Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TASAWUF

TASAWUF FALSAFI : IBNU ARABI, ABDUL KARIM AL-JILLI.

Dosen pengampu : M.Muttaqin, M.Pd.I

Disusun oleh kelompok 6 :

1. Marisa (220101119)

2. Tasya okta permata ( 220101158)

3. Zulkarnain (220101147)

4. Jamal (220101162)

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QUR'AN AL-ITTIFAQIAH, INDRALAYA

OGAN ILIR, SUMATRA SELATAN.

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,,,

Puji dan syukur ( alhamdulillah wa syukur lillah ) dipersembahkan atas kehadirat


Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayah-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya. Sholawat beserta salam marilah kita junjungkan kepada Baginda
rasul kita yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, dengan
harapan semoga umatnya dapat mengikuti akhlak dan budi pekerti yang mulia.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah tasawuf yang dibimbing
oleh bapak M. Muttaqin, M.Pd.I yang kami ucapkan terimakasih karna telah memberi
kami arahan untuk menulis karya ilmiah dengan cara yang baik dan benar.

Tentunya kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan


kesalahan di dalam makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
bapak dosen maupun kawankawan sekalian sehingga mampu menjadikan kami
motivasi untuk memperbaiki-Nya dikemudian hari. Demikian, dan jika terdapat
kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan hanya
kepada Allah SWT penulis memohon ampunan serta Rahmat-Nya, dan semoga
makalah kami dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca umumnya, Amin ya rabbal
'Alamin

Indralaya, November 2023

Pemakalah,

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................3

1.1 Latar belakang........................................................................................................3

1.2 Rumusan masalah...................................................................................................3

1.3 Tujuan.....................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4

2.1 Pengertian tasawuf falsafi.......................................................................................4

2.2 Perkembangan tasawuf falsafi................................................................................5

2.3 Macam-macam ajaran pokok tasawuf falsafi.........................................................6

2.4 Ibnu Arabi..............................................................................................................10

2.5 Abdul Karim Al-jilli..............................................................................................13

BAB III PENUTUP.....................................................................................................15

3.1 Kesimpulan............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dekade ini, sudah banyak terlihat manusia yang tidak mengenal dirinya, terutama
manusia-manusia yang mengaku bahwa dirinya umat islam. Tak heran kiranya jika
banyak dari manusia yang tidak bisa merasakan kebahagiaan batin dan mengetahui
tujuan hidup sebenarnya. Hal ini dikarenakan minimnya perhatian pada pendidikan
islam terutama pada pendidikan tasawuf. Pendidikan tasawuf ditinjau dari segi
kebahasaan adalah menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian
jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan
kebenaran dan rela berkorban demi tujuan yang lebih mulia.¹

1.2 Rumusan masalah

a. Apa pengertian dari tasawuf falsafi ?

b. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf falsafi ?

c. Siapakah tokoh dari tasawuf falsafi ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian dari tasawuf falsafi,

b. Untuk mengetahui perkembangan tasawuf falsafi,

c. Untuk mengenal tokoh-tokoh dari tasawuf falsafi dan ajarannya,

_________________

¹ Samsul Munir Amin,Ilmu Tasawuf, (Jakarta: AMZAH, 2012), hlm

3
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian tasawuf falsafi

Tasawuf Falsafi dapat juga dinamakan tasawuf nazhari. Tasawuf falsafi adalah
tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intuitif dan visi rasional.
Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya. Namun, intisari dari keaslian tasawuf yang diajarkan
tidak hilang. Gaya pengungkapannya pun sesuai dengan bahasa filsafat yang sulit
dimengerti jika tidak dicerna secara benar. Sehingga tasawuf falsafi tidak dapat
dikategorikan pada tasawuf yang murni.

