Anda di halaman 1dari 38

Pola Keberagamaan Anggota Jama’ah Tabligh di Kecamatan

Lambu Kabupaten Bima

Proposal Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Agama pada Prodi Studi Agama-Agama
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
WAHIDIN
NIM: 30500118009

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Assalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah yang Maha Bijaksana yang memberikan hikmah

kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada kata yang patut peneliti ucapkan selain

puji syukur Ke hadirat Allah swt. karena atas berkat rahmat-Nya sehingga peneliti

mampu merampungkan proposal skripsi ini, walaupun dalam penyusunan

proposal skripsi ini peneliti menemukan beberapa hambatan-hambatan.

Akhirnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dari awal

hingga akhir terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga proposal ini dapat

bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Gowa-Samata,2022
Penyusun

Wahidin
NIM: 30500118009

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada

jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta. Dalam pandangan

fungsionalisme, agama (religion atau religi) adalah suatu sistem yang kompleks

yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan, sikap-sikap dan upacara-upacara yang

menghubungkan individu dengan satu keberadaan wujud yang bersifat

ketuhanan.1 Durkheim memandang agama sebagai suatu kompleks tentang sistem

simbol yang memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dengan cara

mengekspresikan dan memelihara sentimen-sentimen atau nilai-nilai dari

masyarakat.2 Menurut Durkheim agama harus mempunyai fungsi, karena agama

bukan ilusi tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan

mempunyai kepentingan sosial.3

Berbicara tentang keberagamaan, berdasarkan perspektifnya Islam

menyuruh umatnya untuk beragama (atau berislam) secara menyeluruh (QS. Al-

Baqarah/2:208),

ٌ ُ َ ُ َ ٗ َّ ٰ َّ ُ ُ ُ ََّ َ َّ ً َّۤ َ ْ
َّ
ْ ‫يٰٓ َايُّ َها الذيْ َن ٰا َم ُنوا ْاد ُخ ُل‬
٢٠٨ ‫ۖولا تت ِبع ْوا خط ٰو ِت الش ْيط ِنِۗ ِانه لك ْم عد ٌّو ُّم ِب ْين‬
‫السل ِم كافة‬ ‫ى‬
ِ ِ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫و‬ ِ

1
JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi: terj. Kartini Kartono (Jakarta: Raja Grafindo
Prasada, 2004), h.428.
2
Achmad Fedyani Saifudi, Antropologi Kontemporer ; Suatu Pengantar Kritis Mengenai
Paradigma, ed. Pertama (Jakarta: Kencana, 2006), h. 15.
3
Abdullah Syamsuddin, Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama (Ciputat:
Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 31.

1
2

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian)


secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan!
Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu4
Setiap muslim baik dalam berpikir, bersikap maupun bertindak,

diperintahkan untuk berislam. Searah dengan pandangan itu, Glock dan Stark

menilai bahwa kepercayaan keagamaan adalah jantungnya dimensi keyakinan.

Keagamaan terdapat dalam seperangkat kepercayaan mengenai kenyataan

terakhir, mengenai alam dan kehendak-kehendak supranatural, sehingga aspek-

aspek lain dalam agama menjadi koheren. Konsepnya tersebut mencoba melihat

keberagamaan seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tetapi mencoba

memperhatikan segala dimensi. Dengan begitu aktivitas beragama tidak hanya

terjadi ketika seseorang melakukan kegiatan ritual (beribadah), tetapi juga ketika

melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya

yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat dengan mata, tapi

juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang, karena itu

keberagamaan seseorang meliputi dari berbagai macam sisi atau dimensi.5

Seperti halnya pemahaman seorang muslim, keberagamaan dapat dilihat

dari seberapa dalam keyakinannya, seberapa jauh pengetahuannya, seberapa

konsisten pelaksanaan ibadah ritual keagamaannya, seberapa dalam

4
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 32.
5
Djamaluddin Ancok dan Fuad Nasroni Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam atas
Problem-Problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 76.
3

penghayatannya atas agama Islam serta seberapa jauh implikasi agama tercermin

dalam perilakunya.6

Di antara kelompok keagamaan yang banyak diminati dan menarik

perhatian semua kalangan khususnya umat muslim sekarang ini adalah kelompok

Jama’ah Tabligh. Hal ini dikarenakan kelompok ini memiliki keunikan tersendiri

dalam mensosialisasikan pemahamannya yang tidak sama dengan kelompok

keagamaan yang umum. Dalam mensosialisasikan ajaran Islam sebai misinya,

Jama’ah Tabligh berupaya menampilkan prilaku dan menggunakan metode yang

dipakai oleh Nabi Muhammad SAW. dan sahabatnya.

Di antara perilaku yang dimaksud ialah mengenakan jubah dan sorban,

memanjangkan jenggot, menggunakan siwak sebagai pengganti sikat gigi dan

pasta, sedangkan metode yang dimaksud ialah menyampaikan pemahaman

agamanya secara langsung kepada individu yang ditemui. Mereka tidak

menggunakan media massa baik televisi maupun radio dalam berdakwah

sebagaimana para penceramah yang lain dalam dakwahnya menggunakan media

modern.7

Munculnya prasangka sosial terhadap Jama’ah Tabligh tersebut terjadi

karena terdapat berbagai perbedaan persepsi, interpretasi, ataupun ekspresi

keagamaan yang ada di masyarakat, terlebih di kalangan penganut agama yang

sama, seperti yang terjadi dalam agama Islam. Perbedaan itu muncul ketika

6
Umar Abdul Aziz, Pola Keberagamaan Remaja Tangerang (Studi Kasus Remaja di
Kelurahan Buaran Indah), Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019), h. 13.
7
Syamsu A. Kamaruddin, Jama’ah Tabligh sejarah, karakteristik, dan Pola Perilaku
Dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010) h. 8
4

identitas sebagai simbol, ideologi yang menjadi seperangkat keyakinan ,dan ritual

sebagai aktivitas pelaksanaan ajaran yang diyakini Jama’ah Tabligh dianggap

penting bagi pengikutnya namun dianggap biasa saja, unik bahkan dianggap

sebagai bentuk kesesatan atau kemungkaran bagi kelompok masyarakat lainnya.

