Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN 3

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU, MENGEMBANGKAN, DAN


MENGAMALKANNYA

Disusun oleh:

Kelompok 3

1. Humam Ahmad A. I. (B2A018026)


2. Nadia Khoirunnafisa Salma (B2A019019)
3. Iqlima Hanifizzulfa (B2A019032)
4. M Haris Pratama (B2A019044)

PROGRAM SARJANA STATISTIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Rasa syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
hidayahNya Kami dapat menyelesaiakan makalah ini, untuk memenuhi tugas mata
kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan 3.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi Kami dalam
memenuhi tugas Mata Kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan 3. Dan dengan
tersusunnya makalah ini diharapkan bisa menjadi pedoman dan memberi manfaat
bagi yang membaca.

Dalam penyusunan makalah ini Kami sebagai penulis telah berusaha dengan
segenap kemampuan, sebagai pemula tentunya masih banyak kesalahan maupun
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran kami butuhkan supaya makalah ini bisa
menjadi lebih baik dan digunakan sebagaimana fungsinya.

Semarang, 17 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

2.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................4

2.2 Rumusan Masalah........................................................................................5

2.3 Tujuan Makalah............................................................................................5

2.4 Manfaat Makalah..........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................6

2.1 Perintah Menuntut Ilmu Dalam Islam.......................................................6

2.2 Keutamaan Orang Berilmu.........................................................................8

2.3 Kedudukan Ulama Dalam Islam...............................................................11

BAB III PENUTUP...................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu adalah bunga-bunga ibadah. Kita harus memahami juga untuk apa
kita hidup di dunia ini. Allah menciptakan makhluknya hanya untuk beriman dan
bertakwa kepadanya. Jadi semua hal di dunia yang telah dan akan kita lakukan,
semua ditujukan hanya pada Allah. Setiap hal di dunia memerlukan ilmu. Sebab
kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal. Dengan akal maka manusia dapat
berpikir dan mempergunakan pikirannya untuk memperoleh dan mengamalkan
ilmu.
Menuntut ilmu sebaiknya jangan dianggap kewajiban tetapi sebuah
kebutuhan yang asasi dan sangat penting. Menuntut ilmu dapat mengembangkan
pola berpikir seseorang sehingga dapat memudahkan dalam menjalani
kehidupan. Orang yang menghargai ilmu dan mengamalkannya dengan baik
maka hidupnya akan menjadi damai dan sejahtera. Tak jarang manusia
menyepelekan ilmu sebab untuk menuntut ilmu memerlukan biaya dan waktu
yang lama. Mereka adalah orang-orang yang tidak bisa membuka hati dan
pikirannya untuk menerima ilmu. Apabila kita telah membuka hati dan pikiran
kita untuk menerima bahwa ilmu itu ada dan berguna, maka dengan sendirinya
diri kita akan terbiasa menuntut ilmu karena kebutuhan hidup selalu berkaitan
dengan ilmu.
Mencari ilmu adalah kebutuhan yang akan menjadi kewajiban bila sudah
ditanamkan dalam hati. Hal tersebut sangat penting karena akan menjadi bekal
manusia di dunia dan di akherat. Islam dianggap sebagai agama pemersatu
bangsa dan agama Islam sebagai rahmatan lil alamin. Kita sebagai umat muslim
akan menjadi orang yang merugi bila tidak menuntut ilmu. Ilmu yang kita miliki
baru akan berharga bila sudah diamalkan di jalan Allah. Dengan demikian kita
akan mampu meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah SWT.

1
2.2 Rumusan Masalah

1. Penjelasan mengenai perintah menuntut ilmu?


2. Keutamaan orang berilmu?
3. Kedudukan ulama dalam Islam?

2.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui mengenai perintah menuntul ilmu.


2. Mengetahui keutamaan orang berilmu.
3. Mengetahui kedudukan ulama dalam Islam.

2.4 Manfaat Makalah

Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk menambah
wawasan mengenai Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan
Mengamalkannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perintah Menuntut Ilmu Dalam Islam

Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah
kepada Allah. Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada
di Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang
teguh dan sungguh-sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang
muslim ada 3, sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan).
Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang
menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan
faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil). Dalam sebuah
hadist Rasulullah bersabda:

َ ‫َازي ِْر ْال َجوْ هَ َر َو للُّ ْؤلُ َؤ َو ال َّذه‬


.‫َب‬ ِ ‫ض ُع ْال ِع ْل ِم ِع ْن َد َغي ِْر اَ ْهلِ ِه َك ُمقَلِّ ِد ْال َخن‬ َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
ِ ‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َو َو‬ ِ َ‫طَل‬
)‫(رواه ابن مجاه‬