Adapun yang berpendapat bahwa tasawuf adalah akhlak, pendapat ini


dikemukakan oleh Al-kattani, dinamakan akhlak karena tasawuf merupakan upaya
menghindari hal-hal yang buruk dan menghiasi diri dengan hal-hal yang baik,
kemudian, pengertian falsafi secara singkat adalah falsafi di ambil dari kata filsafat.²

Ajaran dan metode tasawuf falsafi bukanlah berdasarkan pada filsafat yang harus
ada aspek rasionalitas ataupun empiris. Karena tasawuf falsafi didasarkan pada rasa
dzauq
( ).³ Dalam ranah keilmuan islam, ungkapan-ungkapan dengan bahasa filsafat
dinamakan Syatahiyyat, yakni suatu ungkapan yang sulit difahami dan banyak
menimbulkan kesalahpahaman pihak luar sehingga dapat menimbulkan banyak
tragedi.

Menurut At-Taftahzani, tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam


khazanah islam sejak abad VI (keenam) Hijriah, meskipun para tokohnya baru
dikenal seabad kemudian. Sejak abad ini tasawuf falsafi terus hidup dan semakin
berkembang. Terutama dikalangan para sufi yang juga filsuf sampai menjelang akhir-
akhir ini.⁴

_________________

²Haidar putra daulay, pendidikan Islam dalam perspektif filsafat, kencana tahun 2014. .

³ Rasadzauq
( ) adalah pemenuhan pada kepuasan batiniah yang tidak lepas dari syariat islam.
⁴ M. Sholihin dan Rosihon Anwar,Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 171

4
Adanya pemaduan antara ajaran tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi
ini secara tidak langsung telah membuat ajaran-ajaran tasawuf falsafi bercampur
sejumlah ajaran filsafat di luar islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama
Nashrani. Hal ini dilakukan oleh para tokoh tasawuf falsafi guna untuk mengajarkan
pengertian tasawuf kepada orang-orang, masyarakat, bangsa-bangsa lain.

Adapun Selain itu tasawuf dipahami sebagai manusia yang dekat dengan
Tuhannya yang merupakan ajaran dasar lewat firman Allah SWT sebagai berikut:

‫ﺠﯿُﺒﻮا ِﻟﻲ‬
ِ ‫ﺴَﺘ‬
ْ ‫ن ۖ َﻓْﻠَﯿ‬
ِ ‫ﻋﺎ‬
َ ‫ع ِإَذا َد‬
ِ ‫ﻋَﻮَة اﻟَّﺪا‬
ْ ‫ﺐ َد‬
ُ ‫ﺟﯿ‬
ِ ‫ﺐ ۖ ُأ‬
ٌ ‫ﻋِّﻨﻲ َﻓِﺈِّﻧﻲ َﻗِﺮﯾ‬
َ ‫ﻋَﺒﺎِدي‬
ِ ‫ﻚ‬
َ ‫ﺳَﺄَﻟ‬
َ ‫َوِإَذا‬
َ ‫ﺷُﺪو‬
‫ن‬ ُ ‫َوْﻟُﯿْﺆِﻣُﻨﻮا ِﺑﻲ َﻟَﻌَّﻠُﮭْﻢ َﯾْﺮ‬

Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka


(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran".

Tasawuf falsafi memiliki objek tersendiri yang berbeda dengan tasawuf sunni.
Menurut Ibnu Khaldun, dalam karyanya, Muqaddimah, meyimpulkan bahwa ada
empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi falsafi, antara lain yaitu:

1.) Mujahadah (memerangi hawa nafsu) Latihan rohaniah dengan rasa (dzauq),
intuisi, dan intropeksi diri.

2.) Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib. Seperti sang pencipta, sifat-
sifat-Nya, arsy, malaikat, wahyu, kenabian, roh, dan hakikat realitas. Para sufi falsafi
melakukan latihan rohaniah dengan mematikan kekuatan syahwat dan menggairahkan
roh dengan cara menggiatkan berdzikir.

3.) Peristiwa-peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk


kekeramatan.

4.) Penciptaan ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar Syatahiyyat


( ).