Aktivitas keagamaan yang dilakukan Jama’ah Tabligh tampak sebagai

suatu perilaku atau kebiasaan yang aneh. Aktivitas yang mereka lakukan itu tidak

sesuai dengan kebiasaan umum masyarakat. Bahkan membuat kelompok

keagamaan ini tampak semakin aneh ketika masyarakat melihat Jama’ah Tabligh

memakai atribut dan alat-alat yang biasa mereka gunakan dalam melakukan

khuruj fi sabilillah dengan berjalan kaki secara bergerombol sambil membawa

perbekalan dan sebagian besar di antara mereka adalah kelompok yang

beranggotakan laki-laki dengan identitas yang mudah dikenali seperti berjanggut

tebal dan panjang, sering ber-toh hitam di dahi dan biasanya mengenakan celana

“cingkrang” atau “sontog” lengkap dengan gamis yang panjangnya sampai lutut

meskipun di antara mereka ada yang mengenakan baju koko sebagaimana

masyarakat yang lain juga mengenakannya.8

Hal ini menunjukkan ketidaklaziman identitas, perilaku, kebiasaan dan

ajaran Jama’ah Tabligh dimasyarakat, terlebih secara khusus bagi masyarakat di

Kecamatan Lambu Kabupaten Bima yang menerima kehadiran mereka tetapi

tidak mengikuti segala aktivitas yang dilakukannya, dan tidak menutup

kemungkinan hipotesa prasangka sosial semacam ini terjadi pula di berbagai

8
Muhamad Ridwan Effendi, dkk, Relasi Agama dan Masyarakat: Studi Tentang Interaksi
Masyarakat Bandung Barat dan Jamaah Tabligh, Hayula: Indonesian Journal of
Multidisciplinary Islamic Studies, 5(1), (2021), h. 2-3.
5

daerah di Indonesia. Salah satu contoh ketidaklaziman perilaku dan kebiasaan

anggota Jama’ah Tabligh biasanya terlihat ketika mereka melakukan Khuruj, yaitu

metode dakwah keluar daerah dengan cara mendatangi satu persatu rumah umat

Muslim di tempat lain. Sebelum keluar biasanya mereka menentukan dulu berapa

lama waktu untuk berdakwah. Ada yang tiga kali dalam sebulan, empat puluh hari

dalam setahun, atau empat bulan sekali dalam seumur hidup.

Di Kecamatan Lambu, Metode dakwah dari rumah ke rumah kadang juga

menimbulkan keresahan bagi sebagian masyarakat yang pernah di datangi. Sebab

sebagian dari mereka merasa tersinggung karena terus menerus didatangi oleh

anggota Jama’ah Tabligh. Bahkan kadang-kadang sebagian dari masyarakat

berbohong dengan alasan tidak ada di rumah ketika di datangi oleh anggota

Jama’ah Tabligh yang ingin berdakwah ke rumah mereka.

Dalam beberapa kasus tersebut, menimbulkan dampak munculnya

prasangka sosial yang beragam dari masyarakat. Selain adanya beragam bentuk

penolakan yang terjadi terhadap Jama’ah Tabligh, tidak sedikit di antaranya

seperti kasus di atas yang telah menimbulkan masalah baru dan mengakibatkan

terjadinya benturan antar kepentingan, dan perebutan pengaruh, atau bahkan

anggapan penyimpangan dari ajaran pokok agama Islam oleh kelompok

keagamaan lain atau masyarakat Islam pada umumnya.

Melihat keberagamaan dari faktor-faktor yang membentuk

keberagamaannya. Dengan gambaran perkembangan dan pengaruhnya yang

membuat bentuk-bentuk baru bagi masyarakat dan terakses dalam segala bidang
6

kehidupan masyarakat. Berdasarkan kenyataan di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pola Keberagamaan Anggota Jama’ah

Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima”.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Sebagaimana latar belakang masalah sebelumnya, maka fokus penelitian

ini bertumpu pada pandangan masyarakat terhadap pola keberagamaan anggota

Jama'ah Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima. Ada beberapa hal yang

menjadi perhatian khusus terhadap penelitian ini, yaitu pola keberagamaan

anggota Jama'ah Tabligh, pola interaksi keberagamaan anggota Jama'ah Tabligh

dengan masyarakat, dan pandangan masyarakat terhadap pola keberagamaan

anggota Jama'ah Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

2. Deskripsi Fokus

Adapun deskripsi fokus pada penelitian ini, antara lain:

a. “Pola Keberagamaan”, Pola ialah model yang digunakan sebagai acuan dalam

membentuk suatu sikap hingga dapat menghasilkan sebagaimana yang

diharapkan. Kamus besar bahasa Indonesia pola adalah bentuk (struktur) yang

tetap. Pola tersebut digunakan agar sesuatu yang telah digambarkan sesuatu

yang digambarkan tidak melenceng ke arah yang tidak seharusnya.9 Secara

bahasa kata keberagamaan berasal dari kata “beragama” yang mendapat

9
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 692.
7

awalan “ke” dan akhiran “an”, awalan “ke” yang berarti di sini lebih bermakna

“perbuatan sedangkan akhiran kata “an” berarti “keadaan” atau “ kondisi”

yang mengandung makna sebagai sifat atau keadaan seperti kebekuan

(keadaan membeku), kebesaran (keadaan membesar), kerajinan dan kepekaan

dan lain-lain.10

b. “Anggota”, anggota merupakan orang yang menjadi bagian atau yang masuk

dalam suatu golongan.11 Yang dimaksud dengan anggota di sini ialah orang-

orang yang menggabungkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan

oleh Jama’ah Tabligh, yang ditandai dengan bentuk keberagamaan yang sama

pula dengan Jama’ah Tabligh.

c. “Jama’ah Tabligh”, Kata Jama’ah Tabligh berasal dari bahasa Arab yang

memiliki arti kelompok penyampai. Merupakan gerakan dakwah yang

bertujuan kembali ke ajaran Islam yang murni. Aktivitas Jama’ah ini tidak

hanya terbatas pada kelompok mereka saja. Tujuan utama gerakannya ialah

membangkitkan jiwa spiritual dalam diri tiap-tiap pribadi muslim baik secara

individu maupun dalam kehidupan bersosial.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal keberadaan anggota Jama'ah Tabligh di Kecamatan

Lambu Kabupaten Bima?

2. Bagaimana Bentuk interaksi keberagamaan anggota Jama'ah Tabligh

dengan masyarakat di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima?

10
J.S.BaduduSota Mohamad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan,1994), h.11.
11
https://www.google.com/amp/skbbi.web.id/anggota.httml di aksses pada tanggal 31
oktober 2022
8

3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap pola keberagamaan anggota

Jama'ah Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima?

