Anda di halaman 1dari 8

Tujuan Peserta mengetahui dan memahami urgensi menuntut

ilmu, adab dalam menuntut ilmu, dan tidak


membeda-bedakan antara ilmu untuk akhirat dan ilmu
untuk dunia
Luaran - Peserta mulai mengikuti kajian islami (dapat dipantau
saat sesi curhat)
- Peserta tidak membeda-bedakan ilmu

ILMU ADALAH GAYA HIDUP

Allah Ta’ala adalah Al-Khaliq. Dia Pencipta seluruh


makhluk-Nya, Yang menjadikan alam semesta beserta isinya
lengkap dengan sistem yang menyeluruh. Semuanya memiliki
peran dan fungsinya masing-masing. Dialah
satu-satunya Al-‘Alim; Yang Maha Mengetahui segala apa yang ada
di alam semesta raya ini, yang ghaib maupun yang nyata. Dengan
ilmu Allah swt tersebut, Dia mengajar manusia tentang apa-apa
yang tidak diketahui. Dia mengajarkan manusia melalui perantara
Rasul-Nya berupa ayat qauliyah (Al-Qur’an) sehingga menjadi
pedoman hidup (minhajul hayah). Dia juga mengajarkan manusia
tanpa perantara Rasul-Nya berupa ayat kauniyah (ilham hasil
menelaah alam semesta) sehingga menjadi menjadi sarana
hidup (wasailul hayah).

Kedua ilmu tersebut lah yang kelak dapat menghantarkan


manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata, “barangsiapa yang
menginginkan (kebahagiaan) dunia hendaklah dengan ilmu,
barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan)  akhirat hendaklah
dengan ilmu”.

Sehingga, Islam mendorong kaumnya untuk mempelajari ilmu,


baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi (akhirat). Selain sebagai
kunci kebahagiaan dunia dan akhirat, ilmu merupakan sarana
penting dalam meraih derajat taqwa. Derajat terbaik yang hanya
tersemat kepada manusia terbaik. Oleh sebab itu, ilmu mempunyai
kedudukan yang tinggi dan mulia. Kemuliaan itu akan bertambah
seiring keluasan pengetahuan, serta pengaruh ilmu tersebut
terhadap keimanan pemiliknya.

Oleh karena itu, seorang penuntut ilmu hendaknya


memperhatikan segala perkara yang dapat membantunya dalam
mengagungkan dan memuliakan ilmu agar dapat meraih ilmu yang
bermanfaat:

A. Meluruskan Niat
Niat diartikan sebagai al-qasdu (keinginan atau tujuan),
sedangkan secara istilah, niat adalah keinginan seseorang
dalam hatinya untuk melakukan sesuatu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

‫امريء ما َن َوى‬
ٍ ِّ ‫ت وِإ َّنما لِ ُكل‬
ِ ‫إ َّن َما األع َمال بال ِّن َّيا‬
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang akan dibalas berdasarkan apa yang
diniatkan.”

Apa yang Rasulullah sampaikan, menggambarkan


pentingnya niat terhadap status amal yang kita perbuat.
Bayangkan saja, amalan seseorang menjadi tidak bernilai,
apabila tidak disertai niat yang benar. Dan selanjutnya, balasan
yang seseorang peroleh dari amalnya, sangat tergantung pada
niatnya. Di sini, yang dimaksud sebagai amalan meliputi amalan
hati, lisan, dan perbuatan. Dalam menuntut ilmu, seseorang
akan meraih ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya. Maka,
seorang penuntut ilmu hendaknya mengikhlaskan niat dalam
belajar hanya mengharap ridho Allah Ta’ala.

