransi sendiri berasal dari bahasa arab yaitu “ihtimal, tasamuh” yang

artinya sikap membiarkan, dan lapang dada. Sedangkan toleransi menurut istilah

adalah menghargai, dan sabar menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang

atau kelompok lain.3 Ada salah satu tokoh yang berkata toleransi merupakan bukan

hanya sekedar menghargai dan tenggang rasa akan tetapi menerapkan sikap saling

mengerti dengan tulus dan memiliki tujuan yang sama untuk menciptakan hidup

perdamaian antar individu dengan yang lainnya.4 Ada pula pengertian utama dari

toleransi merupakan suatu sikap yang aktif didorong oleh pengakuan atas hak-hak

manusia universal dan kebebasan-kebebasan fundamental orang-orang lain.

Toleransi ini dilaksanakan oleh orang-orang, kelompok-kelompok, dan negara-

negara.

2
Ahmad Nurcholish, Celoteh Gus Mus (Jakarta: PT Gramedia, 2018), h. 174.
3
Pius A Partanto & M Dahlan, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994), h. 753.
4
Suwardiyamsyah, Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang toleransi beragama, Jurnal Al-
Irsyad, 8(1), (2017), h. 120.
3

Islam mengajarkan memberi kebebasan terhadap manusia untuk memeluk

agama yang diyakini tanpa memaksakan kehendak orang lain untuk memeluk

agamanya. Agama Islam juga mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain.

Walaupun ada perbedaan dalam hal keyakinan namun masih ada persaudaraan

dalam ikatan kemanusiaan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an,

surat Al-Baqarah/2:256,

ُْ َ َ َ َ ٰ ْ َُْ ُ َّ ُْ َ َْ ُ ْ ُّ َ ََّ َّ ْ َ ْ ْ َ
ِ‫اّلل فق ِد ْاست ْم َسك ِبالع ْر َوة‬ ْۢ ِ‫الرشد ِم َن الغيۚ ف َم ْن َّيكف ْر ِبالطاغ ْو ِت ويؤم‬
ِ ‫ن ِب‬ ‫الدي ِنِۗ قد تبين‬ َ
ِ ‫ل ٓا ِاك َراه ِفى‬
ِ
َ َ َ ْ َ ُْْٰ
َ ُ ٰ ‫ام ل َهاِۗ َو‬
٢٥٦ ‫اّلل َس ِم ْي ٌع ع ِل ْي ٌم‬ ‫الوثقى لا ان ِفص‬
Terjemahnya:

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas
jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut5 dan
beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.6

Kesadaran beragama membuat pentingnya kita untuk memiliki agama dan

menjalankan agama dengan nyaman dan damai. Setiap masing-masing agama pasti

mengajarkan individu untuk bersikap baik, benar, dan damai antar sesama manusia.

Oleh karena itu sebagai umat yang Bergama hendaknya kita memiliki sikap

toleransi dan berusaha hidup damai dengan para pemeluk agama lainnya. Masjid

semenjak zaman Nabi mempunyai fungsi ganda, sebagai tempat ibadah dan tempat

5
Kata tagut disebutkan untuk setiap yang melampaui batas dalam keburukan. Oleh karena
itu, setan, dajal, penyihir, penetap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah Swt., dan
penguasa yang tirani dinamakan tagut.
6
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 42.
4

kegiatan sosial kemasyarakatan. Salah satu fungsinya dalam bidang sosial adalah

kemasyarakatan adalah tempat pendidikan dan pengajaran.7

Bagi umat Islam, masjid (juga mushalla) merupakan sesuatu yang sangat

penting kedudukannya, utamanya untuk membentuk pribadi, keluarga, dan

masyarakat seperti yang dicita-citakan oleh agama. Cita-cita itu adalah terwujudnya

pribadi, keluarga dan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, bermaktub alam

Al-Qur’an. Oleh karena itu, masjid berperan besar bagi umat dalam melakukan

perubahan nilai-nilai kehidupan dalam pengalaman beragama dan pembinaan umat

melalui program kesalehan sosial dan ekonomi yang meliputi semangat dan

spiritual yang diwujudkan jamaah masjid mempunyai kepedulian sosial yang

diwujudkan dalam pemberian zakat, infak dan sedekah, mempunyai sikap toleran

dan kerelawanan dan membantu saudara-saudaranya yang terkena musibah. Masjid

adalah tempat pembinaan keutuhan ikatan jamaah dan kegotong-royongan di dalam

mewujudkan kesejahteraan bersama.8

Remaja masjid adalah organisasi yang menghimpun remaja muslim yang

aktif datang dan beribadah Shalat berjamaah di masjid. Karena keterikatannya

dengan masjid, maka peran utamanya tidak lain adalah memakmurkan masjid. Ini

berarti, kegiatan yang berorientasi pada masjid selalu menjadi program utama. Di

dalam melaksanakan peranannya, remaja masjid meletakkan prioritas pada

kegiatan-kegiatan peningkatan keislaman, keilmuan dan keterampilan anggotanya.