D. Kajian Pustaka

Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat banyak penelitian terdahulu

yang membahas tentang Jama’ah Tabligh. Beberapa penelitian terdahulu

membahas tentang pola pendidikan dilingkungan keluarga Jama’ah Tabligh, pola

komunikasi interpersonal Jama’ah Tabligh. Namun, belum ada yang membahas

secara spesifik terkait dengan pola keberagamaan Jama’ah tabligh. Selain itu,

tempat yang akan diteliti oleh peneliti yakni di kecamatan Lambu, Kabupaten

Bima sehingga menjadikan penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Dengan demikian, dalam mendukung penelitian ini, peneliti mengambil beberapa

karya tulis peneliti terdahulu baik dalam bentuk skripsi, jurnal, buku maupun

karya tulis ilmiah lainya yang di anggap memiliki relevansi dengan apa yang akan

di teliti dan karya tulis tersebut dapat digunakan sebagai referensi atau rujukan

serta penguatan dalam penelitian ini.

1. Skripsi yang ditulis oleh Rizza Maulana Bahrun tentang “Pola Komunikasi

Interpersonal Dalam Jama’ah Tabligh (Studi Kasus Jama’ah Tabligh

Kebon Jeruk).” Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama,

Jama’ah Tabligh kebon jeruk lebih suka menemukan hal yang baru dalam

dirinya sendiri supaya bisa mengembangkan diri di dalam masyarakat luas.

Kedua, Jama’ah Tabligh kebun jeruk kurang menyenangi adanya


9

lingkungan luar di dalam meletakkan kegiatan. Ketiga, di dalam

membentuk dan menjaga hubungan sesama Jama’ah Tabligh maupun

dengan masyarakat cukup baik. Keempat, dalam konteks merubah sikap

dan tingkah laku cenderung bagus karena di dalam berdakwah bisa

menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.12

Adapun perbedaan skripsi di atas dengan penelitian yang akan peneliti

teliti ialah skripsi tersebut membahas tentang pola komunikasi atau dialog

antar Jama’ah atau mubalig agar lebih saling mengenal antar satu dengan

yang lainnya. Sedangkan penelitian yang akan peneliti teliti ialah terkait

bentuk keberagamaan anggota Jama’ah Tabligh dan bentuk interaksi

antara Jama’ah Tabligh dengan masyarakat.

2. Skripsi yang ditulis oleh Hasbiah Jamaludin dengan judul “Disparitas

Sosio-Religius komunitas Jama’ah Tabligh (Studi Kasus Komunitas

Jama’ah Tabligh Dengan Warga di Kelurahan Bontolebang Kecamatan

Mamajang Kota Makassar).” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

masyarakat kelurahan Bontolebang mengatakan dengan adanya komunitas

Jamaa’ah Tabligh ini membuat mereka merasa tidak nyaman dan mereka

merasa ketakutan karena mereka menilai komunitas anggota Jama’ah

Tabligh ini penampilannya mirip dengan teroris pada umumnya. Namun di

sisi lain sebagian masyarakat menerima adanya komunitas Jama’ah

Tabligh karena mereka menilai bahwa kehadiran komunitas Jama’ah

Tabligh ini memiliki tujuan yang baik. Sehingga bentuk disparitas Sosio-

12
Rizza Maulana Bahrun, Pola Komunikasi Interpersonal Dalam Jama’ah Tabligh (Studi
Kasus Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk) (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017)
10

Religius komunitas Jama’ah Tabligh dengan warga di Kelurahan

Bontolebang adalah mereka memiliki beragam pandangan, ada yang

menolak dan ada yang menerima komunitas Jama’ah Tabligh.13

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti teliti

ialah penelitian skripsi di atas berfokus membahas Disparitas Sosio-

Religius komunitas Jama’ah Tabligh sedangkan penelitian yang akan

peneliti teliti ialah bentuk keberagamaan anggota Jamaa’ah Tabligh.

3. Jurnal yang ditulis oleh Ahmad Dzaky yang berjudul “Pola Pendidikan

Pada Keluarga Jama’ah Tabligh Di Kalimantan Selatan.” Berdasarkan

hasil penelitian ditemukan pola pendidikan pada keluarga Jama’ah Tabligh

adalah otoriter dan demokratis. Otoriter bermakna anggota Jama’ah

Tabligh mengarahkan anak-anak mereka untuk mengikuti jejak dakwah

yang mereka jalani dengan tujuan untuk mengenalkan dan menanamkan

semangat dakwa hdalam diri anak-anak. Setelah beranjak dewasa

terjadilah pola demokratis tentang lembaga pendidikan yang akan

dipilihnya. Dalam hal ini, orang tua memberikan peluang kepada mereka,

namun nilai-nilai dan semangat dakwah tetap dipertahankan dengan cara

menyediakan waktu untuk aktif dalam kegiatan dakwah Jamaah Tabligh.

Kedua hal ini identik dengan pola transmisi dan transaksi.14

13
Hasbiah Jamaludin, Disparitas Sosio-Religius Komunitas Jama’ah Tabligh (Studi
Kasus Komunitas Jama’ah Tabligh Dengan Warga Di Kelurahan Bontolebang Kecamatan
Mamajang Kota Makassar), Skripsi (Makassar: Unismuh, 2021).
14
StaiRas yidiyah, Khalidiyah Rakha, dan Amuntai Kalimantan, Education Patterns In
The Tablighi Jamaat Familiy In South Kalimantan, Jurnal Studi Islam Lintas Negara, 2 (2),
(2020).
11

Adapun yang membedakan penelitian dalam jurnal di atas dengan yang

akan peneliti teliti yaitu terletak pada fokusnya. Penelitian pada jurnal

tersebut berfokus pada pendidikan pada keluarga Jama’ah Tabligh,

sedangkan yang akan peneliti teliti yaitu berfokus pada bentuk atau pola

keberagamaan pada anggota Jama’ah Tabligh dan juga berfokus pada

bentuk interaksi anggota Jama’ah Tabligh dengan masyarakat.

4. Jurnal yang ditulis oleh Irpan, Uswatun dan Novianti tentang Karakter

Religius-Toleran Jamaah Tabligh. hasil penelitian menunjukkan bahwa

Jama’ah tabligh merupakan gerakan dakwah transnasional. Jama’ah

tabligh tidak hanya fokus pada hubungan antara manusia dengan sang

pencipta melainkan juga menanamkan karakter toleran terhadap agama

lain. Sikap toleran yang ditanamkan oleh Jama’ah Tabligh menjadi sebuah

karakter yang melekat pada setiap tindakan sehingga membuatnya menjadi

sangat terbuka kepada siapa pun. Penyampaian pesan dakwah menurut

Jama’ah Tabligh, dapat disampaikan kepada siapa pun tanpa membeda-

bedakan status sosial maupun profesi, karena prinsip Jama’ah Tabligh

dalam dakwahnya adalah, mengajak manusia Kembali ke jalan Allah.

