Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEUTAMAAN ILMU DAN ORANG BERILMU

Metode Pembelajaran Investigasi Kelompok

Mata Kuliah Tafsir dan Hadis Tarbawi

Dosen Pengampu : Dr. H. Ikhrom, M. Ag

Disusun Oleh :

Saidah Marifah Mz (1903036040)

Nadia Ika Septiani (1903036039)

Fira Rochmawati (1903036041)

Prodi S1 Manajemen Pendidikan Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Walisongo

Semarang 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rahmat Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan


tugas makalah Ketentuan Ilmu dan Orang yang Berilmu dengan tepat waktu. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada suri tauladan Nabi Muhammad SAW yang
telah berjuang untuk menyebarkan ajaran agama islam sampai akhir hayat. Demikian
juga shalawat dan salam semoga terhaturkan buat keluarga, para sahabat, para tabi’in
dan para pengikutnya hingga hari kiamat.

Menuntut ilmu juga merupakan jenis ibadah yang memiliki nilai dan dan
merupakan jenis ibadah yang berada ditempat tertinggi dalam agama islam dibanding
dengan ibadah lainnya. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pak dosen yang
telah memberikan tugas untuk penulis agar bisa menambah wawasan mengenai
pembuatan makalah, keutamaan ilmu dan orang yang berilmu. Namun, dalam makalah
ini masih terdapat kesalahan, baik dalam penulisan maupun pembahasanya. Maka dari
itu kami dengan senang hati menerima dan mendengar saran yang membangun dari para
pembaca. Semoga makalah mengenai Keutamaan Ilmu dan Orang Berilmu dapat
memberi manfaat bagi semuanya serta dapat menumbuhkan rasa keinginan menuntut
ilmu dengan sungguh-sungguh.

Semarang, 14 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 1
C. Tujuan Penulisan ..…………………………………………………...... 2

BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………………... 3

A. Mengidentifikasi Ayat dan Hadits Tentang Keutamaan Ilmu dan Orang


berilmu ........................................................................................................ 3
B. Menunjukkan Perbedaan antara Orang yang Berilmu dan Orang yang
tidak Berilmu .............................................................................................. 3
C. Menunjukkan Pentingnya Ilmu dalam Kehidupan ................................ 3

BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………. 4

A. Simpulan ……………………………………………………………… 4
B. Saran ………………………………………………………………….. 4

BAB IV : DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 5


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu merupakan symbol keberhasilan dan kejayaan suatu bangsa. Islam


merupakan agama yang memiliki perhatian besar bagi ilmu pengetahuan. Islam
menuntut umatnya untuk terus menuntut ilmu.

Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surah Al-Alaq, didalam ayat itu
Allah memerintahkan kita untuk membaca dan belajar. Allah memperlakukan kita
dengan qalam yang sering kita artikan dengan pena.

Akan tetapi, sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang
dapat digunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata qalam juga memiliki
arti yang banyak. Seperti pada zaman sekarang, computer dan segala perangkatnya
termasuk internet dapat diartikan sebagai penafsiran kata qalam.

Dalam surah Al-Alaq, Allah Swt menganjurkan kepada kita untuk menuntut
ilmu. Setelah itu mengharuskan kepada kita untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam
kehidupan dan mengajarkan kepada orang lain.

Orang berilmu dalam bahasa arab disebut ‫ َعا ِل ٌم‬, artinya orang yang mengetahui.
Jika seseorang memiliki ilmu, maka dia dapat meluruskan aqidahnya. Apabila ternyata
aqidah bengkok dari tuntutan agama, sedangkan orang yang tak berilmu tidak dapat
meluruskan aqidahnya, karena pada dasarnya dia tidak mengetahui apakah aqidahnya
bengkok dari tuntunan agama atau tidak.

Orang berilmu dapat mengamalkan ilmunya, baik itu ilmu agama maupun ilmu
dunia, sedangkan orang tak berilmu tidak dapat mengamalkan, karena mereka tidak
memiliki ilmu maupun pengetahuan untuk diamalkan.

Orang berilmu dalam hal tindakan selalu memikirkan baik dan buruk,
keuntungan dan kerugian serta manfaat dan mudhorotnya baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain yang ada dilingkungan sekitarnya. Sedangkan, orang yang
tidak berilmu hanya mengandalkan ototnya tanpa berpikir apakah itu akan membawa
mudhorot bagi lingkungan atau tidak.

Ilmu juga sangat berguna bagi kehidupan kita, ilmu juga dapat memberi manfaat
kepada kita. Adapun manfaat-manfaat yang kita dapatkan seperti, mampu membedakan
yang mana benar dan salah, orang berilmu akan punya landasan hidup yang kuat, ilmu
itu juga dapat bermanfaat hingga wafat, sarana menuju surga, dapat meninggikan
derajat manusia dan ilmu juga harga yang berharga selain harta.

B. Rumusan Masalah
 Apa dalil dari ketentuan ilmu dan orang yang berilmu ?
 Apa peberdaan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?
 Apa manfaat dari orang yang berilmu ?
 Apa kerugian dari orang yang tidak berilmu ?
 Apa dampak ilmu dalam kehidupan ?
 Mengapa ilmu penting bagi kehidupan ?

C. Tujuan Penulisan
 Mencari ayat Al-Qur’an dan hadis tentang ketentuan ilmu dan orang yang
berilmu
 Mengetahui perbedaan dari orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu
 Mengetahui manfaat dari orang yang berilmu
 Mengetahui kerugian dari orang yang tidak berilmu
 Mengetahui dampak ilmu dalam kehidupan
 Mengetahui bahwa ilmu penting bagi kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengindentifikasi Ayat dan Hadist Tentang Keutamaan Ilmu dan Orang
yang Berilmu.
a) Ayat dan Tafsir Al-Qur’an
Ilmu merupakan symbol keberhasilan dan kejayaan bagi suatu bangsa. Selain
itu, islam merupakan agama yang sangat mementingkan dalam hal ilmu pengetahuan
dan keagamaan serta islam juga menganjurkan umatnya untuk terus menuntut ilmu baik
hal duniawi maupun akhirat. Dalam agama islam Allah Swt telah menganjurkan kepada
kita dalam Surah Al-Alaq ayat 1 dan 4, yang berbunyi َ‫ اقرأ باسم ربّكَ الّذي خلق‬yang berarti
bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dengan membaca kita
mendapatkan ilmu-ilmu yang belum kita ketahui sebelumnya.
Ilmu pengetahuan menempati tempat yang paling tertinggi derajatnya dalam
islam, dan Allah juga akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu.
Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surah Al-Mujadilah ayat 11 yang berbunyi
seperti berikut :
‫ّللا الّذين امنوا منكم والّذين اوتواالعلم درجات‬
ّ ‫يرفع‬

Artinya : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”(QS. Al-Mujadalah,
58 : 11).

