Anda di halaman 1dari 17

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU, MENGEMBANGKAN, DAN

MENGAMALKANNYA

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-Islam 4

Dosen Pembimbing :
Afdal, S.Ud., M.PI

Disusun oleh:
Amelia Afrianti(170301044)
Anisa Ika Susanti (170301103)
Asde Rahmamulyati (170301065)
Dhia Mantesi (170301011)
Mar’atul Azkiah (170301337)
Maya Aulia (170301240)
Novita Sari Harahap (170301063)
Rini Cici Safitri (170301164)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. karena atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kewajiban
Menuntut Ilmu, Mengembangkan, dan Mengamalkannya”.
Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Al-Islam. Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
memperluas wawasan penulis khususnya dan pembaca pada umumnya tentang
Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan, dan Mengamalkannya.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat arahan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Pembimbing, yaitu Bapak Afdal, S.Ud., M.PI, teman-teman dan
orang tua penulis yang telah memberikan bimbingan dan dorongan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi
maupun pembaca pada umumnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 22 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Perintah Menuntut Ilmu................................................................................3
B. Keutamaan Orang Berilmu...........................................................................5
C. Kedudukan Ulama Dalam Islam...................................................................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak
tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk
mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah
menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya.
Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan
yang dicita-citakannya.
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak
bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya
akan di manfaatkan oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang
diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
Orang yang berilmu sangat dimuliakan oleh Allah SWT dan akan diangkat
derajatnya oleh Allah SWT.
Sehingga Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan
martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya. Para ulama bagaikan
lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar
(orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang
bertaqwa.
Menuntut ilmu dapat mengembangkan pola berpikir seseorang sehingga dapat
memudahkan dalam menjalani kehidupan. Orang yang menghargai ilmu dan
mengamalkannya dengan baik maka hidupnya akan menjadi damai dan sejahtera.
Tak jarang manusia menyepelekan ilmu sebab untuk menuntut ilmu memerlukan
biaya dan waktu yang lama. Mereka adalah orang-orang yang tidak bisa membuka
hati dan pikirannya untuk menerima ilmu.

1
Apabila kita telah membuka hati dan pikiran kita untuk menerima bahwa ilmu
itu ada dan berguna, maka dengan sendirinya diri kita akan terbiasa menuntut ilmu
karena kebutuhan hidup selalu berkaitan dengan ilmu.
Mencari ilmu adalah kebutuhan yang akan menjadi kewajiban bila sudah
ditanamkan dalam hati. Hal tersebut sangat penting karena akan menjadi bekal
manusia di dunia dan di akherat. Islam dianggap sebagai agama pemersatu bangsa
dan agama Islam sebagai rahmatan lil alamin. Kita sebagai umat muslim akan
menjadi orang yang merugi bila tidak menuntut ilmu. Sebab Nabi Muhammad
SAW pernah bersabda : “Tuntutlah ilmu meskipun sampai ke negeri Cina”. Sabda
nabi tersebut menunjukkan bahwa ilmu sangatlah berharga. Ilmu yang kita miliki
baru akan berharga bila sudah diamalkan di jalan Allah. Dengan demikian kita
akan mampu meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah SWT.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul makalah
“Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan Mengamalkannya”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini
adalah :
Bagaiman perintah menuntut ilmu dalam Islam?
1. Bagaimana keutamaan orang berilmu?
2. Bagaimana kedudukan ulama dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. untuk mengetahui perintah menuntut ilmu dalam Islam;
2. untuk mengetahui keutamaan orang berilmu; dan
3. untuk mengetahui kedudukan ulama dalam Islam.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memperluas
wawasan penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya untuk mengetahui
tentang kewajiban menuntut ilmu, mengembangkan, dan mengamalkannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perintah Menuntut Ilmu


Menuntut Ilmu adalah bagian yang sangat penting dari pengamalan ajaran
Islam. Ilmu menunjukkan seseorang pada jalan kehidupan yang memberikan
keyakinan. Ilmu juga diperlukan bagi pembangunan masyarakat karena
pemanfaatannya dapat meningkatkan kemampuan produksi dalam berbagai sektor
kehidupan. Oleh karena itu dalam Islam terdapat kewajiban untuk menuntut ilmu
baik secara pribadi maupun kelompok.

