Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

“TOLERANSI UMAT BERAGAMA, STUDI POSISI UMAT ISLAM DI KERAJAAN


MAJAPAHIT’’

Dosen Pengampu : Ismail Angkat M. IP

Disusun Oleh :

Kelompok 9 (Sembilan)

Dedek Muliyadi BRT

Armayanti

Riky Rohandi

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH HAMZAH

FANSURI KOTA SUBULUSSALAM

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt, yang melimpahkan rahmat -Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sangat lancar, dalam penulisan makalah ini kami tidak
terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami
ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pebimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan
Islam.

Kami sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu
kami selaku penulis makalah ini mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat
banyak kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para
pembaca yang budiman.

Subulussalam, 2 Januari 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Toleransi beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang


menunjukkan siswa saling menghargai, menghormati, tolong menolong, mengasihi, dan lain-
lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang
dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran agama orang
lain; tidak mengucilkan teman yang berbeda agama; serta memberi kesempatan kepada pemeluk
agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka sikap toleransi beragama akan mampu
melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun
dalam interaksi sosial siswa.

Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan
dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya
dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan
hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara
manusia satu dengan manusia yang lain. Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat
menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya.

Majapahit adalah sebuah daerah yang terletak di lembah Sungai Brantas di sebelah tenggara
Kota Mojokerto, di daerah Tarik, kota ini berada di persimpangan Kali Mas dan Kali Porong.
Pada akhir tahun 1292, tempat tersebut merupakan hutan belantara, penuh dengan pohon maja
seperti kebanyakan tempat lainnya di lembah Sungai Brantas. Berkat kedatangan orang-orang
Madura yang sengaja dikirim oleh adipati Wiraja dari Sumenep, hutan itu berhasil ditebangi dan
kemudian dijadikan ladang yang selanjutnya dihuni oleh orang-orang Madura dan dinamakan
Majapahit.1 Namun, dewasa ini keberadaan orang-orang Madura yang dahulu membuka lahan
untuk kerajaan Majapahit, tidak ditemukan lagi keberadaannya di sekitar Trowulan. Wilayah
yang diduga kuat sebagai pusat kerajaan Majapahit.

B. Rumusan Masalah

1
Slamet Muljana, Tafsir Sejarah Nagarakretagama (Yogyakarta : LkiS Yogyakarta, 2011), 155.
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian Agama

2. Apa yang dimaksud dengan toleransi Agama

3. Bagaimana toleransi Agama pada masa kerajaan majapahit

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian Agama


2. Mengetahui toleransi Agama
3. Mengetahui toleransi Agama pada masa kerajaan majapahit
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan


(atau sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan dengan adat istiadat, dan pandangan
dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan, pelaksanaan agama bisa
dipengaruhi oleh adat istiadat daerah setempat.

Adanya agama bertujuan untuk menjadikan tatanan kehidupan (aturan) berasal


dari Tuhan, di mana hal tersebut mampu membimbing manusia menjadi seseorang yang
berakal dan berusaha mencari kebahagiaan, baik di dunia ataupun di akhirat.

Agama adalah suatu sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan pada
Tuhan Yang Maha Esa. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama juga
mengatur peribadatan serta hubungan antar manusia. Dalam keseharian, manusia akrab
dengan sebutan agama samawi dan agama ardhi.

Agama mempunyai peranan penting dalam mengatur/mengorganisasikan dan


mengarahkan kehidupan sosial. Agama juga menolong menjaga norma-norma sosial dan
kontrol sosial. Ia mensosialisasikan individu dan melakukan kontrol baik terhadap
individu maupun kelompok dengan berbagai cara.2

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah ajaran atau sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
yang disertai dengan tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan
manusia lainnya atau pun dengan lingkungannya.

2
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 (Yogyakarta : Kanisius, 2010), 71.
Sedangkan menurut etimologi, istilah agama merujuk dari bahasa Sanskerta, yaitu
"a" yang artinya tidak, dan "gama" yang berarti kacau. Maka agama memiliki arti tidak
kacau, atau teratur. Maka dari itu, agama dapat diartikan sebagai sebuah kumpulan aturan
yang mengarahkan manusia pada arah dan tujuan yang baik dan benar.