 Kosa Kata
Artinya Mufrodat
Allah Mengangkat ‫للا‬
ّ ِ‫يرفع‬
Orang-Orang yang diberi Ilmu ‫وتواالعلم‬
ِ ‫ا‬
Beberapa Derajat ‫درجات‬

 Tafsiran
Yakni Allah mengangkat derajat orang yang berilmu diantara kalian dengan
kemuliaan di dunia dan pahala di akhirat. Maka barangsiapa yang beriman dan memiliki
ilmu maka Allah akan mengangkat derajatnya dengan keimanannya itu dan mengangkat
derajatnya dengan ilmunya pula; dan salah satu dari itu adalah Allah mengangkat
derajat mereka dalam majelis-majelis.

Berikut beberapa penafsiran para ulama tentang tafsir ayat ini,

– Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat kaum


mukminin dari kalian wahai kaum, dengan ketaatan mereka kepada Rabb mereka.
(Mereka taat) pada apa yang diperintahkan kepada mereka untuk melapangkan (majelis)
ketika mereka diperintahkan untuk melapangkannya atau mereka bangkit menuju
kebaikan apabila diperintahkan mereka untuk bangkit kepadanya.

Dengan keutamaan ilmu yang mereka miliki, Allah subhanahu wa ta’ala


mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dari ahlul iman (kaum mukminin) di atas
kaum mukminin yang tidak diberikan ilmu, jika mereka mengamalkan apa yang mereka
diperintahkan.” Lalu beliau menukilkan beberapa perkataan ulama salaf, di antaranya
Qatadah rahimahullah, beliau berkata, “Sesungguhnya dengan ilmu, pemiliknya
memiliki keutamaan.
Sesungguhnya ilmu memiliki hak atas pemiliknya, dan hak ilmu terhadap kamu,
wahai seorang alim, adalah keutamaan. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepada
setiap pemilik keutamaan, keutamaannya.” (Tafsir ath-Thabari, juz 28 hlm. 19).

Allah juga berfirman dalam surah Al-Isra ayat 107,yang berbunyi:

َ ‫ق ْل ِآمنوا ِب ِه أ َ ْو ََل تؤْ ِمنوا ۚ ِإ َّن الَّذِينَ أوتوا ْال ِع ْل َم ِمن قَ ْب ِل ِه ِإذَا يتْلَ ٰى‬
ِ َ‫علَ ْي ِه ْم يَ ِخ ُّرونَ ِل ْْلَذْق‬
‫ان س َّجدًا‬

Artinya; Katakanlah (Muhammad), “Berimanlah kamu kepadanya (AL-Qur’an) atau


tidak beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang yang telah diberi
pengetahuan sebelumnya, apabila(Al-Qur’an) dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkurkan wajah bersujud. [QS. Al-Isra ; 107].

 Kosa Kata
Artinya Mufrodat
Tidak beriman ‫َلتؤمنوا‬
Dibacakan ‫يتلى‬
Menyungkurkan ‫ي ِخ َّرون‬
: ‫ ( قل ) يا محمد لهؤَلء الكافرين بما جئتهم به من هذا القرآن العظيم‬: ‫يقول تعالى لنبيه محمد صلى هللا عليه وسلم‬
‫ أنزله هللا ونوه بذكره في سالف األزمان في‬، ‫ سواء آمنتم به أم َل فهو حق في نفسه‬: ‫( آمنوا به أو َل تؤمنوا ) أي‬
‫ من صالح أهل الكتاب الذين يمسكون‬: ‫ ( إن الذين أوتوا العلم من قبله ) أي‬: ‫كتبه المنزلة على رسله ؛ ولهذا قال‬
‫ وهو أسفل‬، ‫ ( يخرون لْلذقان ) جمع ذقن‬، ‫ ولم يبدلوه وَل حرفوه ) إذا يتلى عليهم ) هذا القرآن‬، ‫بكتابهم ويقيمونه‬
‫ من جعله إياهم أهال إن أدركوا هذا الرسول الذي‬، ‫ شكرا على ما أنعم به عليهم‬، ‫ هلل عز وجل‬: ‫الوجه ) سجدا ) أي‬
‫أنزل عليه [ هذا ] الكتاب ؛‬

Dalam Surah Al-Imran Ayat 18, Allah Swt berfirman:

‫شهد هللا أنّه آلاله اَلّ هووالمآلءكة واولوالعلم قآئمابالقسط آلاله اَلّهوالعزيزالحكيم‬

Artinya : Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia: (demikian pula) para
malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia,
yang maha perkasa, maha bijaksana.

Tafsiran ayat diatas, yaitu: Allah Swt menjelaskan tentang wahdaniyat Allah,
dengan menegakkan bukti-bukti kejadian yang berada dicakrawala luas, dalam diri
mereka dan menurun ayat-ayat tasyri’ yang mencerminkan hal tersebut. Para malaikat
memberikan kepada rasulullah tentang hal ini, kemudian mereka menyaksikan dengan
kesaksian yang diperkuat ilmu darinya. Hal ini menurut para nabi lebih kuat dari sebuah
keyakinan. Orang-orang yang berilmu telah memberikan tentang kesaksian ini,
menyaksikan dan menyaksikannya dengan kesaksian yang disertai dalil dan bukti.
Sebab, orang yang mengetahui sesuatu tidak membutuhkan hujjah lagi untuk
mengakuinya.

Dalam potongan Ayat 7 pada surah Al-Imran, Allah Swt berfirman:

.‫فأ ّماالّذين في قلوبهم زيغ فيتّبعون ماتشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويله‬

Adapun orang-orang yang didalam hatinya condong pada kesesatan, mereka


mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari
takwilnya.

 Tafsiran potongan ayat tersebut sebagai berikut:


Sedangkan adapun orang-orang yang anti kebenaran, kemudian mengikuti
kemauan hawa nafsunya yang batil, berarti mereka ingkar terhadap ayat-ayat
mutasyabih lalu mereka mempengaruhi orang-orang agar anti terhadap hal-hal yang
mutasyabih dalam upaya menyesatkan manusia, semua itu disebabkan mereka tidak
mampu dan tidak memiliki ilmu pengetahuan yang lebih.

Adapun perkataan mereka (Ahlul Ilmi) tidaklah bertentangan dengan pengertian


mereka dalam hal ini. Sebab, dengan kemantapan ilmu yang mereka miliki dan
pengetahuan terhadap kebenaran, mereka tidak tergoyahkan. Bahkan, mereka semakin
beriman terhadap yang muhkan dan mutasyabih, karena keduanya bersumber dari
Allah. Tidak mengherankan bahwa orang bodoh selamanya selalu dalam kegoncangan
dan kegelisahan. Sedangkan orang yang berilmu tetap teguh dan yakin dalam aqidahnya
serta jalan yang ditempuhnya.