Karakter Religius-Toleran Jama’ah Tabligh merupakan bagian dari

strategi dakwah yang pernah dipraktikkan oleh Rasulullah, dengan tidak

memvonis orang lain dalam aktivitas dakwahnya.15

Perbedaan penelitian dalam jurnal di atas dengan penelitian yang akan

peneliti teliti yaitu terletak pada titik fokus. Penelitian dalam jurnal di atas

15
Irpan, Uswatun, dan Novianti, Karakter Religius-Toleran Jamaah Tabligh, Mudabbir, 1
(2), (2020), h. 99-108.
12

memfokuskan penelitiannya pada karakter religius-toleran pada Jama’ah

Tabligh. Sedangkan fokus penelitian yang akan diteliti oleh peneliti yaitu

berfokus pada bentuk keberagamaan dari anggota Jama’ah Tabligh.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini ialah:

a. Untuk mengetahui asal keberadaan anggota Jama'ah Tabligh di Kecamatan

Lambu Kabupaten Bima.

b. Untuk mengetahui bentuk interaksi keberagamaan anggota Jama'ah Tabligh

dengan masyarakat di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

c. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pola keberagamaan

anggota Jama'ah Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

2. Manfaat Penelitian

Peneliti membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua aspek manfaat,

yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan memberikan pemahaman tentang pandangan masyarakat terkait

dengan pola keberagamaan anggota Jama'ah Tabligh di Kecamatan Lambu


13

Kabupaten Bima. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pengembangan ilmu

pengetahuan terkait disiplin ilmu di prodi Studi Agama Agama.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

masyarakat umum tentang pandangan masyarakat terkait dengan pola

keberagamaan anggota Jama'ah Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

Hal tersebut dilakukan agar dapat memberikan pemahaman terkait dengan cara

kita menghargai suatu kepercayaan ataupun keyakinan dan perspektif dalam suatu

hal serta memberikan pelajaran yang berharga bahwa perbedaan dalam suatu

kebudayaan ataupun tradisi seharusnya tidak menjadi sumber utama suatu konflik

dan permusuhan, melainkan dari perbedaan tersebutlah lahir suatu ikatan dan

hubungan yang erat antar sesama masyarakat.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pola Keberagamaan

Keberagamaan atau regisitas merupakan tingkat pengetahuan, keyakinan,

pelaksanaan, dan penghayatan seseorang atas ajaran agama yang diyakininya atau

suatu sikap penghayatan diri kepada suatu kekuatan yang ada di luar yang

diwujudkan dalam aktivitas dan perilaku individu sehari-hari.16 Dalam pandangan

lain keberagamaan merupakan perilaku yang bersumber langsung dan tidak

langsung kepada nash.17 Dari pendapat lain keberagamaan menunjuk pada

rangkaian seperti perbuatan, perilaku dan kegiatan orang yang beriman yang telah

melaksanakan ajaran tersebut, di dalam kehidupan yang konkret.

Keberagamaan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan agama

religiusitas dapat dilihat dari aspek, di antaranya aspek keyakinan, terhadap ajaran

akidah, aspek ketaatan terhadap ajaran agama (syari’ atau ibadah), aspek

penghayatan terhadap agama (ikhsan) dan aspek pengetahuan terhadap agama

(ilmu) dan pelaksanaan ajaran agama atau akhlak seseorang.

Agama dalam kehidupan seseorang berfungsi sebagai suatu sistem nilai

yang memuat norma-norma tertentu bertujuan untuk mengembangkan

kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat. Dilihat

16
Irwan Abdullah, dkk, Dialektika Teks Suci Agama: Strukturasi Makna Agama Dalam
Kehidupan Masyarakat (Yogyakarta: Pusat Pelajar,2008),h.87.
17
Taufik Abdulahdan M. Rusli Karim, Metode Penelitian Agama Sebuah Pengantar
(Yogyakarta: Tiarawancana,1989),h.93.

14
15

dari kaum petani di perdesaan dalam kehidupan mereka, agama masih berperan

dalam aspek kehidupan, bahkan hampir di setiap kegiatan selalu melibatkan

agama baik itu ekonomi agama, pendidikan, politik dan sosial lainnya.

Hubungan agama dan sosial ekonomi memiliki keterkaitan yang saling

mempengaruhi, agama juga tidak statis melainkan berubah mengikuti jaman serta

perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, sehingga kondisi sosial dan ekonomi

ikut mempengaruhi keberadaan agama.18 Dalam masyarakat yang masih

tradisional peran agama relatif seimbang terhadap kegiatan ekonomi, karena

agama dapat mengurangi rasa cemas dan takut, sedangkan di dalam masyarakat

yang sudah mulai berkembang peran agama relatif berkurang terhadap kegiatan

ekonomi mereka yang semakin maju. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya

kepada Dunia, namun akhirat tempat hari akhir persinggahan manusia yang tidak

dapat dilihat, namun agama juga melibatkan dirinya dengan masalah-masalah

kehidupan sehari-hari.19

Pada umumnya keberagamaan di dalam masyarakat petani sangat stabil

untuk menunjang keberlangsungan hidup mereka dalam membangun

kesejahteraan dan dilandasi iman yang kuat berupa dalam berperilaku dan akhlak

yang baik di dalam lingkungan khususnya di lingkungan masyarakat di

Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

18
Zulfi Mubarok, Sosiologi Agama (Malang:Uin Maliki Press, 2010), h.13.
19
Elizabeth K. Nottingham, Agama Dan Masyarakat, terj. Abdul Muis Marpaung
(Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 4.
16

B. Jama’ah Tabligh

Jama’ah Tabligh didirikan oleh Muhammad Ilyas bin Muhammad Ismail

al-Kandahlawi al-Deoband al-Jisti.20 Kata Kandahlawi diambil dari kampung

halamannya yang bernama Kandahla di Saharanpur India. Adapun kata Deoband

berasal dari Deobandi, tempat belajar Muhammad Ilyas yang merupakan salah

satu madrasah terbesar di India bagi pengikut mazhab Hanafi. Pada tahun 1303 H

Muhammad Ilyas dilahirkan. Muhammad Ilyas menghabiskan masa kecilnya di

Kandahla. Kemudian bersama kedua orang tua dan saudaranya, mereka tinggal di

Nizhamuddin, New Delhi, India yang pada akhirnya menjadi markas besar

Jama'ah Tabligh.

