OLEH : Kelompok 1
Anggota :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepan nya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Penghormatan orang yang berilmu dan celaan bagi orang yang tidak mau belajar
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban manusia memiliki arti tersendiri, termasuk
dalam bidang ilmu pengetahuan. Ilmu dalam Islam berdasarkan paham kesatupaduan yang
merupakan inti wahyu Allah Swt. Tujuan dari semua ilmu dikembangkan berdasarkan Islam ialah
untuk menunjukkan kesatupaduan dan saling berhubungan dari segala yang ada. Turunnya wahyu
Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw, membawa semangat baru bagi dunia ilmu pengetahuan,
memecahkan kebekuan zaman. Lahirnya Islam membawa manusia kepada sumber-sumber
pengetahuan lain dengan tujuan baru, yakni lahirnya tradisi intel-induktif.
Al-Qur’an menganggap ”anfas” (ego) dan ”afak” (dunia) sebagai sumber pengetahuan. Allah
menumpahkan tanda-tanda-Nya dalam pengalaman batin dan juga pengalaman lahir. Ilmu dalam
Islam memiliki kapasitas yang sangat luas, pengalaman batin merupakan pengembangan manusia
terhadap seluruh potensi jiwa dan inteleknya. Jiwa kebudayaan Islam yang diarahkan kepada yang
konkrit dan terbatas serta yang telah melahirkan metode observasi dan eksperimen bukanlah
sebuah hasil kompromi dengan pikiran Yunani.
2 bagaimana Penghormatan orang yang berilmu dan celaan bagi orang yang tidak mau
belajar
1.3 Tujuan
2 Agar mahasiswa mengetahui penghormatan orang yang berilmu dan celaan bagi
orang yang tidak mau belajar.
PEMBAHASAN
Bentuk-bentuk motivasi ini sebagai jawaban dari rumusan masalah yang dikemukanan pada
Bab I tentang cara Nabi menumbuhkan semangat belajar para pengikutnya, yaitu dengan cara
verbal yang diungkapkan dalam bentuk-bentuk motivasi berikut ini.
- Memperteguh pendirian
kering
individual, seperti melaksanakan ibadah mahdlah. Sedang istilah fardlu kifâyah menunjuk
pada kewajiban agama yang mengikat komunitas muslimin sebagai satu kesatuan, misalnya
mempelajari ilmu kedokteran, ekonomi, pertanian dan lain-lain.
Klasifikasi al-Ghazaliy terhadap ilmu ke dalam fardlu ‘ain dan fardlu kifâyah, menunjukkan
wajibnya mempelajari ilmu, tidak saja bagi kaum muslimin, tetapi juga bagi semua manusia
tanpa sekat agama, jenis kelamin, suku bangsa dan sebagainya, seperti dijelaskan oleh al-
Qur’an.
“Adam” sebagai bapak manusia menjadi symbol manusia secara keseluruhan dan “nama-
nama benda” seperti disebut dalam al-Qur’an (QS. 2: 30) adalah simbol pengetahuan.
bacalah dengan (meyebut) nama Tuhanmu”. Perintah ini mewajibkan orang membaca, yakni
membaca semua ciptaan (ayat-ayat) Allah. Dengan kata lain, perintah itu mewajibkan semua
orang menuntut ilmu pengetahuan karena Allah dan wawasan tentang ketuhanan harus
menjadi dasar hakiki bagi pengetahuan serta harus menyertai proses pendidikan dalam semua
tahap.
Banyak lagi ayat al-Quran yang menyebutkan pentingnya ilmu, yang sebagian telah
dikemukakan dalam Konfirmasi al-Qur’an pada bab tiga, yang secara keseluruhan
mewajibkan manusia menuntut ilmu, khususnya kaum muslimin. Nabi sendiri diutus untuk
mengajarkan al-Qur’an dan hadîts merupakan penjelasannya. Karena itu hadîts-hadîts
motivasi yang
mendorong untuk mempelajari ilmu itu, dapat dipastikan berlaku dan dan dapat diaplikasikan
untuk semua ilmu. Uraian singkat di atas memberi gambaran, bahwa ilmu yang dimaksud
tidak sebatas ilmu-ilmu untuk keperluan ibadah khusus, melainkan keseluruhan ilmu yang
berkaitan dengan seluruh ciptaan Allah.
Dengan demikian, motivasi yang diberikan Nabi dengan berbagai bentuknya itu, seperti telah
dipaparkan sebelumnya, berlaku untuk semua ilmu.
2.2 Penghormatan orang yang berilmu dan celaan bagi orang yang tidak mau
belajar
Salah satu akhlak orang beriman adalah menghormati orang berilmu atau orang alim. Dalam
bahasa Arab, kata "ulama" adalah bentuk jamak dari kata "alim". Orang alim secara spesifik
adalah orang yang tahu ilmu agama secara mendalam.