Adapun ikhlas dalam menuntut ilmu dibangun atas empat


perkara:
1. Berniat menghilangkan kebodohan dalam diri sendiri
2. Berniat untuk menghilangkan kebodohan orang lain
3. Berniat untuk menghidupkan ilmu dan menjaganya agar
ilmu tersebut tidak hilang
4. Berniat untuk mengamalkan ilmu tersebut

Namun, seringkali yang menjadi orientasi adalah indeks


prestasi. Padahal menuntut ilmu haruslah diniatkan untuk Allah
semata, sementara indeks prestasi juga harus diperjuangkan
sebagai wasilah (sarana) untuk belajar ke jenjang yang lebih
tinggi. Sehingga yang ada kemudian adalah sikap tenang dan
sabar, meski hasil ujian belum sesuai harapan.

B. Kewajiban Menuntut Ilmu


Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ض ٌة َع َلى ُكل ِّ ُم ْسل ٍِم َو ُم ْسلِ َم ٍة‬


َ ‫ب ا ْل ِع ْل ِم َف ِر ْي‬
ُ ‫َط َل‬
“Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim
perempuan.” (HR. Ibnu Abdil Barr)

Dalam hadits ini, ilmu yang diwajibkan, bukanlah ilmu sains


atau ilmu terapan lainnya, melainkan ilmu agama. Sebab, ilmu
agama hukumnya fardhu ‘ain, artinya belajar ilmu agama wajib
bagi tiap individu muslim, dan konsekuensi dosa akan
ditanggung masing-masing. Sebab, ilmu agama akan
menunjang kesempurnaan ibadah seorang muslim. Kaidahnya,
sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban,
maka mempelajarinya menjadi wajib.

Sholat lima waktu misalnya, agar sholat menjadi sah,


seorang muslim wajib mengerti ilmu tata cara shalat yang benar,
ilmu untuk mengetahui kapan waktunya shalat, serta rukun dan
syarat sah shalat. Bila seorang muslim tidak mengetahui ilmu
untuk melaksanakan sholat lima waktu, tentu ibadah tersebut
menjadi tidak sempurna, bahkan salah-salah bisa bernilai dosa.

C. Ilmu amaliah, amal ilmiah


Ilmu amaliah adalah ilmu yang kita peroleh, lalu dipahami,
kemudian diamalkan. Sedangkan amal ilmiah adalah perbuatan
amal shaleh yang dilakukan berdasarkan Al-Qur’an dan sunah.
Sehingga amal shaleh kita bisa dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah SWT. Jangan sampai beramal tetapi tidak
memiliki sumber yang jelas, sehingga bisa berbentuk bid’ah
(perbuatan yang tidak bersumber).  

Ilmu adalah pemimpin dan amal adalah pengikutnya. Ilmu


dan amal ibarat pohon dan buah. Amal yang baik,
meniscayakan pemahaman yang baik tentang ilmu yang
mendasari amal tersebut. Ilmulah yang menyebabkan rasa takut
kepada Allah dan mendorong manusia untuk melakukan amal.

Ilmu pula, yang mampu membuat manusia bisa


membedakan haq dan bathil, antara benar dan salah, yang halal
dan haram, yang terpuji dan hina. Lewat ilmu juga, manusia
dapat membedakan yang mana yang harus didahulukan untuk
dilakukan, dan yang mana yang bisa diakhirkan.

Karena itu, Umar bin Abdul Aziz berkata, “Barangsiapa


melakukan suatu pekerjaan tanpa ilmu pengetahuan tentang itu,
maka apa yang dia rusak lebih banyak dari apa yang dia
perbaiki.”

D. Adab-Adab Menuntut Ilmu


Dalam menuntut ilmu, ada adab-adab yang perlu
diperhatikan jika ingin memperoleh keberkahan dalam
prosesnya. Berikut beberapa adab menuntut ilmu yang dikutip
dari kitab Ta’lim Muta’allim:

1. Mempelajari ilmu dari guru


2. Sabar dan tekun
3. Berusaha melawan hawa nafsu
4. Memilih teman belajar yang baik
5. Menghormati ilmu dan guru
6. Tidak bosan dengan ilmu
7. Meninggalkan akhlak yang tercela
8. Bersungguh-sungguh dalam belajar
9. Selalu memohon pertolongan Allah
E. Kesalahan yang Wajib Dijauhi
Di antara kesalahan yang wajib dijauhi oleh penuntut ilmu
yaitu:
1. Kibr (sombong)
Sombong adalah menolak kebenaran. Bagi penuntut ilmu,
termasuk sombong adalah membantah ulama’, guru atau
orang yang mengajarinya, baik dengan memperpanjang
pembicaraan atau dengan adab yang jelek, juga
menganggap rendah kepada orang yang belajar darinya.
2. Hasad (iri/ dengki)
Iri atau dengki yang termasuk kesalahan penuntut ilmu
adalah iri yang membuahkan tidakan menjatuhkan orang
lain.
3. Berfatwa tanpa Ilmu
Apabila kita tidak memiliki ilmu tentang suatu hal, ada
baiknya kita tidak terburu-buru menyampaikan/ berfatwa
tentang hal tersebut. Akan tetapi, kita bisa menanyakan/
menyarankan orang lain untuk bertanya kepada seseorang
yang memang menguasai ilmu itu.
4. Merasa Mampu (‘Alim) sebelum Layak
Perkara ini wajib dihindari karena dapat menimbulkan rasa
ujub, sulit menerima kebenaran yang datang kepadanya dan
menunjukkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan
dirinya.
5. Buruk Sangka
Berburuk sangka kepada guru, contohnya saat beliau
memutuskan sesuatu yang tidak kita sukai. Padahal
keputusan beliau hadir setelah banyak pertimbangan, yang
mungkin belum kita pahami. Apabila terdapat keputusan
guru yang tidak kita setujui, sebaiknya kita bertanya dan
berdiskusi kepada beliau dengan cara dan adab yang baik.

F. Pentingnya Menguasai Ilmu yang Fardhu Kifayah


Berbeda dengan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain, suatu ilmu
dihukumi fardhu kifayah, apabila ilmu tersebut cukup dipelajari
satu atau beberapa orang saja di suatu daerah, dan yang lain
bebas dari kewajiban tersebut. Namun, bila di daerah tersebut
tak ada seorangpun yang mempelajarinya, maka semua orang
di daerah tersebut mendapat dosa. Shalat jenazah misalnya,
hukumnya fardhu kifayah, sehingga ketika di suatu tempat
sudah ada Ustadz atau orang alim yang mengetahui ilmu
tentang cara shalat jenazah, maka yang lain telah gugur dari
kewajiban untuk mempelajari ilmu tentang shalat jenazah.

Mempelajari ilmu sains dan ilmu terapan, seperti ilmu


dibidang kesehatan, hukumnya juga bisa menjadi fardhu
kifayah, apabila dengan mempelajarinya dapat mencegah suatu
daerah dari suatu mudarat atau wabah penyakit berbahaya.
Karena hal itu merupakan ikhtiar dan tidak ada hubungannya
dengan sihir, jimat dan klenik. Imam Syafi'i rahimahullah
berkata, "ilmu itu ada dua, yaitu ilmu fiqih untuk mengetahui
hukum agama, dan ilmu kedokteran untuk memelihara badan.”