7
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah (Cet; I, Jakarta:
Kencana, 2013), h. 88.
8
Dalmeri, Revitalisasi fungsi Masjid sebagai Pusat Ekonomi dan Dakwah Multikultural,
Walisongo, 22(2), (2014), h. 324.
5

Menurut C.S. T. Kansil Dalam Bukunya berjudul “Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945”, mengatakan :

Remaja masjid merupakan suatu wadah bagi remaja Islam yang cukup
efektif dan efisien untuk melaksanakan aktivitas pendidikan Islam. Remaja-
remaja berkepribadian muslim ini dapat melanjutkan harapan bangsa
menuju cita-cita yang luhur dan berbudi pekerti yang baik sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, adalah untuk
menyejahterakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.9

Karena keterkaitannya dengan masjid, maka peran utama remaja masjid

tidak lain adalah memakmurkan masjid. Ini berarti, kegiatan yang berorientasi pada

masjid selalu menjadi program utama. Di dalam melaksanakan programnya, remaja

masjid meletakkan prioritas pada kegiatan-kegiatan peningkatan keislaman,

keilmuan dan keterampilan anggotanya. Aktivitas remaja masjid yang baik adalah

yang dilakukan secara terencana, bijaksana. Di samping itu juga memerlukan

strategi, metode, taktik dan teknik yang tepat. Untuk sampai pada aktivitas yang

baik tersebut, pada masa sekarang diperlukan pemahaman organisasi dan

manajemen yang baik.10

Remaja masjid ialah remaja yang mencurahkan pengetahuannya pada

masjid, ajaran Islam, pengalaman dan penyebarannya di tengah-tengah mereka dan

ikut menjamin kestabilan nasional dan harus mampu tampil sebagai unsur pemuda

yang dapat memikul tanggung jawab bangsa dan negara. Dan berkewajiban untuk

9
C. S. T. Kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: PT. Pradya
Paramita, 1991)
10
Aslati, Pemberdayaan Remaja Berbasis Masjid, Jurnal Masyarakat Madani, 3(2),
(2018), h. 5-7.
6

saling tolong menolong dalam hal kebajikan. Dinamika perkembangan religiositas

remaja dipengaruhi beberapa faktor. Thouless mengemukakan empat faktor yang

mempengaruhi perkembangan religiositas remaja yaitu:11

1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial, termasuk

pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan lingkungan sosial

yang disepakati oleh lingkungan itu.

2. Berbagai pengalaman yang membentuk sikap keagamaan, terutama

pengalaman-pengalaman mengenai keindahan, keselarasan dan kebaikan di

dunia ini, konflik moral dan pengalaman emosi beragama.

3. Kebutuhan yang belum terpenuhi terutama kebutuhan, keamanan, cinta

kasih, harga diri serta adanya ancaman kematian.

4. Berbagai proses pemikiran verbal atau faktor intelektual.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Sebagaimana latar belakang masalah sebelumnya, maka fokus penelitian ini

bertumpu pada pandangan remaja masjid dan masyarakat terhadap Isu Toleransi

Beragama di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa. Ada beberapa hal yang menjadi

perhatian khusus terhadap penelitian ini, yaitu pandangan remaja masjid terhadap

Isu Toleransi Beragama dan sikap para remaja masjid terhadap Isu Toleransi

Beragama di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa.

11
Tina Afiatin, Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama Di Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi, (1), (1998), h. 58-59.
7

2. Deskripsi Fokus

Adapun deskripsi fokus pada penelitian ini, antara lain:

a. “Pemuda”, Pemuda, orang yang masih muda; orang muda: harapan bangsa.12

b. “Toleransi”, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan bahwa

toleransi adalah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,

membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan

kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.13

c. “Agama”, Agama berasal dari bahasa Sanskrit. Ada yang berpendapat bahwa

kata itu terdiri atas dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi agama

artinya tidak pergi; tetap di tempat; diwarisi turun temurun. Agama memang

mempunyai sifat yang demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa agama

berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntunan.

Agama juga mempunyai tuntunan, yaitu kitab suci.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa terhadap Isu Toleransi Beragama?

2. Bagaimana peran remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa

dalam menjaga Toleransi Antar Umat Beragama?

12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 975.
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1204.
8

D. Kajian Pustaka

1. Jurnal dari Wahdah, dengan judul, “Problematika Toleransi Umat

Beragama di Indonesia di Era Modern: Solusi Perspektif Al-Qur’an.”

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikulturlah. Di dalam

perjalanannya tentu perbedaan yang ada di masyarakat menimbulkan

berbagai konflik dan kasus-kasus intoleran. Dalam hal ini toleransi sangat

dibutuhkan untuk menciptakan keseimbangan dan kedamaian dalam

masyarakat. Toleransi dalam Al-Qur’an menekankan pentingnya keadilan,

kasih sayang, dan kemanusiaan serta saling menghormati tanpa ada

pemaksaan dan tekanan terhadap pihak lain. Toleransi ini hanya akan efektif

jika masing-masing pihak tetap berjalan di atas relnya dan menjalankan

secara penuh apa yang telah diajarkan di dalam Al-Qur’an. Kasus-kasus

yang telah disebutkan di atas, memang sudah tidak berlangsung lagi. Namun

tidak menutup kemungkinan kasus tersebut akan terjadi lagi. Oleh karena

itu, sikap toleransi harus selalu ditumbuhkan dan dijalankan oleh setiap

penganut agama di Indonesia.14

2. Jurnal dari Cahyo Pamungkas, dengan judul, “Toleransi Beragama dalam

Praktik Sosial: Studi Kasus Hubungan Mayoritas dan Minoritas Agama di

Kabupaten Buleleng.” Agama Hindu telah berkembang dan menyatu

dengan budaya masyarakat Bali sehingga menjadi identitas masyarakat di

14
Wahdah, Problematika Toleransi Umat Beragama di Indonesia di Era Modern: Solusi
Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Aqlam, 2(1), (2020), h. 476.
9

daerah tersebut. Hal demikian didukung oleh kebijakan pemerintah Provinsi

Bali yang mengakui keberadaan pemerintahan desa adat yang dikenal

sebagai Desa atau Banjar Pakraman yang juga bertujuan untuk melestarikan

tradisi Agama Hindu. Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang sangat erat antara adat istiadat masyarakat Kabupaten

Buleleng dan agama Hindu atau antara kehidupan keberagamaan dengan

tradisi. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mempertahankan dan

melestarikan tradisi Agama Hindu. Namun saat identitas tersebut

ditempatkan pada ruang publik yang juga ditempati oleh kelompok-

kelompok minoritas agama, seperti umat Islam dan Kristen maka relasi

antar umat beragama menjadi semakin kompleks.