Dalam Surah An-Naml Ayat 15 yang berbunyi:

‫ولقد آتينا داود و سليمان علما وقاَل الحمدهلل الّذي فضّلنا على كثير ّمن عباده المؤمنين‬
Artinya: Dan sungguh kami telah memberikan kepada Daud dan Sulaiman dan
keduanya berkata:”Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari banyak hamba-
hambanya beriman.”
 Tafsiran Ayat diatas:

Sesungguhnya kami telah memberikan kepada Daud dan putranya Sulaimanas


sebagian besar ilmu. Kami ajarkan kepada daud pembuatan baju besidan pakaian
perang, sementara kepada Sulaiman kami ajarkan bahasa burung dan binatang melata,
tasbih gunung dan lain-lain yang belum pernah kami berikan kepada seorang pun
sebelum mereka. Kemudian mereka bersyukur kepada Allah atas karunia yang telah
dilimpahkan kepada mereka dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah melebihkan
kami dengan kenabian, Al-Kitab, serta penundukkan setan dan jin yang diberikan
kepada kami atas kebanyakan orang-orang mu’min diantara para hamba-Nya yang
belum diberi seperti apa yang diberikan kepada kami.” Ayat ini menunjuk kepada
keutamaan ilma dan kemuliaan pemiliknya.

‫ والمواهب‬، ‫ من النعم الجزيلة‬، ‫ عليهما من هللا السالم‬، ‫يخبر تعالى عما أنعم به على عبديه ونبييه داود وابنه سليمان‬
‫ والنبوة‬، ‫ والملك والتمكين التام في الدنيا‬، ‫ وما جمع لهما بين سعادة الدنيا واآلخرة‬، ‫ والصفات الجميلة‬، ‫الجليلة‬
‫ ( ولقد آتينا داود وسليمان علما وقاَل الحمد هلل الذي فضلنا على كثير من عباده‬: ‫والرسالة في الدين ; ولهذا قال‬
)‫المؤمنين‬
‫ كتب عمر بن عبد‬: ‫ عن جدي قال‬، ‫ أخبرني أبي‬: ‫ ذكر عن إبراهيم بن يحيى بن تمام‬: ‫قال ابن أبي حاتم‬
‫ لو كنت َل تعرف ذلك إَل‬، ‫ إَل كان حمده أفضل من نعمته‬، ‫ إن هللا لم ينعم على عبد نعمة فحمد هللا عليها‬: ‫العزيز‬
‫في كتاب هللا المنزل‬
b) . Hadist dan Syarah
 Keutamaan Orang Berilmu dan Ilmu
"‫العالم على العابد كفضلى على أدناكم‬
ِ ‫ "فضل‬:‫ّللا عليه وسلم قال‬ ّ ‫وعن أبي أمامة رضي هللا عنه‬
ّ ‫أن رسول هللا صلى‬
‫ وحتّى‬,‫ حتّى النّملة فى جحرها‬,‫ّللا ومالئكته واهل السّموات واألرض‬ ّ :‫ّللا عليه وسلم‬
ّ ‫"إن‬ ّ ‫ّللا صلى‬
ّ ‫ث ّم قال رسول‬
)‫ وقال حديث حسن‬.‫ ليصلّون على معلّم النّاس الخير" (رواه التمذي‬,‫الحوت‬
 Kosa Kata (Mufrodat)
Artinya Kosa Kata
Orang yang berilmu, Orang yang
mengetahui ‫العالم‬

Orang yang menghabiskan waktunya


untuk beribadah ‫العابد‬

Semut, hewan kecil dari hewan daratan ‫النّملة‬


Liang, lubang dan sarang ‫جحرها‬
Ikan, hewan laut, penyebutan al-naml
dan al-dut sebagai penegas dan
merupakan kesatuan diantara hewan ‫الحوت‬
darat dan laut

Membacaakan shalawat ‫ليصلّون‬

 Terjemahan hadist:

Dari Abu Umamah r.a. bahwasanya Rauslullah SAW bersabda: “Kelebihan ahli
ilmu (‘alim) terhadap ahli ibadah (‘abid) adalah kelebihanku terhadap orang yang paling
rendah diantara kamu sekalian”. Kemudian Rasulullah SAW meneruskannya sabdanya.
“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi sampai semut
yang berada disarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmidzi”).

 Syarah Hadist:
Pada hadis ini Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan orang ‘alim atas ‘abid.
‘Alim artinya orang yang berilmu pengetahuan terutama ilmu syara’ sedang ‘abid
adalah ahli ibadah saja. Keduanya diperlakukan, dalam beragama orang ‘alim harus
beribadah sebagai manifestasi ilmunya yakni pengalaman ilmu. Demikian juga ‘abid
harus berilmu, karena ibadah tidsk dapat diterima kalau tidak didasari ilmu. Rasul
memberikan perumpamaan tentang keutamaan kedua orang tersebut:
‫فضل العالم على العابد كفضلى على أدناكم‬
“Kelebihan ahli ilmu (‘alim) terhadap ahli ibadah (‘abid) adalah seperti kelebihanku
terhadap orang yang paling rendah diantara kamu sekalian.”
Kalau orang ‘alim yang tidak mengamalkan ilmunya sama sekali jelas tidak ada
keutamaannya, demikian juga orang ‘abid yang sma sekali tidak didasari ilmu.
Keduanya, ditolak, tetapi kejahatan orang ‘alim lebih jahat dibandingkan dengan ‘abid.
Imam Ruslan dalam kitabnya Al-Zubad berkata:
‫ أ َ ْع َماله َم ْردودَة َلت ْقبَل‬# ‫َو ًك ُّل َم ْن بِ َغي ِْر ِع ْلم يَ ْع َمل‬
ْ ‫ م َعذَّب ِم ْن قَ ْب ِل عب‬# َ‫فَ َعالم ِب ِع ْلم ِه لم يَ ْع َم ْلن‬
‫َّادال َوث َ ْن‬

Setiap orang yang beramal tanpa didasari ilmu

Segala amalnya tertolak tidak diterima

Seorang ‘alim yang tidak mengamalkan ilmunya

Tersiksa terlebih dahulu sebelum penyembah berhala.

Kejahatan orang ‘alim yang tidak mengamalkan ilmunya lebih jahat dari pada
orang ahli ibadah yang tidak ada ilmunya dan lebih jahat dari pada penyembah berhala.
Orang bodoh menjadi penyembah berhala suatu kewajaran karena kebodohannya, tetapi
orang ‘alim yang melanggar bukan suatu kewajaran, karena dia mengetahui
pelanggaran itu tidak benar.

