Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

CARA MEMULIAKAN ILMU

Makalah Ini Di Ajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Etika Belajar Islam

Dosen Pengampu :

Siti Asiah, M.Pd.

Di susun oleh :

Khairun Nisak (7120009)


Heru Setiawan (7120010)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM JOMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas kelompok Mata Kuliah Etika Belajar
Dalam Islam tentang “Cara Memuliakan Ilmu” terselesaikan dengan lancar.
Tugas ini disusun sebagai tugas pembelajaran dengan tujuan yang lebih khusus untuk menambah
pengetahuan tentang “Cara Memuliakan Ilmu dan Ahli Ilmu” dan lebih mengenal pentingnya
bagi kita semua.
Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami sendiri dan pembaca. Kami
telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan tugas ini namun masih jauh dari kata
sempurna dan banyak kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan tugas ini dan tugas berikutnya.

Jombang, 20 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................         i
Kata Pengantar...........................................................................................................         ii
Daftar Isi.....................................................................................................................         iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................         
1.1    Latar Belakang..................................................................................................        
1.2    Rumusan Masalah............................................................................................         
1.3   Tujuan...............................................................................................................         
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................         
2.1 Keutamaan Ilmu dan Keajiban Mencarinya ......................................................          
2.2 Hadist yang Menjelaskan Pentingnya Ilmu.........................................................         
2.3 Adab Mencari Ilmu ...............................................................................................       
   2.4 Adab Pelajar dan Mengajar..................................................................................
2.5 Hilangnya Sebuah Ilmu........................................................................................
2.6 Cara Memuliakan Ilmu dan Ahli Ilmu.................................................................
BAB III PENUTUP.............,,,,,,,,,,............................................................................        
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................      
3.2 Kritik dan Saran...................................................................................................      
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu
yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya. Kemuliaan akan
didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang yang memburunya.
Allah SWT, tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu,
disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri dan manfaat dan keutamaan yang akan
didapat oleh orang yang berilmu.
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai peran yang sangat penting.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan bagi kehidupan baik
dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat. Menurut al-Ghazali dengan ilmu
pengetahuan akan diperoleh segala bentuk kekayaan, kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan,
dan kekuasaan. Apa yang dapat diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan
hanya diperoleh dari hubungannya dengan sesama manusia, para binatangpun merasakan
bagaimana kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki. Dari sini, dengan jelas dapat
disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah bangsa tergantung kemajuan ilmu pengetahuan
yang melingkupi.
Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki,
karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan tujuan
diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu. Minimal, ilmu pengetahuan yang akan
memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap
berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah
kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama-lamanya.
Uraian di atas hanyalah uraian singkat betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi
manusia, baik untuk kehidupan dirinya pribadi, maupun dalam hubungan dirinya dengan benda-
benda di sekitarnya. Baik bagi kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Ada banyak hadits,
firman Allah, dan pendapat para ulama tentang pentingnya ilmu pengetahuan.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1. Apa Keutamaan Ilmu dan Hukum Mencarinya?
2. Hadits Mana dang Menjelaskan Pentingnya Ilmu?
3. Bagaimana Adab Mencari Ilmu?
4. Bagaimana Adab Pelajar dan Pengajar?
5. Bagaimana Hilangnya Sebuah Ilmu?
6. Bagaimana cara memuliakan ilmu dan ahli ilmu?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui Apa Keutamaan Ilmu dan hukum mencarinya


2. Mengetahui hadits yang menjelaskan pentingnya ilmu
3. Mengetahui adab mencari ilmu
4. Mengetahui adab pelajar dan pengajar
5. Mengetahui sebab hilangnya sebuah ilmu
6. Mengetahui cara memuliakan ilmu dan ahli ilmu
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 KEUTAMAAN ILMU DAN KEWAJIBAN MENCARINYA

Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang berarti mengerti, memahami
benar-benar. Ilmu dari segi Istilah ialah Segala pengetahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang
datang dari Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya dan alam ciptaanNya termasuk
manusia yang memiliki aspek lahiriah dan batiniah.

Ilmu merupakan kunci untuk menyelesaikan segala persoalan, baik persoalan yang berhubungan
dengan kehidupan beragama maupun persoalan yang berhubungan dengan kehidupan duniawi.
Ilmu diibaratkan dengan cahaya, karena ilmu memiliki fungsi sebagai petunjuk kehidupan
manusia, pemberi cahaya bagi orang yang ada dalam kegelapan.

