Anda di halaman 1dari 47

PEMUDA DAN TOLERANSI:

STUDI ATAS PANDANGAN REMAJA MASJID DI DESA


TAMANYELENG KABUPATEN GOWA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Agama pada Prodi Studi Agama-Agama
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
ABDUL RAJUWANDY RAKHMAT
NIM: 30500118007

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1-14

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ............................................. 6

C. Rumusan Masalah ............................................................................ 7

D. Kajian Pustaka ................................................................................. 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS .............................................................. 15-36

A. Pemuda .......................................................................................... 15

B. Remaja Masjid ............................................................................... 23

B. Toleransi antar Umat Beragama .................................................... 28

C. Toleransi dalam Islam .................................................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................. 37-42

A. Jenis dan Lokasi Penelitian............................................................ 37

B. Pendekatan Penelitian .................................................................... 37

C. Sumber Data .................................................................................. 38

D. Teknik Penentuan Informan .......................................................... 39

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 40

F. Teknik Pengolahan Data ................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berdaulat dengan keberagaman suku, ras,

bahasa, dan agama. Meski Indonesia merupakan negara multikultural, namun para

pendiri negara memahami pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut mencerminkan ideologi negara yaitu sila

ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Tentunya hal ini menjadi

landasan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga persatuan di masa

depan. Walaupun berbeda suku, ras, bahasa dan agama, kita tetap harus saling

menghargai untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.

Undang-undang Dasar juga menyatakan bahwa “Negara Menjamin

Kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu" atas dasar undang-undang

ini, semua warga, dengan beragam identitas agama, kultur, suku, jenis kelamin, dan

sebagainya, wajib dilindungi oleh Negara.1 Kemajemukan yang ada di NKRI tidak

hanya terlihat dari beragamnya jenis suku, ras, dan bahasa. Namun hal ini juga

terlihat dari keberagaman agama yang dianut masyarakat. Berbicara tentang

keberagaman yang ada di Indonesia, Indonesia mempunyai enam agama resmi

yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Setiap agama

1
Baidi Bukhori, Toleransi Terhadap Umat Kristiani (Semarang: IAIN Walisongo
Semarang, 2012), h. 1.

1
2

memiliki hari raya dan cara beribadahnya masing-masing. Seperti yang dikatakan

oleh Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, “perbedaan adalah hal yang wajar,

sehingga memperjuangkan persatuan adalah usaha yang sia-sia.”2 Menurutnya,

perbedaan pendapat bisa kita pahami bahwa perbedaan pendapat adalah takdir

hidup, apalagi di Indonesia, perbedaan agama antar umat beragama ada sebagai

sikap toleran, bahkan bukan sebagai pemecah belah bangsa. Untuk menjaga

keharmonisan, kita harus menjaga sikap toleran.

Toleransi sendiri berasal dari bahasa Arab “ihtimal, tasamuh” yang berarti

melepaskan dan berpikiran terbuka. Namun toleransi secara istilah berarti

menghormati dan sabar menghargai keyakinan atau keyakinan orang atau

kelompok lain.3 Salah satu tokoh mengatakan bahwa toleransi bukan hanya sekedar

menghargai dan toleransi, melainkan sikap saling pengertian yang tulus yang

bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang damai antara individu dan orang

lain.4 Tujuan utamanya juga toleransi, yaitu sikap aktif yang berpedoman pada

pengakuan hak asasi manusia universal dan kebebasan dasar orang lain. Toleransi

ini dianut oleh masyarakat, kelompok, dan negara.

Islam mengajarkan untuk memberikan kebebasan kepada umatnya untuk

menganut agama yang dianutnya tanpa memaksakan kehendak orang lain untuk

menganut agamanya. Islam juga mengajarkan untuk saling menghormati. Meski

terdapat perbedaan keyakinan, namun tetap ada persaudaraan dalam hubungan

2
Ahmad Nurcholish, Celoteh Gus Mus (Jakarta: PT Gramedia, 2018), h. 174.
3
Pius A Partanto & M Dahlan, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994), h. 753.
4
Suwardiyamsyah, Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang toleransi beragama, Jurnal Al-
Irsyad, 8(1), (2017), h. 120.
3

antar manusia. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, surat Al-

Baqarah/2:256,

ُْ َ ُْ َ َْ ْ
َ َ َ ٰ ْ َُْ ُ َّ
ْۢ ِ‫الرشد ِم َن الغيۚ ف َم ْن َّيكف ْر ِبالطاغ ْو ِت ويؤم‬
ُ ْ ُّ َ ََّ َّ ْ َ ْ َ ‫َل ٓا اك َر‬
ِ‫اّلل فق ِد ْاست ْم َسك ِبالع ْر َوة‬
ِ ‫ن ِب‬ ‫الدي ِنِۗ قد تبين‬
ِ ِ‫ى‬ ‫ف‬ ‫اه‬ ِ
ِ
َ َ ‫ْال ُو ْث ٰقى لا ْانف َص‬
َ
َ ُ ٰ ‫ِۗو‬
٢٥٦ ‫اّلل َس ِم ْي ٌع ع ِل ْي ٌم‬ َ ‫ام ل َها‬
ِ
Terjemahnya:

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas
jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut5 dan
beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.6

Kesadaran beragama penting bagi kita untuk beragama dan

mengamalkannya dengan nyaman dan damai. Setiap agama tentu mengajarkan

umatnya untuk berperilaku ramah, benar, dan damai terhadap sesama manusia.

Oleh karena itu, sebagai umat beragama hendaknya kita bersikap toleran dan

berusaha hidup damai dengan pemeluk agama lain. Sejak zaman Nabi Muhammad

saw, masjid mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai tempat ibadah dan tempat

berkegiatan sosial. Salah satu tugasnya di bidang sosial adalah menjadikan

masyarakat sebagai tempat pendidikan dan pengajaran.7

Bagi umat Islam, masjid (juga mushalla) mempunyai kedudukan yang

sangat penting, terutama dalam pembentukan individu, keluarga, dan masyarakat

sebagaimana diprakarsai oleh agama. Cita-cita tersebut adalah terwujudnya

5
Kata tagut disebutkan untuk setiap yang melampaui batas dalam keburukan. Oleh karena
itu, setan, dajal, penyihir, penetap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah Swt., dan
penguasa yang tirani dinamakan tagut.
6
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 42.
7
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah (Cet; I, Jakarta:
Kencana, 2013), h. 88.
4

individu, keluarga, dan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin yang berkarakter

Al-Quran. Oleh karena itu, masjid berperan penting dalam mengubah nilai-nilai

kehidupan masyarakat dalam pengalaman keagamaannya dan mengembangkan

umat melalui program kesalehan sosial dan ekonomi yang mewujudkan semangat

dan spiritualitas jamaah masjid, yang merupakan kepedulian sosial yang

diwujudkan. Bersikap toleran dan sukarela dalam menyalurkan Zakat, Infak dan

sedekah serta membantu saudara-saudara yang menderita bencana. Masjid

merupakan tempat ditumbuhkannya keutuhan tali silaturahmi dan gotong royong

dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.8

Remaja Masjid merupakan organisasi yang mempertemukan para remaja

muslim yang datang ke jamaah masjid untuk giat beribadah. Karena melekat pada

masjid, peran utamanya adalah menjamin kesejahteraan masjid. Artinya kegiatan

yang berorientasi masjid selalu menjadi program utama. Dalam menjalankan

perannya, para pemuda masjid mengutamakan kegiatan untuk meningkatkan taraf

keislaman, keilmuan dan keterampilan para anggotanya. Menurut C.S. T. Kansil

Dalam Bukunya berjudul “Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”,

mengatakan :

Remaja masjid merupakan suatu wadah bagi remaja Islam yang cukup
efektif dan efisien untuk melaksanakan aktivitas pendidikan Islam. Remaja-
remaja berkepribadian muslim ini dapat melanjutkan harapan bangsa
menuju cita-cita yang luhur dan berbudi pekerti yang baik sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, adalah untuk
menyejahterakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

8
Dalmeri, Revitalisasi fungsi Masjid sebagai Pusat Ekonomi dan Dakwah Multikultural,
Walisongo, 22(2), (2014), h. 324.
5

