Anda di halaman 1dari 23

AYAT DAN HADIS TENTANG

ILMU PENGETAHUAN
Makalah Ini Bertujuan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Ayat Dan Hadis Tarbawy
Dosen Pengampu : Abd. Samad, M.Pd.

Anggota Kelompok 4 Kelas TBI 2A:


1. Laelia Maharani (230107020)
2. Hana Mazatul Karomah (230107014)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat atas
segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah sesuai waktu yang telah direncanakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan
bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan
ucapan terimakasih yang tiada hentinya kepada teman-teman yang sudah banyak
membantu menyelesaikan makalah kelompok ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.

LOMBOK BARAT, 10 MARET 2024

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
1. ILMU PENGETAHUAN DARI PERSEPEKTIF HADIS.......................
A. Pengertian dan Keutamaan Ilmu..................................................................................
B. Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Ruang Lingkupnya............................................
C. Kedudukan Ilmu Pengetahuan, Orang Yang Menuntut Ilmu dan Orang Yang
Berilmu...........................................................................................................................
D. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan.......................................................................................
E. Pandangan Ulama Tentang Pentingnya Ilmu............................................................
2. ILMU PENGETAHUAN DARI PERSEPEKTIF AYAT AL QURAN
A. Al-quran Surat al-Alaq / 96: 1-5..................................................................................
B. Al-quran Surat al-a’raf / 7: 187....................................................................................
C. Al-quran Surat al-Mujadilah / 58: 11...........................................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................
Kesimpulan.................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting penting sesuatu yang
dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya. Kemuliaan akan
didapat bagi penuliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang yang memburunya.
Allah tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu,
dmebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu sendin dan manfaat dan keutamaan yang
akan didapur oleh orang yang berilmu.
Ilmu menempati keskuslukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari
banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu. Dalam posisi yang tinggi dan
mulya disamping hadis hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus
menureut ilmu. Dalam al-Qur’an, kata ilmu dalam berbagai bentuknya digunakan lebih dari
800 kali ini menunjukkan bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat
Kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri
penting dari agama Islam sehagaimana dikemukakan oleh Dr. Mahadi Ghulsyani bahwa salah
satı ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap
masalah ilmu (sains), al Qur’an dan Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencan dan
mendapatkan Ilmu dan kearifan serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada
derajat tinggi.] Dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11, Allah SWT, berfirman:
‫يرفع هللا الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجت وهللا بما تعملون خبير‬
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS. al-Mujadilah: 11)
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan
memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi
pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar
betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila
melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Fathir
ayat 28:
‫إنما يخشى هللا من عباده المعلمؤا إن هللا عزيز غفور‬
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun“ (QS.
Fathir ayat: 28) Di samping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu
sangat istimewa, al-Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu.
Dalam hubungan inilah konsep membaca sebagai salah satu wahana menambah ilmu menjadi
sangat penting, dan islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca, sebagaimana
terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu QS. Al-Alaq ayat 1-5:
‫ ومن شّرالنّـّفثت فى‬,‫ ومن شّرغاسق إذا وقب‬,‫ من شّرما خلق‬,‫قل أعوذ برّبالفلق‬
‫ ومن شّرحاسد إذاحسد‬,‫العقد‬
Artinya: 1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh 2. Dari
kejahatan makhluk-Nya 3. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita 4.Dan dari
kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul 5. Dan dari
kejahatan pendengki bila ia dengki” (QS. Al-Alaq ayat 1-5
Ayat-ayat tersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah
berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah
akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas
kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa
keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal, sehingga Nurcholis Madjid
menyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan Ilmu pengetahuan menurut Islam
membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh, ini seolah menengahi antara iman dan amal.
Oleh karena itu makalah ini secara khusus akan membahas tentang Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Hadis Nabi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Ilmu dan keutamaan menuntutnya?


2. Apa itu ilmu pengetahuan dan bagaimana ruang lingkupnya?
3. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan, orang yang menuntutnya, dan
orang yang berilmu?
4. Bagaimana klasifikasi ilmu pengetahuan?
5. Bagaimana pendapat ulama tentang pentingnya ilnu pengetahuan?
6. Surah al-Quran apa saja yang berkaitan tentang menuntut ilmu?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi ilmu dan keutamaannya.


2. Untuk mengetahui definisi ilmu pengetahuan dan ruang lingkupnya
3. Untuk mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan, orang yang
menuntutnya, dan orang yang berilmu
4. Untuk mengetahui klasifikasi ilmu pengetahuan
5. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang pentingnya ilnu pengetahuan
6. Untuk mengetahui beberapa surah dalam Al-Quran yang membahas ilmu
pengetahuan

BAB II
PEMBAHASAN

1. ILMU PENGETAHUAN DARI PERSEPEKTIF HADIS

A. Pengertian dan Keutamaan Ilmu


Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan
menyakini. Secara istilah, ilmu ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam
akal.1 Karena pentingnya ilmu dan banyaknya faidah yang terkandung di dalamnya, para
ulama menyimpulkan bahwa menuntut ilmu adalah wajib, sesuai dengan jenis ilmu yang
akan dituntut. Inilah hukum dasar menuntut ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
‫طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة‬
Artinya: “Menunut ilmu hukumnya wajib bagi orang islam laki-laki dan orang Islam
perempuan”.
Peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan seseorang sangat besar, dengan ilmu
pengetahuan, derajat manusia akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Allah
SWT berfirman:
‫َش ِهَداللُهَأَّنُهَالِإَلَهِإَّالُهَو َو اْلَم َالِئَك ُةَو ُأوُلو اْلِع ْلِم َقاِئًم ا‬ʪِ76 ‫|ْلِقْس ِط َالِإَلَهِإَّالُهَو اْلَع ِزيُز‬Al-Ibrah|Vol. 6 No. 2 Desember 2021
‫الَْح ِكيُم (آل عمران‬
Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak
disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS. Ali Imran: 18).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang menyatakan bahwa tiada yang berhak disembah
selain Allah adalah dzat Allah sendiri, lalu para malaikat dan para ahli ilmu. Diletakkannya
para ahli ilmu pada urutan ke-3 adalah sebuah pengakuan Allah SWT, atas kemualian dan
keutamaan para mereka.