Islam adalah sebuah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, bukan hanya dalam teori
tapi juga dalam praktik/kenyataan. Penghargaan ini terungkap dengan adanya ayat Al-Qur’an
dan hadits yangmemberikan pujian terhadap orang yang berilmu. Al-Qur’an mengumpamakan
orang yag berilmu yakni orang yang melihat (al bashir) sedangkan orang yang tidak berilmu di
umpamakan sebagai orang yang buta (al a’ma), dan tentunya antara keduanya ini sangat lebih
utama orang yang mempunyai penglihatan. Selain itu penghargaan terhadap ilmu juga dapat kita
lihat dari janji-janji Allah bagi orang yang berilmu seperti dalam ayat Al-Qur’an surah Al-
Mujadilah ayat 11 yang berbunyi:

ٍ ‫يَرْ فَ ِع هللاُ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر َجا‬
‫ت َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ُُر‬

Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Selain dalam surah al-Mujadilah, Allah juga berfirman mengenai keutamaan ilmu dalam surah
az-Zumar ayat 9

َ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوي الَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َواَلَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬

Artinya: “Katakanlah (Wahai Muhammad!): ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan
orang-orang yang tidak berilmu?’”. (QS. Az-Zumar: 9)

Banyak hadits berbicara tentang ilmu pengetahuan terutama mengenai keutamaan ilmu. Bahkan
Kewajiban menuntut ilmu terpikulkan kepada umat islam.

Sebelum Al-Ghazali memerincikan, Tidak ada keterangan secara spesifik menerangkan ilmu apa
yang harus dicari, bagaimana hukumnya apakah fardhu ain ataukan fardhu kifayah ilmu apa yang
harus dicari, bagaimana hukumnya apakah fardhu ain ataukan fardhu kifayah.Dan baru ada
setelah beliau menyatakan bahwa hukum menuntut ilmu agama adalah fardhu ain dan ilmu non
agama sepertihalnya matematika, kedokteran, fisika dihukumi sebagai fardhu kifayah yakni
kewajiban bagi orang yang kompeten. Oleh karenanya, jika di sebuah wilayah telah ada yang
menjalankannya dengan baik maka kewajiban yang lain telah gugur. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya penafsiran Al-Ghazali dinyatakan telah melemahkan semangat umat
islam dalam mencari ilmu non agama. Oleh karena itu maka muncul pendapat baru bahwa
hukum dari menuntut ilmu baik agama ataupun non agama adalah fardhu ain.

Terlepas dari penafsiran diatas ada banyak manfaat dalam menuntut ilmu seperti yang dikatakan
ali bin abi thalib dalam kitab ihya’ Al-Ghazali, ali berkata kepada kumail: hai kumail ! ilmu itu
lebih baik dari pada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum
dan harta itu terhukum harta itu berkurang apabila dibelanjakan dan ilmu akan bertambah[1].

Juga dikisahkan bahwa nabi Sulaiman bin Daud AS disuruh memilih antara ilmu, harta, dan
kerajaan (kekuasaan). Dan nabi suliman memilih ilmu dengan alasan akan sia-sia harta dan akan
hancur kerajaan tersebut jika tidak dibarengi dengan ilmu. Maka kemudian di berikan kepadanya
harta dan kerajaan tersebut. Dari kisah diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa hal yang bersifat
duniawi maupun yang bersifat akhirat akan menghampiri kita dengan sendirinya apabila kita
berilmu.

2.2 HADIST-HADIST YANG MENJELASKAN TENTANG PENTINGNYA ILMU

Hadits-hadits yang menjelaskan pentingnya ilmu sangat banyak, dan tidak mungkin disebutkan
semuanya dalam makalah ini. Para ulama ahli hadits pada umumnya menuliskan bab tersendiri
yang menjelaskan pentingnya ilmu. Mereka bahkan menulis sebuah kitab yang khusus
menjelaskan betapa pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan, baik dalam kehidupan dunia
maupun akhirat.