Artinya:
Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang meletakkan ilmu
kepada orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk menerimanya dan
orang yang menertawakan ilmu agama) seperti orang yang mengalungi beberapa
babi dengan beberapa permata, dan emas. (H.R. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Anas
bin Malik, dan lain lain, serta Al-Mundiri 28/1)

Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Salah satu dasar (dalil)
yang populer adalah hadits Rasulullah saw.
َ ْ‫ طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِريــ‬:‫ى هللا تــ َ َعالَى َعلَيــْ ِه َو َسلـ َّ َم‬
‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُمســـلِ ٍم َو ُمسْـــلِ َم ٍة‬ َ ِ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬
َّ ‫صل‬

Artinya:

3
Rasulullah SAW. bersabda: “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap orang
Islam laki-laki dan perempuan.”

Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari


ilmu adalah fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat
yang muncul dalam menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits
tersebut. Para ahli ilmu kalam memandang bahwa belajar teologi merupakan
sebuah kewajiban, sementara para fuqaha’ berpikir bahwa ilmu fiqih
dicantumkan dalam alQur’an. Sedangkan dalam sumber lain, penulis
menemukan pendapat Shadr al-Din Syirazi. Menurutnya ada beberapa poin yang
dapat diambil dari hadits tersebut:
1. Kata “ilm” (pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna
yangbervariasi. Kata “ilm” dalam hadits ini bermaksud untuk menetapkan
bahwa pada tingkat ilmu apapun seseorang harus berjuang untuk
mengembangkan lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa mencari ilmu itu wajib
bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan maupun orang-orang yang bodoh,
para pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun tingkat ilmu yang dapat
dicapainya, ia seperti anak kecil yang beranjak dewasa, sehingga ia harus
mempelajari halhal yang sebelumnya tak wajib baginya.
2. Hadits ini menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah keluar
dari tanggung jawabnya untuk mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek dirinya
sendiri, karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu dibutuhkan.
Alasan mengapa beberapa ilmu dianggap tercela adalah karena akibat-akibat
tercela yang dihasilkannya.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat dilihat bahwa ajaran Islam juga
mencakup tentang pendidikan sains yang notabennya adalah ilmu yang berguna
bagi kehidupan (dunia) manusia. Tapi, disini, ilmu (sains) yang dipelajari
haruslah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan
umat, mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam.

4
Dalam kitab “Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib
dituntut terlebih dahulu adalah ilmu haal yaitu ilmu yang seketika itu pasti
digunakan dn diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu tauhid
dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari
ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lainya.
Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama
adalah orang islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada
orang lain.”(HR. Ibnu Majah)
Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut
ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling
utama dibanding sedekah harta benda. Ini dikarenakan mengajarkan ilmu,
khususnya ilmu agama, berarti menenan amal yang muta’adi (dapat berkembang)
yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi
dapat dinikmati orang lain. Selain itu, ilmu yang telah didapat harus disebarkan
(diajarkan kepada orang lain) dan diamalkan (tingkah lakunya sesuai dengan
ilmunya). Bila seseorang dapat melakukan ketiga hal tersebut, maka derajat
orang tersebut diangkat oleh Allah dan disamakan dengan orang-orang yang
berjuang di medan perang (berjihad di jalan Allah).
2.2 Keutamaan Orang Berilmu

Berkata al habib abdullah al haddad: “bagian yang wajib dari ilmu atas
tiap-tiap muslim tidaklah banyak,hampir tidak menemukan kesulitan bagi
penuntut ilmu mencarinya insyaa’ allah kerena mudahnya. Dan kerena Allah
SWT akan membantunya atas yang demikian itu, dan memudahkannya apabila
niatnya benar-benar kerena Allah SWT.Dan baginya dalam menuntut ilmu
tersebut pahala yang besar”.Hal ini dapat di pahami dari beberapa hadist
berikut”.

‫ من سلك طريقا يلتمس به علما يسر هلال له به طريقا الى الجنة‬: ‫قال النبي صلى هلال عليه وسلم‬

Artinya:

5
Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang meliwati suatu jalan yang diliputi dengan
ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan ke surga.”