Secara general adalah orang yang punya ilmu pengetahuan, apa pun itu, tidak terbatas pada
ilmu agama. Pengetahuan itu sendiri tidak selalu dari buku atau kitab tertulis, tetapi juga
dari pengalaman dan fenomena alam sekitar. Bahkan, pengetahuan bisa berasal dari diri
sendiri.
Hal ini, misalnya, yang diungkapkan Allah dalam Alquran ketika menyuruh manusia untuk
memperhatikan semua ciptaan-Nya dengan tujuan agar mereka memperoleh pengetahuan,
"Maka, tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit,
bagaimana ditinggikan? Dan, gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana
dihamparkan?" (QS al-Ghasyiyah [88]: 17-20).
Allah mencintai orang berilmu dan mendorong manusia untuk mencarinya di mana pun itu
berada dan dari siapa pun atau apa pun. Disebutkan, Allah meninggikan derajat orang
berilmu be be ra pa derajat dibanding orang tak berilmu (QS al-Mujadalah [58]: 11). Allah
juga sering kali mengatakan, tidaklah sama antara orang ber ilmu dan tidak berilmu (QS az-
Zumar [39]: 9). Allah juga sering kali menyindir manusia yang punya akal, tetapi tidak
digunakan untuk memikirkan ciptaan atau ayat-ayat-Nya (QS al-Baqarah [2]: 44). Nabi
sendiri dalam banyak hadis memuji orang berilmu.
Misalnya, orang yang mencari ilmu akan diberi kemudahan untuk masuk surga (HR Muslim).
Para malaikat disebutkan menaungi majelis-majelis ilmu (HR Abu Dawud). Disebutkan juga
bahwa seluruh penghuni langit dan bumi hingga ikan di dasar lautan memohonkan
ampunan kepada Allah untuk orang berilmu (HR at- Tirmidzi).
Disebutkan juga bahwa orang berilmu adalah orang yang diberi kebaikan oleh Allah (HR al-
Bukhari dan Muslim) Dengan demikian, orang berilmu begitu terhormat dan mulia di mata
Allah dan Rasulullah serta memiliki kedudukan tinggi. Oleh karena itu, orang berilmu layak
dihormati dan dimuliakan, tentu saja tanpa berlebih-lebihan. Sikap kritis tetap diperlukan.
Sebagaimana manusia lainnya, orang berilmu terkadang juga melakukan kesalahan dan
kekeliruan. Tak ada manusia yang selalu benar, dan karena itu tak perlu juga merasa paling
benar. Kebenaran mutlak hanya ada pada Allah Sang al-Haq. Meski begitu, penghormatan
dan pemuliaan terhadap orang berilmu adalah hal yang niscaya.
Jika orang berilmu melakukan kesalahan, perlu diingatkan dengan cara-cara yang terhormat
tanpa mempermalukan atau bahkan sampai menjelek-jelekkan atau menghinakan dan
merendahkannya di depan publik. Orang yang diingatkan juga tidak perlu merasa takabur
dan enggan menerima peringatan jika memang itu yang benar. Nabi mengatakan,
"kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang lain." (HR Muslim).
Bagi orang beriman, apalagi yang berilmu, peringatan adalah sesuatu yang bermanfaat.
"Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman." (QS adz-Dzariyat [51]: 55)
Allah menyuruh kita untuk mencari ilmu, menjadi orang ber ilmu, serta menghormati dan
memuliakan orang berilmu, tanpa ber lebih-lebihan apalagi sampai mengultuskannya
melebihi Nabi. Tujuannya adalah agar ilmu kita bermanfaat dan diberkahi oleh Allah dan
dapat membawa manfaat tidak hanya bagi diri kita sen diri, tetapi juga bagi orang lain. Ilmu
sejatinya untuk kemaslahatan dan kebaikan umat manusia, bukan sebaliknya, untuk
menciptakan kerusakan dan kekacauan serta pertikaian dan permusuhan di tengah umat
manusia. Wallahu a'lam.
Ibnu Katsir menjelaskan di dalam tafsirnya, “Sedangkan firman-Nya ta’ala ‘Itulah janji Allah.
Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya.’ Artinya: Inilah yang Kami beritakan kepadamu hai
Muhammad, bahwasanya Kami benar-benar akan memenangkan Romawi dalam melawan
Persia, itulah janji yang benar dari Allah, sebuah berita yang jujur dan tidak akan meleset.
Hal itu pasti terjadi. Karena ketetapan Allah yang telah berlaku menuntut-Nya untuk
memenangkan salah satu kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran di antara dua kubu
yang saling memerangi. Dan Allah pasti akan memberikan pertolongan kepada mereka.