1
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-Shofwah, 2007,
Juz. 30 hlm. 291
‫ يَـْر َفِع اللُهاَّلِذ يَنآَم ُنوا ِم ْنُك ْم َو اَّلِذ يَنُأوُتوا اْلِع ْلَم َد َر َج اٍتَو اللُهبَِم ا تَـْع َم ُلوَنَخ ِبيٌر‬:
Dalam ayat lain Allah berfirman Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan
orang mukmin yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun.2

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Ruang Lingkupnya


Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui manusia. Manusia
adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan makluk lain
(hewan dan tumbuhan). Manusia makhluk yang paling sempurna karena manusia mempunyai
akal yang selalu berkembang, sedangkan hewan mempunyai akal tetapi akalnya tidak
berkembang atau disebut dengan insting. Term ilmu dalam bahasa Arab berasal kata kerja
(fi’il) ‘alima (َ‫)ِم َلع‬, bentuk Mashdar (bentuk kata benda abstrak) dari ُ‫ِم َلع‬-َ ‫ َم ْلَع ي‬yang berarti tahu
atau mengetahui, dan dalam bentuk fa’il (bentuk kata benda pelaku/subjek) ‘alimun ‫) ِم اَلع‬,
yaitu orang yang mengetahui/berilmu, jamaknya ulama (‫)اَء َم ُل ع‬, dan dalam bentuk maf’ul
(yang menjadi obyek) ilmu disebut ma’lumun ( ٌ‫)وُم ْلَع م‬, atau yang diketahui.
Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang
pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan
Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu paada makna yang sama. Sedangkan menurut cakupannya pertama-tama ilmu
merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segala pengetahuan ilmiah yang dipandang
sebagai satu kebulatan, dalam arti ini ilmu mengacu pada ilmu pada umumnya (sience in
general).
Dalam tinjauan Islam, pengertian ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan
yang mempelajari pokok persoalan tertentu. Dalam arti ini Ilmu berarti sesuatu cabang ilmu
khusus, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tafsir dan lain sebagainya. Ilmu dalam pengertian
yang seluas-luasnya menurut Imam al-Ghazali mencakup, ilmu Syar‘iyyah dan ilmu Ghairu
Syar‘iyyah. Ilmu syar‘iyyah adalah ilmu yang berasal dari para Nabi dan wajib dutuntut dan
dipelajari oleh setiap Muslim. Di luar ilmu-ilmu yang bersumber dari para Nabi tersebut, al-
Ghazali mengelompokkan ke dalam kategori ghairu syar‘iyyah. Imam al-Ghazali juga
mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu:
(1) Ilmu Fardu A’in.
Ilmu Fardu A’in adalah ilmu tentang cara amal perbuatan sesuai syari’at, dengan segala
cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam.
(2) Ilmu Fardu Kifayah.

2
Al-Ghazali, op.cit, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, Juz 1 hlm 5
Ilmu Fardu Kifayah ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan
urusan duniawi, yang mencakup: ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu
pertanian, ilmu politik, bahkan Ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat
membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia dalam perspektif Filsafat
Ilmu.
Pengertian ilmu sekurang-kurangnya mncakup tiga hal, yaitu: pengetahuan, aktifitas dan
metode. Dalam hal yang pertama ini ilmu sering disebut pengetahuan. Ziauddin Sardar juga
berpendapat bahwa ilmu atau sains adalah cara mempelajari alam secara obyektif dan
sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia. Kemudian menurut John Biesanz
dan Mavis Biesanz dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan ilmu sebagai suatu cara
yang teratur untuk memperoleh pengetahuan (an organized way of oftening knowledge) dari
pada sebagai kumpulan teratur pada pengetahuan. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa
ilmu mempunyai pengertian sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode. Tiga bagian ini satu
sama lain tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan
logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak mungkin muncul tanpa aktivitas manusia,
sedangkan aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu yang relevan dan akhirnya
aktivitas dan metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Menurut Muslim A. Kadir ilmu merupakan kumpulan sistematis sejumlah pengetahuan
tentang alam semesta yang diperoleh melalui kegiatan berfikir. Sebagai produk pikir maka
ilmu Islam ini juga mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi dan situasi sosial budaya
umat Islam. Oleh karena itu ilmu yang meliputi seluruh aspek tentang alam semesta ini
sewajarnya bila bersifat terbuka, artinya ilmu pengetahuan itu sendiri dapat menerima suatu
kebenaran dari luar, sehingga ilmu sendiri dapat semakin komprehensif. Pemahaman yang
teratur tentang ilmu juga diharapkan menjadi lebih jelas, pemaparan menurut tiga ciri pokok
sebagai serangkaian kegiatan manusia atau aktivitas sebagai proses tata tertib, tindakan
pikiran atau metode dan sebagai keseluruhan hasil yang dicapai atau produk (pengetahuan).
Berdasarkan tiga kategori tersebut, yakni: proses, prosedur dan produk yang kesemuanya
bersifat dinamis dan berkembang menjadi aktivitas penelitian, metode kerja, dan hasil
penelitian. Dengan demikian ilmu dalam perspektif ilmiah ialah: serangkaian aktivitas
manusia yang rasional dan kognitif dengan metode ilmiah, dan menghasilkan pengetahuan
(teoritis atau praktis) yang sistematis tentang segala sesuatu yang ada (gejalanya) dengan
tujuan mencapai kebenaran. Dalam perspektif kajian Islam, ilmu pengetahuan mengandung
pengertian yang menyeluruh dan berkesinambungan dan nilai yang tidak dapat
dipisahkan.Termasuk dalam konteks ini, ilmu sains dan teknologi adalah antara cabang ilmu
pengetahuan yang memberi manfaat dan faedah besar kepada kelangsungan hidup manusia di
dunia dan akhirat.