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,


perdamaian abadi dan keadilan sosial.9

Karena keterlibatannya dengan masjid, maka peran utama remaja masjid

tidak lain adalah menyejahterakan masjid. Artinya kegiatan yang berorientasi

masjid selalu menjadi program utama. Dalam melaksanakan programnya, remaja

masjid mengutamakan kegiatan yang meningkatkan keimanan, pengetahuan dan

keterampilan Islam para anggotanya. Kegiatan remaja masjid yang baik adalah

yang direncanakan dan dilaksanakan dengan bijaksana. Selain itu juga memerlukan

strategi, metode, taktik dan teknik yang tepat. Untuk mencapai fitur-fitur bagus saat

ini memerlukan pemahaman yang baik tentang organisasi dan manajemen.10

Remaja masjid adalah remaja yang mendedikasikan ilmunya kepada masjid,

ajaran Islam, pengalaman dan penyebarannya dikalangannya serta membantu

menjamin stabilitas nasional dan harus mampu berperan sebagai unsur pemuda

yang mampu memikul tanggung jawab bangsa dan negara. Dan kita harus saling

membantu dalam hal-hal yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

dinamika pembentukan keagamaan generasi muda. Thouless mengemukakan

empat faktor yang mempengaruhi perkembangan religiusitas di kalangan generasi

muda, yaitu:11

9
C. S. T. Kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: PT. Pradya
Paramita, 1991)
10
Aslati, Pemberdayaan Remaja Berbasis Masjid, Jurnal Masyarakat Madani, 3(2),
(2018), h. 5-7.
11
Tina Afiatin, Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama Di Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi, (1), (1998), h. 58-59.
6

1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial, termasuk

pendidikan dari orang tua, tradisi sosial, tekanan lingkungan sosial yang

diterima oleh lingkungan itu.

2. Berbagai pengalaman yang membentuk sikap keagamaan, khususnya

pengalaman akan keindahan, keharmonisan dan kebaikan dunia ini, konflik

moral dan pengalaman emosional keagamaan.

3. Kebutuhan yang belum terpenuhi terutama kebutuhan, rasa aman, cinta,

harga diri dan adanya ancaman kematian.

4. Proses berpikir verbal atau faktor intelektual berbeda.

Ada pun fokus penelitian tentang pemuda dan toleransi merupakan topik

yang sangat relevan dalam konteks sosial dan budaya saat ini. Penelitian ini dapat

membantu memahami peran pemuda dalam mempromosikan toleransi, serta faktor-

faktor yang memengaruhi sikap mereka terhadap keragaman budaya dan agama.

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki peran pemuda dalam mempromosikan

toleransi dalam masyarakat yang semakin multikultural. Penelitian akan melihat

bagaimana sikap toleransi pemuda dapat memengaruhi masyarakat secara

keseluruhan. Ini termasuk analisis terhadap bagaimana pemuda dapat memainkan

peran penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan damai.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Sebagaimana latar belakang masalah sebelumnya, maka fokus penelitian ini

bertumpu pada pandangan remaja masjid dan masyarakat terhadap Isu Toleransi
7

Beragama di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa. Ada beberapa hal yang menjadi

perhatian khusus terhadap penelitian ini, yaitu pandangan remaja masjid terhadap

Isu Toleransi Beragama dan sikap para remaja masjid terhadap Isu Toleransi

Beragama di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa.

2. Deskripsi Fokus

Adapun deskripsi fokus pada penelitian ini, antara lain:

a. “Pemuda”, Pemuda, orang yang masih muda; orang muda: harapan bangsa.12

b. “Toleransi”, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan bahwa

toleransi adalah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,

membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan

kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.13

c. “Agama”, Agama berasal dari bahasa Sanskrit. Ada yang berpendapat bahwa

kata itu terdiri atas dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi agama

artinya tidak pergi; tetap di tempat; diwarisi turun temurun. Agama memang

mempunyai sifat yang demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa agama

berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntunan.

Agama juga mempunyai tuntunan, yaitu kitab suci.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa terhadap Isu Toleransi Beragama?

12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 975.
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1204.
8

2. Bagaimana peran remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa

dalam menjaga Toleransi Antar Umat Beragama?

D. Kajian Pustaka

1. Jurnal dari Wahdah, dengan judul, “Problematika Toleransi Umat

Beragama di Indonesia di Era Modern: Solusi Perspektif Al-Qur’an.”

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikulturlah. Tentu saja

keberagaman masyarakat menimbulkan berbagai konflik dan intoleransi

dalam prosesnya. Dalam hal ini toleransi diperlukan untuk menciptakan

keseimbangan dan kedamaian dalam masyarakat. Toleransi dalam Al-

Qur’an menekankan pentingnya keadilan, kasih sayang dan kemanusiaan,

serta saling menghormati tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.

Toleransi ini hanya akan efektif jika kedua belah pihak terus berjalan sesuai

jalur dan menerapkan sepenuhnya apa yang diajarkan dalam Al-Qur'an.

Kasus-kasus yang disebutkan di atas tidak lagi tertunda. Namun tidak

menutup kemungkinan kejadian serupa akan terulang kembali. Oleh karena

itu, setiap umat beragama di Indonesia harus selalu membudayakan dan

menerapkan sikap toleran.14

2. Jurnal dari Cahyo Pamungkas, dengan judul, “Toleransi Beragama dalam

Praktik Sosial: Studi Kasus Hubungan Mayoritas dan Minoritas Agama di

Kabupaten Buleleng.” Agama Hindu berkembang dan menyatu dengan

14
Wahdah, Problematika Toleransi Umat Beragama di Indonesia di Era Modern: Solusi
Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Aqlam, 2(1), (2020), h. 476.
9

budaya Bali, sehingga menjadi identitas masyarakat daerah tersebut. Hal

ini didukung dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang mengakui

keberadaan pemerintahan desa adat yang dikenal dengan Desa atau Banjar

Pakraman yang juga bertujuan untuk melestarikan tradisi agama Hindu.

Kebijakan tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara

adat istiadat dengan agama Hindu atau kehidupan keagamaan dan tradisi

masyarakat Kabupaten Buleleng. Kebijakan ini juga bertujuan untuk

menjaga dan melestarikan tradisi agama Hindu. Namun, ketika identitas

tersebut ditempatkan di ruang publik, di mana juga hadir kelompok agama

minoritas seperti Islam dan Kristen, maka relasi antar umat beragama

menjadi rumit.

Pendirian tempat ibadah oleh umat beragama menunjukkan adanya

dorongan antara kelompok mayoritas dan minoritas dalam membangun

identitasnya masing-masing. Kelompok agama minoritas memandang

kelompok agama mayoritas (Hindu) seolah melihat perkembangan tempat

ibadah agama minoritas sebagai ancaman. Sementara itu, kelompok agama

mayoritas sendiri menilai kelompok agama minoritas sering kali tidak

menaati perintah pemerintah terkait pendirian tempat ibadah. Faktanya,

kelompok agama minoritas terlihat menggunakan simbol dan identitas

Hindu untuk mempromosikan agamanya.

Jika kita melihat lebih dekat persoalan penciptaan identitas, hal ini semakin

meningkat setelah adanya orde baru. Hal ini diduga disebabkan oleh krisis
10

politik dan ekonomi yang memperparah persaingan antara masyarakat adat

dan pendatang yang berbeda agama. Berdasarkan data wawancara,

diketahui bahwa bentrokan antar umat beragama paling banyak terjadi di

tingkat akar rumput. Hal ini memperkuat dugaan adanya keterkaitan antara

kehidupan ekonomi dengan lingkungan keagamaan, atau hubungan

kehidupan ekonomi mempengaruhi hubungan keagamaan. Meski banyak

terjadi gangguan dalam toleransi beragama, hubungan Muslim-Hindu di

kawasan ini berjalan damai karena para pemimpin agama dapat berdialog

untuk menyelesaikan ketegangan antar umat beragama.15

3. Skripsi dari Fatimatuz Zahro, dengan judul, “Membangun Toleransi antar

Umat Beragama (Studi Fenomenologi Komunitas Gusdurian Banyumas).”