5
2.1 Perkembangan tasawuf falsafi

Berkembangnya masyarakat Islam memang membutuhkan fase yang panjang,dari


masa keislaman pertama dengan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi rasul
sampai para tabi'in hingga sekarang. Pada masa awal Islam belum ada istilah tasawuf
namun, meski demikian bukan berarti praktek seperti puasa, zuhud dan senadanya
tidak ada. Hal ini dibuktikan dengan perilaku Abdullah ibn umar yang banyak
melakukan puasa sepanjang hari, dan sholat serta membaca Al-Qur'an sepanjang
malam.⁵

Masa ini disebut dengan faseasketisme (zuhud)⁶. Kemudian, paruh abad ke-1
hijiriah muncullah tokoh bernama Hasan Al-Basri, seorang tokoh zahid yang
termasyhur dalam sejarah tasawuf. Pada masa ini tasawuf bisa dikatakan masih murni
tidak terpengaruh oleh ajaran filsafat.

Perkembangan tasawuf sangat pesat pada awal abad ke-3 hijiriah dengan
ditandainya berbagai macam tasawuf yang berkembang pada masa itu. Secara umum
dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, pertama tasawuf yang berintikan ilmu jiwa,
(Tasawuf murni), ke-dua tasawuf yang terfokus pada tujuan tentang cara berbuat baik
serta menghindari perilaku buruk yang disebut dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf
falsafi mulai terlihat pada abad ke-3 hijiriah, hal ini dibuktikan dengan kemunculan
tokoh yang bisa dikatakan ekstrim yakni Al-Hallaj dengan teorinya tentang hulul atau
ingkarnasi tuhan.

Kemudian masuk pada abad ke-5 hijiriah dimana muncul pertentangan antara
ulama tasawuf dan ulama fiqih pada masa itu dikarenakan berkembangnya madzhab
Syi'ah yang meresahkan ulama fiqih sehingga pada masa itu mendatangkan
pertentangan antara golongan ulama fiqih, ulama tasawuf falsafi dan tasawuf sunni

_________________

⁵ Aly mashar,tasawuf : sejarah, madzhab dan inti ajarannya, Vol. XII, No. 1, tahun 2015, (hal.121)
⁶Aly mashar, tasawuf :sejarah, madzhab dan inti ajarannya, Vol. XII, No. 1, tahun 2015. (Hal.122)

6
Kemudian muncul tokoh yang berniat meleraikan pertentangan antara ulama
tersebut yang bernama Al-Ghozali yang dimana sepenuhnya hanya menerima tasawuf
berdasarkan Al-Qur'an dan hadits serta bertujuan kehidupan yang sederhana, disisi
lwin beliau memberikan kritikan yang tajam terhadap filosof, seperti kaum mu'tazillah
dan batiniyah, yang akhirnya Al-Ghozali berhasil mengenalkan prinsip-prinsip
tasawuf yang moderat sehingga tasawuf falsafi saat itu perlahan mulai tenggelam.⁷

Kemudian pada abad ke-6 hijiriah tasawuf falsafi mulai muncul kembali dengan
ditandai dengan kelompok tasawuf yang memadukan tasawuf dengan ilmu filsafat
dengan teori mereka sendiri pada abad ke 6-7 hijiriah merupakan masa tasawuf falsafi
bangkit dan mengajarkan ajarannya pada tokoh-tokoh baru

2.3 Macam-macam ajaran pokok tasawuf falsafi

Pemaduan filsafat dengan tasawuf pertama kali dilakukan oleh para filsuf Muslim
ketika sedang mengalami helenisme pengetahuan. Misalnya filsuf Muslim yang
membahas tentang Tuhan dengan menggunakan konsep-konsep neo-plotinus seperti
al-Kindi. Dalam filsafat emanasinya Plotinus disebutkan bahwa roh memancar dari
diri Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Di sisi lain ada Pythagoras yang
menyebutkan bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia yang kotor tidak dapat lagi
kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi dan bila ruh
terus berusaha untuk membersihkan diri maka dapat kembali kepada Tuhan. Maka
dari konsep ini dapat ditarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang juga berkeyakinan
bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang
direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai Sifat madzohir dari sifat Tuhan.