Sabda Rasulullah SAW:

)‫اَ ْل ُعلَ َما ُء َو َرثَةُ اَأْل ْنبِيَا ِء (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان‬

Artinya :“Orang-orang yang berilmu adalah ahli waris para nabi” (HR. Abu Daud, Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Tentu sudah diketahui, bahwa tidak ada kedudukan di atas kenabian dan tidak ada kemuliaan di
atas kemulian mewarisi kedudukan kenabian tersebut.

Rasulullah SAW bersabda:

ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
)‫ض (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان‬ ِ ‫يَ ْستَ ْغفِ ُر لِ ْل َعالِ ِم َما فِي ال َّس َم َوا‬

Artinya: “Segala apa yang ada di langit dan bumi memintakan ampun untuk orang yang
berilmu”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Rasulullah SAW bersabda:

)‫اس ْال ُمْؤ ِمنُ ْال َعالِ ُم الَّ ِذيْ ِإ ِن احْ تِي َْج ِإلَ ْي ِه نَفَ َع وَِإ ِن ا ْستُ ْغنِ َي َع ْنهُ َأ ْغنَى نَ ْف َسهُ (رواه البيهقي‬ َ ‫َأ ْف‬
ِ َّ‫ض ُل الن‬
Artinya: “Seutama-utama manusia ialah seorang mukmin yang berilmu. Jika ia dibutuhkan,
maka ia menberi manfaat. Dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia dapat memberi manfaat pada
dirinya sendiri”. (HR. Al-Baihaqi)

Hadits ini menjelaskan bagaimana keutamaan ilmu bagi seseorang, dimana ia akan memberikan
manfaat dan dibutuhkan oleh orang-orang disekitarnya. Bahkan jika seorang yang berilmu
terangsingkan dari kehidupan sekitarnya, ilmu yang ia miliki akan memberikan manfaat kepada
dirinya sendiri, dan menjadi penghibur dalam kesendiriannya.

Tentang pentingnya ilmu Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِي الد‬


)‫ِّين (رواه البخاري ومسلم‬

Artinya: “Barang siapa dikehendaki bagi oleh Allah, maka Allah memberi kepahaman untuknya
tentang ilmu”, (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah hadits yang urgen, dimana seolah-olah Allah menggantungkan kebaikan
seseorang terhadap kepahamannya terhadap agama, dalam arti kwalitas dan kwantitas ilmunya
dalam masalah agama. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu adalah penting, karena ia menjadi
penentu baik dan buruk seseorang. Dengan ilmu ia akan membedakan salah dan benar, baik dan
buruk dan halal dan haram.

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:

‫ب‬ َ ‫ َو ْال ُع ْش‬, َ ‫َت ْالكَاَل‬ ْ ‫ فََأ ْنبَت‬, ‫ت ْال َما َء‬ ْ ‫اب َأرْ ضًا فَ َكان‬
ْ َ‫َت ِم ْنهَا طَاِئفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِل‬ َ ‫ص‬ َ ‫ث َأ‬ ٍ ‫ َو ْال ِع ْل ِم َك َمثَ ِل َغ ْي‬, ‫إن َمثَ َل َما بَ َعثَنِي هللاُ بِ ِه ِم ْن ْالهُدَى‬ َّ
‫اب طَاِئفَةً ِم ْنهَا ُأ ْخ َرى إنَّ َما‬ َ ‫ص‬ َ ‫ َوَأ‬, ‫ َوز ََرعُوا‬, ‫ َو َسقَوْ ا‬, ‫اس فَ َش ِربُوا ِم ْنهَا‬ َ َّ‫ فَنَفَ َع هللاُ بِهَا الن‬, ‫ت ْال َما َء‬ ْ ‫ َو َكانَ ِم ْنهَا َأ َجا ِدبُ َأ ْم َس َك‬, ‫ْال َكثِي َر‬
‫ َو َمثَ ُل َم ْن لَ ْم‬, ‫ َو َعلَّ َم‬, ‫ فَ َعلِ َم‬, ‫ َونَفَ َعهُ بِ َما بَ َعثَنِي هللاُ بِ ِه‬, ِ‫ك َمثَ ُل َم ْن فَقُهَ فِي ِدي ِن هللا‬ َ ِ‫ فَ َذل‬, ‫ت َكًأَل‬ ُ ِ‫ َواَل تُ ْنب‬, ‫ك ْال َما َء‬ُ ‫ان اَل تُ ْم ِس‬
ٌ ‫ِه َي قِي َع‬
)‫ت بِ ِه (رواه البخاري ومسلم‬ ُ ‫ َولَ ْم يَ ْقبَلْ هُدَى هللاِ الَّ ِذي ُأرْ ِس ْل‬, ‫يَرْ فَ ْع بِ َذلِكَ َرْأسًا‬

