Halaqah yang pertama dari Muqaddimah Halaqah Silsilah ‘Ilmiyyah adalah tentang
Pengagungan Terhadap Ilmu Bagian yang Pertama
Telah berkata Guru kami yang mulia Syaikh Dr. shaleh bin abdillah ibn hamid al ‘ushaimi
hafdzhahullah didalam muqaddimah kitab beliau khulashah ta’dzimi ‘ilmi, bahwa banyak
sedikitnya ilmu seseorang adalah sesuai dengan pengagungan dia terhadap ilmu itu sendiri
Barangsiapa yang hatinya penuh dengan pengagungan terhadap ilmu maka hati tersebut pantas
menjadi tempat bagi ilmu tersebut, sebaliknya barangsiapa yang berkurang pengagungannya
terhadap ilmu maka akan berkurang bagiannya
BAGIAN 1
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah membersihkan tempat ilmu, apabila hati
kita bersih maka ilmu akan berkenan masuk dan semakin bersih maka semakin menerima ilmu
tersebut dan hal yang mengotori hati dan menjadikan ilmu sulit masuk adalah kotoran syahwat
dan kotoran syubhat.
2. Mengikhlaskan Niat
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah mengikhlaskan niat karena Allah didalam
menuntutnya, sesuai dengan keikhlasan seseorang maka dia akan mendapatkan ilmu dan niat
yang ikhlas didalam mencari ilmu adalah apabila niatnya :
Dahulu Imam Ahmad Bin Hanbal terkadang ingin keluar dari rumahnya untuk menghadiri
majelis ilmu gurunya sebelum datang waktu shubuh dan sebagian mereka membaca shahih al
bukhari kepada gurunya dalam 3 majelis atau 3 pertemuan. Ini semua menunjukkan bagaimana
semangat dan tekad para pendahulu kita didalam menuntut ilmu.
BAGIAN 2
Orang yang salah cara dalam menuntut ilmu maka dia tidak akan mendapatkan keinginannya,
atau mendapatkan sedikit disertai rasa lelah yang sangat.
Menghafal sebuah matan kitab yang menyeluruh dan dia mengumpulkan perkara-perkara yang
raajih atau yang dikuatkan menurut para ulama dibidang tersebut.
Mempelajari ilmu tersebut dari seorang yang ahli yang bisa dijadikan teladan dan dia mampu
mengajar.
6. Mendahulukan ilmu yang paling penting kemudian yang setelahnya dan setelahnya
Dan ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan ibadah seseorang kepada
Allah. Yang berkaitan dengan ‘ubudiyah seseorang kepada Allah ‘azza wajalla, seperti: ilmu
‘aqidah, tata cara wudhu, tata cara shalat dan lain-lain.
7. Bersegera untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu muda, karena waktu
muda adalah waktu yang emas untuk mempelajari ilmu agama
Berkata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah:
Adapun apabila sudah tua maka kebanyakan manusia akan memiliki banyak kesibukan, pikiran
dan memiliki banyak koneksi. Kalau dia bisa mengatasi itu semua maka in sya Allah dia
mendapatkan ilmu. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mempelajari agama
dan mereka sudah berumur.
karena menuntut ilmu tidak bisa dilakukan serta merta sekali jalan, tetapi diambil ilmu secara
pelan-pelan dengan memulai kitab-kitab yang ringkas, menghafal dan memahami maknanya
dan jangan kita memulai menuntut ilmu dengan membaca kitab-kitab yang panjang.
BAGIAN 3
عل َ َ ست
ُْ طا ْ ُسم ِب َرا َح ِْة العل َْم ي
ْ الج
ِ
"Tidak didapatkan ilmu dengan badan yang berleha-leha."
Demikian pula menyampaikan dan mengajarkan perlu kesabaran, duduk bersama para
penuntut ilmu perlu kesabaran, memahamkan mereka perlu kesabaran, demikian pula
menghadapi kesalahan-kesalahan mereka perlu kesabaran.
Ilmu yang bermanfaat didapatkan diantaranya dengan memperhatikan adab. Dan adab disini
mencakup adab terhadap diri didalam pelajaran, adab terhadap guru dan teman dan lain-lain.
Orang yang beradab didalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu, maka dia dipandang sebagai
seorang yang berhaq untuk mendapatkan ilmu tersebut. Adapun orang yang tidak beradab maka
dikhawatirkan ilmu akan sia-sia bila disampaikan kepadanya.
Bahkan sebagian salaf mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu dan banyak
diantara penuntut ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena dia menyia-nyiakan adab.
Hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga wibawanya, karena apabila dia melakukan sesuatu
yang merusak wibawanya sebagai seorang penuntut ilmu berarti dia telah merendahkan ilmu.
Seperti terlalu banyak menoleh dijalan, berteman akrab dengan orang-orang faasik dan lain-
lain.
Seorang penuntut ilmu perlu teman yang membantu untuk mendapatkan ilmu dan bersungguh-
sungguh. Teman yang tidak baik akan memberi pengaruh yang tidak baik.