_________________

⁷ Aly mashar,tasawuf : sejarah, madzhab dan inti ajarannya, Vol. XII, No. 1, tahun 2015. (Hal.124)

7
terminologi filosofis dalam pengungkapannyayang berasal dari berbagai macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Ajarannya tasawuf falsafi
lebih mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih
mendalam dan mengedepankan akal mereka serta ajarannya memadukan antara visi
mistis dan rasional. Adapun yang termasuk kategori ajaran tasawuf falsafi adalah

1. Fana’ dan Baqa’

Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-
fasad (rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan al-fasad atau rusak
adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.⁸

Bagi sufi, fana mempunyai banyak pengertian, misalnya diartikan sebagai keadaan
moral yang luhur, sebagai definisi yang mereka berikan, yaitu fananya sifat jiwa atau
sirnanya sifat-sifat yang tercela.⁹ Kemudian, sebagai akibat dari fana adalah baqa.
Secara harfiah baqa berarti kekal, sedang menurut yang dimaksud para sufi, baqa
adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.

Dalam pengalaman para sufi, fana selalu diiringi dengan baqa di mana keduanya
ini merupakan kembar yang tidak dapat dipisahkan dan datang beriringan,
sebagaimana dinyatakan oleh para ahli tasawuf: “Apabila tampaklah nur kebaqaan,
maka fanalah yang tiada, dan baqalah yang kekal”.¹⁰

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan fana adalah
lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan perbuatan
maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan,

_________________

⁸AbuddinNata,AkhlakTasawuf (Jakarta:GrafindoPersada,2006),h.231.
⁹Abdurrakhim,Perkembangan Pemikiran dalam Bintang Tasawuf. (Jakarta: Pertja, 2001), h. 33.

¹⁰AbuddinNata,Akhlak …,h.232.

8
akhlak terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat untuk
mencapai baqa ini perlu dilakukan usaha-usaha seperti bertaubat, berdzikir, beribadah,
dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji.

Sebagian orang mengisyaratkan, bahwa fana itu adalah meninggalkan sifat-sifat


tercela, sedangkan baqa itu melahirkan sifat-sifat terpuji. Dengan demikian, seseorang
tidak akan kosong dari kedua sifat tersebut. Tidak mungkin jika hanya didapati
adanya salah satu sifat dari kedua sifat tersebut karena orang yang kosong dari sifat-
sifat tercela, maka tentu akan nampak sifat-sifat terpuji. Barang siapa yang dikalahkan
oleh sifat-sifat tercela, maka sifat terpuji akan tertutup.¹¹

2. Ittihad

Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada saat itu ia telah
dapat menyatu dengan Tuhan, sehingga wujudiyahnya kekal atau al-Baqa. Di dalam
perpaduan itu ia menemukan hakikat jati dirinya sebagai manusia yang berasal dari
Tuhan, itulah yang dimaksud dengan ittihad.¹²

Fana adalah lenyapnya inderawi atau kebasyariahan, yakni sifat sebagai manusia
biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu. Orang yang telah diliputi hakikat
ketuhanan, sehingga tiada lagi melihat daripada alam nyata ini, maka ia dinyatakan
telah fana dalam alam makhluk.¹³ Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah
baqa berarti kekal, sedang menurut yang dimaksud para sufi, baqa adalah kekalnya
sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana)
sifat-sifat basyariah, maka yang abadi adalah sifat-sifat ilahiyah.¹⁴

_________________

¹¹Afif Anshori.Tasawuf Filsafat Syaikh Hamzah Fansuri (Jakarta: Gelombang Pasang, 2004). h. 167
¹² Rivay Siregar,Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta; RajaGrafindoPersada,
1999), h. 152. .
¹³Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya; Bina Ilmu,1985),h.
234. .