Pendirian tempat ibadah bagi umat beragama menunjukkan tarik menarik

antara kelompok mayoritas dan minoritas dalam mengonstruksi

identitasnya. Kelompok agama minoritas melihat bahwa kelompok

mayoritas agama (Hindu) seolah beranggapan bahwa perkembangan tempat

ibadah minoritas agama sebagai ancaman. Sedangkan kelompok agama

mayoritas sendiri berpendapat bahwa kelompok-kelompok minoritas agama

sering kali tidak mematuhi peraturan pendirian tempat ibadah yang telah

ditetapkan pemerintah. Bahkan, kelompok minoritas agama dianggap

menggunakan simbol-simbol dan identitas umat Hindu dalam penyebaran

agamanya.
10

Jika ditelusuri lebih jauh, persoalan konstruksi identitas tersebut menguat

sesudah Orde Baru. Hal ini diduga disebabkan oleh krisis politik dan

ekonomi yang memperkuat kompetisi antara orang asli dan pendatang yang

kebetulan berbeda agama. Berdasarkan data wawancara, diketahui bahwa

persoalan clash antar umat beragama paling banyak terjadi di tingkat akar

rumput. Hal ini memperkuat dugaan adanya keterkaitan antara ranah

ekonomi dan ranah agama atau relasi dalam ranah ekonomi memengaruhi

relasi dalam ranah agama. Meskipun banyak gangguan dalam toleransi

beragama, hubungan antar umat Muslim dan Hindu di daerah ini

berlangsung dengan damai karena para pemimpin agama dapat berdialog

untuk menyelesaikan ketegangan-ketegangan antar umat beragama yang

muncul.15

3. Skripsi dari Fatimatuz Zahro, dengan judul, “Membangun Toleransi antar

Umat Beragama (Studi Fenomenologi Komunitas Gusdurian Banyumas).”

Secara umum, toleransi pada kehidupan dibagi menjadi 2 macam yaitu:

pertama, Toleransi Agama, merupakan sikap menghargai, menghormati

baik itu seorang individu atau kelompok kepada agama yang di anut orang

lain. yang paling penting adalah ketika perbedaan agama sebagai latar

belakangnya namun tetap selalu rukun dan tidak saling bermusuhan. Kedua,

Toleransi Sosial, toleransi ini merupakan sikap menghargai individu dengan

15
Cahyo Pamungkas, Toleransi Beragama dalam Praktik Sosial: Studi Kasus Hubungan
Mayoritas dan Minoritas Agama di Kabupaten Buleleng, Episteme, 9(2), (2014), h. 311-312.
11

yang lainnya terhadap status sosial yang dimilikinya. Semacam tidak boleh

membanding-bandingkan seseorang entah itu dalam ranah pertemanan,

pekerjaan dan lain-lain. seharusnya tetap harus menjaga untuk menciptakan

lingkungan yang rukun dan tenteram.16

4. Jurnal dari Ridho Siregar, Ella Wardani, Nova Fadilla, Ayu Septiani, yang

berjudul, “Toleransi Antar Umat Beragama dalam Pandangan Generasi

Millenial”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, yang

dimunculkan oleh generasi millenial yang dalam hal ini adalah mahasiswa

secara mayoritas menunjukkan pada persepsi toleran. Hal ini diperkuat

dengan data bahwa secara mayoritas persepsi toleran menunjukkan data

sangat setuju yang dipilih oleh para responden. Persepsi berarti juga

pemahaman generasi terhadap toleransi. Untuk mengamalkan toleransi

beragama tentu saja generasi millenial juga perlu memahami aspek-aspek

yang ada pada toleransi itu sendiri. Aspek mengenai sikap yang

diperlihatkan oleh generasi millenial terhadap sikap toleransi beragama

berada pada kategori cukup baik. Hal ini menjadi perhatian kita bersama

bahwa diperlukan sebuah usaha untuk kembali meningkatkan sikap

toleransi beragama. Aspek kerja sama antar pemeluk agama yang dibangun

oleh generasi millenial menunjukkan kategori cukup baik. Akan tetapi pola-

pola yang diperlihatkan oleh generasi millenial perlu juga mendapat

16
Fatimatuz Zahro, Membangun Toleransi antar Umat Beragama (Studi Fenomenologi
Komunitas Gusdurian Banyumas), Skripsi (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2021), h. 79.
12

perhatian bagi para pemangku kepentingan. Terlihat adanya angka yang

menunjukkan bahwa kerja sama antar pemeluk agama berada pada kategori

yang negatif atau dalam hal ini ada pula yang bersifat acuh terhadap

pemeluk agama lainnya.17

5. Jurnal dari Novina Sabila Zahra dan Andi Ramdhan Al-Qadri, dengan judul,

“Konsep Toleransi Beragama pada Remaja Suku Bugis Makassar”.

Toleransi beragama dimaknai sebagai perasaan menghargai dan

menghormati agama lain, memberi kebebasan melaksanakan ibadah dan

memahami ajaran agama lain, tidak merendahkan, mencaci, dan

mengganggu agama lain, dan bersikap terbuka dalam memandang

perbedaan agama lain dan mencapai perdamaian. Sikap terhadap individu

yang berbeda agama adalah bahagia, senang, baik-baik saja dan tidak

mempermasalahkan, serta menghargai dan menghormati.