C. Kedudukan Ilmu Pengetahuan, Orang Yang Menuntut Ilmu dan Orang Yang
Berilmu
Mencari dan menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seorang muslim baik laki-laki
maupun perempuan. Rasululullah SAW menjadikan kegiatan menuntut ilmu dan pengetahuan
yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin untuk menegakkan urusan-urusan agamanya, sebagai
kewajiban yang Fardlu ‘Ain bagi setiap Muslim. Ilmu yang Fardlu ‘Ain yaitu ilmu yang
setiap orang yang sudah berumur aqil baligh wajib mengamalkannya yang mencakup ilmu
aqidah, mengerjakan perintah Allah, dan meninggalkan laranganNya.
‫ عن ا‬ʭ‫ س بن مالك قال‬ɯ ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم‬
Artinya:
Bersumber dari Anas bin Malik ra ia berkata, Rasulullah SAW., Bersabda: Menuntut ilmu
itu wajib bagi setiap Muslim. HR. Abu Daud. Adapun ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh
kaum Muslimin dalam kehidupan mereka termasuk Fardlu Kifayah.
Artinya seluruh kaum Muslimin akan berdosa jika tidak ada seorang pun di antara mereka
yang menekuni suatu jenis ilmu, padahal mereka membutuhkannya. Mereka tidak terbebas
dari dosa, sehingga ada salah satu di antara mereka memenuhi kewajiban itu. Rasulullah
SAW memotivasi kepada para sahabatnya tidak hanya terbatas pada menuntut ilmu agama
yang terkait dengan syari’ah. Beliau juga menyeru mereka menuntut ilmu dan keahlian lain
yang bermanfaat bagi kaum Muslimin, yaitu ilmu yang hukum menuntutnya fardlu kifayah.
Oleh karenanya, Nabi SAW, juga memotivasi sebagian sahabat untuk selalu belajar memanah
yang waktu itu sangat diperlukan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Dalam
hadis yang lain Rasulullah SAW bersabda:
‫ عن عقبة بن عامر الجهني‬ɯ ‫ من تعلم الرمي ثم تركه فقد عصاني‬: ‫ سمعت رسول هللا علي و سلم يقول‬: ‫يقول‬
Artinya: Bersumber dari ‘Uqbah bin ‘Amir al- Juhani ra, berkata: Aku m11endengar
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa belajar memanah kemudian meninggalkannya,
maka ia telah durhaka kepadaku.” HR. Ibnu Majah, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad dan al-
Darimy. Ketika Rasulullah SAW pertama kali datang ke Madinah, Zaid bin Tsabit Ra, diajak
kaumnya untuk bertemu beliau. Lalu Zaid diperkenalkan kepada Rasulullah sebagai anak
muda belia Bani Najjar yang telah membaca tujuh belas surah al-Qur’an. Setelah mendengar
bacaan Zaid, Nabi sangat mengaguminya dan memerintah Zaid untuk belajar bahasa Yahudi.
HR. Ibnu Majah, Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan al-Darimiy.3
‫ عن زيد ابن‬ʬ‫ بت‬ɯ ‫ فما‬:‫ أمرني رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أن أتعلم له كلمات من كتاب يهود قال‬:‫قال‬
‫ فلما تعلمته كان إذا كتب إلى يهود كتبت إليهم وإذا كتبوا إليه‬: ‫مر بي نصف شهر حتى تعلمته له قال‬
‫ قرأت له كتا‬đ‫م‬
Artinya: Bersumber dari Zaid bin Tsabit ra berkata: “Rasulullah SAW., memeritahku untuk
belajar beberapa bahasa dari tulisan Yahudi. Beliau bersabda, sesungguhnya aku, demi Allah!
Tidak yakin bangsa Yahudi (memahami atas tulisanku.”Kata Zaid: Maka tidak lebih setengah
bulan aku telah (berhasil) mempelajarinya. Kata Zaid: “Saat aku telah mempelajarinya, jika
Nabi menulis untuk orang Yahudi, akulah yang menulisnya untuk mereka, dan jika mereka
menulis kepada Nabi, Akulah yang membacakan tulisan-tulisan mereka”. HR. Al-Turmudzi,
Abu Daud dan Ahmad.4
3
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bariy ‘An Syarah Shaheh al-Bukhari. (1992:592).
4
(Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa Ibnu Saurah al- Sulami al-Turmudzi, Imam al-Turmudzi, Sunan
Bahasa Suryani adalah bahasa asli Kitab Injil, sedangkan bahasa Ibrani adalah bahasa asli
Kitab Taurat (Ahmad bin Abdurrahman bin Abdurrahim alMubarakfuri. 412). Hadits diatas
menunjukkan pentingnya mempelajari bahasabahasa asing, selama bahasa tersebut
bermanfaat bagi umat Islam. Hukum mempelajari bahasa asing yang bermanfaat ini termasuk
kategori fardlu kifayah, dengan berdasar bahwa tidak semua sahabat Nabi diperintahkan
untuk mempelajarinya. Selain itu Rasulullah SAW., menjadikan ilmu termasuk sesuatu yang
harus menjadi cita-cita manusia dan harus menjadi ajang perlombaan, karena semakin banyak
orang berilmu, kehidupan di dunia ini akan menjadi semakin baik.
‫ عن عبد هللا بن مسعود‬ɯ ‫ رجل‬:‫ ال حسد إال في اثنتين‬: ‫ قال النبي صلى هللا عليه و سلم‬:‫قال‬
‫ ا‬ʫ‫ ورجل ا‬,‫ ه هللا ماال فسلط على هلكته في الحق‬ʫ‫ ه هللا الحكمة فهو يقضي‬đ‫ا ويعلمها‬
Artinya: Bersumber dari Abdullah bin Mas’udra berkata: Nabi saw Bersabda: “Tidak boleh
hasud (iri), kecuali pada dua hal: orang yang dikaruniai harta nenda oleh Allah kemudian ia
menggunakan hartanya sampai habisdalam kebaikan, dan orang yang dikaruniai hikmah
(ilmu) oleh Allah kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya”. HR. Al-Bukhari,
Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad.5
Yang dimaksud hasud dalam hadis ini adalah al-ghibthah, yaitu menginginkan nikmat yang
sama dengan orang lain. Jika yang dinginkan persoalan duniawi hukumnya mubah,
sedangkan jika persoalan ketaqwaan dan ketaatan hukumnya dianjurkan (mustahabbah). Jika
hasud yang dimaksud adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain dengan harapan
berpindah menjadi miliknya, ulama sepakat hukumnya haram dengan dasar- dasar yang
ditegaskan al-Qur’an dan Hadis.6 Pada hakikatnya manusia yang menjadikan Ilmu sebagai
cita-citanya dan berlomba-lomba untuk meraihnya, ia telah merintis jalan yang
memudahkannya menuju ke surga.
‫ عن أبي هريرة‬ɯ ‫ من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل هللا له طريقا إلى الجنة‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫قال‬
Artinya: Bersumber dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW Bersabda:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah memudahkan baginya jalan ke
surga.” HR. Muslim, al-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan alDarimi. Dalam menjelaskan
hadits ini, Imam al-Nawawi mengingatkan bahwa keutamaan saat bepergian mencari ilmu
didapatkan seseorang, jika kesibukannya pada ilmu-ilmu syari’ah dan bertujuan kepada
Allah. Meskipun pada dasarnya hal ini merupakan prasyarat yang mutlak dalam setiap
ibadah, para ulama punya kebiasaan mengingatkannya, karena sebagian orang sering bersikap
gegabah dalam mencari ilmu. Lebih-lebih anak muda yang sedang mencari ilmu, mereka
sering melupakan tujuan dan niat. Bahkan Rasulullah SAW mengkategorikan orang yang
meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat,
sebagai pejuang di jalan Allah.
‫ عن أنس ابن مالك‬ɯ ‫ من خرج في طلب العلم كان في سبيل هللا حتى يرجع‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫قال‬

Al-Turmudzi, 2003:67)
5
Ahmad bin Abdurrahman bin Abdurrahim al- Mubarakfuri, Tuhfat al-Akhwadzi Syarah al-Jami’
Al- Turmudzi, 412.)
6
(Imam al-Nawawi, Shaheh Muslim Bi Syarhi al- Nawawi, 1392:97)
Artinya: Bersumber dari Anas bin Malik ra, berkata: Rasulullah SAW Bersabda:
“Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.”
HR. Al-Tirmidzi. Di saat kaum Muslimin melakukan kegiatan belajar bersama, Allah
menurunkan sakinah (ketenangan) kepada mereka, memberi rahmat yang penuh dengan
kelembutan dan kasih sayang, dan para malaikat senantiasa mengelilingi mereka dan
menyebut mereka sebagai orang yang mendapat ridla di sisi Allah.
‫ عن ابي هريرة‬ɯ ‫ ما اجتمع قوم في بيت من بيوت هللا تعالى يتلون كتاب هللا‬:‫عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ويتدارسونه بينهم إال نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم المالئكة وذكرهم هللا فيمن عنده‬
Artinya: Bersumber dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw. Bersabda: tidak berkumpul kaum
(Muslimin) dalam suatu rumah Allah (masjid) seraya membaca kitabullah dan
mempelajarinya diantara mereka, kecuali mereka mendapatkan sakinah (ketenangan),
dipenuhi oleh rahmat (kasih-sayang) dan para malaikat mengelilingi dan menyebut mereka di
dalam golongan orang-orang yang berada di sisiNya. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Keutamaan ilmu di sisi Allah SWT dapat kita simak pada awal mula penciptaan manusia.
Para malaikat diperintahkan Allah untuk bersujud (menghormat) kepada Adam, karena Adam
mampu menceritakan nama-nama (ilmu) yang diajarkan Allah dan malaikat tidak mempunyai
kemampuan untuk itu. Oleh karena keutamaan ilmu, ada di antara malaikat yang bertugas
menaungi orang-orang yang mencari ilmu dengan sayap-sayapnya.
‫ عن صفوان بن عسال المرادي‬ɯ ‫ إني سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول ما من خارج خرج من‬:‫قال‬
‫بيته في طلب العلم إال وضعت له المالئكة أجنحتها رضا بما يصنع‬
Artinya: Bersumber dari Shafwaan bin ‘Assaalal-Muraadi RA. Berkata: “Sesungguhnya
aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tidak seorangpun keluar dari rumahnya untuk
mencari ilmu, kecuali para malaikat menaungi dengan sayap- sayapnya, karena suka dengan
yang ia kerjakan”. HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan al-Darimi.
Demikian tingginya kedudukan ilmu, sehingga penuntutnya untuk kepentingan agama
disejajarkan kedudukannya dengan nabi-nabi. Kelak di surga mereka berkumpul dengan para
nabi-nabi Allah.
‫عن الحسن قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من جاءه الموة وهو يطلب العلم ليحيي به اإلسالم فبينه وبينه‬
‫وبين النبين درجة واحدة في الجنة‬
Artinya: Bersumber dari al-Hasan ra ia berkata: Rasulullah SAW Bersabda: “Barang siapa
meninggal dunia disaat sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka ia masuk
surge dalam satu tempat dengan para nabi-nabi”.HR. Al-Darimi.
Rasulullah SAW. Membuat perumpamaan antara orang yang mau menenerima ilmu dan
tidak mau menerimanya. Nabi SAW mengibaratkan yang pertama seperti tanah yang berguna
bagi manusia, sedangkan yang kedua seperti tanah yang mandul yang tidak berguna. Oleh
karenanya orang yang mau bersungguh-sungguh belajar ilmu agama sampai ia memahaminya
menjadi pertanda bahwa Allah menghendaki kebaikan kepada dirinya. Kebaikan akan
didapatkan seseorang, manakala dalam mencari ilmu disertai dengan tujuan dan niat yang
positif dan bermanfaat bagi manusia dan kehidupan, atau dalam bahasa agamanya, dengan
tujuan yang tulus karena Allah. Nabi Muhammad SAW sangat mencela dan melarang
penuntut ilmu yang hanya untuk tujuan popularitas, kekuasaan dan kemegahan duniawi.
‫ عن حديفة‬ɯ ‫ ال تعلموا العلم لتباهوا به العلماء أو لتماروا به‬:‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬:‫قال‬
‫السفهاء أو لتصرفوا وجوه الناس إليكم فمن فعل ذلك فهو في النار‬
Artinya: Bersumber dari Hudzaifah ra. Berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Janganlah kalian mencari ilmu untuk menyombongkan diri kepada ulama, atau
untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau untuk memalingkan muka manusia kepada
kalian. Barangsiapa melakukan itu, iamasuk neraka.” HR. Ibnu Majah (Ibnu Majah. 96).
Hasan bin Ali mengingatkan: “Siksaan atas seorang yang berilmu, disebabkan ileh hatinya
yang mati, dan hati yang mati disebabkan mencari keuntungan duniawi dibungkus dengan
amal akhirat”. Oleh karenanya Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Wibawa ilmu dan hikmah
niscaya hilang, jika keduanya digunakan mencari dunia”. Bahkan Sa’id bin al-Musayyab
menegaskan: “Jika kalian melihat seorang berilmu mengitari penguasa, maka ia adalah
pencuri”. Umar Bin al-Khattab berkata: “Jika kalian melihat orang berilmu suka kehidupan
duniawi, maka waspadalah untuk agama kalian. Karena orang yang mencintai akan
tenggelam di dalamnya.” Dengan demikian, mencari ilmu yang bermanfaat harus menjadi
tujuan bagi setiap manusia, dan hendaknya kita senantiasa berdo’a agar mendapatkannya.
Rasulullah SAW banyak memanjatkan do’a demikian kepada Allah.
‫ عن أبي هريرة‬ɯ ‫ اللهم إني أعود بك من األربع من علم ال‬:‫ كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬:‫يقول‬
‫ينفع ومن قلب ال بخشع ومن نفس ال تشبع ومن دعاء ال يسمع‬
Artinya: Bersumber dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW Berdoa: “Ya Allah
aku mohon perlindungan kepadamu dari empat perkara dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan
dari hati yang tidak khusyu’, dan dari jiwa yang tidak merasa kenyang (puas), dan dari do’a
yang tidak didengar.” HR. Abu Dawud, al- Nasa’i, dan Ibnu Majah (Abu Dawud. 92).
‫ عن أم سلمة‬ɰ ‫ اللهم‬:‫أن رسول هللا أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم كان يقول إذا صلى الصبح حين يسلم‬
‫ إني أسألك علما‬ʭ‫فعا ورزقا طيبا وعمال متقبال‬
Artinya: Bersumber dari Ummu Salamah ra, bahwasanya Rasulullah saw ketika shalat
subuh, setelah salam membaca: “Ya Allah Sesungguhnya aku mohon kepadaMu ilmu yang
bermanfaat, rejeki yang baik dan amal yang diterima”. Ahmad dan Ibnu Majah. Dalam hadis
lain diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan agar kita senantiasa memohon
kepada Allah agar diberi ilmu yang bermanfaat. Sedemikian tingginya kedudukan ilmu dalam
Islam, sehingga Rasulullah SAW menyebut ilmu termasuk tiga hal yang pahalanya tidak
terputus setelah pemiliknya meninggal dunia.
‫ عن أبي هريرة رضي‬ƅ ‫ إذا مات اإلنسان صلى عنه عمله إال من‬:‫عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫صدقة انقطع أو علم ينتفع به ولد صالح يدعو له جارية‬
Artinya: Bersumber dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Ketika
seseorang meninggal dunia maka akan terputuslah amalnya, kecuali Tiga hal; kecuali sedekah
jariah, atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.” HR.
Muslim, al-Tirmidzi, al-Darimi, Abu Dawud, alNasa’i, dan Ahmad. Demikianlah kedudukan
ilmu dalam perpektif hadits nabawi. Rasulullah Saw. Semenjak terutus menjadi Nabi selalu
mengingatkan para sahabat dan umatnya untuk selalu menuntut ilmu dan memberi
penghargaan yang besar bagi para penuntut ilmu. Namun Rasulullah SAW juga
mengingatkan agar mencari ilmu tetap harus dalam koridor mengharapkan ridla Allah SWT.
hanya ilmu yang bermanfaat di akhirat dan dunia yang menghasilkan ridhaNya. Manfaat ilmu
hanya didapatkan jika disertai dengan niat dan tujuan baik dan benar ketika menuntutnya.
Dengan niat baik dan benar, ilmu yang diperoleh diharapkan bermanfaat dan pahalanya tetap
mengalir, meskipun pemiliknya telah meninggal dunia, sebagamaimana janji Rasulullah
SAW.

D. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan


Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tinjauan Islam, pengertian ilmu menunjuk pada
masing-masing bidang pengetahuan yang mempelajari pokok persoalan tertentu. Dalam arti
ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tafsir dan
lain sebagainya. Ilmu dalam pengertian yang seluas-luasnya menurut Imam al-Ghazali
mencakup, ilmu syar‘iyyah dan ilmu Ghairu Syar‘iyyah. Ilmu Syar‘iyyah adalah ilmu yang
berasal dari para Nabi dan wajib dutuntut dan dipelajari oleh setiap Muslim. Di luar ilmu-
ilmu yang bersumber dari para Nabi tersebut, al-Ghazali mengelompokkan ke dalam kategori
ghairu syar‘iyyah. Imam al-Ghazali juga mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu:
(1) Ilmu Fardu A’in
Ilmu Fardu A’in adalah ilmu tentang cara amal perbuatan sesuai syari’at, dengan segala
cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam.
(2) Ilmu Fardu Kifayah.
Ilmu Fardu Kifayah ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam
menegakan urusan duniawi, yang mencakup: ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual
beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmuilmu
yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu ke dalam dua kelompok yaitu:
(1) Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya
karena kegiatan berpikir (aqli),
(2) Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
Menurut Syah Waliyullah, ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
(1) al-Manqulat; adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu
kepada al-Qur’an dan hadis, tafsir, ushul altafsir, hadis dan ilmu hadis.
(2) al-Ma’qulat; adalah semua ilmu di mana akal pikiran memegang peranan penting.
(3) al-Maksyufat; adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan
indra, maupun pikiran spekulatif.

E. Pandangan Ulama Tentang Pentingnya Ilmu

‫َم ْنَأاَر َدالُّد نْـَيا فَـَع َلْيِه‬ʪِ ‫ َو َم ْنَأاَر َداْآلِخَر َةفَـَع َلْيِه‬, ‫ْلِع ْلِم‬ʪِ ‫ْلِع ْلِم‬:
Imam As-Syafi’i mengatakan Artinya: “Barang siapa menghendaki (kebaikan) dunia, maka
hendaknya ia menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki kebaikan akhirat, maka
hendaknya menggunakan ilmu”. 7
Menurut Al-Ghazali Ilmu, pengetatahuan itu indah, mulia dan utama. Tetapi, selama
keutamaan itu sendiri masih belum dipaham, dan yang diharapkan dari keutamaan itu masih
belum terwujud, maka tidak mungkin diketahui bahwa ilmu adalah utama.
Keutamaan adalah kelebihan. Jika ada dua benda yang sama, sementara salah satunya
mempunyai kelebihan, maka benda itu bisa disebut utama, kalau memang kelebihan yang
dimaksud adalah kelebihan dalam sifat kesempurnaan.
Sesuatu yang indah dan disenangi ada tiga macam, yaitu: sesuatu yang disenangi karena
ada faktor lain diluarnya, sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya dan sesuatu yang
dicari karena nilai eksentriknya juga karena ada faktor lain diluarnya.
Uang adalah sesuatu yang disenangi. Tetapi ia disenangi bukan karena nilai eksentriknya
tetapi karena ada faktor lain berupa dapat dibuatnya uang untuk mendapatkan yang lain.
Kebahagiaan adalah sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya, artinya ia disenangi
karena kebahagian itu sendiri. Sedangkan sesuatu yang disenangi karena ada faktor lain dari
luar dan juga karena nilai eksentriknya dapat dicontohkan seperti kesehatan badan. Kesehatan
badan disamping bisa dibuat untuk memperoleh tujuan dan kebutuhan lain, ia juga disenangi
karena didalamnya sendiri ada nikmat dan kenyamanan. Dari ketiga macam hal di atas, yang
tentunya lebih utama adalah yang ketiga.
Apabila memandang ilmu pengetahuan, maka ia termasuk yang ketiga. Ilmu itu sendiri
adalah keindahan dan kelezatan, disamping ia dapat dijadikan perantara mendapatkan
kebahagian, baik di dunia maupun akhirat. Dengan ilmu kedekatan kepada Allah dapat diraih,
kelas lebih tinggi para malaikat dapat diperoleh dan status sosial yang tinggi di surga dapat
dinikmati. Dengan ilmu kemulian dunia, pengaruh, pengikut, kemewahan, kekuasaan dan
kehormatan dapat diperoleh. Bahkan binatang pun secara naluri akan tunduk kepada manusia
karena ilmu yang dimilikinya. Inilah kesempurnaan ilmu secara mutlak.8
Ali bin Abi Thalib berkata kepada Kumail yang artinya:Wahai Kumail, ilmu itu lebih
utama dari pada harta karena ilmu itu menjagamu, sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu

7
An-Nawawi, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah, tt, Juz. 1
Hlm. 40-41
8
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, vol. 1. H. 13
adalah hakim, sedang harta adalah yang dihakimi. Harta menjadi berkurang jika dibelanjakan,
sedangkan ilu akan berkembang dengan diajarkan kepada orang lain”.9
Menurut Al-Mawardi, keutamaan dan pentingnya ilmu dapat diketahui oleh semua orang.
Yang tidak dapat mengetahuinya hanya orang-orang bodoh. Perkataan ini adalah petunjuk
bagi keutamaan ilmu yang lebih mengena, karena keutamaan ilmu hanya dapat diketahui oleh
ilmu itu sendiri. Ketika seseorang tidak berilmu untuk mengetahui keutamaan ilmu, maka ia
meremehkan ilmu, menganggap hina para pemilinya, dan menyangka bahwa hanyalah
kekayaan dunia yang akan mengantarkannya kepada sebuah kebahagiaan.10
Al-Mawardi juga mengatakan bahwa, ilmu amatlah luas, jika di pelajari tidak akan pernah
selesai, selama bumi masih berputar, selama hayat di kandung badan selama itu pula manusia
memerlukan ilmu pengetahuan islam tidak hanya cukup pada perintah menuntut ilmu, tetapi
menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan belajar, karena manusia hidup di
dunia ini perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam dan perkembangan zaman. Jika
manusia berhenti belajar sementara zaman terus berkembang maka manusia akan tertinggal
oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada
zaman sekarang ini, zaman yang di sebut dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk
memiliki bekal yang cukup banyak, berupa ilmu pengetahuan.

2. ILMU LENGETAHUAN DARI PERSEPEKTIF AYAT AL QURAN


Kata ilmu berasal dari kata ‘ilm. Kata ‘ilm banyak disebut dalam Alquran dan tidak hanya
bermakna mengetahui melainkan juga banyak makna yang terkandung dalam kata ‘ilm
beserta kata jadiannya. Kata ‘ilm memang banyak disebut dalam Alquran yakni 105 kali,
tetapi dengan kata jadiannya ‘ilm disebut sebanyak 774 kali dengan rincian ‘ali>m(35),
ya’lamu (215), i’lam (31), yu’lamu (1), ‘ilm (105), ‘alim (18), ma’lu>m (13), ‘alami>n (73),
‘alam (3), a’lam (49), ‘ali>matau ‘ulama>(163), ‘allam (4), a’lama (12), yu’limu (16), ‘ulima
(3), mu’allam (1), dan ta’allama (2).11
Berikut contoh ayat-ayat terkait dengan kata ‘ilm dilengkapi dengan asbabun nuzul
(makkiyah/madaniyah), pandangan ahli tafsir terkait ayat, munasabah ayat.