Secara umum toleransi dalam kehidupan dibedakan menjadi dua macam,

yaitu: Pertama, toleransi beragama, yaitu sikap menghargai, menghargai,

baik terhadap diri sendiri maupun kelompok, terhadap agama yang dianut

orang lain. yang terpenting adalah ketika perbedaan agama menjadi latar

belakangnya, namun selalu rukun dan tidak saling bermusuhan. Kedua,

toleransi sosial, toleransi ini merupakan sikap menghargai orang lain dan

orang lain sesuai dengan status sosialnya. Seolah-olah orang tidak boleh

dibandingkan, baik itu persahabatan, pekerjaan, dan sebagainya. Kita masih

harus khawatir untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan damai.16

15
Cahyo Pamungkas, Toleransi Beragama dalam Praktik Sosial: Studi Kasus Hubungan
Mayoritas dan Minoritas Agama di Kabupaten Buleleng, Episteme, 9(2), (2014), h. 311-312.
16
Fatimatuz Zahro, Membangun Toleransi antar Umat Beragama (Studi Fenomenologi
Komunitas Gusdurian Banyumas), Skripsi (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2021), h. 79.
11

4. Jurnal dari Ridho Siregar, Ella Wardani, Nova Fadilla, Ayu Septiani, yang

berjudul, “Toleransi Antar Umat Beragama dalam Pandangan Generasi

Millenial”. Berdasarkan hasil survei, mayoritas generasi millenial, dalam

hal ini pelajar, menunjukkan toleransi. Hal ini diperkuat dengan persepsi

permisif yang mayoritas terkait dengan data yang sangat setuju dengan

pilihan yang dipilih responden. Persepsi juga berarti pemahaman terhadap

generasi toleransi. Tentunya untuk mempraktikkan toleransi beragama,

generasi millenial juga harus memahami aspek-aspek toleransi itu sendiri.

Sikap generasi millenial terhadap toleransi beragama berada pada kategori

cukup baik. Sudah menjadi keprihatinan kita bersama bahwa diperlukan

upaya untuk menghidupkan kembali sikap toleransi beragama. Aspek

kolaboratif yang dibangun follower generasi millenial menunjukkan

kategori cukup baik. Namun model yang ditunjukkan generasi millenial

juga menuntut perhatian kelompok kepentingan. Ada tokoh yang

menunjukkan bahwa kerja sama pemeluk agama masuk dalam kategori

negatif, atau dalam hal ini juga ada yang acuh terhadap pemeluk agama

lain.17

5. Jurnal dari Novina Sabila Zahra dan Andi Ramdhan Al-Qadri, dengan judul,

“Konsep Toleransi Beragama pada Remaja Suku Bugis Makassar”.

Toleransi beragama diartikan sebagai perasaan untuk menghargai dan

17
Ridho Siregar, dkk, Toleransi Antar Umat Beragama dalam Pandangan Generasi
Millenial, Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, 16 (4), (2022), h. 1347-1348.
12

menghormati agama lain, memberikan kebebasan untuk beribadah dan

memahami ajaran agama lain, tidak meremehkan, menghina dan

mengganggu agama lain, serta bersikap terbuka untuk memperhatikan

perbedaan agama dan agama lain. mencapai perdamaian. Sikap terhadap

umat yang berbeda agama adalah ceria, bahagia, baik dan acuh tak acuh,

namun juga apresiatif dan penuh hormat.

Menunjukkan dan mengungkapkan toleransi beragama berarti tidak

mengganggu orang lain dalam beribadah, menjaga persahabatan dan

pergaulan, berusaha menghargai dan menghormati, tidak membeda-

bedakan agama dengan orang lain, mengucapkan salam pada hari raya

keagamaan serta bersikap ramah dan terbuka. Reaksi terhadap situasi yang

melibatkan kegiatan keagamaan lain antara lain keterbukaan dan

penghormatan terhadap kegiatan keagamaan lain, kesedihan, kekecewaan

dan keterkejutan ketika menyangkut pelarangan ibadah keagamaan dan

pendirian tempat ibadah, serta menerima dan memperlakukan agama

sebagai hak setiap orang.18

Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan peneliti

dengan peneliti sebelumnya, baik dari segi pendekatan penelitian maupun tema

utama yang dimunculkan. Kajian ini lebih fokus pada pandangan remaja masjid dan

masyarakat lokal Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa terhadap toleransi

18
Novina Sabila Zahra & Andi Ramdhan Al-Qadri, Konsep Toleransi Beragama pada
Remaja Suku Bugis Makassar, Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 5 (1), (2022), h. 31.
13

beragama, dan menjadi topik yang menarik untuk diteliti dan ditelaah lebih jauh.

Namun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian

ini mengkaji suatu fenomena yang berhubungan dengan toleransi beragama

masyarakat, khususnya pada penelitian ini yaitu Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pandangan remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa terhadap Isu Toleransi Beragama.

b. Untuk mengetahui sikap para remaja masjid di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa dalam melihat Isu Toleransi Beragama.

2. Manfaat Penelitian

Peneliti membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua aspek manfaat, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

memberikan pemahaman tentang pandangan pemuda dan remaja masjid tentang

toleransi beragama di desa Tamanyeleng, Kabupaten Gowa. Kajian ini juga

diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan terkait dengan disiplin ilmu

kurikulum studi agama-agama.


14

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan opini

masyarakat terhadap remaja masjid dan pandangan masyarakat terhadap toleransi

beragama di desa Tamanyeleng, Kabupaten Gowa. Hal ini bertujuan untuk

memberikan pemahaman tentang bagaimana kita menghormati keyakinan atau

keyakinan dan sudut pandang, serta memberikan pelajaran berharga bahwa

perbedaan budaya atau tradisi tidak boleh menjadi sumber konflik dan

permusuhan, melainkan sumber perbedaan tersebut. komunikasi dan hubungan erat

antar komunitas lain terjalin.


15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pemuda

1. Definisi Pemuda

Dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun

2009 Pasal 1.1 mengklarifikasikan pemuda adalah warga negara Indonesia yang

dalam masa pertumbuhan dan perkembangan berusia antara 16 tahun sampai

dengan 30 tahun.

Pemuda dalam definisi awal merujuk pada kelompok usia demografi.

Kelompok usia demografi ini oleh lembaga yang berbeda didefinisikan secara

berbeda:

a. United Nations (Adolescent: 10-19; Youth 15-24; Young People: 10-24) dengan

batasan usia pemuda yaitu 10-24 tahun.

b. The Commonwealth dengan batasan usia pemuda yaitu 15-29 tahun.

c. European Union (EU) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-29 tahun.

d. UN Habitat (Yout Fund) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-23 tahun.

e. World Bank (WB) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-34 tahun.

f. African Union (AU) dengan batasan usia pemuda yaitu 15-35 tahun.

Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda dikenal juga dengan generasi

muda dan pemuda atau generasi muda mempunyai pengertian yang berbeda-beda.

Masa muda lebih terlihat pada jiwa yang dimiliki seseorang. Jika seseorang

mempunyai jiwa pemberontak, penuh inisiatif, kreatif, pendirian dan tujuan ke


16

depannya adalah untuk pengembangan kepribadian, maka orang tersebut dapat

dikatakan muda.19

Pemuda adalah individu yang secara fisik berada pada tahap perkembangan,

namun secara mental berada pada tahap perkembangan emosi. Oleh karena itu

generasi muda merupakan sumber daya pembangunan manusia saat ini dan di masa

depan.20

Mengutip Gondodiwirjo dan Darmodihardjo, Muzakkir mengatakan ada

dua pandangan yang dirumuskan tentang generasi muda. Pertama, menurut

kelompok umur dan dari sudut pandang biologis, budaya atau fungsional,

pekerjaan, sosial, yang digunakan untuk tujuan modern dengan istilah “sumber

daya manusia muda” dan dari sudut pandang ideologis-politik. Kedua, corak dan

aspek kemanusiaan generasi muda atau muda dapat dilihat sebagai berikut:21

a. Sebagai insan biologis; pada masa pubertas masa muda dapat dianggap berakhir

yaitu pada usia 12 tahun sampai 15 tahun Ada juga yang mengatakan umur 15

tahun sampai 21 tahun ada yang beranggapan masa muda biologis. Objek

tinjauan dari segi ini adalah perkembangan jasmani baik pertumbuhan tubuh

secara fisik maupun fungsional.