Adanya agama bertujuan untuk menjadikan tatanan kehidupan (aturan) berasal


dari Tuhan, di mana hal tersebut mampu membimbing manusia menjadi seseorang yang
berakal dan berusaha mencari kebahagiaan, baik di dunia ataupun di akhirat.

Selain itu, agama juga bertujuan untuk memberikan pengajaran pada penganutnya
agar dapat mengatur hidupnya sedemikian rupa guna memperoleh kebahagiaan untuk
dirinya sendiri ataupun untuk orang lain di sekitarnya.

Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan


manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia
dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara
khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-
tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi
dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan
suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi
dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di
dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-
sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi
pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut
untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.3

3
Abu Salamah (ed), Islam Jalan Lurus (Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1980), 423.
B. Pengertian Toleransi Beragama

Toleransi adalah keimanan yang paling utama. Toleransi adalah amalan yang
paling ringan dan paling utama. Islam diturunkan melalui perantara Nabi Muhammad
yang diutus untuk seluruh umat, bukan hanya kepada umatnya saja, seperti agama-agama
sebelumnya. Itulah misi dan tujuan Islam diturunkan, karena itu Islam tidak diturunkan
untuk memelihara permusuhan, cukup menjalin hubungan baik selama itu tidak mengusik
agama. Maka dari itu Islam sangat menghargai adanya toleransi antar umat beragama.
Jadi toleransi beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu
dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganutpenganut agama
lain.

Tafsiran Hamka dalam Tafsir al-Azhar mengenai ayat-ayat tolelansi berpedoman


pada dimensi kemanusiaan. Hamka menunjukkan bahwa toleransi beragama bukan
berada pada esensi dari agama, melainkan terdapat pada ranah sosial, seperti tolong-
menolong, kerjasama, bertetangga, bergaul, dan sebagainya. Dimana batasan ini dapat
diterima kebaikan dan keburukannya masing-masing.4

Sayyid Quthb memiliki pandangan tersendiri mengenai toleransi yang jarang


digali. Meskipun dalam hal pluralisme, Sayyid Quthb tidak seperti yang banyak
ditudingkan orang bahwa ia fundamentalis. Namun di dalam tafsir fi Zhilalil Qur’an
setuju dengan toleransi agama atas dasar prinsip bahwa batasan toleransi antar umat
beragama adalah masalah akidah tidak bisa dipaksakan dengan kekuasaan, namun setiap
individu harus memiliki prinsip dan pendirian yang tegas.

Agama, etnik dan kelompok sosial lainnya sebagai instrumen dari kemajemukan
masyarakat Indonesia bisa menjadi persoalan krusial bagi proses integrasi sosial. Dalam
konteks inilah, pemahaman keagamaan masyarakat sangat memengaruhi terwujudnya

4
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), 62-63.
sikap toleransi antar umat beragama, agama yang mendorong terciptanya masyarakat
yang damai. Sebab, agama memiliki dua sisi yang bertentangan sekaligus. Di satu sisi
agama mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam menyatukan manusia dari berbagai
latar belakang etnik budaya, tapi di sisi lain agama juga menjadi potensi pemicu konflik
yang sangat efektif. Di sinilah terlihat betapa pemahaman agama bisa mendorong konflik
yang pada gilirannya akan merusak harmoni sosial.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsep toleransi beragama yang
ditawarkan yaitu prinsip kebebasan beragama, penghormatan kepada agama lain dan
prinsip persaudaraan. Hal inisesuai dengan semboyan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yakni yaitu Bhenika Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu jua. Makna dari semboyan tersebut adalah meskipun Indonesia dihadapkan
dengan berbagai perbedaan dalam berbagai hal, salah satunya yaitu agama, tetapi tetap
bersatu padu adalah tujuan utama toleransi bangsa Indonesia.