BAGIAN 4
Belajar dari seorang guru tidak banyak manfa'atnya jika tidak menghafal, bermudzakarah dan
bertanya. Menghafal berkaitan dengan diri sendiri, bermudzakarah adalah mengulang kembali
bersama teman, dan bertanya maksudnya adalah bertanya kepada sang guru.
قرأنا بما انتفاعنا من أكثر حفظنا بما فانتفعنا كثيرا وقرأنا قليال حفظنا
"Kami menghafal sedikit dan membaca banyak, maka kami mengambil manfa'at dari yang
kami hafal lebih banyak daripada apa yang kami baca."
Dan dengan mudzakarah akan hidup ilmu di dalam jiwa dan dengan bertanya akan terbuka
pembendaharaan ilmu.
"Bukan termasuk ummat ku orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda dan mengetahui haq bagi seorang 'aalim." (Hadits hasan, diriwayatkan oleh
Imam Ahmad di dalam musnad beliau)
Maka seorang murid harus memiliki rasa tawaadhu' kepada gurunya, menghadap beliau dan
tidak menoleh, menjaga adab berbicara, tidak berlebih-lebihan didalam memuji beliau,
mendo'akan beliau, mengucapkan terima kasih kepada beliau atas pengajaran beliau,
menampakkan rasa butuhnya terhadap ilmu beliau, tidak menyakiti beliau dengan ucapan dan
perbuatan, serta berlemah lembut ketika mengingatkan kesalahan beliau.
Disana ada 6 perkara yang harus dia jaga apabila melihat kesalahan seorang guru:
1. Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
2. Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan (dan ini tugas ahlul 'ilmi).
3. Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
4. Memberikan 'udzur kepada sang guru dengan alasan yang benar.
5. Memberikan nasehat dengan lembut dan rahasia.
6. Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.
Orang yang mengagungkan ilmu mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahli ilmu dan
tidak memaksakan dirinya atas sesuatu yang dia tidak mampu, karena dikhawatirkan takut
berbicara tanpa ilmu khususnya peristiwa-peristiwa yang besar yang terjadi yang berkaitan
dengan urusan ummat dan orang banyak.
Mereka para ulama memiliki ilmu dan pengalaman, maka hendaklah kita husnudzan kepada
mereka. Dan apabila ulama berselisih, maka lebih hati-hatinya seseorang mengambil ucapan
mayoritas mereka.
Hendaklah beradab ketika bermajelis, melihat kepada gurunya dan tidak menoleh tanpa
keperluan, tidak banyak bergerak dan memainkan tangan dan kakinya, tidak bersandar
dihadapan seorang guru, tidak bersandar dengan tangannya, tidak berbicara dengan orang yang
ada di sampingnya, dan apabila bersin berusaha untuk merendahkan suaranya, apabila
menguap berusaha untuk meredamnya atau menutup dengan mulutnya.
Dan hendaknya juga menjaga kitab dan memuliakannya, tidak menjadikan kitab sebagai
tempat simpanan barang-barang, tidak bersandar di atas kitab, tidak meletakkan kitab di
kakinya, dan apabila dia membaca kitab dihadapan seorang guru hendaklah dia mengangkat
kitab tersebut, dan tidak meletakkan kitab tersebut di tanah.
BAGIAN 5
Ilmu memiliki kehormatan yang mengharuskan penuntutnya dan ahlinya untuk membela dan
menolongnya bila ada yang berusaha merusaknya. Oleh karena itu para ulama membantah
orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya dari syari'at, siapapun dia. Yang
demikian untuk menjaga agama dan menasehati kaum muslimin. Mereka memboikot seorang
mubtadi' yaitu orang yang membuat bid'ah dalam agama, tidak mengambil ilmu dari mereka
kecuali dalam keadaan terpaksa, dan lain-lain. Semuanya dilakukan untuk menjaga ilmu dan
membelanya.
1. Bertanya untuk belajar, bukan ingin mengeyel. Karena orang yang niatnya tidak baik
didalam bertanya akan dijauhkan dari berkah ilmu itu sendiri.
2. Bertanya tentang sesuatu yang bermanfa'at.
3. Melihat keadaan gurunya, tidak bertanya kepada sang guru apabila guru dalam keadaan
tidak kondusif untuk menjawab pertanyaan.
4. Memperbaiki cara bertanya, seperti menggunakan kata-kata yang baik, mendo'akan
untuk sang guru sebelum bertanya, menggunakan panggilan penghormatan, dan lain-
lain.
Tidak mungkin seseorang mencapai derajat ilmu, kecuali apabila kelezatan dia yang paling
besar ada di dalam ilmu. Dan kelezatan ilmu bisa didapatkan dengan 3 perkara:
Seorang penuntut ilmu tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun, menggunakan waktu untuk
ibadah, dan mendahulukan yang afdhal diantara amalan-amalan.
Sebagian salaf dahulu ada yang muridnya membaca kitab kepada beliau sedangkan beliau
dalam keadaan makan, yang demikian adalah untuk menjaga waktunya jangan sampai tersia-
sia dari menuntut ilmu.