¹⁴Abuddin Nata,Akhlaq Tasawuf (Jakarta; RajaGrafindo Persada,1996), h.232.

9
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa yang dimaksud dengan fana adalah
lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlaq yang tercela, kebodohan dan perbuatan
maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan,
akhlaq yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat.
Untuk mencapai baqa ini perlu dilakukan usaha-usaha seperti bertaubat, berdzikir,
beribadah, dan menghiasi diri dengan akhlaq yang terpuji.¹⁵

Pengertian ittihad sebagaimana disebutkan dalam sufi terminologi adalah


penggabungan antara dua hal yang menjadi satu. Ittihad merupakan doktrin yang
menyimpang dimana di dalamnya terjadi proses pemaksaan antara dua ekssistensi.
Kata ini berasal dari kata wahd atau wahdah yang berarti satu atau tunggal. Jadi
Ittihad artinya bersatunya manusia denganTuhan. Dengan demikian, dalam baqa dan
fana, sejalan dengan pendapat Mustofa Zahri yang mengatakan fana dan baqa tidak
dapat dipisahkan

3. Wahdad al-wujud

Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-
wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya
digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang
mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian
yang lebih kecil. Selain itu kata al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan
sufistik sebagai suatu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma
(bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena
alam dari segi hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan.¹⁶

Wahdat al-Wujud mempunyai pengertian secara awam yaitu bersatunya Tuhan


dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci.
_________________

¹⁵ Ibid, h. 223.

¹⁶ Abd. Hakim Hasan,At-Tasawuf Asy’ir fi al-Arabi, (Cairo: Maktabah Anglo Masyriah, 1954), h. 19.

10
Dia-lah sang Khalik, Dia-lah yang telah menciptakan manusia, Dialah Tuhan dan
kita adalah bayangannya. Dari pengertian yang hampir sama, terdapat pula
kepercayaan selain wahdatul wujud, yaitu wahdatul syuhud yaitu kita dan semuanya
adalah bagian dari dzat Tuhan.

Wahdatul wujud sebenarnya adalah suatu ilmu yang tidak disebarluaskan ke orang
awam. Sekalipun demikian, para walilah yang mencetuskan hal tersebut. Karena
sangat dikhawatirkan apabila ilmu wahdatul wujud disebarluaskan akan menimbulkan
fitnah dan orang awam akan salah menerimanya. Wali yang mencetuskan tersebut
contohnya adalah al-Hallaj dan Ibn Arabi. Meskipun demikian, para wali tersebut
tidak pernah mengatakan dirinya adalah tuhan dan mereka tetap dikenal sebagai
ulama alim.

2.4 Ibnu arabi

1. Riwayat hidup

Ibnu ‘Arabi nama lengkap Ibnu ‘Arabi adalah Abu Bakar Ibnu Ali
Muhyiddin al-Hatimi al-tha’I al Andalusia. Ada pula yang menyebutkan bahwa nama
aslinya ialah Muhamad Bin Ali Ahmad Bin Abdullah. sedangkan nama Abu Bakar
Abnu Ali Muhyidin atau al-Hatimi hanyalah nama gelar baginya, selanjutnya, ia
populer dengan nama Ibnu ‘Arabi dan ada yang menulisnya Ibnu al-Arabi.
Muhammad Ibn ‘Ali Muhammad Ibnu ‘Arabi At-Tai Al-Hatimi, lahir di Murcia
Spanyol bagian Utara lahir pada tanggal 27 Ramadhan 560 H (17 Agustus 1165 M)
pada pemerintahan Muhammad Ibn Said Ibn’ Mardanisy. Ibnu ‘Arabi berasal dari
keturunan Arab berasal dari keluarga yang soleh. ayahnya, menteri utama Ibn’
Mardanisy, jelas seorang tokoh terkenal dan berpengaruh di bidang politik dan
pendidikan, keluarganya juga sangat religius, karena ketiga pamannya menjadi
pengikut jalan sufi yang masyhur,