‘Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’, artinya mereka tidak mengetahui
hukum kauniyah Allah serta perbuatan-perbuatan-Nya yang sangat cermat dan selalu
bergulir di atas prinsip keadilan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/168)
Kemudian Allah ta’ala berfirman tentang mereka -yaitu kebanyakan manusia- yang artinya,
“Mereka mengetahui sisi lahiriyah kehidupan dunia, akan tetapi terhadap perkara akhirat
mereka lalai.” (QS. Ar Ruum [30]: 7)
Ibnu Katsir kembali memaparkan, “Artinya kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu kecuali
dalam urusan dunia, tata cara menggapainya, tetek bengeknya serta perkara apa saja yang
ada di dalamnya. Mereka adalah orang-orang yang cerdas dan pandai tentang bagaimana
cara meraup dunia serta celah-celah untuk bisa mendapatkannya. Namun mereka lalai
terhadap hal-hal yang akan mendatangkan manfaat untuk mereka di negeri akhirat. Seolah-
olah akal mereka lenyap. Seperti halnya orang yang tidak memiliki akal dan pikiran.” (Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/168)
Ibnu Abbas menjelaskan tentang makna ayat yang mulia ini, “Maksudnya adalah orang-
orang kafir. Mereka itu mengetahui bagaimana cara untuk memakmurkan dunia akan tetapi
dalam masalah-masalah agama mereka bodoh.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/168)
2.3 Klasifikasi ilmu dalam islam
Akal menghasilkan ilmu, dan ilmu berkembang dalam masa keemasan sejarah Islam. Agar
dapat dipelajari dengan baik dan benar. Sebagian klasifikasi ilmu itu asli dan berpengaruh,
tetapi sebagian lagi hanyalah pengulangan klasifikasi sebelumnya yang kemudian dilupakan
orang. Pada massa Al-Farabi, Al-Gazali, Qutubuddin telah berhasil mengklasifikasikan ilmu
Islam menjadi beberapa bagian. Ketiga tokoh tersebut adalah orang- orang pendiri
terkemuka aliran intelektual dan mereka tumbuh dan berkembang dalam periode-periode
penting sejarah Islam. Adapun mereka telah mengklasifikasikan menjadi beberapa bagian,
yakni :
a. Ilmu Bahasa
b. Ilmu Logika
c. Ilmu Matematis
d. Metafisika
e. Ilmu Politik, Ilmu Fiqih dan Ilmu Kalam
1) Para pengkaji dapat memilih subjek-subjek yang benar-benar membawa manfaat bagi
dirinya.
3) Memberikan sarana yang bermanfaat dalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat
ditentukan secara benar.
4) Memberikan informasi kepada para pengkaji tentang apa yang seharusnya dipelajari
sebelum seseorang dapat mengklaim diri ahli dalam suatu ilmu tertentu.
Ilmu teoritis adalah ilmu yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujud diketahui
sebagaimana adanya.
b. Ilmu-ilmu nonfilosofi adalah ilmu-ilmu religius atau termasuk dalam ajaran wahyu.
Klasifikasi dari ke-3 tokoh tersebut terhadap ilmu pengetahuan, berpengaruh sampai kini. Di
tanah air kita sering mendengar klasifikasi ilmu dengan : ilmu agama dan ilmu umum.
Pembagian ilmu kedalam 2 golongan ini dilakukan karena menurut Al-Qur’an ada hal-hal
yang ada tetapi tidak diketahui manusia, ada pula yang wujud yang tidak
tampak. Ditegaskan dalam Al-Quran antara lain dalam firmanNya pada surat Al-Haqqah ayat
38-39 yang artinya:
“ Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan yang tidak kamu lihat.”
Dari kalimat terakhir jelas bahwa obyek Ilmu ada 2 yakni : materi dan nonmateri, fenomena
dan nonfenomena, bahkan ada yang wujud yang jangankan dilihat diketahui manusia saja
tidak. Dari kutipan-kutipan ayat-ayat diatas jelas bahwa pengetahuan manusia hanyalah
sedikit, dan telah diregaskan oleh Allah dalam firmanNya:“ kamu tidak diberi ilmu (
pengetahuan ) kecuali sedikit.”( Q.S 17 : 85 ). Walaupun sedikit namun manusia harus
memanfaatkannya untuk kemaslahatan manusia.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk
menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-
tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas
yang diridhai Allah swt.
http://anaukhtiisnaeni.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-dan-karakteristik-ilmu.html
https://muslim.or.id/587-kebanyakan-manusia-tidak-berilmu.html
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/19/01/18/pliawk313-menghormati-orang-
berilmu