“Maka bertanyalah kamu kepada ahli ilmu, jika kamu tidak mengetahui
(sesuatu)”. (QS: An-Nahl, 16 : 43)
Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang
muslim ada tiga, sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan).
Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang
menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan
faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil)

Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda :

ِ‫غر‬
‫َِ ِِْي‬ ‫ِِ َِْن‬
ِ‫عد‬ ِ‫ِِْا ْلِِلعِم‬ ُِِ‫َِِِو‬
ِ‫ضِع‬ ِ‫سِمِ َِو‬ ‫ِ ُِّكِلِ ُِِْمِِ ٍل‬ ِ‫عِى‬
‫ضِةِ ََِِل‬ ٌِِ‫َِِ ْ َفِير‬ ِ‫ِِْا ْلِِلعِم‬ ِ‫ََِِ ِلطِب‬
ِ‫بِ) رِواِهِ اِبِن‬.َِ‫َِاَّلِذه‬ ِ‫ُِ ُّْلؤَِلؤِ َِو‬ ِ‫جِهرِ َِو‬
‫ْاِلََِِْو‬ ِ‫خِيزر‬
‫ْاِلَِ ِ َِْان‬ ِ‫َُِِِ َكِّدلمق‬ ِ‫َِِْاِلهِه‬
ِ‫) مِجاِه‬
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang meletakkan
ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk menerimanya
dan orang yang menertawakan ilmu agama) seperti orang yang mengalungi
beberapa babi dengan beberapa permata, dan emas. (H.R. Ibnu Majah, Al-
Baihaqi, Anas bin Malik dan lain lain serta Al-Mundiri 28/1)

3
Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut, memahami dan mendalami
ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama setiap muslim. Maka
menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu Fardhu ‘ain dan Fardhu kifayah.
1. Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim
tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,
mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla,
yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.
2. Fardhu kifayah, adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan
mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam
ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan, hukum,
kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari mereka ada
yang mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lainnya.
Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka semua
menanggung resikonya.
Dari itu, untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta menggapai
keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, tidak ada hal lain kecuali dengan ilmu.
Ilmu adalah cahaya yang dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan
kitab-kitab, dan dengannya pula memberi petunjuk dari kesesatan dan kebodohan.
Adapun manfaat menuntut ilmu antara lain sebagai berikut :
1. Orang yang mencari ilmu mendapatkan pahala seperti orang yang berjihad
dijalan Allah.
2. Orang yang menuntut ilmu akan mendapat kebaikan yang berlipat ganda.
3. Orang yang menuntut ilmu diumpamakan lebih baik derajatnya dari pada
orang yang melakukan sholat seratus rakaat.
Selain manfaat menuntut Ilmu, Adapun Keutamaan Menuntut Ilmu adalah
sebagai berikut :
1. Ilmu didahulukan sebelum amal
2. Ditunjukkan dan dimudahkan untuk meniti jalan mehuju surge
3. Merupakan tanda bahwa seseorang dikehendaki atasnya kebaikan oleh Allah
4. Malaikat membentangkan sayap-sayapnya karena ridho kepada penuntut ilmu

4
5. Dimintakan ampunan oleh seluruh penduduk langit dan bumi, bhakan ikan-
ikan dilautan
6. Ulama’ (orang-orang yang ber ilmu) adalah pewari para nabi
7. Para nabi hanya mewariskan ilmu tiada yang lain
8. Barang siapa yang mengambil ilmu berarti ia telah mengambil bagian yang
banyak.

E. Keutamaan Orang Berilmu


Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi
Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran
mulia danterhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan
mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-
Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-
Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-A'limun” (al-
A'nkabut : 43), “al-Ulama”(Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai
nama baik dan gelar mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman:

"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat
istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang
menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras
terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-
Nya:

5
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159)
Rasulullah SAW juga bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu,
akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api
neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-
Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih).
Jadi setiap orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia
peroleh dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau mengamalkan
pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.