11
dan ia sendiri digelari Muhyi al-Din (penghidup agama) dan al Syaikh al-Akbar
(doktor maximus) karena gagasan-gagasannya yang besar terutama dalam bidang
mistik.¹⁷

2. pendidikan

Pada usia delapan tahun yaitu tahun 568 H / 1172 M Ibnu ‘Arabi meninggalkan
kota kelahirannya dan berangkat menuju kota Lisabon. Di kota ini ia menerima
pendidikan agama Islam pertamanya, yang berupa membaca al-Qur’an dan
mempelajari hukum-hukum Islam dari gurunya, Syekh Abu Bakr Ibnu Khallaf.
Kemudian ia pindah kekota Sevilla yang waktu itu merupakan pusat para sufi Spanyol,
ia tinggal dan menetap disana selama 30 tahun.

Selama menetap di Sevilla Ibnu ‘Arabi muda sering melakukan kunjungan


berbagai kota di Spanyol, untuk berguru dan bertukar pikiran dengan para tokoh sufi
maupun sarjana terkemuka. salah satu kunjungan yang paling mengesankan adalah
ketika bertemu Ibn Rusyd (1126-1198 M) dimana saat itu Ibnu ‘Arabi mengalahkan
tokoh filosuf peripatetik ini dalam perdebatan dan tukar pikiran, sesuatu yang
menunjukkan kecerdasan yang luar biasa dan luasnya wawasan spiritual sufi muda ini.
juga menunjukan adanya hubungan yang kuat antara Mistisisme dan filsafat dalam
kesadaran metafisis Ibnu ‘Arabi. Pengalaman pengalaman visioner mistiknya
berhubungan dan didukung oleh pemikiran filosofisnya yang ketat, Ibnu ‘Arabi
adalah seorang mistikus sekaligus filosuf paripatetik, sehingga bisa memfilsafatkan
pengalaman spiritualnya ke dalam suatu pandangan Dunia Metafisis yang maha besar
sebagaimana dilihat dari gagasan-gagasannya.¹⁸

Ibnu Arabi meninggal dengan tenang di Damaskus pada tanggal 28 Rabi’ulakhir


638 H. (16 November 1240) pada usia 78 tahun dikelilingi oleh keluarga, para sahabat,
dan murid-murid sufinya. Ia dimakamkan di Utara Damaskus dipinggiran kota
Salihiyah,

_________________

¹⁷ A.Khudori Soleh,Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 138

¹⁸ Ibid…, hal. 140

12
Garis kehidupannya berakhir selaras dengan berakhirnya norma imanennya, karena
tempat dimana Ibnu ‘Arabi. dikubur dimana jasadnya beristirahat bersama dua
putranya, menjadi tempat ziarah yang dalam pandangan kaum Muslim telah disucikan
oleh semua Nabi, dan terutama oleh Nabi Khidr. Pada abad ke 16 Salim II Sultan
Kontantinopel membangun suatu Mausoleum dan Madrasah diatas makam Ibnu
‘Arabi. Ibnu ‘Arabi waktu hidup sezaman dengan para sufi besar lainnya seperti
Suhrowardi, Najmuddin ar Razi, Muslihuddin, Sa’di, Abu al-Hasan al-maghrib
asSyadzili, Jalaluddin Rumi dan Ibnu Faridh, dan dari pemikiran Ibnu ‘Arabi banyak
mempengaruhi para filsuf dan sufi lainnya.¹⁹

3. Karya

Ibnu ‘Arabi adalah penulis yang produktif, menurut Browne ada 500 judul karya
tulis dan 90 judul diantaranya asli tulisan tangannya diperpustakaan negara Mesir. 12
karya Ibnu ‘Arabi sangat beragam mulai dari artikel pendek yang hanya berupa
tulisan beberapa halaman, hingga buku tebal yang berjilid-jilid, seperti, al-futuhal
makkiyyah yang di anggap oleh pusat pengetahuan sebagai referensi utama kajian