19
Frans Singkoh Ersas A. Gahung, T.A.M.Ronny Gosal, Peran Pemerintah dalam
Pemberdayaan Pemuda di Desa Liwutung Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara, Jurnal
Eksekutif, 1(1), (2017), h. 5.
20
Ersas A. Gahung, T.A.M.Ronny Gosal, Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Pemuda
di Desa Liwutung Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara, h. 5.
21
Muzakkir, Generasi Muda dan Tantangan Abad Modern Serta Tanggung Jawab
Pembinaannya, Al-Ta'dib : Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 8(2), (2015), h. 114-115.
17

b. Sebagai insan yang terpelajar; Secara struktural, ada yang berpendapat bahwa

masa muda berakhir pada usia 21 tahun, karena pada saat itulah kemampuan

mental tercapai. Artinya mengembangkan manusia yang bermoral Pancasila

menjadi manusia yang toleran, santun, beradab, tradisional, bertanggung jawab,

berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c. sebagai insan yang cerdas; Berdasarkan pandangan tersebut, diasumsikan

bahwa masa muda berakhir dengan lulusnya pendidikan tinggi, yaitu sekitar

usia 25 tahun, jika dilihat dari kemampuan membidik, cara berpikir.

d. Sebagai insan yang bekerja dan profesional; diperuntukkan bagi masyarakat

yang memiliki penghasilan bekerja dan berusia 14-22 tahun. Sebagai seorang

profesional, kelompok usianya biasanya 21-35 tahun.

e. Sebagai insan yang ideologis; Kelompok usianya bervariasi dari 18 tahun

hingga 40 tahun pada masa mudanya. Pada masa ini dimungkinkan

terbentuknya opini seseorang mengenai berbagai aspek kehidupan.

Pemuda menjadi perhatian dari berbagai kalangan maupun di berbagai

bidang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2009 tentang

Kepemudaan pasal 16 menerangkan bahwa pemuda berperan aktif sebagai moral,

kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan sosial.22

Pemuda yang selalu bersemangat, selalu ingin berkembang dan selalu ingin

atau akan menjadi modal besar pembangunan sosial. Oleh karena itu, wajar jika

22
Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2009 Pasal 16.
18

masyarakat mempunyai banyak keinginan agar generasi muda dapat mendorong

pembangunan masyarakat yang lebih baik.

2. Faktor yang dapat Mempengaruhi Pemuda

Pemuda adalah kelompok yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang memengaruhi perkembangan fisik, emosional, sosial, dan psikologis mereka.

Faktor-faktor ini dapat membentuk pandangan dunia, nilai-nilai, dan perilaku

pemuda. Berikut adalah beberapa faktor utama yang mempengaruhi pemuda:

a. Keluarga

Keluarga memiliki pengaruh yang kuat pada pemuda. Nilai-nilai, norma,

dan etika yang diajarkan oleh orang tua dan anggota keluarga dapat membentuk

karakter pemuda. Kualitas hubungan antara pemuda dan orang tua juga memainkan

peran penting dalam perkembangan mereka.

b. Pendidikan

Sistem pendidikan, termasuk sekolah dan universitas, memiliki peran besar

dalam membentuk pemuda. Mereka mendapatkan pengetahuan, nilai-nilai, dan

keterampilan di institusi pendidikan. Guru dan teman sekelas juga berperan dalam

memengaruhi pemikiran dan sikap pemuda.

c. Temperamen dan Karakteristik Pribadi

Setiap pemuda memiliki karakteristik pribadi yang unik, seperti

kepribadian, kecerdasan, bakat, dan minat. Karakteristik ini memengaruhi

bagaimana mereka merespon situasi dan mengambil keputusan.


19

d. Pengaruh Teman Sebaya

Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar pada pemuda. Mereka dapat

memengaruhi pemikiran, perilaku, dan keputusan pemuda, terutama dalam hal

kebiasaan, gaya hidup, dan pergaulan.

e. Media Massa

Media massa, termasuk televisi, internet, dan media sosial, memiliki peran

penting dalam membentuk pandangan dunia pemuda. Mereka dapat memengaruhi

preferensi budaya, norma sosial, dan pengetahuan mereka tentang isu-isu dunia.

f. Budaya dan Lingkungan Sosial

Budaya dan lingkungan sosial di mana pemuda dibesarkan juga

berpengaruh. Nilai-nilai, norma, dan tradisi yang ada dalam budaya mereka dapat

membentuk identitas mereka dan cara mereka memandang dunia.

g. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga dan negara dapat memengaruhi akses pemuda

terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan lainnya. Pemuda yang

menghadapi kesulitan ekonomi mungkin memiliki pengalaman dan peluang yang

berbeda dibandingkan dengan yang lebih beruntung.

h. Isu-isu Sosial dan Politik

Peristiwa dan isu-isu sosial dan politik yang terjadi di tingkat lokal,

nasional, dan internasional juga dapat memengaruhi pemuda. Mereka mungkin

menjadi terlibat dalam aktivisme atau memiliki pandangan politik yang terbentuk

oleh situasi tersebut.


20

i. Teknologi dan Media Sosial

Pemuda saat ini tumbuh dalam era teknologi digital dan media sosial yang

memengaruhi cara mereka berkomunikasi, berinteraksi, dan mengakses informasi.

Teknologi juga dapat memengaruhi kebiasaan mereka dalam hal penggunaan waktu

luang dan hiburan.

j. Perubahan Fase Hidup

Pemuda berada dalam fase transisi menuju dewasa. Fase ini sendiri adalah

faktor yang memengaruhi mereka, termasuk tantangan dan pertanyaan identitas

yang timbul selama periode ini.

k. Perkembangan Kesadaran Beragama

Salah satu keistimewaan manusia sebagai makhluk Allah SWT adalah

diberikan fitrah (indera dan kemampuan) untuk mengenal Allah SWT. dan

mengamalkan ajaran-Nya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai naluri keagamaan

(religious naluri). Karena sifatnya inilah, manusia disebut “Homo Devinans” dan

“Homo Religius”. Yaitu makhluk yang mempunyai tuhan dan agama. Sifat religius

ini merupakan watak (kemampuan mendasar) yang mengandung kemungkinan atau

peluang untuk berkembang.

Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat

bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini sebagaimana yang

telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam hadisnya sebagai berikut,
َ َ
َ َُ ْ َ َ ُ ْ َ َ ُ ُ ََََ َ ْ ْ َ َ َُْ ُ ُْْ َ ُ ُ
ِ‫صرا ِنه‬ ِ ‫ فأبواه يه ِودا ِنهِ أو يم ِجسا ِنهِ أو ين‬، ِ‫كل مولودٍ يولد على ال ِفطرة‬
21

Terjemahnya:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya karena orang tuanya lah,
anak itu menjadi Yahudi, Majusi, atau Nasrani”.23
Hal ini mengisyaratkan bahwa faktor lingkungan terutama keluarga sangat berperan

dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak.

Kombinasi dari faktor-faktor ini dan cara mereka saling berinteraksi dapat

sangat memengaruhi perkembangan pemuda, termasuk nilai-nilai, sikap, dan

perilaku mereka. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan lembaga-lembaga

pendidikan untuk memberikan dukungan, bimbingan, dan kesempatan positif

kepada pemuda agar mereka dapat berkembang menjadi anggota masyarakat yang

berkontribusi secara positif.

3. Peran Pemuda dalam Masyarakat

Pemuda memainkan peran yang sangat penting dalam mendorong dan

mempromosikan toleransi dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa penjelasan

tentang peran pemuda dalam hal toleransi:

a. Generasi Pemuda sebagai Agen Perubahan

Pemuda sering dianggap sebagai agen perubahan karena mereka membawa

pandangan segar, energi, dan semangat untuk mengubah dunia. Mereka memiliki

potensi besar untuk mempengaruhi sikap dan pandangan orang-orang di sekitar

mereka terkait dengan masalah toleransi.

