Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AIK IV (ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN)


Kewjiban Menuntut Ilmu, Mengembankan, dan
Mengamalkannya

DISUSUN OELH :

1. LISA KARLINA : 1734020168


2. CARINHE ROSA ISMARDI : 1734020287
3. UMI BELA AGUSTIANA : 1734020298
4. DESVA RITA : 1734020152

Dosen Pengampuh:

NOVERIYANTO,M.Pd.I

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU


FAKULTAS EKONOMI PRODI MANAJEMEN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

َ ‫س‬
‫ال ُم‬ َّ ‫هللا وَ رَ ْح َم ُة عَ َل ْي ُك ْم ال‬
ِ ‫وَ بَرَ َكاتُ ُه‬
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan, dan
Mengamalkan.

Makalah Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan, dan Mengamalkan


ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah Kewajiban Menuntut Ilmu,
Mengembangkan, dan Mengamalkan.

  Akhir kata kami berharap semoga makalah mata kuliah AIK IV tentang
Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan, dan Mengamalkan ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

                                                   Bengkulu, April 2020

    
                                                                                            kelompok III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................

KATA PENGANTAR.........................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.........................................................................
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................
1.3. Tujuan.......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perintah Menuntut Ilmu..................................................
2.2. Keutamaan Orang Berilmu.............................................
2.3. Kedudukan Ulama Dalam Islam.....................................

BAB III PENUTUP


3.1. kesimpulan....................................................................
3.2. Kritik dan Saran............................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak
tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk
mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang
telah menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-
Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari
tujuan yang dicita-citakannya.
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak
bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu
biasanya akan di manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu
itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang
diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
Orang yang berilmu sangat dimuliakan oleh Allah SWT dan akan diangkat
derajatnya oleh Allah SWT.
Sehingga Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan
martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya. Para ulama bagaikan
lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar
(orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang
bertaqwa.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini
adalah :
1. Bagaimana perintah menuntut ilmu dalam islam ?
2. Bagaimana keutamaan orang yang berilmu dalam islam ?
3. Bagaimana kedudukan Ulama dalam islam ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memahami perintah menuntut ilmu dalam islam.
2. Untuk menjelaskan keutamaan orang yang berilmu dalam islam.
3. Untuk menjelaskan kududukan Ulama dalam islam.
BAB II

PEMBAHASA

A. Perintah Menuntut Ilmu


Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak
tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk
mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang
telah menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-
Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari
tujuan yang dicita-citakannya.
Jumhur ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat selain wahyu
pertama yang disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad
saw sebagai landasan utama perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya pula
sarana untuk mendapatkannya, disertai bagaimana nikmatnya memiliki ilmu,
kemuliaannya, dan urgensinya dalam mengenal ke-Maha Agung-an Sang
Khalik dan mengetahui rahasia penciptaan serta menunjukkan tentang hakikat
ilmiah yang tetap. Sebagaimana firman-Nya :“Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis). Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Q.S. Al ‘Alaq [96]: 1-5).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah : “
Adakah sama orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa : 1). Tidaklah
sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah, yaitu yang
menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mentaati
segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang- orang yang mendustakan
nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu agama Allah;2).
Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat mengambil hikmah atau
pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut,
memahami dan mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama
setiap muslim. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan r.a., ia
mendengar Rasulullah Saw telah bersabda : “siapa yang dikehendaki menjadi
orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan kepahaman kepadanya dalam
agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim).
Memahami ilmu agama akan membuat seorang muslim, baik dan benar
dalam beribadah kepada Allah SWT, jauh dari Bid’ah atau hal-hal lain yang
membatalkan ibadah kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari
aqidah berbahaya.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
1. Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim
tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,
mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa
Jalla, yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.
Inilah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan Allah”. (Q.S.
Muhammad [47]: 19). Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam
haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu
Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam,
hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.
2. Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan
mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam
ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan,
hukum, kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari
mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang
lainnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka
semua menanggung resikonya.
Inilah yang diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak sepatutnya
bagi orang- orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah [9]: 122).
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta
menggapai keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu. Ilmu
adalah cahaya yang dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-
kitab, dan dengannya pula memberi petunjuk dari kesesatan dan kebodohan.
Dengan ilmu terungkaplah seluruh keraguan, khurafat dan kerancuan. (Q.S. Al
Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S. Al-A’raf [7] : 157).
Allah SWT dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi kita
hingga akhir zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan
As Sunnah (Hadis) Sahih, tidak akan sesat selamanya. Sebagaimana firman
Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul(Nya), dan
ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “.
(Q.S.An Nisa [4] : 59). Dan hadits nabi Saw.
“ Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau kamu
berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu)
Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim; at-Targhib, 1 :
60).
Banyak jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti majelis
taklim yang istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di berbagai
tempat dan media. Ilmu agama ada di Qur’an , Tafsir Qur’an, juga hadis-hadis
sahih, yang sudah diterjemahkan. Jika kita tidak memahami ilmu agama Islam,
bagaimana kita bisa tahu mana perintah dan larangan Allah ? Bagaimana kita
bisa tahu ibadah yang kita lakukan itu sah dan diterima Allah ? Tapi umat
Islam juga jangan sembarangan menimba ilmu. Salah-salah memilih sumber
ilmu, maka kelak ilmu yang dimiliki itu akan tersesat.