Keutamaan orang ‘alim sebagaimana yang dimaksudkan dalam Hadis diatas


meliputi eksistensi keilmuan maupun pahala yang diterimanya:
Keilmuan bermanfaat bukan bagi diri yang bersangkutan akan tetapi juga
terhadap orang lain dan masyarakat luas, sedang ‘abid (orang yang beribadah)
manfaatnya hanya untuk diri sendiri bukan untuk orang lain.
Orang yang sibuk dengan keilmuannya seperti mengajar, menulis atau
menyebarkan ilmu dengan berbagai media pahalanya lebih besar dari pada
pahala ibadah sunnah saja.
Nabi menyebutkan kemuliaan orang ‘alim didoakan oleh Tuhan dan seluruh
makhluk baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Mulai makhluk yang paling
agung yakni para malaikat sampai makhluk yang terendah dan terkecil seperti semut
dan ikan. Banyak hadis yang menjunjung keutamaan orang alim yang mengajarkan
ilmunya dan tidak ada hadis yang menjunjung sekedar ahli ibadah saja yang tidak
disertai ilmu.

 Asbabun Nuzul :
1. QS. Al-Mujadalah 11
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Muqatil bahwa ayat ini
(al-Mujadalah: 11) turun pada hari Jum’at, di saat pahlawan-pahlawan Badr datang ke
tempat pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang tidak mau memberi tempat kepada
yang baru datang itu, sehingga mereka terpaksa berdiri. Rasulullah menyuruh berdiri
orang-orang itu (yang lebih dulu duduk), sedang tamu-tamu itu (para pahlawan Badr)
disuruh duduk di tempat mereka. Orang-orang yang disuruh pindah tempat merasa
tersinggung perasaannya. Ayat ini (al-Mujadalah: 11) turun sebagai perintah kepada
kaum Mukminin untuk menaati perintah Rasulullah dan memberikan kesempatan duduk
kepada sesama Mukminin.
B. Perbedaan Orang yang Berilmu dan Orang yang tidak Berilmu
1. Ayat Al-Qur’an Surah Az-Zumar ayat 9:
ِ ‫ق ْل ه َْل يَ ْست َ ِوي الَّذِينَ يَ ْعلَمونَ َوالَّذِينَ ََل يَ ْعلَمونَ ۗ إِنَّ َما يَتَذَ َّكر أولو ْاأل َ ْلبَا‬
‫ب‬

Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui ( Berilmu ) dengan orang-


orang yang tidak mengetahui ( jahil ). Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran [Az Zumar: 9]

 Tafsiran Ayat Al-Qur’an:


‫ وما له في ذلك من األسرار‬،‫ق ْل ه َْل يَ ْست َ ِوي الَّذِينَ يَ ْعلَمونَ } ربهم ويعلمون دينه الشرعي ودينه الجزائي‬
،‫ كما َل يستوي الليل والنهار‬،‫والحكم { َوا َّلذِينَ ََل يَ ْعلَمونَ } شيئا من ذلك؟ َل يستوي هؤَلء وَل هؤَلء‬
‫ إنما يعلم الفرق بين هذا وهذا من له لب‬: ‫ أي‬,‫ إنما يتذكر أولو األلباب‬,‫ والماء والنار‬،‫والضياء والظالم‬
‫وهو العقل‬
Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui ( Berilmu ) tentang Rabb
mereka dan berilmu tentang hokum syar’i-Nya dan hokum balasan-Nya, serta rahasia-
rahasia dan hikmah-hikmah yang terkandung pada-Nya ‘ dengan orang-orang yang
tidak mengetahui ( Jahil ) tentang hal itu sekalipun ?! maka tidak sama antara orang-
orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu, sebagaimana tidak sama antara
malam dan siang, cahaya dan kegelapan, air dan api.” Al Khateer
2. Hadis Keutamaan Orang Berilmu
َّ ‫ع ْن َع ْب ِد‬
‫ّللاِ ب ِْن َع ْم ِرو ب ِْن‬ َ ، ‫ َع ْن أَبِي ِه‬، َ‫ َع ْن ِهش َِام ب ِْن ع ْر َوة‬، ٌ‫ َحدَّثَنِي َما ِلك‬: ‫ قَا َل‬، ‫َحدَّثَنَا إِ ْس َما ِعيل بْن أَبِي أ َويْس‬
،ِ‫ّللاَ ََل يَ ْقبِض ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَ اعًا يَ ْنت َِزعه ِمنَ ْال ِعبَاد‬
َّ ‫ " ِإ َّن‬: ‫سلَّ َم يَقول‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا َعلَ ْي ِه َو‬ َ : ‫ قَا َل‬، ‫اص‬
َّ ‫س ِم ْعت َرسو َل‬
َ ِ‫ّللا‬ ِ َ‫ْالع‬
َ َ‫ ف‬،‫ فَسئِلوا فَأ َ ْفت َْوا ِبغَي ِْر ِع ْلم‬،‫سا ج َّه ًاَل‬
‫ضلُّوا‬ ِ ‫ْض ْالعلَ َم‬
ِ ‫ َحتَّى ِإذَا لَ ْم ي ْب‬،‫اء‬
ً ‫ق َعا ِل ًما ات َّ َخذَ النَّاس رءو‬ ِ ‫َولَ ِك ْن يَ ْق ِبض ْال ِع ْل َم ِبقَب‬
ٌ ‫ َحدَّثَنَا قت َ ْي َبة َحدَّثَنَا َج ِر‬: ‫ قَا َل‬، ‫َّاس‬
.‫ َع ْن ِهشَام نَحْ َوه‬، ‫ير‬ ُّ ‫ قَا َل ْال ِف َرب ِْر‬.‫ضلُّوا‬
ٌ ‫ َحدَّثَنَا َعب‬: ‫ي‬ َ َ‫" َوأ‬..
“Telah menceritakan kepada kami ismail bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan
kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al
‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi waasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan
tetapi Allah tidaklah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila
sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan
orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa dengan ilmu,mereka sesat
dan menyesatkan. Berkata Al Firabri Telah menceritakan kepada kami ‘Abbas berkata,
Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam seperti ini juga” ( H.R. Bukhori )
‫‪ Syarah Hadits Imam Bukhori‬‬