Jama’ah Tabligh lahir karena dilatar belakangi oleh sebuah peristiwa yang

terjadi pada tahun 1920, yaitu ketika Muhammad Iliyas sedang melalukan

perjalanan di Mewat, suatu wilayah yang berada di Gurgaon selatan Delhi.

Sesampainya di Mewat, dia melihat dan menyaksikan masyarakat di sana yang

memeluk agama Islam, melalukan perbuatan atau praktik yang menyimpang atau

tidak sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk perbuatan yang menyimpang tersebut

berupa bercampurnya ajaran Islam dengan ajaran Hindu. Misalkan seperti

meminta kepada Dewa Brahmana untuk menentukan hari dan tanggal perkawinan

mereka, mencampurkan hari besar Islam dengan hari besar Hindu, atau ikut

terlibat dalam merayakan upacara-upacara keagamaan agama Hindu.

20
Khalimi, Ormas-Ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2010), h. 199.
17

Berawal dari keprihatinan dan keresahan terhadap pemahaman serta

praktik ritual keagamaan masyarakat di Mewat yang telah bercampur aduk inilah

Muhammad Ilyas kemudian ingin berusaha untuk memperbaiki dan

mengembalikan masyarakat Mewat kepada pemahaman dan praktik yang sesuai

dengan ajaran Islam. Upaya konkret Muhammad Ilyas untuk memperbaiki

masyarakat Mewat adalah dengan didirikannya sebuah Jama’ah atau kelompok

yang kenal sekarang dengan nama Jama’ah Tabligh. Anggota awalnya adalah

masyarakat Mewat yang telah kembali kepada pemahaman dan praktik ritual yang

sesuai dengan ajaran Islam.21

Dalam perkembangannya, gerakan Jama’ah Tabligh yang awalnya dimulai

dari masyarakat Mewat kemudian menjadi sebuah gerakan yang bentuknya

transnasional atau internasional. Anggota-anggotanya tersebar dari berbagai

negara dan melakukan misi dakwah dengan mengirim anggotanya dari berbagai

negara pula.22 Gerakan Jama’ah Tabligh berfokus dibidang dakwah dan jihad.

Jama’ah Tabligh berpendapat bahwa menyerukan Amar Ma’ruf dan mencegah

yang mungkar bukan hanya tugas dari para ulama atau mubalig saja, melainkan

menjadi tugas semua Ummat yang mengaku dirinya sebagai orang yang beragama

islam. Sebagai pengikut Nabi Muhammad saw., orang Islam mewarisi pun

21
Husein bin Muslim bin Ali Jabir, Membentuk Jama’ah Muslimin (Cet. III, Jakarta:
Gema Insani Pers, 1992) h. 259.
22
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve,
2001) h. 266.
18

mewarisi kerja kenabian, yakni menyebarkan kebaikan dan mencegah

keburukan.23

Dalam menjalankan dan melaksanakan metode dakwah dan jihad, Jama’ah

Tabligh memakai satu metode atau cara, yakni keluar dari rumah ke rumah, dari

kampung ke kampung, dari daerah ke daerah lain, bahkan mereka melakukan dan

menjalankan dakwah hingga ke berbagai negara (Khuruj fi sabilillah). Hampir

dalam setiap melakukan misi dakwah, semua kebutuhan ekonomi yang

dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama berdakwah dibiayai dengan

biaya sendiri.24

Salah satu misi agama adalah menawarkan janji kebahagiaan bagi

pengikutnya, baik secara lahir maupun batin. Janji mulia agama tersebut,

dipahami dan diterjemahkan oleh pengikut agama sesuai dengan mindstreem

masing-masing kelompok. Munculnya berbagai komunitas umat beragama

sesungguhnya adalah untuk menerjemahkan janji agama yang diyakininya.25

Jama’ah Tabligh mempunyai prinsip dakwah yang bersumber dari Al-.Qur’an dan

As-Sunnah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi, yakni menyerukan kepada

manusia untuk beramal baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang mungkar.

Dalam berbagai banyak bidang, semisal dalam bidang Fiqih, ormas dan

politik, Jama’ah Tabligh ini menyatakan dirinya sebagai komunitas yang netral.

23
Maulana Muhammad Zakariya al-kadhalawi, Keutaman Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
(Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003), h. 2.
24
Nadhar M. Ishaq Shabah, Khuruj fii sablilillah (Bandung: Pustaka Billah, 2001), h. 13
25
Budhy Munawar Rachman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 1995), h. 103.
19

Namun dalam hal berakidah, komunitas Jama’ah Tabligh berpegang dan

menyatakan dirinya sebagai kelompok yang menganut paham ahl al-sunnah wa

aljama’ah.26 Dalam keseharian beragamanya, Jama’ah Tabligh lebih menonjolkan

aktivitas keberagamaannya secara riil, yaitu melalui praktik dan upaya untuk

mempengaruhi orang lain untuk melakukan praktik keagamaan, khususnya

mengajak orang untuk melaksanakan Shalat berjamaah di masjid sebagaimana

yang dilakukan oleh mereka, kegiatan mengajak orang ini dikenal dengan istilah

dakwah. Salah satu akhlak yang ditekankan Jama’ah Tabligh adalah untuk

menghormati keberagaman paham dalam melaksanakan ibadah dalam bingkai

menjalankan syariat.27

Dalam menjalankan misi dakwah, Jama’ah Tabligh memiliki beberapa

prinsip yang harus dipegang oleh anggotanya, di antaranya adalah; Pertama,

dalam berdakwah anggota Jama’ah Tabligh harus menggunakan cara sopan dan

halus, atau dilarang menggunakan cara kasar, apalagi memaksa. Kedua, di awal

dakwahnya anggota Jama’ah Tabligh mengajak orang lain untuk menjalankan

Shalat berjamaah. Ketiga, mereka berpandangan bahwa tempat yang paling mulia

adalah masjid. Keempat, tidak ada aktivitas dalam kehidupan yang lebih mulia

dari berdakwah. Jama’ah Tabligh mendoktrinkan bahwa setiap muslim harus

memahami dua hal yaitu maksud hidup dan keperluan hidup. Maksud dan tujuan

hidup untuk tiga hal yaitu untuk beribadah, sebagai khalifah, dan untuk

berdakwah atau penerus risalah. Kelima, sementara keperluan hidup dirumuskan

26
Ali Jabir bin Husein bin Muhsin, Membentuk Jama’atul Muslimin (Jakarta: GemaInsani
Press, 1998), h. 38.
27
Darussalam, dkk, Model Dakwah Jama’ah Tabligh (Salatiga: STAIN Salatiga Press,
2011), h. 28.
20

dalam lima hal, yaitu makan minum, rumah, kendaraan, pakaian, dan pernikahan.

