Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Kewajiban Pengembangan dan Penerapan Ilmu

Dosen Pembimbing :

Drs. Hamim Farhan,M.Si

Penyusun :

1. Yuda Dwi Prasetyo ( 16612083 )


2. Moh. Birrul K. ( 16612092 )
3. Ach. Sihabudin fatah ( 16612118 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK


TAHUN AKADEMIK 2016 – 2017

Universitas Muhammadiyah Gresik


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                     

BAB  I         Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Tujuan

BAB  II       Pembahasan                                                                              

1. Penjabaran Perintah Menuntut Ilmu


1.1 Fardhu ain
1.2 Fardhu kifayah

                   2. Keutamaan Orang Berilmu                                               

                   3.Kedudukan Ulama Dalam Islam

PENUTUP                                                                                                    

DAFTAR PUSTAKA                                                                                     

Universitas Muhammadiyah Gresik


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kewajiban Pengembangan dan Penerapan Ilmu”. Makalah ini di susun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah AIK III
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. 
Akhir kata kami berharap semoga makalah masyarakan ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gresik, 02 April 2018

Universitas Muhammadiyah Gresik


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk itu, maka diutuslah Rasulullah
SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan
manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan
keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah
SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Tapi
kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan kepintaraannya untuk
maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding
dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu
dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan
ilmu agama atau akhirat. Orang yang berpengetahuan luas tapi tidak tersentuh ilmu agama
sama sekali, maka dia akan sangat mudah terkena bujuk rayu syaitan untuk merusak bumi,
bahkan merusak sesama manusia dengan berbagai tindak kejahatan. Disinilah alasan
mengapa ilmu agama sangat penting dan hendaknya diajarkan sejak kecil. Kalau bisa, ilmu
agama ini lebih dulu diajarkan kepada anak sebelum anak tersebut menerima ilmu dunia.
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena
itu, manusia membutuhkan terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh
Allah SWT 

B .Tujuan 

1. Memeberikan penjelasan tentang perintah menuntut ilmu 


2. Mengetahui keutamaan orang berilmu
3. Mengetahui kedududkan ulama dalam islam

Universitas Muhammadiyah Gresik


BAB II

PEMBAHASAN

1.Perintah menuntut ilmu

Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa :

1). Tidaklah sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah, yaitu yang

menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mentaati segala perintah

dan larangan-Nya, dengan orang-orang yang mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak

mau mempelajari ilmu agama Allah;

2). Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat mengambil hikmah atau

pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut, memahami dan

mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama setiap muslim. Sebagaimana

hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan r.a., ia mendengar Rasulullah Saw telah

bersabda : “siapa yang dikehendaki menjadi orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan

kepahaman kepadanya dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim).

Memahami ilmu agama akan membuat seorang muslim, baik dan benar dalam
beribadah kepada Allah SWT, jauh dari Bid’ah atau hal-hal lain yang membatalkan ibadah

kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari aqidah berbahaya.

Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih

mengelompokannya dua bagian, yaitu :

1). Fardhu ‘ain; dan

2). Fardhu kifayah.

1.1. Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim tentang

Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,

https://asbarsalim009.blogspot.co.id/2015/03/perintah-menuntut-ilmu.html

Universitas Muhammadiyah Gresik


mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla, yang tertuang

dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.Inilah yang diperintahkan Allah dalam

firman-Nya, “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan

Allah”. (Q.S. Muhammad [47]: 19). Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam

haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu Majah).

Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam, hukumnya wajib bagi

laki-laki dan perempuan.

1.2. Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan

mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam ilmu-ilmu yang

dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan, hukum, kedokteran, perekonomian, dan

lain-lain. Tapi jika sebagian dari mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah

kewajiban dari yang lainnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya,

maka semua menanggung resikonya.

Inilah yang diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak sepatutnya bagi orang-

orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap

golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka

tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah

kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah [9]: 122).
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta menggapai

keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu. Ilmu adalah cahaya yang

dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula

memberi petunjuk dari kesesatan dan kebodohan. Dengan ilmu terungkaplah seluruh

keraguan, khurafat dan kerancuan. (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S. Al-A’raf [7] : 157).

https://asbarsalim009.blogspot.co.id/2015/03/perintah-menuntut-ilmu.html

Universitas Muhammadiyah Gresik


2. Keutamaan Orang Berilmu

“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (QS az-Zumar [39]:
9).