B. Keutamaan Orang Berilmu


Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak
bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu
biasanya akan di manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu
itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang
diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Ilmu menurut Imam Al Ghozali, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Ilmu yang bersifat Syariat
2. Ilmu yangbersifat Akal
Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah Praktis
1. Ilmu Syari’at
Ilmu Syariat ini terbagi menjadi 2 :
a. Ilmu Ushul (Pokok) atau Ilmu Tauhid ( Merupakan Ilmiah Teoritis)
b. Ilmu Furu' atau Cabang ( Merupakan Ilmiah Praktis ), hal ini ada yang
menyangkut Hak Alloh Ta'ala seperti segala yang terkait Ibadah, Hak
Hamba Alloh terkait dengan tata pergaulan manusia yang terdiri 2 aspek,
yaitu Aspek Mu'amalah dan Aspek Mu'aqodah, serta Hak Jiwa
(Akhlak/Budi pekerti) sifat / akhlak baik harus dibina, dimiliki,
dikembangkan dan sifat / akhlak jelek harus dihindari, dibuang.
2. Ilmu Akal
Ilmu Akal itu bersifat berdiri sendiri, yang melahirkan komposisi
keseimbangan. Ilmu Akal ini menurut beliau dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu :
a. Tingkat Kesatu ialah Matematika dan Logika
b. Tingkat kedua ialah Ilmu Alamiah ( Aksi dan Reaksi Alam )
c. Tingkat ketiga, adalah Ilmu Teori tentang Realitas, berujung pada ilmu
Kenabian, Mukjijat, Teori Jiwa yang Suci.
Ilmu memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam
hadits: ”jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga
perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh
yang mendoakan kedua orang tuanya,” (HR Bukhori dan Muslim).
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah SWT:
(Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah
kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu,). (QS. Ali Imran 18).
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta
ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (… dan katakanlah:
Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah,
(… Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian
beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan). (QS.
Mujadilah 11)
5. Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam
firmannya: (…. sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya
hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya:
(Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-
Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa
yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia
paham dalam agama,” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang
menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga,” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam
dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia
menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri hikmah lalu
ia mengamalkannya dan mengajarkannya,” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut
ilmu,”Sesungguhnya para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya
karena ridho atas apa yang dicarinya,” (HR. Ahmad dan Ibnu majah).