Kelima hal ini harus diorientasikan pada tujuan hidup.28

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, terkesan bahwa Jama’ah Tabligh

tidak terlalu memikirkan dan konsen pada bidang ekonomi baik secara mikro

maupun makro. Padahal aktivitas dakwah dan pengabdian keagamaannya

dilakukan secara mandiri dan tidak mengantungkan kepada pihak lain. Realitas di

lapangan, Jama’ah Tabligh ternyata memiliki tradisi dan etos kerja yang tinggi,

kuat, dan ulet. Etos kerja tersebut ditandai dengan usaha yang dilakukan oleh

masyarakat sesuai dengan keahlian dan bakat masing-masing. Dalam melakukan

aktivitas ekonomi, Jama’ah Tabligh tidak terlalu memikirkan masalah status

pekerjaan, yang terpenting dapat mendatangkan Rizki, manfaat, dan halal serta

mendapat Ridha Allah.

C. Interaksi Sosial

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, interaksi berati aksi timbal

balik.29 Sedangkan sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.30

Interaksi sosial ialah hubungan antara satu individu dengan individu yang lain.

Individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi

28
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, Mudzakarah Masturat (Cirebon: Pustaka Nabawi,
2009), h. 4.
29
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pusat penelitian bahasa Depertemen Pendidikan
Nasional (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) h. 594.
30
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pusat penelitian bahasa Depertemen Pendidikan
Nasional h. 1522.
21

terdapat hubungan timbal balik hubungan tersebut dapat terjadi antar individu

dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.31

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa interaksi sosial adalah proses sosial

mengenai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-

kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem dan hubungan sosial.32

Sedangkan H. Bonner mendefinisikan interaksi sosial sebagai suatu hubungan

antara dua individu atau lebih di mana kelakuan individu yang mengubah,

mempengaruhi, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.33

Nasdian dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Umum mengatakan bahwa

interaksi sosial merupakan suatu intensitas sosial yang mengatur bagaimana

masyarakat berperilaku dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi sosial

merupakan basis untuk menciptakan hubungan sosial yang berpola yang disebut

struktur sosial. Interaksi sosial dapat pula dilihat sebagai proses sosial di mana

mengorientasikan dirinya pada orang lain dan bertindak sebagai respons terhadap

apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain.34

Sedangkan Simmel mengatakan bahwa masyarakat terbentuk dari interaksi

yang nyata antar individu. Karena hal itu, menurut Simmel pemahaman

masyarakat pada level struktural yang makro harus berpijak pada interaksi sosial

31
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: CV, Andi Offset,
2002). h. 65.
32
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1990), h. 78.
33
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 54.
34
Fredian Tonny Nasdian, Sosiologi Umum, ( Jakarta: Buku Obor, 2015), h. 39.
22

yang teramati pada level mikro, misalnya interaksi dalam silaturahmi atau

pergaulan sehari-hari, interaksi antar sepasang kekasih, dan sebagainya.35

Simmel tidak mementingkan berapa jumlah orang berinteraksi, yang

terpenting adalah adanya interaksi. Melalui interaksi, timbal balik antar individu

saling berhubungan dan saling berpengaruh. Pokok perhatian Simmel bukanlah isi

melainkan bentuk-bentuk interaksi sosial. Perhatian ini muncul dari keidentikan

Simmel dengan tradisi Kantian dalam filsafat yang memisahkan isi dan bentuk.

Namun, pandangan Simmel cukup sederhana dunia nyata yang tersusun dari

peristiwa, tindakan, interaksi, dan lain sebagainya. Dari segi perhatian Simmel,

yang penting dalam bentuk-bentuk interaksi yaitu bahwa ukuran dan diferensiasi

yang semakin bertambah cenderung melonggarkan ikatan-ikatan antar individu

yang menghasilkan banyak hubungan yang jauh lebih berjarak, tidak berpribadi,

dan terpecah-pecah.36

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang

menyangkutkan hubungan antara orang satu dengan yang lainnya, antara

kelompok-kelompok manusia, maupun antara seseorang dengan kelompok

manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu mereka

saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau mungkin berkelahi satu

sama lain. Aktivitas-aktivitas seperti itu merupakan bentuk-bentuk interaksi

sosial. Interaksi sosial terjadi karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain

35
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 35.
36
George Rizter, Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
postmodern (Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2014), h. 43.
23

yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf

manusia.37

Brienkerhot dan White memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial

manusia dalam kajian sosiologi. Interaksi sosial yang dimaksud ialah suatu

tindakan sosial yang bersifat timbal balik melalui suatu kontak dan komunikasi

antara dua orang atau lebih. Tindakan sosial dalam interaksi sosial memiliki

makna atau arti subjektif bagi individu yang dikaitkan dengan orang lain.

Selanjutnya kontak sosial dikatakan sebagai tahap awal terjadinya interaksi sosial.

Kontak sosial identik dengan sentuhan langsung. Namun tidak tertutup

kemungkinan kontak sosial terjadi melalui alat komunikasi yang telah tersedia di

era modern seperti saat ini. Kontak sosial bukan hanya dengan sentuhan langsung

ataupun melalui suara, melainkan dapat melalui kontak mata. Interaksi sosial tidak

akan terjadi tanpa adanya komunikasi yang berarti pemberitahuan atau

penyampaian informasi yang telah ada di dalam pikiran individu.38

Interaksi sosial dapat berlangsung apabila terjadi kontak sosial dan

komunikasi antar individu ataupun antar kelompok. Sebagai gejala sosial, kontak

sosial tidak serta merta harus menunjukkan hubungan fisik, karena saat ini orang

dapat tetap berhubungan dengan pihak lain tanpa harus saling bersentuhan atau

bertatap muka secara langsung, seperti menggunakan telepon, telegraf, surat

37
George Rizter, Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
postmodern, h. 43.
38
Damsar, Pengantar Teori Sosiologi ( Jakarta: Kencana, 2015), h. 8.
24