‫قوله‪ ( :‬حدثني مالك ) قال الدارقطني‪ :‬لم يروه في الموطأ إَل معن بن عيسى‪ ،‬ورواه أصحاب مالك كابن وهب‬
‫وغيره عن مالك خارج الموطأ‪ ،‬وأفاد ابن عبد البر أن سليمان بن يزيد رواه أيضا في الموطأ‪ ،‬وهللا أعلم‪ .‬وقد اشتهر‬
‫هذا الحديث من رواية هشام بن عروة فوقع لنا من رواية أكثر من سبعين نفسا عنه من أهل الحرمين والعراقين‬
‫والشام وخراسان ومصر وغيرها‪ ،‬ووافقه على روايته عن أبيه عروة أبو األسود المدني وحديثه في الصحيحين‪،‬‬
‫والزهري وحديثه في النسائي‪ ،‬ويحيى بن أبي كثير وحديثه في صحيح أبي عوانة‪ ،‬ووافق أباه على روايته عن عبد‬
‫هللا بن عمر بن الحكم بن ثوبان وحديثه في مسلم‪ .‬قوله‪َ ( :‬ل يقبض العلم انتزاعا ) أي‪ :‬محوا من الصدور‪ ،‬وكان‬
‫تحديث النبي صلى هللا عليه وسلم بذلك في حجة الوداع كما رواه أحمد والطبراني من حديث أبي أمامة‪ ،‬قال‪ :‬لما‬
‫كان في حجة الوداع قال النبي صلى هللا عليه وسلم‪ " :‬خذوا العلم قبل أن يقبض أو يرفع "‪ .‬فقال أعرابي‪ :‬كيف يرفع‬
‫؟ فقال‪ " :‬أَل إن ذهاب العلم ذهاب حملته "‪ .‬ثالث مرات ‪ .‬قال ابن المنير‪ :‬محو العلم من الصدور جائز في القدرة‪،‬‬
‫إَل أن هذا الحديث دل على عدم وقوعه‪ .‬قوله‪ ( :‬حتى إذا لم يبق عالم ) هو بفتح الياء والقاف‪ ،‬ولْلصيلي بضم أوله‬
‫وكسر القاف‪ ،‬وعالما منصوب أي‪ :‬لم يبق هللا عالما‪ .‬وفي رواية مسلم‪ " :‬حتى إذا لم يترك عالما "‪ .‬قوله‪ ( :‬رءوسا )‬
‫قال النووي‪ :‬ضبطناه بضم الهمزة والتنوين جمع رأس‪ .‬قلت‪ :‬وفي رواية أبي ذر أيضا بفتح الهمزة‪ ،‬وفي آخره همزة‬
‫أخرى مفتوحة جمع رئيس‪ .‬قوله‪ ( :‬بغير علم ) وفي رواية أبي األسود في اَلعتصام عند المصنف‪ " :‬فيفتون برأيهم‬
‫ي عن البخاري في بعض األسانيد‪ ،‬وهي ‪ "a‬ورواها مسلم كاألولى‪ .‬قوله‪ ( :‬قال الفربري ) هذا من زيادات الرا‬
‫قليلة‪ .‬قوله‪ ( :‬نحوه ) أي‪ :‬بمعنى حديث مالك‪ ،‬ولفظ رواية قتيبة هذه أخرجها مسلم عنه‪ ،‬وفي هذا الحديث الحث على‬
‫حفظ العلم‪ ،‬والتحذير من ترئيس الجهلة‪ ،‬وفيه أن الفتوى هي الرياسة الحقيقية‪ ،‬وذم من يقدم عليها بغير علم‪ ،‬واستدل‬
‫به الجمهور على القول بخلو الزمان عن مجتهد‪ ،‬وهلل األمر يفعل ما يشاء‪ ،‬وسيكون لنا في المسألة عود في كتاب‬
‫اَلعتصام إن شاء هللا تعالى‬

‫‪Hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mencabut ilmu dalam‬‬
‫‪mutlak bukan menghapusnya dari hati para penghafalnya, akan tetapi sumber ilmu itu‬‬
‫‪telah diangkat oleh allah dari bumu, sehingga tidak ada lagi yang mampu menjelaskan‬‬
‫‪ilmu dengan sebenar-benarnya. Akibatnya, mereka yang tidak lagi merujuk apapun‬‬
‫‪dengan dasar keilmuan, sampai pada ketidaktahuan mereka dengan memilih pemimpim‬‬
‫‪yang sama tidak berilmunya . Hadits ini kemudian menjelaskan akibat yang sangat fatal‬‬
‫‪bila seorang guru sebagai sumber ilmu yang otentik wafat, yaitu manusia ditinggalkan‬‬
‫‪dalam keadaan sesat dan menyesatkan. Yaitu pemimpim bodoh menjawab pertanyaan‬‬
‫‪tanpa didasari oleh ilmu. Hadits ini menegaskan bagaimana pentingnya peran seorang‬‬
‫‪penyebar ilmu, gur yang benar sumber ilmunya. Karenanya ada hadits lain mengatakan‬‬
‫‪“Siapa yang belajar tanpa seorang syeih, maka syehnya adalah syetan.” Makanyatalah‬‬
‫‪kesetanan dalam segala yang diucapkannya. Imam Syafi’ menegaskan “Barang siapa‬‬
yang mempelajari ilmu dari hanya isi kitab saja, maka ia telah mempersempit hukum”
bagaimana tidak hukum itu akan tegak dengan adanya hakim, maka ilmu kan tegak
dengan adanya guru.

Sangat jelas sekali posisi dan kemuliaan guru di dunia, kemudian ini seharusnya
didasari oleh seluruh umat islam bahwa guru membawa peran penting dalam
memperpaiki kehidupan sebuah bangsa, akibat dari menelantarkan guru dan
meninggalkan guru adalah kehancuran sebuah bangsa karena mereka berkatadan
bekerja tanpa ilmu dan hanya mampu memberikan jalan yang sesat.

3.Asbabul Wurud
Mengenai latar belakang hadits ini adalah menurut Imam Ahmad dan al-
Thabari yang bersumber dari hadits Abu Umamah: “Selesai melakukan Hajji Wada’
Nabi bersabda: “Ambilah ilmu sebelum ia ditarik dan diangkat!” lalu seorang Arab
Baduy bertanya: “Bagaimana ilmu itu diangkat?” lalu Rasulullah Bersabda: “Ketahuilah
bahwa hilangnya ilmu itu ada tiga periode” , dalam riwayat lain Abu Ummah
meriwayatkan bahwa orang Arab itu bertanya “ Bagaimana mungkin ilmu itu diangkat,
sedangkan di tengah-tengah kami ada mushaf al-Qur’an, kami mempelajarinya serta
kami mengetahuinya, serta kami ajarkan kepada anak-anak dan istri kami, demikian
pula pada pelayan kami. “Rasulullah mengangkat kepalanya, dan beliau hamirkan
kepada orang itu, karena marahnya. Rasulullah lalu bersabda: “Inilah Yahudi dan
Nasrani di kalangan mereka tidak mempelajarinya, tatkala para Nabi dating kepada
mereka. Ibn Hajar berkata: “Hadits Masyhur sekali dari riwayat Hisyam. Dan dalam
riwayat lain bunyinya: …”sehingga tak ada lagi hidup seorang alim pun.”