Tasawuf Islam, yang terdiri dari 37 bagian dan setiap bagian terdiri dari 300
halaman. Demikian juga dengan Al Tafsir Al- Kabir yang tidak kurang dari 64 jilid.
Ada satu ciri khas dalam diri Ibnu ‘Arabi yang membedakan dengan penulis buku ke-
Islaman lainnya. Hal tersebut karena tema yang di usung Ibnu ‘Arabi hanya satu:
Tasawuf dan ilmu relung hati (ilm al-asrar) walaupun Ibnu ‘Arabi melakukan
eksplorasi terhadap berbagai disiplin ilmu ke-Islaman lainnya, semua dilakukan untuk
memfungsikan dan mengarahkan demi sebuah tujuan awal yaitu Tasawuf.²⁰

_________________

¹⁹ . Fudoli Zaini,Sepintas Sastra Sufi Tokoh …,hal 103

²⁰ Ibrahim Muhamad Al-Fayumi,Ibnu ‘Arabi Menyingkap Kode Dan Menguak Simbol Dibalik Paham
Wihdah Al-Wujud, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 17

13
2.5 Abdul Karim Al-jilli

1. Riwayat hidup

Nama lengkapnya adalah Abdul Karim ibnu Ibrahim ibnu Khalifah ibnu Ahmad
ibnu Mahmud al-Jilli, Menurut orientalis barat sekaligus pengamat sufi, Ignaz
Goldziher, Al-Jilli lahir di sebuah desa yang berada didekat Bagdad yang bernama Al-
Jil yang kemudian dinisbatkan di belakang namanya. Akan tetapi pendapat tersebut
dibantah oleh Nicholson, pengamat sufi yang lain, dalam sebuah karyanya ia menulis,
Al-Jilli bisa diartikan sebagai pertalian nasab atau keturunan. Jil atau Jilan
menunjukkan bahwa Al-Jilli merupakan seseorang dari keturunan orang Jilan, sebuah
daerah di wilayah Bagdad. Argumentasi ini senada dengan beberapa buku mengenai
karya Al-Jilli yang menyebutkan bahwa Al-Jilli masih keturunan dari Syekh Abdul
Qadir Al Jilani, seorang tokoh sekaligus pendiri tarekat Qadiriyah. Menurut Al-Jilli
sendiri dalam beberapa karyanya menyebutkan bahwa garis nasabnya tersambung dari
cucu perempuan Syekh Abdul Qadir Jailani. Tapi beberapa ulama, tokoh serta
pengamat sufi sepakat, Al-Jilli lahir pada bulan Muharram tahun 767 H di Baghdad,
Irak

Suatu hal yang terpenting dalam ajaran tasawuf Abdul Karim Al-Jilli adalah
paham insan kamil. Menurutnya, insan kamil adalah nuskhah dan copy tuhan, seperti
yang disebutkan dalam hadits:

‫ﺧﻠﻖ ﷲا د م ﻋﻠﻰ ﺻﻮرﺗﮫ‬

“Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya. (HR. Al-Bukhari)”

Al-Jilli semasa kecilnya dididik dan diajar dengan keras serta penuh disiplin oleh
ayahandanya. Memasuki masa remaja ketika Baghdad telah dikuasai pasukan Mongol
ia beserta keluarganya hijrah ke Zabid di Yaman. Disinilah ia mendapat pendidikan
agama secara intensif, antara lain ia pernah berguru kepada Syekh Syarafuddin Ismail
ibnu Ibrahim AlJabarti (W. 806 H).

Menjelang akhir tahun 799 H, ia pergi menunaikan ibadah haji. Ketika itulah ia
sempat berdiskusi dengan beberapa ulama besar yang berada di mekah. Selang 4
tahun kemudian, tahun 803 H, ia pergi berkunjung ke Kairo dan sempat singgah di
Universitas Al-Azhar untuk bertemu dengan beberapa ulama disana. Ia juga sempat

14
berkunjung ke Gaza salah satu daerah di Palestina dan menetap disana selama kurang
lebih dua tahun, tapi tak lama kemudian ia kembali ke Zabid, karena dia ingin
mendalami pengetahuannya dengan berguru kembali kepada guru lamanya, Al-Jabarti.
Mungkin di kota inilah ia wafat pada tahun 805 H / 1402 M.