menyurat dan lain sebagainya.39 Kontak sosial kemudian terbagi menjadi dua,

yaitu kontak primer dan kontak sekunder. Kontak primer adalah kontak yang

terjadi saat awal kejadian berlangsung. Kontak primer memiliki pengertian yang

sama dengan kontak langsung. Yaitu kontak yang terjadi saat seseorang

bersentuhan langsung atau bertatap muka. Sedangkan kontak sekunder merupakan

kebalikan dari kontak primer, yaitu kontak yang terjadi tidak secara langsung

antara komunikator dengan komunikan. Kontak sekunder berlangsung dengan

menggunakan media perantara atau pihak lain.40

Sedangkan komunikasi, menurut Hartanto, komunikasi adalah proses

penyampaian informasi dari suatu pihak kepada pihak yang lain, baik itu individu

ataupun kelompok yang menggunakan simbol-simbol. Simbol dalam komunikasi

dapat berupa apa pun yang bisa diberi makna tertentu oleh penggunanya, baik itu

berupa kata-kata, benda, suara, warna, ataupun isyarat.41 Dalam komunikasi

terdapat lima elemen utama, yaitu komunikator (orang yang mengirim pesan),

komunikator (orang yang menerima pesan), pesan (isi yang ingin disampaikan),

media (alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan), efek (perubahan yang

diharapkan terjadi pada komunikan).42

Menurut Waridah dalam Jamaluddin, tidak selamanya komunikasi dan

kontak sosial dapat menghasilkan kerja sama, namun juga dapat menimbulkan
39
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Revisi),
(Jakarta: PT Raja Grandfindo Persada, 2015), h. 58-59.
40
Agung Tri Haryanto dan Eko Sujatmiko, Kamus Sosiologi (Surakarta: Aksara Sinergi
Media, 2012), h. 122.
41
Adon Nasrullah Jamaluddin, Sosiologi Pedesaan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015),
h. 59.
42
Farida Rahmawati dan Sri Muhammad Kusumantoro, Pengantar Ilmu Sosiologi
(Klaten: Cempaka Putih, 2016), h. 27.
25

permasalahan apabila adanya kesalahpahaman dan kurangnya pengendalian diri.

Maka dari itu perlunya kontak dan komunikasi yang baik agar terwujud interaksi

sosial yang dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.43

43
Adon Nasrullah Jamaluddin, Sosiologi Pedesaan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015),
h. 59.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif-deskriptif, karena

berusaha menggambarkan suatu gejala atau fenomena sosial keagamaan. Dalam

hal ini, peneliti berusaha menggambarkan bentuk keberagamaan anggota Jama’ah

Tabligh dan bentuk interaksi anggota Jama’ah Tabligh dengan masyarakat di

kecamatan Lambu.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Lambu Kabupaten

Bima, karena Kecamatan Lambu merupakan salah satu daerah yang selalu

dilintasi oleh aktivitas dakwah dari anggota Jama’ah Tabligh. Selain itu, di

kecamatan Lambu juga tersebar anggota Jama’ah Tabligh yang selalu melakukan

aktivitas dakwahnya.

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan Sosiologis adalah suatu pendekatan yang mempelajari hidup

bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang

26
27

menguasai hidupnya.44 Dalam penelitian ini peneliti ikut serta berbaur dan

berinteraksi dengan anggota Jama’ah Tabligh dan juga mengamati bagaimana

interaksi Anggota Jama’ah Tabligh dengan masyarakat yang ada di Kecamatan

Lambu Kabupaten Bima.

2. Pendekatan Teologis

Pendekatan teologis dipahami peneliti sebagai pendekatan yang

merupakan realitas sejati agama yang membahas mengenai ajaran-ajaran

ketuhanan dari suatu agama. Pendekatan teologis pada penelitian ini digunakan

untuk melihat dan menjelaskan terkait pola keberagamaan, pola interaksi dan

pandangan masyarakat terhadap anggota Jama'ah Tabligh.

C. Sumber Data

1. Data primer (primary data), yaitu data empiris yang diperoleh langsung

dari objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi. 45 Dalam hal

ini informan ditentukan secara purposive sampling, artinya pemilihan

sampel atau informan berdasarkan kriteria tertentu. Informan dipilih

berdasarkan keyakinan bahwa yang dipilih mengetahui masalah yang akan

diteliti dan menjadi informan yaitu; anggota Jama’ah Tabligh dan

masyarakat.

2. Data sekunder (secondary data), yaitu data penelitian yang diperoleh

secara tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan dari pihak lain)

44
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. V;
Jakarta: UI Press, 1986), h. 5.
45
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali
pers, 2010), h. 29-30.
28

atau digunakan oleh lembaga-lembaga yang bukan merupakan

pengelolanya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu.46

D. Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan data

dengan pertimbangan tertentu.47 Pertimbangan tersebut didasarkan atas kriteria

tertentu yang dianggap berkaitan erat dengan tujuan penelitian. Sehingga peneliti

memilih informan yang diperkirakan mengetahui pengetahuan yang luas

mengenai masalah yang akan dikaji serta mampu memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti dalam memperoleh data. Dalam penentuan informan ini

melibatkan, di antaranya:

1. Anggota Jama’ah Tabligh

2. Masyarakat kecamatan Lambu

3. Remaja Masjid

4. Aparat Desa

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti terjun langsung ke

lapangan untuk mendapatkan data yang sebenarnya dari informan. Adapun teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

46
Rosady Ruslan, MetodePenelitian Public Relation Dan Komunikasi, h. 173.
47
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013), h. 218.
29

1. Observasi

Yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena

yang sudah diteliti.48 Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi partisipan, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara

melibatkan peneliti secara langsung di dalam setiap kegiatan-kegiatan yang

dijadikan sebagai metode sekunder atau pelengkap saja, yaitu untuk melengkapi

sekaligus untuk memperkuat serta menguji kebenaran data yang telah diperoleh

dari hasil interview atau wawancara.

2. Wawancara

Wawancara (interview), merupakan salah satu metode pengumpulan data

melalui komunikasi, yakni proses tanya jawab antara pengumpul data

(pewawancara) dengan sumber data (narasumber).49 Dalam penelitian ini

informan di sebut dalam konteks penelitian ini, jenis interview yang penulis

gunakan adalah snowball, dengan penggunaan sampel yang memiliki arti

pemenuhan atas kebutuhan materi penelitian sehingga akan terus menerus

berkembang sesuai kebutuhan penelitian, penulis akan mengumpulkan data dari

berbagai narasumber yang telah di tentukan sebelumnya dan beberapa informan

tambahan untuk melengkapi kebutuhan informasi yang di butuhkan peneliti, dan

kemudian apabila informasi dan sampel sudah di rasa cukup, maka penelitian

akan dihentikan.