Artinya: “Perumpamaan apa yang dituliskan oleh Allah kepadaku yakni petunjuk dan ilmu
adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang gemburyang dapat
menerima air lalutumbuhlah padang rumput yang banyak. Dari panya ada yang keras dapat
menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu perumpamaan orang yang
tidak menolak kepadanya, dan mengajar, dan perumpamaan orang yang pandai agama Allah dan
apa yang dituliskan kepadaku bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar, dan perumpamaan
orang yang tidak menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah, yang mana
saya di utus dengannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Sahal bin Sa’ad RA, ia menceritakan sabda Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib:

)‫احدًا خَ ْي ٌر لَكَ ِم ْن ُح ْم ِر النَّ َع ِم (رواه البخاري ومسلم‬


ِ ‫ َو‬, ‫ك َر ُجاًل‬ َ ‫فَ َوهللَا ِ َأَل ْن يَ ْه ِد‬
َ ِ‫ي هللاُ ب‬

Artinya: “Demi Allah! Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang karenamu, maka itu lebih
baik dari pada himar-himar ternak” (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah SAW bersabda:

‫ُأ‬ ‫ُأ‬
‫ضاَل لَ ٍة َكانَ َعلَ ْي ِه ِم ْن‬
َ ‫ َو َم ْن َدعَا إلَى‬, ‫ُور ِه ْم َش ْيًئا‬ ِ ‫َم ْن َدعَا إلَى هُدًى َكانَ لَهُ ِم ْن اَأْلجْ ِر ِم ْث ُل ج‬
ِ ‫ اَل يَ ْنقُصُ َذلِكَ ِم ْن ج‬, ُ‫ُور َم ْن تَبِ َعه‬
)‫ك ِم ْن آثَا ِم ِه ْم (رواه مسلم‬ َ ِ‫اِإْل ْث ِم ِم ْث ُل آثَ ِام َم ْن تَبِ َعهُ اَل يَ ْنقُصُ َذل‬

Artinya: “Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala-pahala
orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun dari phala-pahala itu. Barang siapa
mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya,
tidak dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa itu” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫ َأوْ َولَ ٌد‬, ‫ َأوْ ِع ْل ٌم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬, ٌ‫اريَة‬


)‫صالِ ٌح يَ ْدعُو لَهُ (رواه مسلم‬ ِ ‫ص َدقَةٌ َج‬ ٍ ‫إ َذا َماتَ ابْنُ آ َد َم ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إاَّل ِم ْن ثَاَل‬
َ :‫ث‬

Artinya: “Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga perkara,
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim)

2.3 ADAB MENCARI ILMU

Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang
menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya. Adab-adab dalam
menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang
yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di antaranya adalah[2]:
1. Ikhlas karena Allah.

Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk
negeri akhirat. Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan
syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena
sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang
lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau
dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.

2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari
diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang
lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang
lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita. Imam
Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya:
Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari
dirinya dan dari orang lain.

3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.

Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela
syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang
menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal
yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw.
Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai
petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.

4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.

Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan
lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena
persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.

Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah
diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah.
Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata
(pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).

6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.

Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di
kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di
dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar,
apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena
sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata
masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar.

7. Mencari kebenaran dan sabar.

Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari
kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai
kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya,
kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan
bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian) dari hadits
tersebut.Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula
bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran salafush
shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas
radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan
ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami
serta badan yang tidak pernah bosan.”

8. Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah


Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang tidak mungkin
seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:

a. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal,
memahami dan mengamalkannya.

b. As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan
penjelas al Qur’an Karim.

c. Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama
karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda.

9. Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya

Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan juga
maksud Rasulullah SAW; Karena banyak orang yang diberi ilmu namun tidak diberi
pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi
harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya SAW. Alangkah banyaknya penyimpangan yang
dilakukan oleh kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah
dan Rasul-Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.