23
HR. Bukhari & Muslim.
22

b. Pendidikan dan Kesadaran

Pemuda adalah kelompok yang rentan terhadap pengaruh pendidikan dan

kesadaran. Dengan memberikan pendidikan yang mempromosikan pemahaman

tentang keberagaman budaya, agama, dan pandangan politik, pemuda dapat

menjadi advokat toleransi yang kuat.

c. Kemampuan untuk Berkomunikasi

Dalam era digital dan global seperti sekarang, pemuda memiliki akses yang

lebih besar ke media sosial dan platform komunikasi. Mereka dapat menggunakan

kemampuan ini untuk mempromosikan pesan toleransi, menyebarkan informasi

tentang keragaman, dan berpartisipasi dalam dialog antarbudaya.

d. Inklusivitas dan Kolaborasi

Pemuda sering cenderung lebih inklusif dan terbuka terhadap perbedaan

daripada generasi sebelumnya. Mereka dapat memainkan peran penting dalam

mempromosikan kerja sama lintas budaya dan lintas agama, yang merupakan kunci

untuk menciptakan masyarakat yang lebih toleran.

e. Pemuda sebagai Model Perilaku

Sikap dan perilaku pemuda dapat menjadi contoh bagi generasi yang lebih

tua dan lebih muda. Jika pemuda menunjukkan toleransi dalam tindakan sehari-hari

mereka, hal ini dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti contoh tersebut.

f. Aktivisme dan Keikutsertaan dalam Organisasi

Pemuda sering terlibat dalam aktivisme sosial dan politik. Mereka dapat

mengorganisir kampanye, acara, dan demonstrasi yang bertujuan untuk


23

mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi dan mengadvokasi untuk

hak-hak individu tanpa memandang latar belakang budaya atau agama.

g. Mengatasi Ketidakpahaman dan Prasangka

Pemuda dapat membantu mengatasi ketidakpahaman dan prasangka yang

mungkin ada dalam masyarakat. Mereka dapat berperan sebagai mediator dalam

konflik antarbudaya dan berkontribusi pada pemecahan masalah.

Dengan demikian, pemuda memiliki potensi besar untuk menjadi agen

perubahan positif dalam mempromosikan toleransi dalam masyarakat. Namun,

penting untuk memberikan dukungan, pendidikan, dan pelatihan kepada pemuda

agar mereka dapat memahami peran mereka dalam membangun dunia yang lebih

toleran dan inklusif.

B. Remaja Masjid

1. Definisi Remaja Masjid

Remaja masjid atau remas merupakan organisasi yang mempunyai

pedoman tersendiri dan relatif mandiri dalam mengurus urusan dalam negeri

organisasi dan pembinaan anggotanya.24

Menurut Siswanto, “Remaja masjid adalah suatu organisasi atau wadah

kerja sama yang diselenggarakan oleh dua atau lebih remaja muslim yang

tergabung dalam suatu masjid untuk mencapai tujuan bersama.”25

24
Asadulah Al-Faruq, Mengelola dan Memakmurkan Masjid (Solo: Pustaka Arafah, 2010),
h. 210.
25
Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005), h. 80.
24

Remaja Masjid merupakan sebuah terminologi yang lahir dari budaya lisan

masyarakat yang merujuk pada sekelompok remaja atau generasi muda yang

berkumpul di sebuah masjid dan melakukan kegiatan yang bertujuan untuk

kesejahteraan masjid. Organisasi Remaja Masjid merupakan salah satu tahapan

dakwah Islam kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya kepada generasi

muda dalam proses pendidikan Islam yang diperoleh dari kegiatan pelatihan. Selain

itu, kehadiran pemuda di masjid dapat mendukung penuh program kegiatan masjid,

seperti penyelenggaraan hari besar Islam, deklarasi, kegiatan Ramadhan, Idul Fitri,

dan Idul Adha.

2. Tujuan Remaja Masjid

Remaja Masjid merupakan salah satu bentuk organisasi masjid yang

dipimpin oleh remaja muslim yang berkomitmen dalam dakwah. Organisasi itu

didirikan dengan tujuan menyelenggarakan kegiatan untuk kesejahteraan masjid.

Pemuda masjid sangat dibutuhkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dakwah

dan wadah bagi pemuda muslim dalam beraktivitas di masjid. Keberadaan pemuda

masjid sangat penting karena mereka dipandang mempunyai posisi strategis dalam

mendidik dan memberdayakan pemuda muslim di wilayah sekitarnya. Oleh karena

itu, pemuda masjid merupakan kelompok usia yang sangat profesional dan

merupakan generasi harapan bagi dirinya, keluarga, masyarakat, agama, bangsa

dan negara.26

26
Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid, h. 10.
25

Program kegiatan dirancang sedemikian rupa sehingga menunjang prestasi,

dengan harapan dapat mengembangkan kepribadian yang baik, termasuk

pengembangan minat dan keterampilan siswa. Ibarat ilmu pengetahuan, pemuda

masjid mempunyai tujuan yang sangat jelas. Singkatnya, tujuan pemuda masjid

adalah:27

a. Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

b. Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar sehat secara jasmaniah

dan rohaniah.

c. Meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan dalam

kehidupan sehari-hari dan nyata.

d. Mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri

dan citra diri serta zat yang Maha Suci yaitu Allah Swt.

3. Peran Remaja Masjid terhadap Toleransi Beragama

Peran remaja dalam masjid terhadap toleransi beragama sangat penting

dalam mempromosikan perdamaian, harmoni, dan pengertian antar umat beragama.

Berikut adalah beberapa cara di mana remaja di masjid dapat berkontribusi untuk

meningkatkan toleransi beragama:

27
Handani Bajtan Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2002), h. 18.
26

a. Pendidikan dan Kesadaran

Remaja di masjid dapat berperan dalam meningkatkan pemahaman tentang

agama-agama lain. Mereka dapat mengadakan program-program pendidikan,

seminar, atau diskusi yang memungkinkan anggota masyarakat untuk belajar

tentang keyakinan dan budaya agama-agama yang berbeda.

b. Dialog antar Agama

Remaja masjid dapat berkolaborasi dengan anggota remaja dari berbagai

komunitas agama untuk mengadakan dialog antar agama. Ini memberikan

kesempatan bagi pemuda untuk bertukar pandangan, memecah stereotip, dan

memahami perbedaan serta kesamaan antara agama-agama.

c. Kegiatan Sosial dan Kemanusiaan

Remaja di masjid dapat mengorganisir kegiatan sosial dan kemanusiaan

yang melibatkan berbagai agama. Misalnya, mereka dapat bekerja sama dalam

program amal, bakti sosial, atau proyek-proyek yang bertujuan untuk membantu

masyarakat yang membutuhkan tanpa memandang agama.

d. Menjadi Teladan

Remaja yang aktif di masjid dapat menjadi teladan dalam praktik toleransi.

Mereka dapat mempraktikkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari

mereka dan membantu orang lain untuk melihat bagaimana toleransi bisa menjadi

sebuah norma.
27

e. Pelibatan dengan Aktivitas antar Agama

Remaja di masjid dapat bergabung dalam program-program dan organisasi

yang mempromosikan toleransi beragama. Ini termasuk memperkuat kerja sama

antar agama melalui kegiatan sosial, budaya, dan olahraga.

f. Mendukung Kebebasan Beragama

Remaja dapat memperjuangkan kebebasan beragama dan berkeyakinan

sebagai hak asasi manusia. Mereka dapat menjadi suara yang mendukung hak setiap

individu untuk menjalani keyakinannya dengan damai dan tanpa diskriminasi.

g. Menciptakan Ruang Aman

Remaja di masjid juga dapat menciptakan ruang aman di mana orang dari

berbagai latar belakang agama merasa diterima dan dihormati. Hal ini akan

menciptakan iklim yang memudahkan dialog dan pertukaran gagasan yang positif.

h. Meningkatkan Kesadaran tentang Stereotip dan Prasangka

Remaja di masjid dapat membantu dalam mengidentifikasi, menantang, dan

mengurangi stereotip dan prasangka yang ada terhadap agama-agama lain. Mereka

dapat mengedukasi diri dan orang lain tentang bahaya stereotip dan prasangka.

Dengan berperan aktif dalam hal-hal ini, remaja di masjid dapat berkontribusi

secara signifikan terhadap meningkatkan toleransi beragama dalam masyarakat

mereka. Hal ini akan membantu membangun masyarakat yang lebih inklusif,

harmonis, dan damai, di mana individu dari berbagai agama dapat hidup bersama

dengan rasa saling menghormati.