Pengungkapan dan ekspresi toleransi beragama adalah tidak mengganggu

individu lain dalam menjalankan ibadah, tetap berteman dan berhubungan,

berusaha menghormati dan menghargai, tidak membedakan agama yang

dianut dengan individu lain, memberikan ucapan pada hari raya keagamaan,

serta bersikap baik dan terbuka. Respon terhadap situasi yang melibatkan

aktivitas keagamaan lain yaitu bersikap terbuka dan tetap menghargai

aktivitas keagamaan lain, sedih, kecewa, dan kesal jika melibatkan

17
Ridho Siregar, dkk, Toleransi Antar Umat Beragama dalam Pandangan Generasi
Millenial, Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, 16 (4), (2022), h. 1347-1348.
13

pelarangan beribadah dan pendirian tempat ibadah, serta menerima dan

menganggap bahwa agama merupakan hak semua orang.18

Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan peneliti

sebelumnya memiliki perbedaan dari segi tertentu, baik ditinjau dari metode

pendekatan penelitian maupun pokok permasalahan yang muncul. Pada penelitian

ini lebih fokus pada pandangan remaja masjid dan masyarakat setempat di Desa

Tamanyeleng Kabupaten Gowa terkait Isu Toleransi Beragama, dan menjadi hal

yang menarik untuk di telusuri dan dikaji lebih dalam lagi. Sedangkan persamaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah penelitian ini sama-sama

mengambil penelitian pada suatu fenomena yang membahas tentang Isu Toleransi

Beragama pada masyarakat, khususnya pada penelitian ini yaitu di Desa

Tamanyeleng Kabupaten Gowa.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini ialah:

a. Untuk mengetahui pandangan remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa terhadap Isu Toleransi Beragama.

b. Untuk mengetahui sikap para remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa dalam melihat Isu Toleransi Beragama.

18
Novina Sabila Zahra & Andi Ramdhan Al-Qadri, Konsep Toleransi Beragama pada
Remaja Suku Bugis Makassar, Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 5 (1), (2022), h. 31.
14

2. Manfaat Penelitian

Peneliti membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua aspek manfaat, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan memberikan pemahaman tentang pandangan remaja masjid dan

masyarakat terkait dengan Isu Toleransi Beragama di Desa Tamanyeleng

Kabupaten Gowa. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pengembangan ilmu

pengetahuan terkait disiplin ilmu di Prodi Studi Agama-Agama.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

masyarakat umum tentang pandangan remaja masjid dan masyarakat terkait dengan

Isu Toleransi Beragama di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa. Hal tersebut

dilakukan agar dapat memberikan pemahaman terkait dengan cara kita menghargai

suatu kepercayaan ataupun keyakinan dan perspektif dalam suatu hal serta

memberikan pelajaran yang berharga bahwa perbedaan dalam suatu kebudayaan

ataupun tradisi seharusnya tidak menjadi sumber utama suatu konflik dan

permusuhan, melainkan dari perbedaan tersebutlah lahir suatu ikatan dan hubungan

yang erat antar sesama masyarakat.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pemuda

Dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun

2009 Pasal 1.1 mengklarifikasikan pemuda adalah warga negara Indonesia yang

dalam masa pertumbuhan dan perkembangan berusia antara 16 tahun sampai

dengan 30 tahun.19

Pemuda dalam definisi awal merujuk pada kelompok usia demografi.

Kelompok usia demografi ini oleh lembaga yang berbeda didefinisikan secara

berbeda:

1. United Nations (Adolescent: 10-19; Youth 15-24; Young People: 10-24)

dengan batasan usia pemuda yaitu 10-24 tahun.

2. The Commonwealth dengan batasan usia pemuda yaitu 15-29 tahun.

3. European Union (EU) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-29 tahun.

4. UN Habitat (Yout Fund) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-23 tahun.

5. World Bank (WB) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-34 tahun.

6. African Union (AU) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-35 tahun.

Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan

generasi muda dan kaum muda, atau kaum muda mempunyai definisi yang

beragam. Pemuda lebih dilihat pada jiwa yang dimiliki oleh seseorang. Jika orang

tersebut memiliki jiwa yang suka memberontak, penuh inisiatif, kreatif, anti

19
Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2009 Pasal 1.1.

15
16

kemapanan, serta ada tujuan lebih membangun kepribadian, maka orang tersebut

dapat dikatakan sebagai pemuda.20

Pemuda adalah sosok individu jika dilihat dari segi fisik sedang dalam

masa-masa perkembangan dan jika dilihat dari segi mental dia berada dalam

keadaan perkembangan emosional yang dialaminya. Maka dari itu pemuda

merupakan sumber daya manusia pembangunan baik dimasa sekarang maupun

dimasa yang akan datang.21

Muzakkir mengatakan, sebagaimana yang ia kutip dari Gondodiwirjo dan

Darmodihardjo merumuskan dua tinjauan dalam pengertian generasi muda.

Pertama, berdasarkan kelompok umur dan ditinjau dari segi biologis, segi budaya,

atau dilihat dari secara fungsional, segi kekaryaan, segi sosial yang digunakan untuk

kepentingan modern digunakan dengan istilah “sumber-sumber daya manusia

muda” dan dari sudut ideologis-politis. Kedua, corak dan aspek kemanusiaannya,

pemuda atau generasi muda dapat ditinjau sebagai berikut:22

1. Sebagai insan biologis; pada masa pubertas masa muda dapat dianggap

berakhir yaitu pada usia 12 tahun sampai 15 tahun Ada juga yang

mengatakan umur 15 tahun sampai 21 tahun ada yang beranggapan masa

20
Frans Singkoh Ersas A. Gahung, T.A.M.Ronny Gosal, Peran Pemerintah dalam
Pemberdayaan Pemuda di Desa Liwutung Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara, Jurnal
Eksekutif, 1(1), (2017), h. 5.
21
Ersas A. Gahung, T.A.M.Ronny Gosal, Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Pemuda
di Desa Liwutung Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara, h. 5.
22
Muzakkir, Generasi Muda dan Tantangan Abad Modern Serta Tanggung Jawab
Pembinaannya, Al-Ta'dib : Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 8(2), (2015), h. 114-115.
17

muda biologis. Objek tinjauan dari segi ini adalah perkembangan jasmani

baik pertumbuhan tubuh secara fisik maupun fungsional.