F. Kewajiban Mengamalkan Ilmu


Banyak orang menuntut ilmu yang tidak diamalkan, ilmunya menjadi sia-sia
hanya digunakan untuk menunjukan kehebatan dan keutamaan dirinya, serta
untuk tujuan yang berbau keduniaan. Amalkan ilmumu bila engkau ingin selamat
dari adzab Allah. Dalam mengamalkan ilmu kita harus memperhatikan hal-hal
berikut,diantaranya :
1. Jangan melihat tempat dan waktu dalam mengamalkan ilmu
2. Meskipun sedikit amalkan ilmumu,
Dikisahkan, sesungguhnya Al-Junaid setelah meninggal dunia ada seorang
yang bermimpi bertemu dia, lalu ia bertanya kepada Al-Junaid : “Wahai Abu
Qasim (imam junaid), bagaimana keadaanmu setelah meninggal? Al-Junaid
menjawab, “Aduh, kebaikan yang aku lakukan hilang semuanya, dan seluruh
isyarah amal-amal itu juga hilang tidak ada manfa’atnya sedikitpun, kecuali
beberapa rakaat yang aku lakukan di tengah malam”. Keterangan Al-Junaid
membuktikan bahwa derajat seseorang disisi Allah itu tidak dilihat dari
banyaknya ilmu yang dipelajari dan dikuasai, melainkan dilihat dari
pengamalannya. Meskipun ilmunya sedikit lalu diamalkan itu lebih baik dan
berarti dari pada memiliki ilmu yang banyak tetapi tidak diamalkan.

6
3. Janganlah menunggu masa tua dalam mengamalkan ilmu.
4. Jangan beranggapan ilmu itu bisa mengangkat derajatmu bila tanpa
diamalkan.
Ali ra berkata : “Barangsiapa menyangka bahwa tanpa jerih payah
beribadah dirinya bisa mencapai derajat yang tinggi,itu berarti dia
mengharapkan perkara yang sulit datangnya. Barangsiapa menyangka bahwa
dengan menyepelekan ibadah dirinya bisa mencapai derajat tinggi,itu
menunjukan kesombongan dirinya (ia sudah merasa cukup amal ibadahnya)
Al Hasan berkata : “Mencari surga tanpa beramal adalah suatu
dosa,dari jenis dosa-dosa yang lain
Nabi Isa bersabda: “Orang yang mempelajari suatu ilmu tetapi tidak
mau mengamalkannya,bagaikan seorang wanita yang berbuat zina ditempat
tersembunyi,lalu ia hamil dan perut wanita itu semakin besar,yang akhirnya
ketahuan dia hamil. Begitu juga dengan orang yang tidak mau mengamalkan
ilmunya,pada hari kiiamat nanti Allah akan memperlihatkan dia dihadapan
semua makhluk yang hadir di Makhsyar”

G. Kedudukan Ulama Dalam Islam


Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama,
serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan
mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh
perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam
kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan
ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh
dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertaqwa. Dengan ilmunya para
ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan mulia
kehormatannya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang


yang tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9)

7
Dan firman-Nya Azza wa Jalla:

“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu


beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)
Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan
sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan
yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya. Para ulama itu adalah
pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga
dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris sama kedudukannya
dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan yang
sama dengan yang mewariskannya itu.
Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniti suatu jalan
untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.
Sesungguhya para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut
ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang
yang alim akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di
bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas
ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang.
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi
tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu.
Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah
mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu
Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah (223) dan Ibnu Hibban (80/al-
Mawarid).
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan
melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada
Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta
membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan
hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk
menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan.

8
Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu
perantara antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia
bisa masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya
adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para
Nabi dan ulama.”
Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya
para Nabi, maka hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana ada
seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu terhadap
seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?’
Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan
bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada
istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah melanggar
sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi atau
orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).”
Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri
itu, bagaikan mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti
itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta
kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Bukan termasuk umatku orang yang tidak
memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak
tahu kedudukan ulama.”
Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal
keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta
penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan mendahului mereka, atau
merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang dengan kesalahannya, juga
menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh
orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama. Satu
hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap cabang-
cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya.