2.4 ADAP PELAJAR DAN MENGAJAR

Adapun pelajar, maka adab kesopanan dan tugasnya yang dhohir adalah[3]:

a. Tugas pertama : mendahulukan kesucian batin dari kerendahan budi dan sifat–sifat tercela.
Karena ilmu pengetahuan itu adalah kebaktian hati, shalat batin dan pendekatan jiwa kepada
Allah Ta’ala. Sebagaimana tidak syah shalat yang menjadi tugas anggota dhahir, kecuali dengan
mensucikan anggota dhahir itu dari segala hadats dan najis, maka begitu pulalah tidak syah
kebaktian bathin dan kemakmuran hati dengan ilmu pengetahuan, kecuali sesudah sucinya ilmu
itu dari kekotoran budi dan kenajisan sifat.
b. Tugas kedua : seorang pelajar itu hendaklah mengurungkan hubungannya dengan urusan
duniawi, menjauhkan diri dari kaum keluarga dan kampung halaman. Sebab segala hubungan itu
mempengaruhi dan memalingkan hati kepada yang lain. Dan apabila pikiran itu telah terbagi
maka kuranglah kesanggupannya mengetahui hakikat – hakikat yang mendalam dari ilmu
pengetahuan. Dari itu dikatakan : ilmu tidak akan menyerahkan kepadamu sebagian dari padanya
sebelum kamu menyerahkan seluruh jiwa ragamu kepadanya.

c. Tugas ke tiga : seorang pelajar itu jangan menyombongkan dengan ilmunya dan jangan
menentang gurunya. Tetapi menyerah seluruhnya kepada guru dengan keyakinan kepada segala
nasehatnya, sebagaimana seorang sakit yang bodoh yakin pada dokter yang ahli berpangalaman.

d. Tugas keempat : seorang pelajar pada tingkat permulaan , hendaklah menjaga diri dari
mendengar pertentangan orang tentang ilmu pengetahuan. karena yang demikian itu dapat
membawanya pada berputus asa dari mengetahui dan mendalaminya. Tapi yang wajar ialah
meneliti pertama kalinya suatu cara saja yang dipuji dan disukai gurunya. Sesudah itu barulah
boleh mendengar madzhab – madzhab dan keserupaan yang ada diantaranya.

Di antara tugas – tugas penunjuk jalan kebenaran ( mursyid ), yang mengajar ( mu’allim )
diantaranya adalah sebagai berikut :[4]

a) Tugas pertama : mempunyai rasa belas kasihan kepada murid – murid dan memperlakuan
mereka sebagai anak sendiri

b) Tugas ke dua : bahwa mengikuti jejak Rasul saw. maka ia tidak mencari upah, balasan dan
terima kasih dengan mengajar itu. Tetapi mengajar karena Allah dan mencari kedekatan diri
kepadanya. Tidak ia melihat bagi dirinya telah menanam budi kepada murid – murid
itu,meskipun murid – murid itu harus mengingati budi baik orang kepadanya.

c) Tugas ke tiga : bahwa tidak meninggalkan nasehat sedikitpun kepada yang demikian itu,
ialah dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat, sebelum berhak pada tingkat itu. Dan
belajar ilmu yang tersembunyi, sebelum selesai ilmu yang terang.
d) Tugas ke empat : yaitu termasuk yang halus – halus dari mengajar, bahwa guru menghardik
muridnya dari berperangai jahat dengan cara sindiran selama mungkin dan tidak dengan cara
terus terang. Dan dengan cara kasih sayang, tidak dengan cara mengejek. Sebab kalau dengan
cara terus terang, merusakkan takut murid kepada gurunya. Dan mengakibatkan dia berani
menentang dan suka meneruskan sifat yang jahat itu.