A. Alquran Surat al-Alaq / 96: 1-5


‫َع َّلَم اِاْل ْنَس ا َن َم ا َلْم َيْع َلم‬, ‫ اَّلِذ ْي َع َّلَم ِبا ْلَقَلِم‬, ‫ ِاْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَاْل ْك َر ُم‬,‫ َخ َلَق اِاْل ْنَس ا َن ِم ْن َع َلٍق‬,‫ِاْقَر ْأ ِبا ْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ْي َخ َلَق‬
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang maha Pemurah.

9
Al-Ghazali, op.cit. h 8
10
Al-Mawardi, Adab al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar Iqra’, 1985 h. 37
11
Syaikh Abdullah M. Al-Ruhaili, Al-Quran the Ultimate Truth: Menyikap Puncak Kebenaran Kitab Suci
Terakhir Melalui Penemuan-Penemuan Sains Mutakhir (Jakarta: Mirqat Publishing, 2008), h.
17.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya”.12
a. Pandangan Ahli Tafsir
Menurut Ibnu Katsir, ayat Alquran yang pertama turun adalah ayat-ayat yang mulia lagi
penuh berkah ini. Ayat-ayat tersebut merupakan rahmat pertama yang denganya Allah
menyayangi hamba-hamba-Nya sekaligus sebagai nikmat pertama yang diberikan kepada
mereka. Di ayat-ayat tersebut juga termuat peringatan mengenai permulaan penciptaan
manusia dari segumpal darah. Dan bahwasannya di antara kemurahan Allah adalah Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikian, Dia telah
memuliakannya dengan ilmu. Dan itulah hal yang menjadikan bapak umat manusia ini, Adam
mempunyai kelebihan atas Malaikat. Terkadang, ilmu berada di dalam akal fikiran dan
terkadang juga berada dalam lisan. Juga terkadang berada dalam tulisan. Secara akal, lisan,
dan tulisan mengharuskan perolehan ilmu, dan sebaliknya.
Abdurraman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan kandungan surat Al-Alaq ayat 1-5 Sebagai
berikut:
1. Ini adalah surat pertama yang turun kepada Rasulullah Saw. Surat ini turun kepada
Rasulullah sebagai prinsip-prinsip kenabian pada saat beliau belum mengetahui
Alquran dan apa itu iman. Jibril mendatangi beliau dengan membawa risalah dan
memerintahkan beliau untuk membaca. Lalu Allah ‫ ٱۡق َر أ‬menurunkan padanya,
“Bacalah dengan menyebut nama ‫ َخ َلَقٱَّلذ ي َر ِّبَك ٱۡس م ب‬Rabbmu yang menciptakan”,
yakni menciptakan makhluk secara umum.
2. Kemudian Allah mengkhususkan manusia dan menyebutkan awal penciptaannya,
yaitu ٢ ™ ‫ َقَلۡع ن م‬, “dari segumpal darah”, karena itu Dzat yang menciptakan manusai
dan mengaturnya pasti mengaturnya dengan perintah dan larangan dengan di utusnya
para rasul dan diturunkannya kitab suci. Karena itu Allah menyebutkan penciptaan
manusia setelah memerintah untuk membaca. ٣ , “Bacalah, dan Rabbmulah yang
Paling
3. 3 ‫ۡٱ َۡل ۡك م َو َر ُّبَك ٱۡق َر ۡأ‬. Firman Allah Pemurah”, yakni yang banyak dan luas sifatNya, sangat
pemurah dan baik, luas dermaNya yang di antaranya adalah mengajarkan berbagai
macam ilmu.
4. Dan firman Allah:َ٤ ‫ َم ا َلۡم َيۡع َلۡم َع َّلَم ۡٱ‬٥ ‫ََٰن نسٱَّلذ ي‬, “Mengajar manusia dengan ‫ ٱۡل َقَلم َع َّلَم ب‬Perantara
pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Allah
mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa pun
danAllah membuatkan pendengaran, penglihatan dan hati serta mempermudah
baginya sebab-sebab ilmu. Allah mengajarkan Alquran, Alhikmah (Hadis) dan
mengajarkan melalui perantara pena yang dengannya berbagai ilmu terpelihara, hak-
hak terjaga, dan menjadi utusan-utusan untuk manusia sebagai pengganti bahasa lisan
mereka. Segala puji dan karunia hanya milik Allah semata yang diberikan pada para
hambaNya yang tidak mampu mereka balas dan syukuri. Kemudian Allah
menganugerahkan kecukupan dan keluasan rizki kepada mereka.13

12
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Jakarta: Al-Huda, 2002), h. 598.
Sedangkan dalam tafsir muyasar dijelaskan bahwa makna surat al-Alaq ayat 1-5 diatas
adalah “Bacalah para Nabi, apa yang diturunkan kepadamu, denagan mengawalinya dengan
menyebut Nama Tuhanmu Yang Esa dalam penciptaan, yang Menciptakan manusia dari
segumpal daging kental yang merah. Bacalah wahai Nabi apa yang diturunkan kepadamu.
Sesungguhnya kebaikan Tuhanmu banyak, kemurahanNya melimpah, yang mengajari
makhlukNya menulis dengan pena, mengajari manusia apa yang belum diketahuinya, dan
memindahkannya dari kegelapan kebodohan menuju cahaya ilmu.14
Dari beberapa penjelasan ulama tafsir diatas dalam surat al-Alaq ayat 1:5, terdapat makna
bahwa pesan yang disampaikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad mengajarkan
manusia untuk belajar, sehingga dengan belajar maka manusia akan memperoleh ilmu
pengetahuan. Allah memerintahkan agar membaca terlebih dahulu daripada menulis. Karena
dengan membaca maka akan lahirlah ilmu pengetahuan.
Contoh sederhananya jika seorang mahasiswa ingin membuat makalah tentulah dia akan
membaca terlebih dahulu dari pada menulis. Surat al-Alaq ini juga mengingatkan, bahwa
Allah telah memuliakan atau menjunjung martabat manusia dengan melalui qalam (pena).
Hal ini dipertegas pendapat al-Maraghi yang mengatakan, bahwa Allah menjadikan pena ini
sebagai sarana berkomunikasi antara sesama manusia, walaupun letaknya saling berjauhan. Ia
tak ubahnya seperti lisan yang berbicara, qalam adalah benda mati yang tidak dapat
memberikan pengertian. Oleh sebab itu, Allah menciptakan benda mati dapat menjadi alat
komunikasi, sehingga tidak ada kesulitan bagi Nabi Muhammad dapat membaca dan
memberikan penjelasan serta pengajaran, karena jika tidak ada qalam maka manusia tidak
akan dapat memahami bebagai ilmu pengetahuan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa “membaca dan menulis” merupakan kunci ilmu pengetahuan.