C. Kedudukan Ulama dalam Islam


Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama,
serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal
kebaikan mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta
dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera
penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar
(orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang
bertaqwa.
Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya,
menjadi agung dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman: ‫ذلاو و‬U ‫ذلا وي ونتسي وله ولق نونملعي ول وني‬U ‫ونونملعي وني‬Katakanlah, “Apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang- orang yang tidak mengetahui?”
(QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya Azza wa Jalla: ‫وأ‬U ‫ري تاتجرد وملعلا واونت‬U‫وهللا وعف‬
‫ذلا‬U ‫ذلاو ومكنم واوننمآ وني‬U ‫وني‬Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang- orang
yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)
Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan
sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga
ikan yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya. Para ulama itu
adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar
tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris sama
kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan
kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di dalam hadits Abi
Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda:
“Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para malaikat akan
membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa
yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim akan dimohonkan
ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang
berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti
keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang.
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para
Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan
hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka
sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih, HR
Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah (223) dan
Ibnu Hibban (80/al-Mawarid).
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan
melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada
Allah dan ketaatan kepada- Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta
membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah
dan hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta
untuk menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi
jalan. Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu
perantara antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana
dia bisa masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya
adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu
para Nabi dan ulama.” Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin
melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia melihat majelisnya para
ulama, dimana ada seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai fulan
apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya
demikian dan demikian?’ Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’
Kemudian datang orang lain dan bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang
laki-laki yang bersumpah pada istrinya demikian- demikian?’ Maka dia
menjawab, ‘Dia telah melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini
tidak dimiliki kecuali oleh Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang
mereka itu).” Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim
disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti
itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta
kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Bukan termasuk umatku
orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang
lebih muda, dan tidak tahu kedudukan ulama.” Dan di antara hak para ulama
adalah mereka tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya, yaitu
menjelaskan tentang agama Allah, serta penetapan hukum-hukum dan yang
semisalnya dengan mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya,
serta sewenang-wenang dengan kesalahannya, juga menjauhkan manusia
darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil
yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama.
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan
setiap cabang- cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam
bidangnya. Jangan meminta pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan
jangan pula meminta pendapat tentang senibena kepada para dokter, maka
janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya.
Maka bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum dan
fiqh kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak
terkenal alim mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya
jauh sekali sebagai ulama yang mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya
serta ahli fiqh yang memiliki keupayaan sebagai ahli istimbath? Allah Ta’ala
berfirman: "Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri).
Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu
mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`:
83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama
yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari
kitab maupun sunnah, karena nash- nash yang jelas tidaklah cukup untuk
menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini,
dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-
hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah
mengatakan tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para
ulama, tidakkah kamu tahu Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
(secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Dari Qatadah, “(Padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara
mereka”, dia mengatakan, “Kepada ulamanya.” “Tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi)
dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”, tentulah orang-orang yang membahas dan
menyelidikinya mengetahui akan hal itu. Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul” sehingga beliaulah yang akan
memberitakannya “dan kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan faham agama.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari
ad-Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami
turunkan az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata:
Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global,
kemudian ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu,
sedangkan apa-apa yang belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan
kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : (padahal) apabila
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka,
tentulah orang- orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83) Al-’Allamah
Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini merupakan
pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa perbuatan
mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada urusan yang
penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan keamanan
dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul dari suatu
musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa
untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli dalam hal pemikiran ilmu, dan
nasehat, yang faham akan permasalahan, kemaslahatan dan mafsadatnya.
Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan
sebagai penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka,
serta dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan
apabila mereka memandang hal itu tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya
akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka tidak menyebarkan
berita itu, oleh karena itu Allah berfirman : “tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari
mereka.” Yaitu: mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta
ilmunya yang benar. Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu:
apabila ada pembahasan dalam suatu masalah hendaknya di berikan kepada
ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu lebih dekat dengan kebenaran
dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa
menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan
memperhatikan dan merenungi sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka
disebarkan atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu.
Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa
perkara yang sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan
hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam
masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Jabatan dan kedudukan
tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau
seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan
jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara) lebih berhak untuk
berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa oleh manusia, dan
mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik dalam
ilmu ataupun agama.
Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu pada
dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum
dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-
Qur`an dan as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan dan
kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu Taimiyah.
Dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar memberkati kita, dengan adanya
para ulama, juga memberikan kita manfaat dengan ilmu mereka, serta
membalas mereka dengan sebaik-baik balasan. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar dan mengabulkan permintaan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak
tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. . Tidak ada cara dan jalan
untuk mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah
lah yang telah menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai
kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan
menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya. Menuntut ilmu dalam Islam
hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih mengelompokannya dua bagian,
yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
Ilmu memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran.
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta
ditambahkan ilmu.
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu.
5. Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT.
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar.
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang.
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surge.
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu.
10.Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu

Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama,
serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal
kebaikan mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta
dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera
penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar
(orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang
bertaqwa. Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan
martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya

3.2. Kritik dan Saran


Sebagai seorang muslim kita sudah semestinya bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu, karena dalam islam orang yang berilmu itu sangat di
muliakan dan akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Selain dari itu, ilmu
juga memiliki banyak keutamaan. Maka dari itu, setelah kta memahami
tentang perintah menuntut ilmu dalam islam, keutamaan ilmu dan kedudukan
orang yang berilmu, kita sebagai ummat muslim diharapkan dapat
mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam apa yang
penulis tulis, baca, dan pahami. Oleh karena itu untuk menjadikan makalah yang
penulis sajikan ini lebih baik, penulis memerlukan kritik dan saran dari para
pembaca yang budiman sebagai salah satu tanggung jawab ilmiah penulis.
Semoga apa yang penulis tulis bermanfaat bagi sumua pihak yang membutuhkan.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA

https://news.detik.com/berita/d-4899811/keutamaan-ilmu-dalam-islam-
dan-dalilnya-dalam-al-quran
http://eprints.ums.ac.id/20383/2/04._BAB_I.pdf
http://eprints.umsida.ac.id/2914/1/aik-4.pdf
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3768/1/TORI-
FUH.pdf

Anda mungkin juga menyukai