Ayat di atas merupakan bentuk pertanyaan retoris yang tidak memerlukan jawaban.
Artinya, orang yang berilmu sudah pasti berbeda dengan orang tidak berilmu (bodoh). Orang
berilmu lebih utama daripada orang bodoh. Ia senantiasa dapat mengambil pelajaran dari
kehidupan dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Keutamaan orang berilmu cukup banyak. Namun, ada dua keutamaan yang kadang
luput dari perhatian, yaitu cara melihat dan dilihat. Orang berilmu lebih banyak melihat
sesuatu dari sisi positif. Dalam pandangannya tidak ada satu pun peristiwa di dunia ini yang
sia-sia. Semuanya pasti ada manfaatnya (QS Ali Imran [3]: 191).

Tentu hal ini berbeda dengan cara pandang orang bodoh yang sering melihat sesuatu
dari sisi negatif. Setiap peristiwa terkadang disikapinya dengan keluh kesah, caci maki, dan
putus asa.
Tumpukan sampah, misalnya, adalah objek yang akan berbeda maknanya jika dilihat oleh
orang bodoh dan orang berilmu. Orang bodoh akan melihatnya sebagai sesuatu yang
menjijikkan. Ia akan merespons objek tersebut dengan kemarahan.
Terkadang kemarahan tersebut diekspresikan dengan menyalahkan orang lain,
khusunya yang berwenang mengurusnya. Jadi, sampah baginya bermakna buruk karena cara
pandangnya yang negatif.
Berbeda dengan orang bodoh, orang berilmu akan melihat sampah sebagai tumpukan
uang. Dalam pikiran kreatifnya terbayang bahwa di belakang tumpukan yang kotor ada
beragam potensi. Mulai dari potensi pupuk kompos, tenaga listrik, bank sampah, sampai
asuransi sampah. Orang berilmu melihat sampah dengan sikap positif sehingga yang semula
terlihat kotor dan menjijikkan diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Tidak hanya cara memandang kehidupan, keutamaan orang berilmu juga terdapat
pada saat dipandang baik oleh Allah, manusia, maupun makhluk lainnya. Allah memandang
orang berilmu sebagai makhluk mulia sehingga derajatnya akan diangkat ke tempat yang
lebih tinggi.
“ … niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan” (QS al-Mujadalah [58]: 11).
Manusia dan makhluk lain pun melihat orang berilmu sebagai sosok mulia. Banyak di
antara mereka yang merasa tenang, nyaman, dan tercerahkan ketika melihatnya dan dekat
dengannya.
Oleh karena itu, mereka selalu mengapresiasi keberadaannya dengan senantiasa
mendoakan dan memohonkan ampun baginya sebagaimana dijelaskan oleh satu hadis:
“Sesungguhnya para malaikat melebarkan sayapnya karena ridha kepada orang yang
menuntut ilmu.
Sesungguhnya makhluk yang berada di langit dan di bumi sampai ikan paus yang di
dalam lautan senantiasa memohonkan ampun (kepada Allah) bagi orang yang berilmu
(‘alim)” (HR Abu Daud dan Tirmidzi). Wallahu a’lam.

“Republika.co.id”

Universitas Muhammadiyah Gresik


3. Kedudukan ulama dalam islam

Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta
tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai
teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka.
Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin
yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-
orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertaqwa.

Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi
agung dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

َ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوي الَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬

Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang


tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya Azza wa Jalla:

ٍ ‫يَرْ فَ ِع هَّللا ُ الَّ ِذينَ َآ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر َجا‬
‫ت‬

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11) Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan
membentangkan sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga
ikan yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya.

Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan
dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris sama
kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan
yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniti suatu
jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.
Sesungguhya para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim akan
dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang
berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan
purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan
sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan
hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah
mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641),
at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah (223) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid).

Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan melanjutkan
peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada Allah dan ketaatan
kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama Allah. Mereka
berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam memberi

“http://ustazmokhtar.blogspot.co.id/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-islam.html”

Universitas Muhammadiyah Gresik


nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak
berdalih dan menerangi jalan. Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang
alim itu perantara antara Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia
bisa masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.” Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang
paling agung kedudukannya adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-
hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama.” Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin
melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana ada
seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu terhadap seorang
laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?’ Kemudian dia menjawab,
‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang
seorang laki-laki yang bersumpah pada istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab,
‘Dia telah melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh
Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).” Maimun bin Mahran berkata,
“Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti itu, maka wajib atas
orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta kemuliaannya. Dari Ubadah bin
Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak
menyayangi yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan ulama.” Dan di antara hak para
ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya, yaitu
menjelaskan tentang agama Allah, serta penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya
dengan mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang
dengan kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa
dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama.

Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap cabang-
cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta
pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula meminta pendapat tentang
senibena kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu kecuali
kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-
hukum dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak
terkenal alim mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali
sebagai ulama yang mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang
memiliki keupayaan sebagai ahli istimbath? Allah Ta’ala berfirman:
‫ُأ‬
ِ v‫و ِل َوِإلَى ولِي اَأْل ْم‬v ‫َّس‬
َ‫ هُ الَّ ِذين‬v‫ر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َم‬v ُ ‫وْ َر ُّدوهُ ِإلَى الر‬vvَ‫ ِه َول‬v ِ‫وا ب‬vv‫ف َأ َذا ُع‬
ِ ْ‫ و‬v‫ ٌر ِمنَ اَأْل ْم ِن َأ ِو ْال َخ‬v‫ ا َءهُ ْم َأ ْم‬v‫َوِإ َذا َج‬
‫يَ ْستَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم َولَوْ اَل فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ اَل تَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَانَ ِإاَّل قَلِياًل‬

"Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
(akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya
bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan,

”http://ustazmokhtar.blogspot.co.id/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-islam.html”

Universitas Muhammadiyah Gresik


kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`: 83)

Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang 'Alim
dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah, karena
nash-nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer
dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan
hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah
mengatakan tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah
kamu tahu Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Dari Qatadah,
“(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka”,
dia mengatakan, “Kepada ulamanya.” “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri).”, tentulah orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu.
Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul” sehingga
beliaulah yang akan memberitakannya “dan kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan faham
agama. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-
Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan az-Zikir
(al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata: Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara
yang masih bersifat global, kemudian ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan
pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di
wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : (padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS.
an-Nisa`: 83) Al-’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini
merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa perbuatan
mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada urusan yang penting, juga
untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum
mukminin, atau ketakutan yang timbul dari suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk
memperjelas dan tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli dalam hal
pemikiran ilmu, dan nasehat , yang faham akan permasalahan, kemaslahatan dan
mafsadatnya.

Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan sebagai
penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta dapat melindungi
dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka memandang hal itu tidak
bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka
tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman

”http://ustazmokhtar.blogspot.co.id/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-islam.html”

Universitas Muhammadiyah Gresik


“tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
(secara resmi) dari mereka.” Yaitu: mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta
ilmunya yang benar.

Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan
dalam suatu masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka,
karena itu lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan
untuk tergesa-gesa menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan
memperhatikan dan merenungi sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan
atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu. Dengan penjelasan ini
diketahui wahai teman-teman semua, bahwa perkara yang sulit dan hukum-hukum yang
kontemporer serta penjelasan hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur
tangan dalam masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Jabatan dan kedudukan


tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau seandainya
ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan
sulthan (pemimpin negara) lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga
dimintai fatwa oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit
difahami baik dalam ilmu ataupun agama. Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan
kemampuan itu pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu
hukum dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an
dan as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap
pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu Taimiyah. Dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar
memberkati kita, dengan adanya para ulama, juga memberikan kita manfaat dengan ilmu
mereka, serta membalas mereka dengan sebaik-baik balasan.

http://ustazmokhtar.blogspot.co.id/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-islam.html

Universitas Muhammadiyah Gresik


PENUTUP

Kesimpulan

            Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna
untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar
tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang
diridhai Allah swt. Rasulullah Saw., 
bersabda:

َ ‫ٍمطَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬


‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬

“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam”


(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam
dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan
konsekuensi dari Islam.

Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim
diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam bersabda :

َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬ 


‫ عن أنس بن مالك‬224 ‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم (رواه ابن ماجه‬

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin
Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)

Begitu pula menurut islam bukan semata mata berani perang adalah keputusan
terbaik, sebab bagi islam orang berilmu lah yang sesungguhnya akan menyelamat kan dunia,
sebab bagi orang berilmu akan selalu berfikir untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk
orang di sekelilingnya.dan orang berilmu lah yang akan ikut serta mengembangkan
tekhnologi di masa akan datang.

Dengan adanya orang berilmu maka munculah para ulama, untuk menjadi seorang
ulama bukan lah hal mudah. Sebab para ulama rela menempuh pendidikan bertahun tahun
dan setelah mencari ilmu ia rela berdakwah untuk perkembangan islam di dunia ini. Saat
mereka berdakwah pasti banyak halangan rintangan yang datang tapi mereka tetap senantiasa
bersabar untuk menjalan kan nya sebab ia ikhlas menjalan kan itu semua demi jalan allah swt.

Universitas Muhammadiyah Gresik


DAFTAR PUSTAKA

https://asbarsalim009.blogspot.co.id/2015/03/perintah-menuntut-ilmu.html

www.republika.co.id

http://ustazmokhtar.blogspot.co.id/2009/07/kedudukan-ulama-dalam-islam.html

Universitas Muhammadiyah Gresik

Anda mungkin juga menyukai