C. Menunjukkan Pentingnya Ilmu dalam Kehidupan


 Surah Al-Mujadalah Ayat 11:
َ‫ّللا الَّذِين‬
َّ ِ‫ّللا لَك ْم ۖ َو ِإذَا قِي َل انشزوا فَانشزوا يَ ْرفَع‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنوا ِإذَا قِي َل لَك ْم تَفَسَّحوا فِي ْال َم َجا ِل ِس فَا ْف‬
َ ‫سحوا يَ ْف‬
َّ ِ‫سح‬
‫ّللا ِب َما تَ ْع َملون خبير‬ َّ ‫آ َمنوا ِمنك ْم َوا َّلذِينَ أوتوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجات ۚ َو‬
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S AL-
Mujadalah: 11)
 Hadis Riwayat Bukhori Muslim:
َ ‫ت ْال َكْل‬ ِ َ‫ فَأ َ ْنبَت‬، ‫ت ْال َما َء‬
ِ َ‫ فَ َكانَ ِم ْن َها نَ ِقيَّةٌ قَ ِبل‬، ‫اب أ َ ْرضًا‬
َ ‫ص‬ َ َ ‫ير أ‬ ِ ِ‫ث ْال َكث‬
ِ ‫ّللا ِب ِه ِمنَ ْالهدَى َو ْال ِع ْل ِم َك َمث َ ِل ْالغَ ْي‬
َّ ‫َمثَل َما َب َعثَنِى‬
‫ت ِم ْن َها‬ َ َ ‫ َوأ‬، ‫سقَ ْوا َوزَ َرعوا‬
ْ ‫صا َب‬ َ ‫ فَش َِربوا َو‬، ‫اس‬ َّ ‫ فَنَفَ َع‬، ‫ت ْال َما َء‬
َ َّ‫ّللا ِب َها الن‬ ِ ‫س َك‬ َ ‫َت ِم ْن َها أَ َجادِب أ َ ْم‬ ْ ‫ َوكَان‬، ‫ير‬ َ ‫ب ْال َك ِث‬
َ ‫َو ْالع ْش‬
َّ ‫ّللاِ َونَفَعَه َما بَعَثَنِى‬
، ‫ّللا بِ ِه‬ ِ ‫ فَذَلِكَ َمثَل َم ْن فَ ِقهَ فِى د‬، ً ‫ َوَلَ ت ْنبِت كَْل‬، ‫ان َلَ ت ْمسِك َما ًء‬
َّ ‫ِين‬ ٌ َ‫ِى قِيع‬ َ ‫ إِنَّ َما ه‬، ‫طائِفَةً أ ْخ َرى‬ َ
‫ّللاِ الَّذِى أ ْر ِس ْلت بِه‬
َّ ‫ َولَ ْم يَ ْقبَ ْل هدَى‬، ‫سا‬ً ْ‫ َو َمثَل َم ْن لَ ْم يَ ْرفَ ْع بِذَلِكَ َرأ‬، ‫فَعَ ِل َم َو َعلَّ َم‬
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits
(hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa
menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak
bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi
manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah
ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat
mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak
bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami
agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya.
Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah
orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima
petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 Kosa Kata
Artinya Kosa Kata
Berlapang-lapanglah ْ‫تَفَسَّحوا‬
Majlis ‫ٱ ۡل َم ٰ َج ِل ِس‬
Bangunlah/berdirilah ْ‫ٱنشزوا‬
Meninggikan/mengangkat ‫يَ ۡرفَع‬
Beberapa Derajat ‫دَ َر ٰ َج ۚت‬
Maha Teliti ‫َخبِير‬
Mereka diberi ‫أوتو‬
 Tafsiran Ayat dan Syarah Hadis:
‫ واحتاج بعضهم أو بعض القادمين‬،‫ إذا اجتمعوا في مجلس من مجالس مجتمعاتهم‬،‫هذا تأديب من هللا لعباده المؤمنين‬
‫ فإن من األدب أن يفسحوا له تحصيال لهذا المقصود‬،‫عليهم للتفسح له في المجلس‬.
‫ فإن من‬،‫ والجزاء من جنس العمل‬،‫ فيحصل مقصود أخيه من غير ضرر يلحقه هو‬،‫وليس ذلك بضار للجالس شيئا‬
‫ وسع هللا عليه‬،‫ ومن وسع ألخيه‬،‫فسح فسح هللا له‬.
{ ‫ فبادروا للقيام لتحصيل تلك‬:‫ { فَا ْنشزوا } أي‬،‫ ارتفعوا وتنحوا عن مجالسكم لحاجة تعرض‬:‫َوإِذَا قِي َل ا ْنشزوا } أي‬
‫ وهللا تعالى يرفع أهل العلم واإليمان درجات بحسب ما‬،‫ فإن القيام بمثل هذه األمور من العلم واإليمان‬،‫المصلحة‬
‫ من العلم واإليمان‬،‫خصهم هللا به‬.
ٌ ‫ّللا ِب َما ت َ ْع َملونَ َخ ِب‬
{ ‫ وإن شرا فشر‬،‫ إن خيرا فخير‬،‫ير } فيجازي كل عامل بعمله‬ َّ ‫ َو‬.
‫ وأن زينته وثمرته التأدب بآدابه والعمل بمقتضاه‬،‫وفي هذه اآلية فضيلة العلم‬
Ayat ini memberikan penjelasan bahwa jika diantara kaum muslimin ada yang
diperintahkan Rasulullah SAW berdiri untuk memberikan kesempatan kepada orang
tertentu untuk duduk, atau mereka diperintahkan pergi dahulu, hendaklah mereka
berdiri atau pergi, karena beliau ingin memberikan penghormatan kepada orang-orang
itu, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan agama, atau melaksanakan
tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.
Dari ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:
I. Para sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasululloh SAW agar
mudah mendengar perkataan yang beliau sampaikan kepada mereka.
II. Perintah memberikan tempat kepada orang yang baru datang merupakan
anjuran, jika memungkinkan dilakukan, untuk mnimbulkan rasa persahabatan
antara sesama yang hadir.
III. Sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba
Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, maka Allah akan
memberi kelapangan pula kepadanya didunia dan diakhirat.
Hadist lain mengatakan bahawasannya Rasululloh bersabda yang artinya
“ Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong
saudaranya.”(Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).
Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orsng yang hadir
dalam suatu majelis hendaklah mematuhi ketentuan- ketentuan yang berlaku pada
majelis itu atau mematuhi orang-orang yang mengatur majelis itu.
Bagi yang datang lebih awal ke majelis hendaklah memenuhi tempat dimuka,
sehingga orang yang datang kemudian tidak perlu melangkahi atau menganggu orang
yang telah lebih dahulu hadir. Bagi orang yang terlambat datang, hendaklah rela dengan
keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud
dengan sabda nabi SAW:
“Janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk
ditempat tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang.”(Riwayat
Muslim dari ibnu ‘Umar)
Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang
beriman, taat dan patuh kepadanya, melaksanakan perintahnya dan mejauhi
larangannya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tentram dalam
masyarakat, demikian orang-orang yang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk
menegakkan kalimat Allah dengan kata lain ilmu tersebut diamalkan sesuai dengan
yang diperintahkan Allah dan Rosul-Nya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa dia maha mengetahui semua yang
dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan
yang adil sesuai perbuatan yang telah dilakukannya.
Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab “Orang yang
berilmu dan mengajarkan ilmu.” An Nawawi membawakan hadits ini dalam Shahih
Muslim pada Bab “Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus Nabi shallallahu
‘alaihi wassallam dengannya.
َ ‫ام ِل فِ ْقه لَي‬
ِ ‫ َو ربَّ َح‬، ‫ْس ِبفَ ِقيْه‬
‫ام ِل‬ َ ‫س ِم َع ِمنَّا َح ِد ْيثًا فَ َح ِف‬
ِ ‫ فَإِنَّه ربَّ َح‬، ‫ظه َحتَّى يَبْلغَه َغيْره‬ َ ‫نَض ََّر ِِ هللا اِ ْم َر ًءا‬
‫فِ ْقه ِإ َلى َم ْن ه َو أ َ ْف َقه ِم ْنه‬
“Semoga Allah memberi nikmat kepada orang yang mendengar sabdaku, kemudian dia
menghafalkannya dan menyampaikannya pada yang lain. Betapa banyak orang yang
menyampaikan hadits, namun dia tidak memahaminya. Terkadang pula orang yang
menyampaikan hadits menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya.” (HR.
Abu Daud, Ibnu Majah Ilmu dan Petunjuk Dimisalkan Dengan Ghoits (Hujan).
Ilmu yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Ilmu tersebut
dimisalkan dengan ghoits yaitu hujan yang bermanfaat, tidak rintik dan tidak pula
terlalu deras. Ghoits dalam Al Qur’an dan As Sunnah sering digunakan untuk hujan
yang bermanfaat berbeda dengan al maa’ dan al mathr yang sama-sama bermakna
hujan. Adapun al mathr, kebanyakan digunakan untuk hujan yang turun dari langit,
namun untuk hujan yang mendatangkan bahaya. Sebagaimana dalam firman Allah
Ta’ala,
َ‫طر ْالم ْنذَ ِرين‬
َ ‫سا َء َم‬ َ ‫َوأ َ ْم‬
َ ‫ط ْرنَا َعلَ ْي ِه ْم َم‬
َ َ‫ط ًرا ف‬
“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang
menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (QS. Asy Syu’ara: 173)
Sedangkan mengenai ghoits, Allah Ta’ala berfirman,
ِ ‫ث َّم يَأْتِي ِم ْن َب ْع ِد ذَلِكَ َعا ٌم فِي ِه يغَاث النَّاس َوفِي ِه يَ ْع‬
َ‫صرون‬
“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan
cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf: 49) (Asbaabu Ats Tsabat
‘ala Tholabul ‘Ilmi, 1/2)