B. Alquran Surat al-a’raf / 7: 187


 ۗ‫َيْسَئـــُلْو َنَك َع ِن الَّسا َع ِة َاَّيا َن ُم ْر ٰس ٮَهاۗ  ُقْل ِاَّنَم ا ِع ْلُمَها ِع ْنَد َر ِّبْي ۚ  اَل ُيَج ِّلْيَها ِلَو ْقِتَهۤا ِااَّل ُهَو ۘ  َثُقَلْت ِفى الَّسٰم ٰو ِت َو ا َاْل ْر ِض‬
‫اَل َتْأِتْيُك ْم ِااَّل َبْغ َتًةۗ  َيْســَئُلْو َنَك َك َا َّنَك َح ِفٌّي َع ْنَهاۗ  ُقْل ِاَّنَم ا ِع ْلُمَها ِع ْنَد ِهّٰللا َو ٰل ـِكَّن َاْكَثَر الَّنا ِس اَل َيْع َلُم ْو َن‬
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?”
Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak
seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat
(huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang
kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu
adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
a. Pandangan Ahli Tafsir

13
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam alManan, terj.
Muhammad Iqbal, et,al., (Jakarta: Darul Haq, 2012), h.607-608.
14
Hikmat Basyir , et. Al., Tafsir Muyasar, terj. Muhammad Ashim dan Izzudin Karimi, jilid 2 (Jakarta: Darul
Haq, 2016), h. 940
Dalam tafsir muyassar dijelaskan bahwa orang-orang kafir Mekkah akan bertanya
kepadamu wahai Rasul, tentang Hari Kiamat, kapan waktu kedatangannya? Katakanlah
kepada mereka “Pengetahuan tentang waktu terjadinya hanya ada di sisi Allah, tidak ada yang
mengetahui kepastiannya kecuali Dia. Pengetahuan tentangnya amat berat, dan tertutup bagi
penghuni langit dan bumi. Tidak ada yang mengetahui saat kejadiannya, baik Malaikat yang
didekatkan (kepada Allah) maupun Nabi yang diutus sekalipun. Kiamat tidak datang kecuali
dengan tiba-tiba. “Dan mereka bertanya kepadamu tentangnya seolah-olah kamu orang yang
anusias tentangnya lagi pernah menanyakannya secara detail tentangnya. Katakanlah kepada
mereka, “Sesungguhnya pengetahuan tentangnya hanya ada di sisi Allah yang mengetahui
perkara ghaib yang ada di langit dan di bumi”. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui bahwa perkara tersebut tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.15
Dalam tafsir Jalalain menjelaskan ayat 187 dari surat al-A’raf ini, (Mereka menanyakan
kepadamu) yaitu mereka penduduk kota Mekah (tentang kiamat,) tentang hari akhir
(“Bilakah) kapan (terjadinya?” Katakanlah,) kepada mereka (“Sesungguhnya pdngetahuan
tentang kiamat itu) bila terjadinya (adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat
menjelaskan) menerangkan (waktu kedatangannya) huruf lam bermakna fii (selain
Dia).Kiamat itu amat (berat) amat besar peristiwanya (yang di langit dan di bumi) amat berat
dirasakan oleh penduduk keduanya mengingat kengerian huru-haranya. (Kiamat itu tidak
akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.”) Secara sekonyong konyong (Mereka
bertanya kepadamu seolah-olah kamu benar-benar mengetahui) terlalu berlebihan di dalam
bertanya (tentang kiamat itu) sehingga engkau memberitahukan tentangnya. (Katakanlah,
“Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat Itu adalah di sisi Allah) merupakan pengukuhan.
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata bahwa Firman Allah Swt:

“Mereka bertanya kepadamu tentang kiamat”,menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan orang-orang Quraisy. Sedangkan menurut pendapat lainnya ayat ini
diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Yahudi. Tetapi pendapat yang
pertamalah yang lebih mendekati kebenaran, mengingat ayat ini Makkiyyah. Mereka sering
menanyakan tentang terjadinya waktu kiamat, tetapi pertanyaan mereka mengandung nada
tidak mempercayai keberadaannya dan mendustakannya.
Adapun firman Allah Swt; , “Bilakah terjadinya”. Ali bin Abi Thalhah telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Berarti batas waktunya, masksudnya kapan batas akhir masa
kehidupan dunia yangmerupakan awal dari hari kebangkitan itu?”
”Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak
seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.’”Allah Swt.
Memerintahkan kepada Rasul-Nya ‘bila ditanya tentang saat kiamat, hendaknya ia
mengembalikan pengetahuannya kepada Allah Swt., karena sesungguhnya hanya Dialah yang
mengetahui bila kiamat akan terjadi’, yakni Allah Swt. Mengetahui perkaranya secara jelas
dan mengetahui pula saat terjadinya hari kiamat secara tepat. Tidak ada seorang pun yang

15
Hikmat Basyir , et. Al., Tafsir Muyasar, terj. Muhammad Ashim dan Izzudin Karimi, jilid 1 (Jakarta: Darul
Haq, 2016), h. 524
mengetahui hal ini kecuali hanya Allah Swt. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan
“Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi”. Abdur Razzaq
telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Kiamat itu amat berat (bagi makhluk) di langit dan di bumi”. Artinya, amat berat untuk
mengetahuinya bagi semua penduduk di langit dan di Bumi.
Dengan kata lain, mereka sama sekali tidak mengetahuinya.Ma’mar mengatakan bahwa
Al-Hasan pernah mengatakan, “Apabila hari kiamat datang, maka terasa amat berat bagi
semua penduduk di langit dan di bumi,” yakni hari kiamat itu terasa amat berat oleh mereka.
Sedangkan Ibnu Jarir rahimahuttah memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah amat berat untuk mengetahui waktu terjadinya kiamat bagi penduduk langit
dan bumi, seperti yang dikatakan oleh Qatadah tadi. Pengertian dari perkataan keduanya
(Ibnu Jarir dan Qatadah) semakna dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
“Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba.”Akan tetapi, hal ini
tidak me-nafi-kan (meniadakan) pengertian yang mengatakan bahwa kedatangan hari kiamat
itu terasa amat berat bagi seluruh penduduk langit dan bumi.
“Mereka bertanya kepadamu seakanakan kamu benar-benar mengetahuinya”. Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan
kamu benar-benar mengetahuinya. Yaitu seakan-akan kamu mengetahui hari kiamat, padahal
Allah menyembunyikan pengetahuan tentang hari kiamat ini dari semua makhluk-Nya. Lalu
ia membacakan firman-Nya:
‫ ََّّنلََّالع ْنَده ع ْلم الَس اَعة‬
‫إ‬ “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat”. (Q.S.
Luqman : 34).
Selanjutnya Firman Allah
“Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. Maka tatkala Malaikat Jibril datang dalam rupa seorang Arab
untuk mengajarkan kepada manusia perkara agama mereka, lalu ia duduk di hadapan
Rasulullah seperti duduknya orang yang mau bertanya, kemudian memohon petunjuk. Maka
Jibril bertanya kepada Nabi tentang Islam, lalu tentang iman dan thsan, kemudian ia bertanya,
“Bilakah hari kiamat itu?” Maka Rasulullah Saw. Menjawabnya melalui sabdanya:
“Kapankah hari kiamat tiba? “Lalu Rasulullah berkata kepadnya: “Yang diitanya tidak lebih
mengetahui daripada yang bertanya”. Dengan kata lain, saya bukanlah orang yang lebih
mengetahui tentangnya daripada engkau; dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui
tentangnya daripada orang lain. Kemudian Nabi Saw membacakan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Luqman:
34)
Berdasarkan uraian dari para mufasir di atas, diketahui bahwa surat al-A’raf ayat 187 ini
menjelaskan tentang ilmu, yaitu ilmu ghaib tentang kapan terjadinya hari kiamat. Dari ayat
tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu tentang hari kiamat (kapan terjadinya hari kiamat)
tidak ada penduduk langit yaitu para malaikat maupun penduduk bumi (maksudnya Nabi
Muhammad) tidak ada yang mengetahui perkara tersebut. Perkara tentang ilmu kapan
terjadinya hari kiamat hanya diketahui oleh Allah.