Relevansi penafsiran Hamka dan Sayyid Quthb tentang keberagaman di Indonesia


bahwa toleransi umat beragama di Indonesia merupakan toleransi yang hanya berlaku
dalam persoalan sosiologis dan bukan teologis. Oleh karena itu, dimungkinkan bagi umat
Islam untuk bekerjasama dengan pengikut agama lain dalam urusan-urusan keduniaan,
tetapi hal ini dilarang jika berkaitan dengan agama.5

C. Umat Islam Pada Masa Majapahit

Agama Islam ditengarai sudah mulai berkembang pada masa Kerajaan Majapahit.
Kompleks makam Tralaya di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto merupakan bukti nyata danya komunitas muslim di Majapahit. Sebuah nisan
dari makam Tralaya yang berangka tahun 1298 Saka (1376 M) merupakan salah satu
bukti bahwa agama Islam telah berkembang di ibukota Majapahit (Damai, 1995: 275).
Kecuali itu, keberadaan makam Putri Cempa di Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan,

5
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 (Yogyakarta : Kanisius, 2006), 44-45.
Kabupaten Mojokerto juga menjadi bukti tentang keberadaan Islam pada masa
Majapahit.

Eksistensi Islam di Majapahit juga diberitakan dalam sejarah Melayu (The Malay
Annals of Semarang and Cirebon). Salah satu bagian dalam catatan itu dinyatakan bahwa
utusan-utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad XV yang berada di Majapahit
kebanyakan adalah orang-orang yang beragama Islam. Para utusan (para kaum muslim
Cina yang bermazhab Hanafi) itu sebelum ke Majapahit, telah membentuk masyarakat
Cina Muslim di Ku-kang (Palembang). Mereka juga bermukim di tempat lain dengan
disertai pendirian bangunan Masjid. Beberapa Masjid telah didirikan di daerah kekuasaan
Majapahit seperti di daerah Cangki (Mojokerto), Lasem, Tuban, T’e-Tsun (Gresik) dan
Jiaotung (Jaratan). Pada masa itu, masyarakat muslim Hanafi berkembang pesat di Jawa,
sehingga Konsul Jenderal masyarakat Cina Muslim Hanafi di Asia Tenggara bagian
selatan ditempatkan di Tuban. Pda masa pemerintahan Suhita (1429-1447 M), Konsul
Jenderal yang bernama Haji Gang Eng Cu diberi gelar A-lu-ya (Arya) dan seorang Duta
Besar Tiongkok bernama Haji Ma Hong Fu bertempat tinggal di lingkungan keraton
Majapahit. Ma Hong Fu akhirnya kembali ke Cina ketika pemerintahan Ratu Suhita
berakhir, Sedangkan istrinya, seorang Putri Cempa telah meninggal dunia dan dikuburkan
di Majapahit (de Graaf dan Pigeaud, 1984: 13-14).

Bukti lain tentang keberadaan orang Islam di masa Majapahit dapat ditelusuri dari
berita Cina. Berdasarkan Ying-yai-Sheng-lan (1416 M) dinyatakan bahwa Jawa
mempunyai empat kota semuanya tanpa tembok keliling. Kapal-kapal datang dan pergi
ke kota-kota itu, yaitu Tuban, Ts’e Tsun (Gresik), Surabaya dan Majapahit sebagai
tempat tinggal raja. Lokasi tempat tinggal raja dikelilingi oleh tembok bata dengan tinggi
lebih dari 30 kaki, dan Panjang tembok lebih dari 100 kaki serta mempunyai dua buah
pintu gerbang. Di Negeri ini ada tiga macam penduduk (Groeneveldt, 1960:49) yaitu;
1. Para pengikut Nabi Muhammad SAW yaitu orang-orang Islam yang datang dari barat.
Mereka menetap di sini, berpakaian bersih dan layak, begitu pula dengan makanannya.
2. Orang-orang Cina yang beraal dari Kanton, Chang-Chou, dan Ch’uan-Chou. Mereka
adalah elarian dan menetap di sini. Sebagian besar orang-orng Cina tersebut beragama
Islam yang sangat memperhatikan ajaran-ajarannya.
3. Penduduk asli masih sangat sederhana. Mereka belum memperhatikan kesehatan dan
kebersihan dalam hal penampilan dan makanan. Mereka memelihara anjing yang tinggal
dan makan dalam satu rumah.6