9
Jangan meminta pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan
pula meminta pendapat tentang senibena kepada para dokter, maka janganlah
meminta pendapat dalam suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya. Maka
bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh
kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak
terkenal alim mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh
sekali sebagai ulama yang mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli
fiqh yang memiliki keupayaan sebagai ahli istimbath?
Allah Ta’ala berfirman:

"Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-
orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara
resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan
rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil
saja (di antara kamu)”. (QS. an-Nisa`: 83)
Adapun yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para
ulama yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari
kitab maupun sunnah, karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup untuk
menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan
tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari
nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan.
Al-’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat
ini: Ini merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya,
bahwa perbuatan mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada
urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan

10
keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul dari
suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa
untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli dalam hal pemikiran ilmu, dan nasehat ,
yang faham akan permasalahan, kemaslahatan dan mafsadatnya. Jikalau mereka
memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan sebagai penyemangat
bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta dapat melindungi dari
musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka memandang hal itu
tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari
manfaatnya maka tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman :
“tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka.” Yaitu: mengerahkan pikiran dan
pandangannya yang lurus serta ilmunya yang benar.
Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada
pembahasan dalam suatu masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak
mendahului mereka, karena itu lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat
dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan berita tatkala
mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan merenungi sebelum
berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat maka dicegah.
Selesai ucapan syaikh rahimahullahu. Dengan penjelasan ini diketahui wahai
teman-teman semua, bahwa perkara yang sulit dan hukum-hukum yang
kontemporer serta penjelasan hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh
campur tangan dalam masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah
dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata, “Jabatan dan
kedudukan tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim,
kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan
jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara) lebih berhak untuk
berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa oleh manusia, dan
mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik dalam
ilmu ataupun agama.

11
Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu pada
dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum dalam
satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan
as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak
dianggap pendapatnya.”Selesai ucapan Ibnu Taimiyah.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu Adalah Bunga-bunga Ibadah . Kita harus memahami juga untuk apa kita
hidup di dunia ini. Allah menciptakan makhluknya hanya untuk beriman dan
bertakwa kepadaNya. Jadi semua hal di dunia yang telah dan akan kita lakukan,
semua ditujukan hanya pada Allah. Setiap hal di dunia memerlukan ilmu. Sebab
kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal. Dengan akal maka manusia dapat
berpikir dan mempergunakan pikirannya untuk memperoleh dan mengamalkan
ilmu
Menuntut ilmu sebaiknya jangan dianggap kewajiban tetapi sebuah
kebutuhan yang asasi dan sangat penting. Menuntut ilmu dapat mengembangkan
pola berpikir seseorang sehingga dapat memudahkan dalam menjalani kehidupan.
Orang yang menghargai ilmu dan mengamalkannya dengan baik maka hidupnya
akan menjadi damai dan sejahtera. Tak jarang manusia menyepelekan ilmu sebab
untuk menuntut ilmu memerlukan biaya dan waktu yang lama. Mereka adalah
orang-orang yang tidak bisa membuka hati dan pikirannya untuk menerima ilmu.
Apabila kita telah membuka hati dan pikiran kita untuk menerima bahwa ilmu itu
ada dan berguna, maka dengan sendirinya diri kita akan terbiasa menuntut ilmu
karena kebutuhan hidup selalu berkaitan dengan ilmu.
Mencari ilmu adalah kebutuhan yang akan menjadi kewajiban bila sudah
ditanamkan dalam hati. Hal tersebut sangat penting karena akan menjadi bekal
manusia di dunia dan di akherat. Islam dianggap sebagai agama pemersatu bangsa
dan agama Islam sebagai rahmatan lil alamin. Kita sebagai umat muslim akan
menjadi orang yang merugi bila tidak menuntut ilmu.

H. Saran
Untuk menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu pengetahuan harus didasari
dengan keimanan dan ketakwaan kedapa Allah swt. Agar dapat memberikan
jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://ustazmokhtar.blogspot.com/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-
islam.html

http://iipkasipulqulub.blogspot.com/2014/03/makalah-hadits-pentingnya-
menuntut-ilmu.html

Al-Asqolani Ibnu Hajar, 2006, Ringkasan Targhib wa Tarhib. Jakarta: pustaka Azam

Asy-Syuhud Syaikh Ali bin Nayif. 2009, Shahih Fadhilah Amal. Solo: PT Aqwam

Indra, Dodi. 2013. Keutamaan Ilmu. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015.

14

Anda mungkin juga menyukai