2.5 HILANGNYA SEBUAH ILMU

Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya: Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَ اعًا يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫ال َس ِمع‬ َ َ‫اص ق‬ ِ ‫َوع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ِرو ْب ِن ْال َع‬
‫ضلُّوا‬َ ‫ضلُّوا َوَأ‬ َ َ‫ْق عَالِ ًما اتَّ َخ َذ النَّاسُ ُر ُءوسًا ُجهَّااًل فَ ُسِئلُوا فََأ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم ف‬ ِ ‫ْض ْال ُعلَ َما ِء َحتَّى ِإ َذا لَ ْم يُب‬
ِ ‫ْال ِعبَا ِد َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم بِقَب‬

Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata; aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi
Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama
maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka
ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan"[5]

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa ulama menempati posisi sangat penting di masyarakat.
Karena memiliki otoritas tidak hanya di bidang keagamaan, sosial, politik tetapi juga pendidikan.
Lembaga pendidikan seperti masjid, madrasah dan lain-lain adalah sumbangsih ulama. Melalui
lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan dan kitab-kitab yang ditulisnya, ulama bertindak
sebagai penerjemah doktrin-doktrin islam yang otoritatif, dan sekaligus sebagai jembatan dari
proses transmisi nilai-nilai keagamaan, khususnya yang melalui pendidikan.

Pembahasan ulama, kedudukan mereka dalam agama berikut di hadapan umat, merupakan
permasalahan yang menjadi bagian dari agama. Mereka adalah orang-orang yang menjadi
penyambung umat dengan Rabbnya, agama dan Rasulullah SAW. Mereka adalah sederetan
orang yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang dirahmati
yaitu jalan yang lurus. Oleh karena itu ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia
telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya. Ini
semua merupakan malapetaka yang dahsyat yang akan menimpa individu ataupun sekelompok
orang Islam. Berarti siapapun atau kelompok mapapun yang mengesampingkan ulama pasti akan
tersesat jalannya dan akan binasa.

Allah SWR mengangkat mereka dengan ilmu, menghiasi mereka dengan sikap
kelemahlembutan. Dengan keberadaan mereka, diketahui yang halal dan haram, yang hak dan
yang batil, yang mendatangkan mudharat dari yang mendatangkan manfaat, yang baik dan yang
jelek. Keutamaan mereka besar, kedudukan mereka mulia. Mereka adalah pewaris para Nabi dan
pemimpin para wali. Semua ikan yang ada di lautan memintakan ampun buat mereka, malaikat
dengan sayap-sayapnya menaungi mereka dan tunduk. Para ulama pada hari kiamat akan
memberikan syafa’at setelah para Nabi, majelis-majelis mereka penuh dengan ilmu dan dengan
amal-amal mereka menegur orang-orang yang lalai.

Mereka lebih utama dari ahli ibadah dan lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang zuhud.
Hidup mereka merupakan harta ghanimah bagi umat dan mati mereka merupakan musibah.
Mereka mengingatkan orang-orang yang lalai, mengajarkan orang-orang yang jahil. Tidak
pernah terlintas bahwa mereka akan melakukan kerusakan dan tidak ada kekhawatiran mereka
akan membawa menuju kebinasaan. Dengan kebagusan adab mereka, orang-orang yang
bermaksiat terdorong untuk menjadi orang yang taat. Dan dengan nasihat mereka, para pelaku
dosa bertaubat.

Dalam Islam, ulama memiliki beberapa peran social keagamaan. Pertama, sebagai guru yang
mengajarkan cara membaca al-Quran dan ajaran Islam. Kedua, sebagai penafsir ayat al-Quran
untuk menjawab beberapa hal dalam masyarakat, dan sebagai hakim yang memutuskan perkara
jika ada perselisihan di antara kaum muslimin. Dan yang ketiga, sebagai mubaligh yang
berdakwah untuk meyebarluaskan ajaran Islam.