Penduduk asli memang digambarkan masih sederhana dalam hal makan dan
pakaian tetapi mereka memiliki kebudayaan yang tinggi. Berita Cina tersebut diantaranya
menyatakan bahwa bahasa di negeri itu sangat halus serta mempunyai tata bahasa yang
teratur. Mereka mempunyai huruf dan menuliskannya dalam daun kajang. Ukuran nilai
dan ukuran isi disesuaikan dengan ukuran nili dan isi dari Cina yang resmi. Di antara
penduduk Majapahit banyak yang kaya. Mereka mempunyai banyak porselen Cina yang
berbunga hijau, kesturi, kain linen bermotif bunga atau tanpa motif, kain sutera, manik-
manik kaca dan sebagainya (Groeneveldt, 1960 : 52-53).7

6
Ibid., 45-46.
7
Hasan Muarif Ambari, Al-Turas (Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama), (Jakarta : IAIN Syarif Hidayatullah,
1998), 17.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Majapahit adalah sebuah kerajaan yang terletak di lembah Sungai Brantas di sebelah
tenggara Kota Mojokerto berdiri pada tahun 1292 hanya sebuah desa, tahun 1293
daerah tersebut ditingkatkan menjadi pusat kerajaan baru. Nama Majapahit diambil
dari banyaknya buah Maja disana dan rasanya pahit. Pada awal pemerintahan
wilayahnya hanya terbatas di Jawa Timur dan Madura setelah Gajah Mada menjadi
patih tahun 1334, Ia berhasil menaklukan beberapa daerah luar pulau Jawa Timur dan
Madura yang kemudian disebut dengan Nusantara. Kerajaan ini mengalami puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, sekitar tahun 1350.
Kekuatan ekonomi Majapahit ditopang oleh dua faktor. Pertama adalah pertanian
karena letaknya dekat dengan lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo.Kedua
adalah perdagangan melalui jalur pelayaran. Oleh karena itu, kerajaan Majapahit
dikenal sebagai kerajaan agraris juga maritim.
2. Islam mudah masuk dan berkembang di Nusantara karena sikapnya yang toleran,
tanpa memandang lapisan masyarakat. Islam dapat berkembang pesat di tanah Jawa
dikarenakan memiliki hubungan dialogis kultural dengan digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 73 warisan dari Hindu-Buddha. Islam mampu
membaur dengan tradisi yang sudah ada tanpa menghilangkan unsur-unsur
kebudayaan sebelumnya. Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, khususnya
di Jawa tidak terlepas dari peran Wali Songo. Dakwah Wali Songo menjadi salah satu
sarana islamisasi di pulau Jawa khususnya Majapahit. Dipelopori oleh Sunan Ampel,
Islam dapat masuk dan diterima ke kalangan elit Majapahit. Selain itu, penyebaran
Islam juga dilakukan dengan cara perkawinan, perdagangan melalui jalur pelayaran.
Bukti peninggalan Islam pernah berkembang di kerajaan Majapahit adalah
ditemukannya artefak-artefak yang bernafaskan di dekat pusat kerajaan Majapahit,
yaitu Troloyo.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman,Dudung. Metode Penulisan Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Abimanyu, Soedjipto. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Laksana, 2017.

Buhanudin, Jajat. Islam dalam Arus Sejarah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2017.

Irawan, Yudhi. Babad Majapahit Jilid 1: Kencanawungu Naik Tahta. Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, 2013.

Iqbal Birsyada, Muhammad. Islamisasi di Jawa; Konflik Kekuasaan di Demak. Yogyakarta:


Calpulis, 2016.

Kartodirjo, Sartono. 700 Tahun Majapahit (1293-1993) Suatu Bunga Rampai. Surabaya: Dinas
Pariwisata Daerah Jawa Timur, 1993.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 2011.

Muarif Ambari, Hasan. Al-Turas (Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama). Jakarta : IAIN
Syarif Hidayatullah, 1998.

Muljana, Slamet. Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Yogyakarta : LkiS Yogyakarta, 2011.

Muljana, Slamet. Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta:LkiS,


2012.

Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara –negara Islam di
Nusantara. Yogyakarta: LkiS, 2009.

Anda mungkin juga menyukai