 Ilmu, Sebab Hidupnya Hati


Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyerupakan ilmu (wahyu) yang beliau bawa dengan hujan karena ilmu dan hujan
adalah sebab adanya kehidupan. Hujan adalah sebab hidupnya jasad. Sedangkan Ilmu
adalah sebab hidupnya hati. Hati sendiri dimisalkan dengan lembah. Sebagaimana hal
ini terdapat pada firman Allah Ta’ala,
‫ت أ َ ْو ِديَةٌ بِقَدَ ِرهَا‬
ْ َ‫سال‬
َ َ‫اء َما ًء ف‬ َّ ‫أ َ ْنزَ َل ِمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah
menurut ukurannya.” (QS. Ar Ro’du: 17).” (Zaadul Muhajir, hal. 37)

 Berbagai Macam Tanah


Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada
tiga jenis tanah. Tanah pertama adalah tanah yang baik yang dapat menyerap air
sehingga tumbuhlah tanaman dan rerumputan.
Tanah kedua adalah tanah yang disebut ajaib. Tanah ini hanya bisa
menampung air sehingga dapat dimanfaatkan orang lain (untuk minum, memberi
minum pada hewan ternak dan dapat mengairi tanah pertanian), namun tanah ajadib ini
tidak bisa menyerap air.
Kemudian tanah jenis terakhir adalah tanah yang disebut qii’an. Tanah ini
tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air. Sehingga tanah ini tidak bisa
menumbuhkan tanaman. (Lihat Syarh Muslim, 15/46-47 dan Muro’atul Mafaatih,
1/247-248)
 Manusia Bertingkat-Tingkat Dalam Mengambil Faedah Ilmu
An Nawawi –rahimahullah– mengatakan, “Adapun makna hadits dan maksudnya, di
dalamnya terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
al ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa
tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.
 Jenis pertama adalah tanah yang bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah
tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya mati, lalu dia pun menumbuhkan tanaman.
Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya, begitu pula hewan ternak, dan
tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.
Begitu pula manusia jenis pertama. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun
menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun
mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu
tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.
 Jenis kedua adalah tanah yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya
sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain. Tanah ini menahan air sehingga dapat
dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan hewan ternak dapat mengambil manfaat
darinya.
Begitu pula manusia jenis kedua. Dia memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia
tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah
dan hukum. Dia pun kurang dalam berijitihad dalam ketaatan dan mengamalkannya.
Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang
sangat haus terhadap ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil
manfaat bagi dirinya; dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun
mengambil ilmu dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain
mendapatkan manfaat darinya, sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang
lainnya.

Jenis ketiga adalah tanah tandus yang tanaman tidak dapat tumbuh di atasnya. Tanah
jenis ini tidak dapat menyerap air dan tidak pula menampungnya untuk dimanfaatkan
orang lain. Siapakah Manusia yang Disebutkan dalam Hadits Ini?
 Manusia jenis pertama adalah penerus para Rasul ‘alaihimush sholaatu wa
salaam. Mereka inilah yang menegakkan agama ini dengan ilmu, ‘amal dan dakwah
(mengajak kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya). Merekalah pengikut para nabi yang
sebenarnya. Mereka inilah yang diibaratkan dengan tanah yang baik, hatinya senantiasa
bersih. Tanah seperti ini dapat menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Dia dapat memperoleh manfaat, begitu juga manusia dapat memperoleh manfaat
darinya.
Orang-orang seperti inilah yang menggabungkan ilmu dalam agama dan kekuatan
dalam berdakwah. Merekalah yang disebut pewaris para Nabi sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫وب أ ْو ِلي ْاأل َ ْيدِي َو ْاأل َ ْب‬ َ ‫َواذْك ْر ِع َبادَنَا إب َْراه‬
َ ‫ِيم َو ِإ ْس َحاقَ َو َي ْعق‬
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai
perbuatan-perbuatan yang besar dan al basho-ir.” (QS. Shaad: 45). Yang dimaksud al
basho-ir adalah mengetahui kebenaran. Dan dengan kekuatan, ilmu tersebut dapat
disampaikan dan didakwahkan pada yang lainnya.
Manusia jenis pertama ini memiliki kekuatan hafalan, pemahaman yang bagus
dalam masalah agama, dan memiliki kemampuan dalam tafsir. Kemampuan inilah yang
membuat tumbuh banyak rerumputan di tanah tersebut. Sehingga hal ini yang membuat
mereka lebih utama dari manusia jenis kedua.
 Manusia jenis kedua adalah hufaazh (para penghafal hadits) dan dia
menyampaikan apa yang didengar. Kemudian orang lain mendatangi manusia jenis ini
dan mereka mengambil faedah darinya. Mereka termasuk dalam sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan Ath Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih). Manusia jenis kedua ini termasuk kalangan yang menghafal hadits, namun
mereka kurang dalam mengambil faedah darinya. Bahkan orang lain yang mengambil
ilmu dari mereka kadang lebih paham.
 Siapakah contoh dari kedua jenis manusia di atas?
Cobalah kita bandingkan berapa banyak hafalan Abu Hurairah dengan Ibnu Abbas?
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyampaikan hadits-hadits tersebut sebagaimana
yang dia dengar. Beliau terus belajar siang dan malam. Jika dibandingkan dengan Ibnu
‘Abbas, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas tidaklah lebih dari 20 hadits.
Namun lihatlah keluasan ilmu yang Ibnu ‘Abbas miliki dalam masalah tafsir dan
menggali faedah-faedah ilmu, sungguh sangat luas dan mendalam sekali.
ِ َّ‫اس أ َ ْنفَعه ْم ِللن‬
‫اس‬ ِ َّ‫خيْر الن‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al
Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)