2. Sebagai insan budaya; secara struktural ada yang beranggapan bahwa masa

muda berakhir pada usia 21 tahun, karena pada masa itu adalah masa

tercapainya kemampuan mental. Yang dimaksudkan ini adalah

perkembangan manusia sebagai insan yang bermoral pancasila,

bertenggang rasa, bersopan santun, beradat, bertradisi, bertanggung jawab,

berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Sebagai insan intelek; dilihat dari sudut ini beranggapan bahwa berakhirnya

masa muda pada saat tamat perguruan tinggi yaitu kisaran usia 25 tahun,

jika ditinjau dari sudut kemampuan pola pikir sebagai objeknya.

4. Sebagai insan kerja dan profesi; dengan maksud orang yang mempunyai

penghasilan sebagai tenaga kerja, pada usia kisaran antara 14 tahun s/d 22

tahun dalam usia mudanya. Sebagai insan profesi biasanya berkisar antara

usia 21 tahun s/d 35 tahun.

5. Sebagai insan ideologis; berkisar usia antara 18 tahun s/d 40 tahun dalam

usia mudanya. Dalam masa itulah dapat dimungkinkan pembinaan

pandangan seseorang terhadap berbagai aspek kehidupan.

Pemuda menjadi perhatian dari berbagai kalangan maupun di berbagai

bidang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2009 tentang


18

Kepemudaan pasal 16 menerangkan bahwa pemuda berperan aktif sebagai moral,

kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan sosial.23

Jiwa pemuda yang selalu mempunyai semangat yang tinggi, ingin selalu

maju dan selalu ingin atau menjadi merupakan modal besar bagi pembangunan

masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat mempunyai banyak harapan

terhadap para pemuda untuk menggerakkan pembangunan masyarakat yang lebih

baik.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

a. Hereditas (Keturunan/Pembawaan)

Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan

individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu

yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun

psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma)

sebagai pewaris dari pihak orang tua melalui gen-gen.24

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa situasi atau kondisi)

fisik/alam atau sosial yang memengaruhi atau dipengaruhi perkembangan

individu”. Faktor lingkungan yang dibahas pada paparan berikut adalah lingkungan

keluarga, sekolah.

1) Lingkungan Keluarga

23
Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2009 Pasal 16.
24
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 31.
19

Orang tua mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh kembangnya

anak sehingga menjadi seorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan

berakhlak mulia. Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai faktor internal

(kondisi fisik, psikis, dan moralitas anggota keluarga) dan faktor eksternal

(perkembangan sosial budaya), maka setiap keluarga memiliki perubahan yang

beragam.

Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsi-fungsinya

(fungsional-normal) sehingga setiap anggota merasa nyaman dan bahagia (baitii

jannatii = rumahku surgaku); dan ada juga keluarga yang mengalami broken home,

keretakan atau ketidakharmonisan (disfungsional-tidak normal) sehingga setiap

anggota keluarga merasa tidak bahagia (baitii naarii = rumahku nerakaku).25

2) Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis

melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka

membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut

aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.

Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock

mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan

kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara

berperilaku.26

25
Syamsul Yusuf L.N, Perkembangan Peserta Didik, h. 26.
26
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, h. 54.
20

2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah

a. Perkembangan Fisik-Motorik

Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan psikologis yang bersifat

progresif dan kontinu serta berlangsung pada periode tertentu. Pertumbuhan itu

meliputi perubahan progresif yang bersifat internal maupun eksternal. Perubahan

internal antara lain, meliputi perubahan ukuran alat pencernaan makanan,

bertambahnya besar dan berat jantung dan paru-paru serta bertambah sempurnanya

sistem kelenjar endoktrin/kelamin dan berbagai jaringan tubuh. Ada pun perubahan

eksternal meliputi bertambahnya tinggi badan, bertambahnya lingkaran tubuh

perbandingan ukuran panjang dan lebar tubuh, ukuran besarnya organ seks, dan

munculnya atau tumbuhnya tanda-tanda kelamin sekunder.27

Adapun yang dimaksud dengan motorik ialah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Dalam perkembangan motoris,

unsur-unsur yang menentukan ialah otot, saraf, dan otak. Ketiga unsur itu

melaksanakan masing-masing peranannya secara “interaktif positif”, artinya unsur-

unsur yang satu saling berkaitan saling berkaitan, saling menunjang, saling

melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih

sempurna keadaannya. Selain mengandalkan kekuatan otot, rupanya kesempurnaan

otak juga turut menentukan keadaan.28

b. Perkembangan Intelektual

27
Mohammad Ali, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2012). h. 20.
28
Zulkifli L, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1986), h. 31.
21

Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan

intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan

intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan berhitung).

Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat imajinatif,

berangan-angan (berkhayal), sedang pada usia SD daya berpikirnya sudah

berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal).29

c. Perkembangan Emosi

Emosi memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka

penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap

penyesuaian pribadi dan sosial. Sebenarnya kemampuan untuk bereaksi secara

emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional

adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang

berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru

lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi baru lahir, bayi tidak memperlihatkan

reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang

spesifik.30

Meningkat usia anak, reaksi emosional mereka menjadi kurang menyebar,

kurang sembarangan, dan lebih dapat dibedakan. Sebagai contoh, anak yang lebih

muda memperlihatkan ketidaksenangan semata-mata dengan menjerit dan

menangis. Kemudian reaksi mereka semakin bertambah yang meliputi perlawanan,

29
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, h. 178.
30
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, h. 210.
22

melemparkan benda, mengejangkan tubuh, lari menghindar, bersembunyi, dan

mengeluarkan kata-kata. Dengan bertambahnya umur, maka reaksi yang berwujud

bahasa meningkat, sedangkan reaksi gerak otot berkurang.31

Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh

lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama

dari orang tuanya. Dalam mengembangkan moral anak peran orang tua sangat lah

penting terutama pada waktu anak masih kecil.32

d. Perkembangan Kesadaran Beragama

Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah swt., adalah dia

dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah swt. dan

melakukan ajaran-Nya. Dalam kata lain manusia dikarunia insting religius (naluri

beragama). Karena memiliki fitrah ini manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans”,

dan “Homo Religious”. Yaitu makhluk yang bertuhan dan beragama. Fitrah

beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung

kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang.

Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat

bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini sebagaimana yang

telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam hadisnya sebagai berikut,
َ َ
َ َُ ْ َ َ ُ ْ َ َ ُ ُ ََََ َ ْ ْ َ َ َُْ ُ ُْْ َ ُ ُ
ِ‫صرا ِنه‬ ِ ‫ فأبواه يه ِودا ِنهِ أو يم ِجسا ِنهِ أو ين‬، ِ‫كل مولودٍ يولد على ال ِفطرة‬

Terjemahnya:

31
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, h. 212.
32
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, h. 132-133.
23

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya karena orang tuanya lah,
anak itu menjadi Yahudi, Majusi, atau Nasrani”.33

Hal ini mengisyaratkan bahwa faktor lingkungan terutama keluarga sangat

berperan dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak.

B. Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi beragama mempunyai arti sikap lapang dada seseorang untuk

menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah mereka

menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada yang

mengganggu atau memaksa baik orang lain maupun keluarga sekalipun.34 Toleransi

antar umat beragama adalah sikap menghormati dan menghargai semua hal yang

mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan akidah serta ketuhanan

menurut ajaran agama yang diyakininya.

Seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2

disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya”. Sehingga kita sebagai warga negara sudah sewajarnya saling

menghormati antar hak dan kewajiban yang ada di antara kita demi menjaga

keutuhan Negara dan menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat

beragama.35

33
HR. Bukhari & Muslim.
34
H. M. Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik (Jakarta: Bulan Bintang,
1989), h. 83.
35
Nur Cholish Majid, Passing Over Melintasi Batasan Agama (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), h. 138.
24

Menurut Muhammad Nur Hidayat toleransi beragama adalah sikap

menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain dengan tidak

mencampuri urusan peribadahan masing-masing.36 Hal ini juga senada dengan J.

Cassanova yang menegaskan bahwa toleransi beragama adalah toleransi yang

mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan

dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya.37 Seseorang harus diberikan

kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama yang dipilihnya masing-masing

serta memberikan penghormatan atas ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.

Pemahaman tentang toleransi tidak dapat berdiri sendiri, karena terkait erat

dengan suatu realitas lain yang merupakan penyebab langsung dari lahirnya

toleransi, yaitu pluralisme.38 Menghadapi dunia yang semakin plural, yang kita

butuh kan bukan bagaimana menjauhkan diri dari adanya pluralistis, tetapi

bagaimana cara kita untuk menyikapi pluralistis itu. Salah satu cara menyikapi

pluralistis yaitu dengan menumbuhkan sifat menghargai perbedaan dan berperilaku

adil kepada siapa pun. Hal ini senada dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, surat

Al-Mumtahanah/60:8-9,
َ َ ُ ُ َ ُ َ َّ ُ
ْ ْ ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ ْ ُّ َ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ ‫اّلل َعن الذيْ َن ل ْم ُي َقات ُل ْوك ْم فى‬ ُ ٰ ‫َلا َي ْن ٰهىك ُم‬
ِۗ‫الدي ِن ولم يخ ِرجوكم ِمن ِدي ِاركم ان تبروهم وتق ِسط ٓوا ِالي ِهم‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ُ ُ ْ َ ُ ُ َّ َ ُٰ ُ ُ ْ ْ ُّ ُ َ ٰ َّ
ْ
‫الدي ِن َواخ َرج ْوك ْم ِم ْن ِد َي ِارك ْم‬ ْ ْ َ َ َْ ٰ ْ َ َ َّ َْ
ِ ‫ ِانما ينهىكم اّلل ع ِن ال ِذين قاتلوكم ِفى‬٨ ‫ي ب ال ُمق ِس ِطين‬ ِ‫ِان اّلل ح‬
َ ٰ ُ َ ٰۤ ُ َ َّ َ ُ َّ َ ْ َ ُ َ ْ ٰٓ َ ْ ُ َ َ َ
٩ ‫اجك ْم ان ت َول ْوه ْمۚ َو َم ْنَّيت َول ُه ْم فاول ِٕىك ه ُم الظ ِل ُم ْون‬ ِ ‫وظاهروا على ِاخر‬

Muhammad Nur Hidayat, Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama (Kediri: Nasyrul’ilmi,
36

2014), h. 125-126.
37
Casram, Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural, Jurnal Ilmiah
Agama dan Sosial Budaya, 1(2), (2016), h. 188.
38
Agung Setiyawan, Pendidikan Toleransi dalam Hadits Nabi SAW, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 12(2), (2015), h. 221.
25

Terjemahnya:

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir
kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu (berteman
akrab) dengan orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama,
mengusirmu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain) dalam
mengusirmu. Siapa yang menjadikan mereka sebagai teman akrab, mereka
itulah orang-orang yang zalim.39

Dalam dua ayat di atas menjelaskan bahwa kita dianjurkan untuk berilaku

adil kepada non muslim ketika mereka tidak memerangi dan melakukan pengusiran.

Selain itu kita diwajibkan untuk berbuat baik kepada mereka. Jadi dapat

disimpulkan dari semua penjelasan di atas bahwa toleransi beragama adalah sikap

lapang dada untuk menghormati dan menghargai terhadap pemeluk agama lain

untuk meyakini dan melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang

diyakininya.

C. Perspektif Agama Islam terhadap Toleransi

Toleransi dalam bahasa arab yaitu tasamuh yang berarti mengizinkan,

saling memudahkan. Sedangkan toleransi beragama itu sendiri adalah sikap lapang

dada untuk menghormati dan menghargai terhadap pemeluk agama lain untuk

meyakini dan melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.