28

C. Toleransi antar Umat Beragama

Toleransi beragama berarti sikap terbuka seseorang untuk menghormati dan

membiarkan umat beragama menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran dan

kaidah keyakinannya, tanpa ada yang mengganggu atau memaksa dirinya, orang

lain, atau keluarganya.28 Toleransi antar umat beragama merupakan sikap hormat

dan menghargai terhadap segala sesuatu yang menyangkut keimanan dan ketuhanan

menurut ajaran agama yang dianutnya.

Seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2

disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya”. Bahwa kita sebagai warga negara sudah sewajarnya saling

menghargai hak dan kewajiban masing-masing demi menjaga keutuhan negara dan

saling menjaga toleransi antar umat beragama.29

Menurut Muhammad Nur Hidayat, toleransi beragama adalah sikap hormat

dan toleran terhadap pemeluk agama lain tanpa mencampuri urusan agama satu

sama lain.30 Hal ini juga sejalan dengan J. Cassanova yang menegaskan bahwa

toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan

keyakinan masyarakat terhadap keyakinan atau ketuhanan yang diyakininya.31

28
H. M. Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik (Jakarta: Bulan Bintang,
1989), h. 83.
29
Nur Cholish Majid, Passing Over Melintasi Batasan Agama (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), h. 138.
30
Muhammad Nur Hidayat, Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama (Kediri: Nasyrul’ilmi,
2014), h. 125-126.
31
Casram, Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural, Jurnal Ilmiah
Agama dan Sosial Budaya, 1(2), (2016), h. 188.
29

Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan menganut agama

pilihannya serta menghormati ajaran yang dianut atau diyakininya.

Toleransi antar umat beragama merujuk pada sikap dan tindakan saling

menghormati serta menerima perbedaan dalam keyakinan agama, praktik

keagamaan, dan pandangan dunia antara individu dan kelompok yang menganut

agama yang berbeda. Ini adalah aspek penting dalam masyarakat multikultural dan

berperan dalam menjaga perdamaian, harmoni, dan kerja sama antar kelompok

agama. Berikut adalah beberapa poin penting tentang toleransi antar umat

beragama:

1. Sikap Terbuka dan Penghargaan terhadap Perbedaan

Toleransi mengharuskan individu dan kelompok untuk memiliki sikap

terbuka terhadap perbedaan dalam keyakinan agama dan praktik keagamaan. Ini

berarti menghormati hak setiap individu untuk memiliki keyakinan dan nilai-nilai

agama mereka sendiri.

2. Dialog Antar agama

Dialog antar agama adalah alat penting dalam mempromosikan toleransi.

Melalui dialog, individu dan kelompok agama dapat saling memahami,

mendiskusikan perbedaan mereka, dan mencari titik persamaan. Hal ini membantu

mengurangi ketidakpahaman dan prasangka.

3. Hak Asasi Manusia

Toleransi antar umat beragama adalah bagian dari hak asasi manusia yang

fundamental. Setiap individu berhak atas kebebasan beragama, yang mencakup hak
30

untuk memeluk agama atau keyakinan pilihan mereka tanpa diskriminasi atau

tekanan.

4. Pendidikan tentang Agama

Pendidikan yang mencakup pemahaman tentang berbagai agama dan

budaya dapat membantu mempromosikan toleransi. Ini membantu menghilangkan

ketidakpahaman dan stereotip negatif.

5. Hormat Terhadap Tempat Ibadah

Menghormati tempat-tempat ibadah agama lain adalah tanda toleransi. Ini

mencakup menghindari perusakan atau penistaan terhadap tempat-tempat suci

orang lain.

6. Kerja sama Antar Agama

Terkadang, kerja sama antar agama dapat memecahkan masalah sosial dan

kemanusiaan bersama-sama. Contoh-contoh seperti proyek pelayanan sosial dan

kampanye amal dapat memperkuat hubungan antar umat beragama.

7. Menghindari Konflik Berbasis Agama

Toleransi dapat membantu menghindari konflik dan kekerasan berbasis

agama. Ketika masyarakat memiliki sikap yang toleran terhadap perbedaan agama,

kemungkinan konflik berkurang.

8. Peran Pemimpin Agama

Pemimpin agama memiliki tanggung jawab penting dalam mempromosikan

toleransi. Mereka dapat berbicara untuk perdamaian, berdialog dengan pemimpin

agama lain, dan menjadi model peran dalam sikap toleransi.


31

9. Legisiasi dan Kebijakan Publik

Kebijakan yang mendukung hak beragama dan melindungi umat beragama

dari diskriminasi adalah langkah penting dalam mendorong toleransi.

10. Pentingnya Kesadaran Multikultural

Kesadaran tentang beragamnya masyarakat dan dunia adalah kunci untuk

memahami pentingnya toleransi. Ini membantu individu melihat perbedaan sebagai

kekayaan, bukan sebagai ancaman.

Toleransi antar umat beragama memainkan peran kunci dalam membangun

masyarakat yang inklusif, damai, dan harmonis. Hal ini memungkinkan individu

dengan beragam keyakinan untuk hidup bersama dalam saling menghormati dan

berkontribusi pada kemajuan bersama.

Pemahaman tentang toleransi tidak bisa berdiri sendiri, karena berkaitan

erat dengan realitas lain yang menjadi penyebab langsung munculnya toleransi,

yaitu pluralitas.32 Menghadapi dunia yang semakin pluralistik, yang kita perlukan

bukanlah bagaimana menjauhkan diri dari pluralitas, namun bagaimana kita

menyikapi pluralitas. Salah satu cara untuk menanggapi pluralitas adalah dengan

menghormati keberagaman dan memperlakukan semua orang dengan adil. Hal ini

senada dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, surat Al-Mumtahanah/60:8-9,

32
Agung Setiyawan, Pendidikan Toleransi dalam Hadits Nabi SAW, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 12(2), (2015), h. 221.
32

َ َ ُ ُ َ ُ َ َّ ُ
ْ‫اّلل َعن الذيْ َن ل ْم ُي َقات ُل ْوك ْم فى الديْن َول ْم ُيخْر ُج ْوك ْم م ْن د َيارك ْم ا ْن َت َب ُّر ْو ُه ْم َو ُت ْقس ُط ْوٓا ال ْيهم‬
ُ ٰ ‫َلا َي ْن ٰهىك ُم‬
ِۗ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ُ ُ ْ َ ُ ُ َ َّ ٰ ُ ْ ُ َ ٰ َّ
‫الدي ِن َواخ َرج ْوك ْم ِم ْن ِد َي ِارك ْم‬
ْ
‫ى‬ ‫ف‬ ‫م‬
َ
ْ ‫اّلل عن الذيْ َن قاتل ْوك‬ َ ُ ‫ ان َما َين ٰهىك ُم‬٨ ‫ي ُّب ال ُم ْقسط ْي َن‬
ْ َّ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫اّلل ح‬ ‫ِان‬
َ ٰ ُ َ ٰۤ ُ َ َّ َ ُ َّ َ ْ َ ُ َ ْ ٰٓ َ ْ ُ َ َ َ
٩ ‫اجك ْم ان ت َول ْوه ْمۚ َو َم ْنَّيت َول ُه ْم فاول ِٕىك ه ُم الظ ِل ُم ْون‬ ِ ‫وظاهروا على ِاخر‬
Terjemahnya:

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir
kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu (berteman
akrab) dengan orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama,
mengusirmu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain) dalam
mengusirmu. Siapa yang menjadikan mereka sebagai teman akrab, mereka
itulah orang-orang yang zalim.33

Dua ayat di atas memperjelas bahwa kita dianjurkan berlaku adil terhadap

orang non-Muslim selama mereka tidak melawan atau mengusir mereka. Selain itu,

kita harus melakukannya dengan baik. Dengan demikian, dari seluruh penjelasan di

atas dapat disimpulkan bahwa toleransi beragama adalah suatu sikap terbuka untuk

menghormati dan menghormati pemeluk agama lain untuk meyakini dan

menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

D. Toleransi dalam Islam

Toleransi dalam bahasa Arab adalah tasamuh yang berarti membiarkan,

mempermudah satu sama lain. Sementara itu, toleransi beragama itu sendiri

merupakan suatu sikap terbuka untuk menghormati dan menghargai pemeluk

agama lain, agar mereka beriman dan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran

agama yang dianutnya. Namun kesalahan dalam memahami makna toleransi dapat

33
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 550.
33

menimbulkan talbisul haq bil bathil (mencampuradukkan antara hak dan batil),

yaitu suatu sikap yang haram bagi umat Islam. Sama seperti menganut dan

mengamalkan agama atau kepercayaan lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam

Al-Qur’an, surat Al-Kafirun/109:1-6,

ُّ ْ َ ٌ َ ََ۠ َ ُ َْ َ ُ ٰ ُ َْ َ َ ُ َْ ُ َْ َ َ ٰ ْ َ َ ْ ُ
٤َۙ‫ َول ٓا انا ع ِابد َّما ع َبدت ْم‬٣ ۚ‫ َول ٓا انت ْم ع ِبد ْون َمآ اع ُبد‬٢ َۙ‫ ل ٓا اع ُبد َما تع ُبد ْون‬١ َۙ‫قل يٰٓايُّها الك ِف ُر ْون‬
ُ ُ ُ َ ُ َْ َ ُ ٰ ُ َْ َ
٦ ࣖ ‫ لك ْم ِد ْينك ْم َوِل َي ِد ْي ِن‬٥ ِۗ‫َول ٓا انت ْم ع ِبد ْون َمآ اع ُبد‬
Terjemahnya:

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan


menyembah apa yang kamu sembah. Kamu juga bukan penyembah apa
yang aku sembah. Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku
sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”34

Pada ayat di atas sudah jelas bahwa kita disuruh menghormati agama lain.

Namun tidak memperdulikan keimanan atau kepercayaan orang lain, apalagi

menghina Tuhannya. Prinsip toleransi antar umat beragama dalam pandangan Islam

adalah “lakum dinukum wa liyadin” bagimu agamamu dan bagiku agamaku.35 Oleh

karena itu, jika kita meyakini bahwa hidayah adalah hak mutlak Allah, maka kita

sendiri tidak memaksakan kehendak orang lain dalam beragama. Namun, kita juga

mempunyai kewajiban untuk berdakwah, menuntut kebaikan yang sesuai dengan

perintah Allah.

Toleransi dalam Islam adalah prinsip yang mendasari ajaran agama Islam

dan sangat ditekankan dalam Al-Quran, Hadis (tradisi Islam), dan sejarah Islam.

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 603.


34
35
Muslich & Qohar Adnan, Nilai Universal Agama-agama di Indonesia, (Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2013), h. 272.
34

Islam mengajarkan bahwa toleransi adalah aspek penting dalam berinteraksi dengan

individu dan kelompok yang memiliki keyakinan dan pandangan dunia yang

berbeda. Berikut adalah beberapa poin penting tentang toleransi dalam Islam:

1. Kebebasan Beragama

Islam mengakui hak asasi manusia untuk kebebasan beragama. Ayat-ayat

dalam Al-Quran menekankan bahwa tidak ada paksaan dalam agama dan bahwa

setiap individu bebas memilih dan menjalankan agamanya, QS. Al-Kafirun/109:6,


ُ ُ ُ َ
٦ ࣖ ‫لك ْم ِد ْينك ْم َوِل َي ِد ْي ِن‬
Terjemahnya:

Untukmu agamamu dan untukku agamaku.36

2. Penghormatan Terhadap Agama Lain

Al-Quran secara tegas mengajarkan penghormatan terhadap agama-agama

lain. Al-Quran menyebutkan bahwa "Tidak ada paksaan dalam agama" dan bahwa

umat Islam harus berbicara kepada orang lain dengan bijak dan baik, QS. An-

Nahl/16:125,

َّ َ ْ ُ َ ْ َ َ ُ َ ََّ َّ ُ َ ْ َ
َ َ ْ
َّ ُ ْ َ
ْ َ َ َ َْ َ ْ َْ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ ٰ ُ ُْ
‫ال كم ِة والمو ِعظ ِة الحسن ِة وج ِادلهم ِبال ِتي ِهي احسنِۗ ِان ربك هو اعلم ِبمن ضل‬ ِ‫ادع ِالى س ِبي ِل ر ِبك ِب ح‬
َ ْ َْ َ ُ َ
١٢٥ ‫ع ْن َس ِب ْي ِل ٖه َوه َو اعل ُم ِبال ُم ْهت ِد ْي َن‬
Terjemahnya:

Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah37 dan pengajaran yang


baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 603.


36
37
Hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak
dengan yang batil.
35

Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.38

3. Dialog Antar agama

Islam mendorong dialog dan perbincangan yang baik antara pemeluk agama

yang berbeda. Nabi Muhammad sendiri sering berdialog dengan anggota komunitas

Yahudi, Kristen, dan berbagai suku lainnya di masa hidupnya.

4. Perlindungan terhadap Umat Beragama Lain

Islam mengajarkan perlindungan terhadap umat beragama lain yang tinggal

dalam lingkungan Islam. Konsep "dhimmi" mengacu pada perlindungan hukum

yang diberikan kepada non-Muslim di negara-negara Islam dalam sejarah.

5. Solidaritas Kemanusiaan

Islam menekankan pentingnya solidaritas kemanusiaan. Menolong orang

miskin, melindungi hak asasi manusia, dan berperilaku adil terhadap semua orang,

termasuk yang berbeda agama, adalah prinsip-prinsip yang ditekankan dalam Islam.

6. Menanggapi Pelecehan Agama

Islam mengajarkan kesabaran dan penanganan yang bijak ketika agama

Islam disalahgunakan atau dilecehkan. Keberanian dan hikmah dalam menanggapi

pelecehan atau stereotip negatif adalah bagian dari ajaran Islam.

38
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 281.
36

7. Perdamaian: Islam adalah agama perdamaian

Kebanyakan konflik yang muncul dalam sejarah sering kali bukan

disebabkan oleh agama itu sendiri, tetapi oleh faktor-faktor politik, ekonomi, atau

sosial. Islam mengajarkan perdamaian dan penyelesaian konflik dengan damai.

Toleransi dalam Islam adalah nilai yang mendasar dan mengakar kuat dalam

ajaran agama ini. Pentingnya toleransi ini ditekankan dalam berbagai ayat Al-Quran

dan hadis yang menunjukkan bahwa Islam menghargai dan menghormati perbedaan

keyakinan dan pandangan dunia. Toleransi ini merupakan dasar bagi hubungan

harmonis antara individu dan komunitas yang berbeda agama dalam masyarakat

Islam.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu. suatu

jenis penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan

gejala yang ada, yaitu. tentang gejala seperti pada saat penelitian.39

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa. Alasan

peneliti memilih lokasi penelitian di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa karena

lebih mudah dalam mencari narasumber penelitian ini dan alokasi waktu untuk

kegiatan wawancara akan lebih efisien. Kemudian peneliti dapat lebih memahami

dialog dengan narasumber.

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan Teologis

Pendekatan teologis dipahami peneliti sebagai pendekatan yang mewakili

realitas agama yang sebenarnya dan membahas ajaran ketuhanan agama tersebut.

Dengan menggunakan pendekatan teologis, penelitian ini melihat dan menjelaskan

pola keagamaan, pola komunikasi dan pandangan masyarakat terhadap toleransi

beragama.

39
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Cet. VI; Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h.
309.

37
38

2. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan Sosiologis adalah pendekatan yang mempelajari hidup

berdampingan dalam masyarakat dan hubungan antar manusia yang mengatur

kehidupannya.40 Dalam penelitian ini peneliti di Desa Tamanyeleng Kabupaten

Gowa mencampurkan dan berinteraksi pandangan mereka mengenai toleransi

beragama.

3. Pendekatan Fenomenologis

Pendekatan fenomenologis yaitu merupakan upaya untuk memahami

keseluruhan fenomena semurni mungkin, tanpa ada yang ikut campur di dalamnya.

Langkah yang dilakukan adalah menganalisis seluruh sifat yang terkait dengan

fenomena tersebut. Sedangkan yang tidak penting dan di luar fenomenal harus

disaring atau diredam. Jadi akhirnya kita mendapatkan ide yang benar-benar

menjelaskan esensi ini.41 Apoche mencoba menghilangkan segala sesuatu untuk

mencapai kajian fenomena ada tiga jenis reduksi (filtering) yaitu; reduksi

fenomenologis, reduksi eidik, dan reduksi transendental.

