Anda di halaman 1dari 3

Sifat Shalat Nabi (12): Sunnah Duduk Istirahat

rumaysho.com/7652-sifat-shalat-nabi-12-sunnah-duduk-istirahat.html

May 19, 2014

Salah satu yang disunnahkan ketika bangkit ke raka’at berikut adalah melakukan duduk
istirahat. Inilah kelanjutan pembahasan kita mengenai tata cara shalat yang sesuai
tuntunan.

28- Kemudian sujud kembali seperti sujud yang pertama.

Perintah untuk melakukan sujud kedua ini adalah berdasarkan berbagai hadits yang shahih
dan juga adanya ijma’ (kesepakatan para ulama). (Al Majmu’, 3: 290)

29- Kemudian bangkit dari sujud kedua sambil bertakbir.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketika bangkit ke raka’at kedua dilakukan bertumpu
pada tangan, begitu pula ketika bangkit dari tasyahud awwal. Hal ini dilakukan oleh orang
yang kondisinya kuat maupun lemah, begitu pula bagi laki-laki maupun perempuan.
Demikian pendapat dari Imam Syafi’i. Hal ini disepakati oleh ulama Syafi’iyah berdasarkan
hadits dari Malik bin Al Huwairits dan tidak ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menyelisihinya. Jika tangan jadi tumpuan, maka bagian dalam telapak tangan dan jari
jemarinya yang berada di lantai.” (Al Majmu’, 3: 292).

30- Mengerjakan raka’at kedua sama dengan raka’at pertama.

Apakah disunnahkan duduk istirahat ketika bangkit ke raka’at kedua?


Dalil tentang disyari’atkannya duduk istirahat ketika bangkit ke raka’at kedua adalah hadits
dari Abu Qilabah ‘Abdullah bin Zaid Al Jarmi Al Bashri, ia berkata, “Malik bin Al Huwairits
pernah mendatangi kami di masjid kami. Ia pun berkata, “Sesungguhnya aku ingin
mengerjakan shalat sebagai contoh untuk kalian meskipun aku tidak ingin mengerjakan
shalat. Aku akan mengerjakan shalat sebagaimana shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang pernah aku lihat.” Ayub kemudian bertanya kepada Abu Qilabah, “Bagaimana
Malik bin Al Huwairits mengerjakan shalat?” Abu Qilabah menjawab,

‫ﺾ ِﻓﻰ اﻟﱠﺮْﻛَﻌِﺔ اُﻷوﻟَﻰ‬


َ ‫ َﻗﺎَل َوَﻛﺎَن َﺷْﯿًﺨﺎ َﯾْﺠﻠُِﺲ إَِذا َرَﻓَﻊ َرْأَﺳُﻪ ِﻣَﻦ اﻟﱡﺴُﺠﻮِد َﻗْﺒَﻞ أَْن َﯾْﻨَﻬ‬. ‫ِﻣْﺜَﻞ َﺷْﯿِﺨَﻨﺎ َﻫَﺬا‬

“Seperti shalat syaikh kami ini. Beliau duduk ketika mengangkat kepalanya setelah sujud
sebelum beliau bangkit dari raka’at pertama.” (HR. Bukhari no. 677).

Di sini para ulama memiliki silang pendapat apakah duduk istirahat disunnahkan bagi
setiap orang ataukah tidak. Bahkan dalam madzhab Syafi’i Syafi’i sendiri terdapat beda
pendapat karena pemahaman terhadap dalil yang berbeda.

Pendapat pertama, jika yang shalat dalam keadaan lemah karena sakit, sudah tua atau
sebab lainnya, maka disunnahkan untuk melakukan duduk istirahat. Jika tidak demikian,
maka tidak dituntunkan. Inilah pendapat dari Abu Ishaq Al Maruzi.

1/3
Pendapat kedua, disunnahkan bagi setiap orang untuk melakukan duduk istirahat. Inilah
pendapat dari Imam Al Haromain dan Imam Al Ghozali. Al Ghozali berkata bahwa ulama
madzhab Syafi’i sepakat pada pendapat ini.

Pendapat yang terkuat dalam hal ini, duduk istirahat tetap disyari’atkan. Alasannya karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menunjukkan bahwa hal itu disunnahkan.

Duduk istirahat adalah duduk yang ringan (bukan lama) ketika bangkit ke raka’at berikut,
bukan bangkit dari tasyahud. (Lihat Al Majmu’, 3: 291).

Cara duduk istirahat adalah duduk iftirosy atau seperti duduk saat duduk antara dua sujud.
(Syarh ‘Umdatul Ahkam karya guru kami, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 209).

Imam Nawawi berkata, “Duduk istirahat tidak ada pada sujud tilawah, tanpa ada khilaf di
antara para ulama.” (Al Majmu’, 3: 292).

Imam Nawawi juga berkata, “Jika imam tidak melakukan duduk istirahat, sedangkan
makmum melakukannya, itu dibolehkan karena duduknya hanyalah sesaat dan
ketertinggalan yang ada cumalah sebentar.” (Idem).

Imam Nawawi menasehatkan tentang masalah duduk istirahat ini, “Sudah sepantasnya
duduk istirahat ini dilakukan oleh setiap orang karena hadits yang membicarakan hal itu
adalah hadits yang shahih dan tidak ada bertentangan dengan hadits shahih yang lain. Tak
usahlah peduli dengan orang yang mudah-mudahan dalam meninggalkannya. Allah Ta’ala
berfirman,
ُ َ
‫ُﻗْﻞ إِْن ُﻛْﻨُﺘْﻢ ُﺗِﺤﱡﺒﻮَن اﱠﷲ َﻓﺎﱠﺗِﺒُﻌﻮِﻧﻲ ُﯾْﺤِﺒْﺒُﻜُﻢ اﱠﷲ َوَﯾْﻐِﻔْﺮ ﻟَُﻜْﻢ ُذُﻧﻮَﺑُﻜْﻢ‬

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31).

‫َوَﻣﺎ آَﺗَﺎُﻛُﻢ اﻟﱠﺮُﺳﻮُل َﻓُﺨُﺬوُه‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7).

Referensi:
1. Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab lisy Syairozi, Yahya bin Syarf An Nawawi, tahqiq:
Muhammad Najib Al Muthi’i, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan kedua, tahun 1427
H.
2. Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat, tahun 1431 H.
3. Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath
Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, tahun 1433 H.
4. Syarh Umdatul Ahkam, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut
Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H.
5. Syarh Umdatul Ahkam, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, terbitan Kunuz Isbiliya,
cetakan pertama, tahun 1429 H.

2/3

Selesai disusun ba’da Zhuhur di Pesantren DS Gunungkidul, 19 Rajab 1435 H

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal
Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Segera pesan satu paket buku terbaru karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal berisi 6 buku
dengan format: Paket 6 buku# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah paket, lalu kirim sms
ke 0852 00 171 222 atau via PIN BB 2A04EA0F. Harga paket Rp.80.000,- untuk Pulau Jawa,
sudah termasuk ongkos kirim. Salah satu buku yang terdapat dalam paket tersebut adalah
buku “Kenapa Masih Enggan Shalat?”. Info selengkapnya di Ruwaifi.Com.

3/3

Anda mungkin juga menyukai