Manfaat yang dapat diberikan adalah dengan mendakwahkan ilmu, baik melalui hafalan
yang dimiliki atau ditambah lagi dengan pemahaman mendalam terhadap ilmu tersebut.
Sungguh sangat banyak cara untuk belajar dan berdakwah saat ini, bisa melalui
berbagai macam media seperti media cetak atau pun dunia maya (dunia internet).
Namun janganlah seseorang menjadi orang yang tercela karena enggan mempelajari
ilmu syar’i, enggan mengamalkan dan enggan mendakwahkannya.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Mqatil bin Hayyan, ia berkata “pad
suatu hari, yaitu hari Jumat, Rasulallah saw berada di Suffah mengadakan pertemuan
disuatu tempat yang sempit,dengan maksud menghormati pahlawan-pahlawan Perang
Badar yang terdiri dari orang-orang Muajirin dan Ansor. Beberapa orang pahlawan
Perang Badar itu terlambat datang, di antaranya Sabit bin Qais. Para pahlawan Badar itu
berdiri di luar yang kelihatan oleh Rasulullah mereka mengucapkan salam,
“assalamu’alaikum Ayyuhannabi wabarakatuh.” Nabi saw menjawab salam kemudian
mereka mengucapkan salam pula kepada orang-orang yang hadir lebih dahulu dan
dijawab pula oleh mereka. Para pahlawan Badar itu tetap berdiri, menunggu tempat
yang disediakan bagi mereka, tetapi tak ada yang menyediakannya. Melihat itu
Rasulullah saw merasa kecewa, lalu mengatakan kepada orang-orang yang berada di
sekitarnya dengan mengatakan, “Berdirilah,berdirilah.” Beberapa orang yang ada di
sekitar itu berdiri, tetapi dengan rasa enggan yang terlihat di wajah mereka. Maka
orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela Nabi saw, mereka
berkata, “Demi Allah, Muhammad tidak adil, ada orang yang dahulu datang dengan
maksud memperoleh tempat duduk di dekatnya, tetapi disuruh berdiri agar tempat itu
diberikan kepada orang yang terlambat datang.’’ Maka turunlah ayat ini.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Ilmu merupakan symbol keberhasilan dan kejayaan bagi suatu bangsa. Selain
itu, islam merupakan agama yang sangat mementingkan dalam hal ilmu pengetahuan
dan keagamaan serta islam juga menganjurkan umatnya untuk terus menuntut ilmu baik
hal duniawi maupun akhirat. Jika memiliki ilmu kita dapat memahami aqidah tanpa ada
keraguan, dengan ilmu kita dapat melakukan segala hal dengan teratur. Sebagaimana
Allah telah berfirman di surah Al-Mujadalah ayat 11 yang berarti “Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat”. Ilmu juga membawa kehidupan kita lebih teratur dan jelas.

Kita sebagai makhluk ciptaan-Nya harus menuntut ilmu, setelah itu kita harus
mengamalkannya dalam kehidupan dan mengajarkannya kepada orang lain. Orang
berilmu sangat berbeda dengan orang yang tidak berilmu, karena orang yang berilmu
memiliki landasan yang kuat dalam hidup mereka. Sedangkan, orang yang tidak
berilmu terombang-ambing dalam keraguan, karena mereka tidak memiliki
pengetahuan. Orang berilmu jika ingin bertindak selalu memikirkan manfaat dan
mudhorotnya baik buat diri sendiri maupun orang lain.

Seorang yang dikatakan berilmu dialah orang yang mempelajari ilmunya dengan
gurunya. Dan carilah guru yang mempelajari ilmunya dengan gurunya dan seterusnya,
jangan seperti orang Yahudi dan Nasrani dikalangan mereka tidak mempelajarinya. Jika
ada orang yang tidak mempelajarinya maka tidak akan hidup seorang alim pun. Jadi,
jadilah orang yang berilmu bukan jadi orang yang jahil, dan jika kita memiliki ilmu
ajarkanlah kepada orang lain jangan hanya disimpan sendiri karena itu akan sia-sia, dan
kita akan sama saja seperti orang jahil (tidak berilmu).

Ilmu sangatlah penting dalam kehidupan dan diumpamakan dalam hadis


sebagai hujan atau air, yang mana hujan/air tersebut memiliki pengaruh yang sangat
besar bagi kehidupan di dunia ini. Ilmu juga sangat berguna bagi kehidupan kita, ilmu
juga dapat memberi manfaat kepada kita hingga wafat, ilmu menjadi sarana di surge
dan ilmu adalah harga yang berharga selain harta.
B. Saran
Kami menyarankan kepada teman-teman sekalian, bahwa menuntut ilmu
sangatlah penting untuk diri sendiri. Jangan pernah lelah dalam menuntut ilmu dimana
pun, dalam keadaan apapun dan kapan pun kalian berada. Agar kita semua tergolong
menjadi orang yang ‘ALIM, yaitu orag yang mengetahui. Jika kita memiliki ilmu kita
dapat menjalankan hidup ini dengan benar sebab kita tahu mana yang baik dan buruk.
Dalam sya’ir telah di katakan “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” dan
“Tuntutlah Ilmu walau sampai di negeri China”.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Khon, Majid Abdul. Hadis Tarbawi, 2012, 133.


Tafsir ath-Thabari. juz 28. 19.
Musthofa, Ahmad.Tafsir Al-Maraghi, 1988, juz 19, 233.
Musthofa, Ahmad.Tafsir Al-Maraghi, 1988, juz 15, 107.
Musthofa, Ahmad.Tafsir Al-Maraghi, 1988, juz 3,
Kementerian Agama RI. 2010. Alqur’an & Tafsir Jilid X. Jakarta: Ikrar
Mandiriabadi Abduh,Tausikal Muhammad. Artikel Tafsir Hadis. 14 September 2019
10:25

Anda mungkin juga menyukai