C. Sumber Data

1. Data primer (primary data), yaitu data empiris yang diperoleh langsung dari

subjek, individu, kelompok dan organisasi.42 Dalam hal ini penentuan

informan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, artinya

40
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. V;
Jakarta: UI Press, 1986), h. 5.
41
Mukhlis Latif, Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut Islam,
(Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 25.
42
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali
pers, 2010), h. 29-30.
39

memilih informan sampel atau gejala berdasarkan kriteria tertentu.

Informan dipilih berdasarkan kenyataan bahwa yang terpilih mengetahui

permasalahan yang diselidiki dan menjadi informan, yaitu; Tokoh agama

dan tokoh masyarakat. Mengingat informasi yang relevan dapat

menginformasikan permasalahan yang sedang diselidiki.

2. Data sekunder (secondary data), yaitu data penelitian yang diperoleh secara

tidak langsung melalui media perantara (yang dihasilkan oleh pihak lain)

atau data yang digunakan oleh lembaga selain manajemen tetapi dapat

digunakan dalam penelitian tertentu.43

D. Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling. Metode ini merupakan teknik pengumpulan data

dengan aspek-aspek tertentu.44 Pertimbangan tersebut didasarkan pada kriteria

tertentu yang dianggap berkaitan erat dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu,

peneliti memilih informan yang kemungkinan besar memiliki pengetahuan luas

tentang masalah yang diteliti dan dapat memberikan informasi yang diperlukan

peneliti untuk memperoleh data. Ketika seorang informan ditunjuk, hal ini berlaku,

misalnya:

1. Imam dusun atau Imam Desa, selaku sosok yang dituakan di Desa tersebut.

2. Tokoh Agama

43
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi, h. 173.
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013), h. 218.
40

3. Tokoh Masyarakat.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti langsung keluar untuk mendapatkan informasi

yang sebenarnya dari para informan sambil mengumpulkan data. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu pemantauan dan pencatatan sistematis terhadap fenomena yang

diteliti.45 Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

partisipan yaitu observasi yang dilakukan dengan melibatkan peneliti secara

langsung dalam setiap kegiatan, yang digunakan hanya sebagai metode sekunder

atau tambahan yaitu untuk melengkapi, mengkonfirmasi dan menguji hasil

penelitian. keakuratan informasi yang diperoleh. diperoleh dari wawancara atau

hasil wawancara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi mengenai

pandangan masyarakat khususnya generasi muda dan remaja masjid mengenai

toleransi beragama.

2. Wawancara

merupakan suatu metode pengumpulan data melalui komunikasi, yaitu

proses tanya jawab antara pengumpul data (interviewer) dan sumber data

(informan).46 Penelitian ini mengacu pada informan Dalam konteks penelitian ini,

jenis wawancara yang digunakan penulis adalah snowball yang memungkinkan

45
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT.Gramedia, 1990),
h. 173.
46
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Ed. I; Jakarta: Granit, 2004), h.
72.
41

penulis menentukan sampel satu atau dua orang yaitu. imam desa, tokoh agama dan

tokoh masyarakat. Namun karena ketiga orang tersebut masih belum memberikan

informasi, maka peneliti mencari orang lain yang menurutnya lebih mengetahui

permasalahan toleransi beragama di Desa Tamanyeleng Kabupaten Gowa dan dapat

melengkapi informasi yang diberikan oleh organisasi tersebut. tiga orang

sebelumnya. Begitu seterusnya untuk menambah jumlah sampel untuk penelitian

ini.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu cara mencari informasi tentang suatu hal atau

variabel yang berupa foto penelitian, catatan harian, dan buku. Dokumen tertulis

seperti catatan harian, biografi, biografi, perintah politik. Dokumen yang berbentuk

gambar, seperti foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan kamera dan alat tulis untuk mengumpulkan data, dan penulis

mengambil gambar langsung dari lokasi penelitian untuk digunakan sebagai

penunjuk penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data deskriptif yang

disesuaikan dengan metodologi penelitian dalam kaitannya dengan jenis penelitian

yang dilakukan, yaitu:

a. Alat tulis menulis, buku, pulpen/pensil sebagai alat untuk mencatat informasi

yang di dapat pada saat observasi.


42

b. Alat perekam suara sebagai alat untuk merekan narasumber saat di lapangan

dan kamera sebagai alat untuk mengambil gambar di lokasi penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengolahan data yang digunakan adalah

analisis data kualitatif, yaitu. menggambarkannya dengan jelas dan menyeluruh.

Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Reduksi data, yaitu informasi yang diperoleh tentang objek penelitian

dipilah secara sistematis segera setelah pengumpulan data, kemudian

laporan-laporannya direduksi dengan memilah-milah pertanyaan pokok

menurut fokus penelitian.

2. Penyajian data, yaitu memberikan informasi tentang inferensi yang

memungkinkan adanya kesimpulan dan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari data-data yang diperoleh.


DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzaky, Handani Bajtan. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar


Pustaka Baru, 2002.
Afiatin, Tina. Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama Di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi. (1), (1998).
Al-Faruq, Asadulah. Mengelola dan Memakmurkan Masjid. Solo: Pustaka Arafah,
2010.
Ali, H. M. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik. Jakarta: Bulan
Bintang, 1989.
Ali, Mohammad. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2012.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Cet; VI, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Aslati. Pemberdayaan Remaja Berbasis Masjid. Jurnal Masyarakat Madani. 3(2),
(2018).
Bukhori, Baidi. Toleransi Terhadap Umat Kristiani. Semarang: IAIN Walisongo
Semarang, 2012.
Casram. Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural. Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. 1(2), (2016).
Cholish, M. Nur. Passing Over Melintasi Batasan Agama. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001.
Dalmeri. Revitalisasi fungsi Masjid sebagai Pusat Ekonomi dan Dakwah
Multikultural. Walisongo, 22(2), (2014).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
Hurlock, B. Elizabeth. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 1978.
Kansil, C. S. T. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT. Pradya
Paramita, 1991.
Kartono, Kartini. Psikologi Anak (Psikologis Perkembangan). Bandung: Mandar
Maju, 1995.
Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Solo: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia,
1990.

43
44

Latif, Mukhlis. Fenomenologi Max Sceller Tentang Manusia: Disorot Menurut


Islam. Cet; I, Makassar: Alauddin University Press, 2014.
Muslich & Adnan, Qohar. Nilai Universal Agama-agama di Indonesia.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013.
Nasution, Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet;
V, Jakarta: UI Press, 1986.
Nur, H. Muhammad. Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama. Kediri: Nasyrul’ilmi,
2014.
Nurcholish, Ahmad. Celoteh Gus Mus. Jakarta: PT Gramedia, 2018.
Pamungkas, Cahyo. Toleransi Beragama dalam Praktik Sosial: Studi Kasus
Hubungan Mayoritas dan Minoritas Agama di Kabupaten Buleleng.
Episteme. 9(2), (2014).
Partanto, A. Pius, & Dahlan, M. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka, 1994.
Putra, D. Haidar. Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah. Cet; I, Jakarta:
Kencana, 2013.
Rianto Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Ed. I; Jakarta: Granit, 2004.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relation Dan Komunikasi. Jakarta:
Rajawali pers, 2010.
Sabila Zahra, N. & Ramdan Al Qadri, A. Konsep Toleransi Beragama pada Remaja
Suku Bugis Makassar. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya. 5 (1), (2022).
Setiyawan, Agung. Pendidikan Toleransi dalam Hadits Nabi SAW. Jurnal
Pendidikan Agama Islam. 12(2), (2015).
Siregar R., Wardani E., Fadilla N., & Septiani A. Toleransi Antar Umat Beragama
dalam Pandangan Generasi Millenial. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan
dan Kemasyarakatan. 16 (4), (2022).
Siswanto. Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013.
Suwardiyamsyah. Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang toleransi beragama.
Jurnal Al-Irsyad. 8(1), (2017).
Wahdah. Problematika Toleransi Umat Beragama di Indonesia di Era Modern:
Solusi Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Aqlam. 2(1), (2020).
45

Yusuf Syamsul, L.N. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2013.
-------- . Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Zahro, Fatimatuz. Membangun Toleransi antar Umat Beragama (Studi
Fenomenologi Komunitas Gusdurian Banyumas). Skripsi. Purwokerto:
IAIN Purwokerto, 2021.
Zulkifli L. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1986.

Anda mungkin juga menyukai