2.6 CARA MEMULIAKAN ILMU DAN AHLI ILMU


Ketahuilah bahwa sesungguhnya ilmu itu tidaklah bermanfaat apabila kita tidak megangungkan
ilmu dan ahli ilmu (guru/ustaz/orang alim). Mengagungkan ilmu dan ahlinya yaitu dengan
menghormati dan sesunggguhnya rasa hormat lebih bagus dari taat. Dan sesungguhnya manusis
tidak ingkar karena melakukan maksiat tetapi ingkar karena meningglkan kehormatan.
Salah satu cara mengagungkan ilmu adalah dengan mengagungkan ahli ilmu (guru/ustaz/orang
alim) itu sendiri. Berkata sayyidina Ali R.A: "Sesungguhnya saya adalah budak dari orang yang
mengajarkan kepadaku satu huruf saja". Hal ini menunjukkan bahwa setiap siswa/murid harus
hormat dan taan terhadap guru. Jika ada guru yang menyuruh kebaikan apapun itu haruslah
langsung dijalani atau dilakukan.
Hal yang harus kita lakukan/perbuat terhadap guru adalah menghormati. Contohnya seperti,
tidak berjalan didepan guru,tidak duduk didepan guru, tidak menyela perkataan guru (kecuali
diizinkan oleh guru), tidak memperbanyak perkataan didepan guru dan jangan bertanya ketika
guru sedang bosan (bad mood).
Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya ayah yang paling baik adalah orang yang mengajarmu".
Menurut Imam Iskandar Dzulqornain berkata "janganlah engkau mengagungkan gurumu
melebihi ayahmu, karena sesungguhnya ayah menurunkan dari langit ke bumi dan guru
mengangkat dari bumi ke langit". Artinya ayah ataupun guru adalah itu adalah orang tua kita.
Ayah orang tua dari badan atau tubuh kita dan guru orang tua dari ilmu yang kita punya.
Ingatlah ilmu tidak akan bermanfaat apabila kita tidak menghormati ilmu dan ahli ilmu. Yang
paling biasa terjadi pada zaman sekarang adalah banyaknya siswa/murid yang selalu
membangkang terhadap guru, di SMP, SMA ataupun di pondok. Hal yang paling disayangkan
adalah niat dari siswa/murid yang berangkat sekolah. Mereka hanya berniat mencari nilai bukan
ilmu. Ingatlah teman nilai bagus akan mengikuti ketika kita memperoleh ilmu itu. Jadi, marilah
kita menghormati ilmu dan ahli ilmu.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ilmu merupakan kunci untuk menyelesaikan segala persoalan yang berhubungan dengan
kehidupan agama ataupun kehidupan dunia. Islam adalah  sebuah agama yang sangat
menghargai ilmu pengetahuan, bukan hanya teori melainkan juga dalam praktiknya. Keutamaan
dari orang yang mencari ilmu itu salah satunya adalah di angkat derajatnya hingga dimudahkan 
jalan menuju surga.
Dalam mencari ilmu itu juga ada adab nya antara lain: ikhlas karena Allah, berniat
menghilangkan kebodohan dalam dirinya, berniat untuk menuntut ilmu untuk membela syari’at,
lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat, mengamalkan ilmu yang telah didapat,
menghormati ulama dan memuliakan mereka,  mencari kebenaran dan sabar, memegang teguh
Al kitab dan As Sunnah, berupaya  untuk memahami dan maksud Allah dan rosul-Nya . dan
untuk seorang pengajar juga ada tugasnya antara lain : mempunyai rasa belas kasih pada
muridnya, tidak mencari upah.
Ulama’ sangat berperan penting terhadap ilmu. Karena selain ulama, itu sendiri menjadi
pewaris nabi, ulama juga merupakan tokoh yang berperan penting dalam masyarakat yang
menjadi pemutus hukum, pendiri kelembagaan, serta menjadi imam agama. Sehingga jika para
ulama’ meninggal dapat dikatakan telah kiamat, karena begitu pentingnya ilmu yang terdapat
pada ulama’.

3.2 KRITIK DAN SARAN


Kritik yang membangun dari teman-teman serta dosen  kami tunggu demi terwujudnya
karya tulis yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, “ihya’ Al-Ghazali” (jakarta :faizan, 1989) hlm.52, diterjemahkan oleh Prof. Tk. H.
Ismail yakub MA-SH.

Al-Ghazali, “Ihya’ Al Ghazali”, (Jakarta: Faizan,1989) hlm.189. cet.kesebelas,  diterjemahkan


oleh Prof. Tk. H. Ismail yakub MA-SH.

Al-Ghazali, “Ihya’ Al Ghazali”, (Jakarta: Faizan,1989) hlm.211. cet.kesebelas,  diterjemahkan


oleh Prof. Tk. H. Ismail yakub MA-SH.

Al-Ghazali, “ihya’ Al-Ghazali” (jakarta :faizan, 1989) hlm

http://sinjai.muhammadiyah.or.id/artikel-peran-ulama-dalam-institusi-pendidikan-detail-
205.html.

http://7abdillahsyam.blogspot.com/2012/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses
pada 15/05/2014

Anda mungkin juga menyukai