Tetapi kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haq bil

bathil (mencampuradukkan antara hak dan batil) yaitu suatu sikap yang dilarang

terhadap umat muslim. Seperti halnya mengikuti dan mengurusi agama atau

39
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 550.
26

keyakinan yang lain. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, surat Al-

Kafirun/109:1-6,

ْ ُّ ْ َ َ َّ ٌ َ ۠ َ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ٰ ْ ُ َْ ََ َ ْ ُ ُ َْ َ ُ ُ َْ َ َ ْ ُ ٰ ْ َ ُّ َ ٰٓ ْ ُ
٤َۙ‫ ول ٓا انا ع ِابد ما عبدتم‬٣ ۚ‫ ول ٓا انتم ع ِبدون مآ اعبد‬٢ َۙ‫ ل ٓا اعبد ما تعبدون‬١ َۙ‫قل يايها الك ِفرون‬
ُ ُ ُ َ ُ َْ َ ُ ٰ ُ َْ َ
٦ ࣖ ‫ لك ْم ِد ْينك ْم َوِل َي ِد ْي ِن‬٥ ِۗ‫َول ٓا انت ْم ع ِبد ْون َمآ اع ُبد‬
Terjemahnya:

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan


menyembah apa yang kamu sembah. Kamu juga bukan penyembah apa
yang aku sembah. Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku
sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”40

Dalam ayat di atas sudah jelas kita diperintahkan untuk menghormati agama

lain. Akan tetapi tidak untuk mengurusi agama atau keyakinan orang lain apalagi

mencaci maki Tuhan mereka. Prinsip toleransi antar umat beragama dalam

perspektif Islam adalah “lakum dinukum wa liyadin” untukmu agamamu dan

untukku agamaku.41 Jadi ketika kita sudah meyakini bahwa hidayah atau petunjuk

merupakan hak mutlak milik Allah swt., maka dengan sendirinya kita tidak akan

memaksakan kehendak orang lain dalam beragama. Namun demikian, kita juga

diwajibkan untuk berdakwah menyeru kepada kebaikan yang berada pada garis-

garis yang diperintahkan oleh Allah swt.

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 603.


40
41
Muslich & Qohar Adnan, Nilai Universal Agama-agama di Indonesia, (Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2013), h. 272.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu jenis

penelitian yang berusaha untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu

gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.42

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa.

Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa, karena narasumber untuk penelitian ini lebih mudah untuk ditemui dan

waktu untuk kegiatan wawancara akan lebih menjadi lebih efisien lagi. Kemudian

untuk berdialog kepada narasumber dapat lebih mudah dipahami oleh peneliti.

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan Teologis

Pendekatan teologis dipahami peneliti sebagai pendekatan yang merupakan

realitas sejati agama yang membahas mengenai ajaran-ajaran ketuhanan dari suatu

agama. Pendekatan teologis pada penelitian ini digunakan untuk melihat dan

menjelaskan terkait pola keberagamaan, pola interaksi dan pandangan masyarakat

terhadap Isu Toleransi Beragama.

42
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Cet. VI; Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h.
309.

27
28

2. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan Sosiologis adalah suatu pendekatan yang mempelajari hidup

bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang

menguasai hidupnya.43 Dalam penelitian ini peneliti berbaur dan berinteraksi oleh

masyarakat yang ada di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa dalam pandangan

mereka tentang Isu Toleransi Beragama.

3. Pendekatan Fenomenologis

Pendekatan fenomenologis yaitu merupakan upaya untuk memahami

keseluruhan dari fenomena semurni mungkin tanpa ada yang mencampurinya.

Langkah yang dilakukan yaitu menganalisis segala inti sari yang berhubungan

dengan fenomena tersebut. Sedangkan yang tidak penting dan di luar fenomenal

kita harus menyaringnya atau menahannya. Sehingga pada akhirnya sampai pada

ide yang menjelaskan secara real tentang hakikat tersebut.44 Apoche dalam usaha

untuk menyingkirkan segala sesuatu untuk menyingkirkan segala sesuatu untuk

mencapai penyelidikan fenomena memiliki tiga macam reduksi (penyaringan)

yaitu; reduksi fenomenologis, reduksi eiditis, dan reduksi transendental.

C. Sumber Data

1. Data primer (primary data), yaitu data empirik yang diperoleh langsung dari

objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi.45 Dalam hal ini

43
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. V;
Jakarta: UI Press, 1986), h. 5.
44
Mukhlis Latif, Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut Islam,
(Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 25.
45
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali
pers, 2010), h. 29-30.
29

informan ditentukan secara purposive sampling, artinya pemilihan sampel

atau informan gejala dengan kriteria tertentu. Informan dipilih berdasarkan

keyakinan bahwa yang dipilih mengetahui masalah yang akan diteliti dan

menjadi informan yaitu; Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Dengan

pertimbangan bahwa informasi yang disebut dapat memberikan informasi

terkait masalah yang diteliti.

2. Data sekunder (secondary data), yaitu data penelitian yang diperoleh secara

tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan dari pihak lain) atau

digunakan oleh lembaga-lembaga yang bukan merupakan pengelolanya,

tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu.46

D. Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan data dengan

pertimbangan tertentu.47 Pertimbangan tersebut didasarkan atas kriteria tertentu

yang dianggap berkaitan erat dengan tujuan penelitian. Sehingga peneliti memilih

informan yang diperkirakan mengetahui pengetahuan yang luas mengenai masalah

yang akan dikaji serta mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti

dalam memperoleh data. Dalam penentuan informan ini melibatkan, diantaranya:

1. Imam dusun atau Imam Desa, selaku sosok yang dituakan di Desa tersebut.

2. Tokoh Agama

46
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, h. 173.
47
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013), h. 218.
30

3. Tokoh Masyarakat.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti terjun langsung

kelapangan untuk mendapatkan data yang sebenarnya dari informan. Adapun

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena

yang sudah diteliti.48 Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi partisipan, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara

melibatkan peneliti secara langsung di dalam setiap kegiatan-kegiatan yang

dijadikan sebagai metode sekunder atau pelengkap saja, yaitu untuk melengkapi

sekaligus untuk memperkuat serta menguji kebenaran data yang telah diperoleh dari

hasil interview atau wawancara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan suatu

pengamatan tentang pandangan masyarakat khususnya para anak muda dan remaja

masjid terkait Isu Toleransi Beragama.