‫ وعيادة ْالف مريض‬,‫ حضور مجلس علم ْافضل من صالة الف ركعة‬: ‫وقال عليه الصالة والسالم‬,

‫الديث‬..‫وحضور ْالف جنازة‬

Artinya:
Dan Rasulullah bersabda, “Hadirnya majlis ilmu lebih baik daripada sholat seribu
rokaat, dan seribu mengunjungi seribu orang yang sakit, dan menghadiri seribu
janazah.”
Sederet ayat al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk
paling mulia. Faktor kemuliaan manusia disebabkan ia memiliki ilmu
pengetahuan dan karenanya malaikat pun bersujud di hadapan Adam.
berhubungan dengan ini, dapat dipahami bahwa para malaikat tidak mempunyai
pengetahuan dan kemampuan seperti yang dimiliki Nabi Adam as. Artinya,
mereka mengakui pula kelebihan yang dimiliki oleh Adam as., sehingga mereka
sujud kepada Adam sesuai perintah Allah Saw. bagi keturunan Adam yang
berilmu itu, Allah Swt. telah menjanjikan derajat yang lebih tinggi. Dalam QS.
al-Mujādalah [58]: 11, Allah Swt. berfirman berfirman:

۟ ‫وا فَٱن ُش ُز‬


۟ ‫يل ٱن ُش ُز‬ ۟ ۟ ۟ ٓ
‫وا‬ َ ِ‫ح ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم ۖ َوإِ َذا ق‬ ِ ِ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓوا إِ َذا قِي َل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوا فِى ْٱل َم ٰ َجل‬
ِ ‫س فَٱ ْف َسحُوا يَ ْف َس‬
۟ ُ‫وا ِمن ُك ْم َوٱلَّ ِذينَ أُوت‬
ٍ ‫وا ْٱل ِع ْل َم َد َر ٰ َج‬
‫ت ۚ َوٱهَّلل ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر‬ ۟ ُ‫يَرْ فَع ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ ِ

Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.

6
Al-Quran menggelari golongan orang berilmu dengan berbagai gelaran
mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan
mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-
Raasikhun fil Ilm” (Al Imran: 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran: 18), “Ulul al-Bab”
(Al Imran: 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud: 24), “al-A'limun” (al-
A'nkabut: 43), “al-Ulama” (Fatir: 28), “al-Ahya' “(Fatir: 35) dan berbagai nama
baik dan gelar mulia lain.
Dalam Surat Ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka
amat istimewa di sisi Allah SWT. Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat
yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat
keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana
firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah
Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-
Baqarah: 159)
Sesungguhnya ilmu agama yang telah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-
Nya untuk kita tuntut dan kita cari, memiliki keutamaan yang amat besar dan
amat mulia, diantara keutamaannya adalah sebagai berikut:
1. Ilmu adalah warisan para Nabi
Rasulullah saw bersabda: “Dan sesungguhnya para Nabi tidak pernah
mewariskan uang emas dan tidak pula uang perak, akan tetapi mereka telah
mewariskan ilmu (ilmu syar’i) barang siapa yang mengambil warisan
tersebut maka sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR.
Ahmad, Shahih)

7
2. Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga
Surga adalah idaman setiap muslim, tempat tinggal yang abadi, kebahagiaan
yang hakiki, penuh dengan kenikmatan silih berganti tanpa terhenti. Ketika
Allah menjadikan ilmu sebagai jalan utama menuju surga, maka ini
menunjukkan besarnya keutamaan ilmu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: (Artinya): “…Barang siapa yang meniti suatu jalan
dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga…” (HR. Ahmad, Shahih).
3. Dengan sebab ilmu, Allah meninggikan derajat seorang hamba
Allah ta’ala berfirman dalam Al-Mujadalah: 11 (Allah mengangkat orang-
orang beriman diantara kalian dan orang - orang yang diberi ilmu beberapa
derajat”) Imam syaukani berkata tentang tafsiran ayat ini: “Dan makna ayat
ini bahwasanya Allah mengangkat beberapa derajat orang-orang beriman
dari orang-orang yang tidak beriman, dan mengangkat beberapa derajat
orangorang yang berilmu (dan beriman) dari orang-orang yang hanya
beriman. Maka barang siapa yang memadukan antara iman dan ilmu maka
Allah mengangkatnya beberapa derajat karena imannya lalu Allah
mengangkat derajatnya karena ilmunya”.
4. Memahami ilmu agama merupakan pertanda bahwa Allah menghendaki
kebaikan bagi seorang hamba
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang Allah
kehendaki baginya kebaikan maka Allah akan menjadikannya paham akan
agamanya”. (HR. Bukhari - Muslim).
5. Manfaat ilmu bagi seseorang terus mengalir walaupun ia telah mati.
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Di mana
anak Adam mati maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara: sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orangtuanya
”.(HR Muslim).