SUPLEMEN
Hal-hal yang sering terlupa dalam sholat:
1. Pada wanita, batas aurat pada wajah, pada batas tumbuhnya
rambut
2. Harus suci badan, tempat, dan pakaian.
a. Tempat sholat = tempat yang terkena badan kita saat sholat.
Maknanya bukan seluruh masjid. Akan tetapi hanya tempat
yang cukup untuk kita sholat. Misalnya di depan 1 cm kepala
kita ada najis, asal tidak kena maka sholatnya sah.
b. Boleh bergeser kalau tiba-tiba di tempat sujud kita baru saja
dijatuhi kotoran cicak. Ketika hendak sujud baru geser.
Apabila tidak bisa bergeser karena pada posisi depan,
belakang, kanan, dan kiri ada orang maka sholatnya batal.
c. Alfatihah harus dilafadzkan suaranya walaupun sekecil saat
kita solat dimalam sunyi yang suaranya paling kecil didengar
saat itu dan seakan hanya kita yang mendengar. Kalau tidak
dibaca, menurut madzhab imam syafii sholatnya tidak sah.
(Jika bacaan al-fatihah kita sampai didengar orang kedua dari
kita maka hukumnya makruh)
d. Jika kita masbuk (terlambat), kemudian imam sudah rukuk,
maka kita langsung ikut rukuk dan tidak perlu membaca
al-fatihah, karena al-fatihah sudah dianggap mengikuti imam.
Tetapi kalau tidak masbuk, maka alfatihah harus disambung
sampai selesai.

TAHSIN/ TAJWID

1. Hukum belajar ilmu tajwid adalah fardhu kifayah.


Kalau ada dalam suatu tempat ada seorang yang menguasai
ilmu ini maka bagi yang lainnya tidak menanggung dosa, kalau
sampai tidak ada maka seluruh kaum muslimin menanggung
dosa.

2. Membaca Al-quran dengan tajwid adalah wajib ‘ain.


Artinya bagi seorang yang mukallaf baik laki-laki atau
perempuan harus membaca Al-quran dengan tajwid.

Hukum Nun sukun ( ْ‫) ن‬/ tanwin (‫ ـًــ‬, ‫ ـٍـــ‬, ‫)ـٌــ‬


1. Idzhar Halqi
a. Pengertian
Idzhar = terang atau jelas.
Izhar Halqi = makhraj dari huruf-huruf tersebut keluar dari
dalam tenggorakan (halq).
Nun sukun/ tanwin bertemu huruf Alif (‫)ا‬, ‘Ain (‫)ع‬, Ghain (‫)غ‬,
Ha (‫)ح‬, Kha (‫)خ‬, Ha’ ( ‫ )ﮬ‬dan Hamzah ( ‫) ء‬
b. Cara membaca Idzhar Halqi
Wajib terang/jelas, dan tidak boleh dengan dengung.
c. Contoh

ُ ‫ِ‍م‍نْ َح‍ ْي‬


‫ث‬ ٌ ‫َع َذا‬
‫ب اَلِ ْي ٌم‬
َ‫ِم‍ ْن َ‍ه‍اا ْل ُب ُط ْون‬ ‫‍سلِ ْي ٍن‬
ْ ‍ِ‫ِ‍م‍نْ غ‬ ِ ‫ِ‍م‍نْ عِ‍‍ ْن ِد‬
‫هللا‬ ‫نِدَ ا ًء َخ‍فِ ًيا‬

2. Ikhfa’ Haqiqi
a. Pengertian
Ikhfa = menyembunyikan/ menyamarkan
Ikhfa Haqiqi = menyamarkan/ menyembunyikan huruf Nun
Sukun atau tanwin masuk ke dalam huruf sesudahnya.
Huruf hijaiyah tersebut ada 15 huruf, yaitu:
‫ت – ث –ج – د – ذ – ز – س – ش‬
‫ص–ض–ط–ظ–ف–ق–ك‬
b. Contoh

‫َي ْو َمِئ‍ ٍذ ُز ْر ًقا‬ ‫َ‍م‍نْ َذاا َلذِي‬ ‫اَ ْن َج‍ ْي َنا ُك ْم‬ ْ ‫ِ‍م‍نْ َ‍ت‬
‫‍ح ِت َها‬

ُ ‍ِ‫َو َما َي‍ ْنط‬


‫‍ق‬ ‍َ ‫اِنَ ااْل ِ ْن‬
َ‫س‍ان‬ ٌ ‫َع َذا‬
‍َ ‫ب‬
‫ش ِد ْي ٌد‬ ‍َ ‫َق ْو ًم‬
َ‫اص‍الِ ِح ْين‬

Anda mungkin juga menyukai