2. Wawancara

Wawancara (interview), merupakan salah satu metode pengumpulan data

melalui komunikasi, yakni proses tanya jawab antara pengumpul data

(pewawancara) dengan sumber data (narasumber).49 Dalam penelitian ini informan

di sebut dalam konteks penelitian ini, jenis interview yang penulis gunakan adalah

48
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT.Gramedia, 1990),
h. 173.
49
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Ed. I; Jakarta: Granit, 2004), h.
72.
31

snowball, dengan cara penulis menentukan sampel satu atau dua orang yaitu Imam

Dusun atau Desa, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, tetapi karena ketiga orang

ini belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain

yang dipandang lebih tahu tentang Isu Toleransi Beragama di Desa Tamanyeleng

Kabupaten Gowa, dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh tiga orang

sebelumnya. Begitu pun seterusnya, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini

semakin banyak.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel

berupa foto penelitian, catatan harian dan buku. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life historis), cerita biografi, peraturan

kebijakan. Dokumen berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan

lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan kamera, dan alat tulis untuk

membantu mengumpulkan data-data dan penulis akan mengambil gambar secara

langsung dari tempat penelitian untuk dijadikan sebagai bukti penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah penelitian menjelaskan tentang alat

pengumpulan data yang disesuaikan dengan jenis penelitian yang dilakukan dengan

merujuk pada metodologi penelitian yaitu:

a. Alat tulis menulis, buku, pulpen/pensil sebagai alat untuk mencatat informasi

yang di dapat pada saat observasi.


32

b. Alat perekam suara sebagai alat untuk merekan narasumber saat di lapangan

dan kamera sebagai alat untuk mengambil gambar di lokasi penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif

yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan mendalam. Dalam menganalisis

data yang tersedia penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi data, yaitu data yang diperoleh di tempat penelitian langsung

dirinci secara sistematis setiap selesai mengumpulkan data, lalu laporan-

laporan tersebut direduksikan dengan memilah hal-hal pokok yang sesuai

dengan fokus penelitian.

2. Penyajian data, yaitu penyajian kesimpulan informasi yang memberikan

kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari data-data yang diperoleh.


DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, Tina. Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama Di Daerah


Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi. (1), (1998).
Ali, H. M. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik. Jakarta: Bulan
Bintang, 1989.
Ali, Mohammad. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2012.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Cet; VI, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Aslati. Pemberdayaan Remaja Berbasis Masjid. Jurnal Masyarakat Madani. 3(2),
(2018).
Bukhori, Baidi. Toleransi Terhadap Umat Kristiani. Semarang: IAIN Walisongo
Semarang, 2012.
Casram. Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural. Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. 1(2), (2016).
Cholish, M. Nur. Passing Over Melintasi Batasan Agama. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001.
Dalmeri. Revitalisasi fungsi Masjid sebagai Pusat Ekonomi dan Dakwah
Multikultural. Walisongo, 22(2), (2014).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
Hurlock, B. Elizabeth. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 1978.
Kansil, C. S. T. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT. Pradya
Paramita, 1991.
Kartono, Kartini. Psikologi Anak (Psikologis Perkembangan). Bandung: Mandar
Maju, 1995.
Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Solo: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia,
1990.
Latif, Mukhlis. Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut
Islam. Cet; I, Makassar: Alauddin University Press, 2014.
Muslich & Adnan, Qohar. Nilai Universal Agama-agama di Indonesia.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013.

33
34

Nasution, Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet;


V, Jakarta: UI Press, 1986.
Nur, H. Muhammad. Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama. Kediri: Nasyrul’ilmi,
2014.
Nurcholish, Ahmad. Celoteh Gus Mus. Jakarta: PT Gramedia, 2018.
Pamungkas, Cahyo. Toleransi Beragama dalam Praktik Sosial: Studi Kasus
Hubungan Mayoritas dan Minoritas Agama di Kabupaten Buleleng.
Episteme. 9(2), (2014).
Partanto, A. Pius, & Dahlan, M. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka, 1994.
Putra, D. Haidar. Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah. Cet; I, Jakarta:
Kencana, 2013.
Rianto Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Ed. I; Jakarta: Granit, 2004.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi. Jakarta:
Rajawali pers, 2010.
Sabila Zahra, N. & Ramdan Al Qadri, A. Konsep Toleransi Beragama pada Remaja
Suku Bugis Makassar. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya. 5 (1), (2022).
Setiyawan, Agung. Pendidikan Toleransi dalam Hadits Nabi SAW. Jurnal
Pendidikan Agama Islam. 12(2), (2015).
Siregar R., Wardani E., Fadilla N., & Septiani A. Toleransi Antar Umat Beragama
dalam Pandangan Generasi Millenial. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan
dan Kemasyarakatan. 16 (4), (2022).
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013.
Suwardiyamsyah. Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang toleransi beragama.
Jurnal Al-Irsyad. 8(1), (2017).
Wahdah. Problematika Toleransi Umat Beragama di Indonesia di Era Modern:
Solusi Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Aqlam. 2(1), (2020).
Yusuf Syamsul, L.N. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2013.
-------- . Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Zahro, Fatimatuz. Membangun Toleransi antar Umat Beragama (Studi
Fenomenologi Komunitas Gusdurian Banyumas). Skripsi. Purwokerto:
IAIN Purwokerto, 2021.
35

Zulkifli L. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1986.

Anda mungkin juga menyukai