8
2.3 Kedudukan Ulama Dalam Islam

Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara


kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka
mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta
derajat orang-orang yang bertaqwa. Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi
kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
َ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوي الَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬

Artinya:
Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9)
ٍ ‫يَرْ فَ ِع هَّللا ُ الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم د ََر َجا‬
‫ت‬

Artinya:
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)
Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan
pewaris sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris
mendapatkan kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di dalam
hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu,
maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para
malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha
dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim akan
dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga
ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah
seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya para
ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan

9
dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa
yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang
paling banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi
(2682), Ibnu Majah (223) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid). Para ulama telah
mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan melanjutkan peranan
dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada Allah dan ketaatan
kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama Allah.
Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya
dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan
hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan.
Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu
perantara antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana
dia bisa masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya
adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu
para Nabi dan ulama.”
Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri
itu, bagaikan mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti
itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta
kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Bukan termasuk umatku orang yang tidak
memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak
tahu kedudukan ulama.”
Allah swt. berfirman:
ُ‫ُول َوإِلَى أُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمه‬ ِ ‫ف أَ َذاعُوا بِ ِه َولَوْ َر ُّدوهُ إِلَى ال َّرس‬ ِ ْ‫َوإِ َذا َجا َءهُ ْم أَ ْم ٌر ِمنَ اأْل َ ْم ِن أَ ِو ْال َخو‬
‫الَّ ِذينَ يَ ْستَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم َولَوْ اَل فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ اَل تَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَانَ إِاَّل قَلِياًل‬
Artinya:
Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka

10
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-
orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara
resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan
rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil
saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`: 83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama
yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab
maupun sunah, karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan
seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah
begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari nash-
nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan tentang
makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu
tahu Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan
Ulil Amri).”
Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada
Rasul” sehingga beliaulah yang akan memberitakannya “dan kepada Ulil Amri”
orang yang faqih dan faham agama.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil
dari ad-Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami
turunkan az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.”
An-Nahl : 44,: Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang
masih bersifat global, kemudian ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang
diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang belum terjadi pada saat itu,
penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah swt.:
(padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83)

11
Apabila ada pembahasan dalam suatu masalah hendaknya di berikan
kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu lebih dekat dengan
kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-
gesa menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan
memperhatikan dan merenungi sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka
disebarkan atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu.
Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa perkara yang
sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan hukum-hukum
syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali
para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata, “Jabatan dan
kedudukan tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim,
kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan
jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara) lebih berhak untuk
berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa oleh manusia, dan
mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik dalam
ilmu ataupun agama. Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan
kemampuan itu pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk
mengikuti suatu hukum dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang
lain, kecuali dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki
jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu
Taimiyah.

12
BAB III
PENUTUP

Kewajiban menuntut ilmu, mengembangkan dan mengamalkannya sudah


dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Berdasarkan dari Al-Qur’an, Hadist, dan
Sabda Rasulullah bahwa ilmu merupakan suatu hal yang sangat penting bahkan
lebih dari seribu rakaat, mengunjungi seribu orang yang sakit, dan menghadiri
seribu janazah. Karena itu kita sebagai umat manusia dianjurkan dan diwajibkan
untuk tholabul ilmi atau menuntut ilmu dengan jaminan-jaminan yang diberikan
dan dijamin langsung oleh Allah swt. sendiri sesuai dengan firman-Nya. Dengan
menuntut ilmu derajat kita akan dinaikan setinggi-tingginya dan bagi barangsiapa
yang menguasai, menyebarkan, dan mengamalkan suatu ilmu maka
kedudukannya sama dengan para ulama.
Allah telah memberikan mukjizat yang sempurna kepada Nabi
Muhammad berupa Al-Qur’an yang merupakan seluruh ilmu di dunia ini, yang
diawali dengan turunnya surah Al-‘Alaq dengan kata pembuka Iqra “Bacalah”
yang menjadikan aturan kepada manusia yang menuntut ilmu untuk mulailah
dengan membaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

T-end RI. 2015. Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan Mengamalkannya.


https://tenri02.blogspot.com/2015/10/kewajiban-menuntut-ilmu-
mengembangkan.html (Diakses pada tanggal 16 Maret 2021)

Amin, Surahman, dan Ferry Muhammadsyah Siregar. 2015. Ilmu dan Orang Berilmu.
https://core.ac.uk/download/pdf/234095299.pdf (Diakses pada tanggal 16 Maret
2021)

Ustazmokhtar. 2009. Kedudukan Ulama dalam Islam.


http://ustazmokhtar.blogspot.com/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-islam.html
(Diakses pada tanggal 16 Maret 2021)

Iryani, Eva. 2017. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 17.

Amrullah, Abd Karim. 2020. Keutamaan Ilmu dan Adab Dalam Perspektif Islam.
AT-TA’LIM, 2(10).

14

Anda mungkin juga menyukai