48
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT.Gramedia,
1990), h. 173.
49
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Ed. I; Jakarta: Granit, 2004), h.
72.
30

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan data pendukung bagi penulis. Dalam penelitian

ini penulis menggunakan kamera, dan alat tulis untuk membantu mengumpulkan

data-data dan penulis akan mengambil gambar secara langsung dari tempat

penelitian untuk dijadikan sebagai bukti penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah penelitian menjelaskan tentang alat

pengumpulan data yang disesuaikan dengan jenis penelitian yang dilakukan

dengan merujuk pada metodologi penelitian yaitu:

a. Alat tulis menulis, buku, pulpen/pensil sebagai alat untuk mencatat informasi

yang di dapat pada saat observasi.

b. Alat perekam suara sebagai alat untuk merekan narasumber saat di lapangan

dan kamera sebagai alat untuk mengambil gambar di lokasi penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif

yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan mendalam. Dalam

menganalisis data yang tersedia penulis menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Reduksi data, yaitu data yang diperoleh di tempat penelitian langsung

dirinci secara sistematis setiap selesai mengumpulkan data, lalu laporan-


31

laporan tersebut direduksikan dengan memilah hal-hal pokok yang sesuai

dengan fokus penelitian.

2. Penyajian data, yaitu penyajian kesimpulan informasi yang memberikan

kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari data-data yang diperoleh.


32

RENCANA KOMPOSISI BAB

Demi memudahkan penyusunan penelitian ini, maka pembahasannya

dibagi ke dalam beberapa bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

C. Rumusan Masalah

D. Kajian Pustaka

E. Tujuan dan Manfaat penelitian

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

A. Pola Keberagamaan

B. Jama’ah Tabligh

C. Interaksi Sosial

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Sumber Data

D. Teknik Penentuan Informan

E. Metode Pengumpulan Data

F. Teknik Pengolahan Data

BAB IV : HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


33

B. Asal Keberadaan Anggota Jama’ah Tabligh di kecamatan

Lambu Kabupaten Bima

C. Bentuk Interaksi Keberagamaan Anggota Jama’ah Tabligh

dengan Masyarakat di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima

D. Pandangan Masyarakat Terhadap Bentuk Keberagamaan

Anggota Jama’ah Tabligh di Kecamatan Lambu Kabupaten

Bima

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulam

B. Implikasi penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Umar. Pola Keberagamaan Remaja Tangerang (Studi Kasus Remaja
di Kelurahan Buaran Indah), Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2019.
Abdulah, Taufik. & Rusli Karim, M. Metode Penelitian Agama Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Tiarawancana,1989.
Abdullah, Irwan. Dialektika Teks Suci Agama: Strukturasi Makna Agama Dalam
Kehidupan Masyarakat. Yogyakarta: Pusat Pelajar,2008.
Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Ed. I; Jakarta: Granit,
2004.
Ahmad As-Sirbuny, Abdurrahman. Mudzakarah Masturat. Cirebon: Pustaka
Nabawi, 2009.
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Ancok, D.& Nasroni Suroso, Fuad. Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-
Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsini. Manajemen Penelitian. Cet. VI, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Badudu Sota, Mohamad Zain, J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Chaplin, JP. Kamus Lengkap Psikologi: terj. Kartini Kartono. Jakarta: Raja
Grafindo Prasada, 2004.
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 2001
Damsar. Pengantar Teori Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2015.
Darussalam. Model Dakwah Jama’ah Tabligh. Salatiga: STAIN Salatiga Press,
2011.
Effendi, M. R., Kahmad, D., Solihin, M., & Yusuf Wibisono, M. Relasi Agama
dan Masyarakat: Studi Tentang Interaksi Masyarakat Bandung Barat dan
Jamaah Tabligh. Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic
Studies. 5 (1), (2021).
Faruk. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Fedyani Saifudi, Achmad. Antropologi Kontemporer ; Suatu Pengantar Kritis
Mengenai Paradigma, ed. Pertama. Jakarta: Kencana, 2006.
Husein bin Muhsin, A.J. Membentuk Jama’atul Muslimin. Jakarta: Gema Insani
Press, 1998.
Irpan, Uswatun, &Novianti. Karakter Religius-Toleran Jamaah Tabligh.
Mudabbir. 1 (2), (2020).

34
35

Jabir, Husein bin Muslim bin Ali Membentuk Jama’ah Muslimin Cet. III, Jakarta:
Gema Insani Pers, 1992
Jamaludin, Hasbiah. Disparitas Sosio-Religius Komunitas Jama’ah Tabligh (Studi
Kasus Komunitas Jama’ah Tabligh Dengan Warga Di Kelurahan
Bontolebang Kecamatan Mamajang Kota Makassar). Skripsi. Makassar:
Unismuh, 2021.
Kamaruddin, Syamsu A. Jama’ah Tabligh sejarah, karakteristik, dan Pola Perilaku
Dalam Perspektif Sosiologi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Kementerian Agama Republik Indonesia.Al-Qur’an dan Terjemahnya. Solo: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013.
Khalimi. Ormas-Ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik. Jakarta: Gaung
Persada Press, 2010.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia,
1990.
Maulana Bahrun, Rizza. Pola Komunikasi Interpersonal Dalam Jama’ah Tabligh
(Studi Kasus Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk). Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2017.
Mubarok, Zulfi. Sosiologi Agama. Malang: Uin Maliki Press, 2010.
Munawar Rachman, Budhy. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah.
Jakarta: Paramadina, 1995.
Nadwi, Ali. Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulana M. Ilyas, terj.
Masrokhan A. Yogyakarta: Ash-Shaff, 1999.
Nasution, Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Cet. V, Jakarta: UI Press, 1986.
Nottingham, E.K. Agama Dan Masyarakat, terj. Abdul Muis Marpaung. Jakarta:
CV. Rajawali, 1985.
Rasyidiyah, S., Rakha, K.& Kalimantan, A. Education Patterns In The Tablighi
Jamaat Familiy In South Kalimantan. Jurnal Studi Islam Lintas Negara. 2
(2), (2020).
Rizter, George. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
postmodern Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi. Jakarta:
Rajawali pers, 2010.
Shabah, Nadhar M. Ishaq. Khuruj fii sablilillah. Bandung: Pustaka Billah, 2001.
36

Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 1990.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013.
Syamsuddin, Abdullah. Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama.
Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Toni Nasdian, Fredian. Sosiologi Umum. Jakarta: Buku Obor, 2015.
Walgito, Bimo. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: CV, Andi
Offset, 2002.
Zakariya al-kadhalawi, Maulana Muhammad. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003.

Anda mungkin juga menyukai