C. Alquran Surat al-Mujadilah / 58: 11


‫ٰۤي َا ُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْۤو ا ِاَذ ا ِقْيَل َلـُك ْم َتَفَّسُحْو ا ِفى اْلَم ٰج ِلِس َفا ْفَس ُحْو ا َيْفَس ِح ُهّٰللا َلـُك ْم ۚ  َوِا َذ ا ِقْيَل اْنُشُز ْو ا َفا ْنُشُز ْو ا َيْر َف ِع ُهّٰللا اَّل ِذ ْيَن ٰا َم ُن ْو ا‬
‫ِم ْنُك ْم ۙ  َو ا َّلِذ ْيَن ُاْو ُتوا اْلِع ْلَم َد َر ٰج ٍتۗ  َو ا ُهّٰلل ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر‬
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglapanglah dalam
majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
a. Pandangan Ahli Tafsir
Menurut Jalaluddin al-Mahali dan Jaluluddin as-Suyuthi ketika menafirkan surat Al-
Mujadilah ayat 11 yaitu “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian,
“Berlapang-lapanglah) berluas-luaslah (dalam majelis”) yaitu majelis tempat Nabi saw.
Berada, dan majelis zikir sehingga orang-orang yang datang kepada kalian dapat tempat
duduk. Menurut suatu qiraat lafal al-majaalis dibaca al-majlis dalam bentuk mufrad (maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian) di surga nanti. (Dan
apabila dikatakan, “Berdirilah kalian”) untuk melakukan salat dan hal-hal lainnya yang
termasuk amal-amal kebaikan (maka berdirilah) menurut Qiraat lainnya kedua-duanya dibaca
fansyuzuu dengan memakai harakat damah pada Huruf Syinnya (niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian) karena ketaatannya dalam hal
tersebut (dan) Dia meninggikan pula (orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat) di surga nanti. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).
Menurut Ibnu Katsir dalam ayat ini Allah Swt berfirman untuk mendidik hambahamba-
Nya yang beriman seraya memerintahkan kepada mereka agar sebagian dari mereka bersikap
baik kepada sebagian yang lain dalam majelis-majelis pertemuan. Untuk itu Allah Swt.
Berfirman:
‫َذ ا ق يَلَلك ْم َتَيَّسحَ ا ف ي اْلَم َج ال س‬
‫َيا َأُّيَها اَّلذ يَنآَم نَ ا إ‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapanglapanglah dalam
majelis,” Menurut qiraat lain, ada yang membacanya al-majlis; yakni dalam bentuk tunggal,
bukan jamak.
“Maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu”, Qatadah
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan majelis zikir. Demikian itu karena
apabila mereka melihat ada seseorang dari mereka yang baru datang, mereka tidak
memberikan kelapangan untuk tempat duduknya di hadapan Rasulullah Saw. Maka Allah
memerintahkan kepada mereka agar sebagian dari mereka memberikan kelapangan tempat
duduk untuk sebagian yang lainnya.
Firman Allah Swt yang artinya “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”, yakni janganlah kamu mempunyai anggapan bahwa
apabila seseorang dari kalian memberikan kelapangan untuk tempat duduk saudaranya yang
baru tiba, atau dia disuruh bangkit dari tempat duduknya untuk saudaranya itu, hal itu
mengurangi haknya (merendahkannya). Tidak, bahkan hal itu merupakan suatu derajat
ketinggian baginya di sisi Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala itu untuknya,
bahkan Dia akan memberikan balasan pahalanya di dunia dan akhirat. Karena sesungguhnya
barang siapa yang berendah diri terhadap perintah Allah, niscaya Allah akan meninggikan
kedudukannya dan mengharumkan namanya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-
Nya: niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 11) Yaitu Maha mengetahui siapa yang berhak untuk
mendapatkannya dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya.
Berdasarkan penjelasan para mufasir diatas, tampak jelas bahwa ayat tersebut jelas
menceritakan tentang ilmu pengetahuan. Hal ini diperoleh dari sahabat yang sering
menghadiri majelis ilmu yang diadakan Rasulllah Saw. Dalam ayat tersebut juga, Allah akan
meninggikan beberapa derajat bagi orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Pengertian ilmu pengetahuan menjadi sebuah hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap
orang. Kegunaan ilmu pengetahuan sangat besar dalam kehidupan manusia. Kepemilikan
ilmu pengetahuan dapat membedakan seseorang dengan makhluk lain, sebab untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan kemampuan berpikir yang hanya dapat dilakukan
oleh makhluk berakal seperti manusia. Surat al-Alaq/96 : 1-5 adalah surat yang berhubungan
dengan ilmu pengetahuan dan merupakan kunci dari ilmu pengetahuan, Kedua, surat al-
A’raf/7:187 adalah surat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yaitu ilmu tentang
perkara ghaib yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.Dan Ketiga, surat
alMujadilah/58:11 adalah surat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan memiliki
kedudukan yang tinggi di sisi Allah

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-Shofwah,
2007, Juz. 30
Al-Ghazali, op.cit, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, Juz 1
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bariy ‘An Syarah Shaheh al-Bukhari.
(1992:592).
(Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa Ibnu Saurah al- Sulami al-Turmudzi, Imam al-Turmudzi,
Sunan Al-Turmudzi, 2003:67)
Ahmad bin Abdurrahman bin Abdurrahim al- Mubarakfuri, Tuhfat al-Akhwadzi Syarah al-
Jami’ Al- Turmudzi, 412.)
(Imam al-Nawawi, Shaheh Muslim Bi Syarhi al- Nawawi, 1392:97)
An-Nawawi, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah, tt, Juz.
1
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, vol. 1.
Al-Mawardi, Adab al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar Iqra’, 1985
Syaikh Abdullah M. Al-Ruhaili, Al-Quran the Ultimate Truth: Menyikap Puncak Kebenaran
Kitab Suci Terakhir Melalui Penemuan-Penemuan Sains Mutakhir (Jakarta: Mirqat
Publishing, 2008),
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Jakarta: Al-Huda, 2002).
Abdullah bin Muhammad bin Abdur Rahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir , terj.
M. Abdul Ghaffar, Jilid 8 (Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2004).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam
alManan, terj. Muhammad Iqbal, et,al., (Jakarta: Darul Haq, 2012).
Hikmat Basyir , et. Al., Tafsir Muyasar, terj. Muhammad Ashim dan Izzudin Karimi, jilid 2
(Jakarta: Darul Haq, 2016).
Hikmat Basyir , et. Al., Tafsir Muyasar, terj. Muhammad Ashim dan Izzudin Karimi, jilid 1
(Jakarta: Darul Haq, 2016).

Anda mungkin juga menyukai