2. Karya

Tidak jauh seperti halnya para sufi besar lainnya, ia juga banyak menulis kitab-
kitab salah satunya tasawuf. Karya-karyanya ini tergolong sangat berat, salah satunya
antara lain adalah “Al-Insanul Kamil fi Makrifat AlAwakhir wa Awail yaitu, sebuah
kitab yang dianggap telah mendapat pengaruh pemikiran seorang tokoh sufi sekaligus
sebagai gurunya, Ibnu Arabi. Kitab Lainnya, Arbaun Mautian, yang menceritakan
perjalanan mistisnya, hingga saat ini masih tersimpan di Perpustakaan Dar elMisriyah,
Kairo, Mesir. Kitab lainnya yang tak kalah hebatnya adalah Bahr al-Hudus wa al-
Qidam wal Maujud wa al-Adam, naskahnya tidak ditemukan, tapi disebutkan dalam
kitab Maratib al-Wujud. Sementara kitab Akidah al-Akabir al-Muqtabasah min Ahzab
wa Shalawat membicarakan akidah para sufi. Kitab ini juga masih tersimpan di
perpustakaan Tripoli, Libya. Tapi karyanya yang sekaligus menjadi Master Piece nya
tetaplah Al-Insanul Kamil, yang telah diterbitkan beberapa kali dan sudah tersebar
luas keseluruh dunia. Bahkan beberapa penerbit terkenal dengan bangga menerbitkan
karyanya tersebut, seperti Muktabah Shabih dan Musthafa al-Babi Al- Halabi, Kairo
dan El-Fiqr, Bairut. Kitab yang terdiri dari dua jilid ini memuat 63 bab, 41 bab di jilid
pertama, 22 bab di jilid kedua. Karna sangat menarik dan menjadi acuan oleh
kalangan ilmuan dunia, kitab yang mengemukakan gagasan dan pendapat Al-Jilli
tentang Insan Kamil ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

15
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi


intuitif yang didasarkan pada rasa dan visi rasional. Terminologi falsafi tersebut
berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Namun, intisari dari keaslian tasawuf yang diajarkan tidak hilang. Gaya
pengungkapannya pun sesuai dengan bahasa filsafat yang sulit dimengerti jika tidak
dicerna secara benar. Sehingga tasawuf falsafi tidak dapat dikategorikan pada tasawuf
yang murni. Tasawuf falsafi juga memiliki objek tersendiri yang berbeda dengan
tasawuf sunni.

Tokoh-tokoh tasawuf falsafi antara lain Abu Yazid AL-Bhustami (Ittihad), Al-
Hallaj (Hulul), Ibnu ‘Arabi (wahdah al-wujud), Al-Jilli (insan kamil), Ibnu Sab’in
(kesatuan mutlak) dan Ibnu Masarrah. Para sufi ini memiliki teori-teori atau ajaran-
ajaran yang berbeda dalam menggambarkan tingkatan manusia dengan tuhannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon dan Sholihin. 2008.Ilmu Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.

Aly mashar, tasawuf :sejarah, madzhab, dan inti ajarannya, vol. IXX, No. 1, tahun
2015

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, Jakarta: Grafindo Persada, 2006

Rivay Siregar, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, Jakarta;


RajaGrafindoPersada, 1999.

Abd. Hakim Hasan,At-Tasawuf Asy’ir fi al-Arabi, Cairo: Maktabah Anglo Masyriah,


1954.

Abdurrakhim, Perkembangan Pemikiran dalam Bintang Tasawuf , Jakarta: Pertja,


2001.

17

Anda mungkin juga menyukai